Pada saat itu hingga era Orde Lama peristiwa ini dinamakan
Peristiwa Madiun (Madiun Affairs), dan tidak pernah disebut
sebagai pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Baru di era
Orde Baru peristiwa ini mulai dinamakan pemberontakan PKI.
PEMBERONTAKAN PKI
MADIUN 1948
Bersamaan dengan itu terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat
yang ada di Madiun, baik itu tokoh sipil maupun militer di
pemerintahan ataupun tokoh-tokoh masyarakat dan agama.
Baru pada akhir bulan November 1948 seluruh pimpinan dan pasukan
pendukung Musso tewas atau dapat ditangkap. Sebelas pimpinan
kelompok kiri, termasuk Mr. Amir Syarifuddin Harahap, mantan Perdana
Menteri RI, dieksekusi pada 20 Desember 1948, atas perintah Kol. Gatot
Subroto.
GERAKAN DARUL ISLAM/
TENTARA ISLAM INDONESIA
(di/TII)
(di/TII)
Latar Belakang dan Tujuan Pemberontakan DI/TII
(PRRI/Permesta)
Perdjuangan Semesta atau Perdjuangan Rakjat
Semesta disingkat Permesta adalah sebuah gerakan militer di Indonesia.
Gerakan ini dideklarasikan oleh pemimpin sipil dan militer Indonesia Timur
pada 2 Maret 1957 yaitu oleh Letkol Ventje Sumual. Pusat pemberontakan
ini berada di Makassar yang pada waktu itu merupakan ibu kota Sulawesi.
Awalnya masyarakat Makassar mendukung gerakan ini. Perlahan-lahan,
masyarakat Makassar mulai memusuhi pihak Permesta. Setahun kemudian,
pada 1958 markas besar Permesta dipindahkan ke Manado. Disini timbul
kontak senjata dengan pasukan pemerintah pusat sampai
mencapai gencatan senjata. Masyarakat di daerah Manado waktu itu tidak
puas dengan keadaan pembangunan mereka. Pada waktu itu masyarakat
Manado juga mengetahui bahwa mereka juga berhak atas hak menentukan
diri sendiri (self determination) yang sesuai dengan sejumlah
persetujuan dekolonisasi. Di antaranya adalah Perjanjian
Linggarjati, Perjanjian Renville dan Konferensi Meja Bundar yang berisi
mengenai prosedur-prosedur dekolonisasi atas bekas wilayah Hindia Timur.
PEMBERONTAKAN ANDI
AZIS
PEMBERONTAKAN ANDI
AZIS
Awal Gerakan :
Andi Azis adalah seorang bekas Perwira KNIL yang bergabung Ke APRIS.
Ia diterima masuk APRIS. Pada hari pelantikanya disaksikan oleh Letkol
Ahmad Yunus Mokoginta, Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia
Timur. Setelah itu ia menggerakan pasukannya menyerang markas TNI
dan menawan sejumlah perwira TNI termasuk Mokoginta. Setelah
menguasai Makassar, ia menyatakan bahwa Negara Indonesia Timur harus
dipertahankan. Ia menuntut agar anggota APRIS bekas KNIL bertanggung
jawab atas keamanan di wilayah Indonesia Timur. Pada 8 April 1950
pemerintah mengultimatum yang isinya Andi Azis untuk datang ke Jakarta
(dan apabila dia tidak datang ke Jakarta, kapal Angkatan Laut Hang Tua
akan membom kota Makasar) dan mempertanggungjawabkan
perbuatannya dengan Waktu 4 x 24 jam namun tidak diindahkan. Setelah
batas waktu terlewati, pemerintah mengirimkan pasukan di bawah Kolonel
Alex Kawilarang dan hasilnya Pada Tanggal 15 April 1950 ia datang ke
Jakarta dengan janjian tidak ditangkap dari Hamengkobuono tetapi waktu
datang di Jakarta langsung ditangkap.
PEMBERONTAKAN ANDI
AZIS
Latar belakang :
1. Timbulnya pertentangan pendapat mengenai peleburan
Negara bagian Indonesia Timur (NIT) ke dalam negara RI. Ada
pihak yang tetap menginginkan NIT tetap dipertahankan dan
tetap merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia
Serikat (RIS), sedangkan di satu pihak lagi menginginkan NIT
melebur ke negara Republik Indonesia yang berkedudukan di
Yogyakarta.
2. Ada perasaan curiga di kalangan bekas anggota
anggota KNIL yang disalurkan ke dalam Angkatan Perang
Republik Indonesia Setikat (APRIS)/TNI. Anggota anggota
KNIL beranggapan bahwa pemerintah akan
menganaktirikannya, sedangkan pada pihak TNI sendiri ada
semacam kecanggungan untuk bekerja sama dengan bekas
lawan mereka selama perang kemerdekaan.
PEMBERONTAKAN ANDI
AZIS
Faktor :
1. Menuntut agar pasukan bekas KNIL saja yang
bertanggung jawab atas keamanan di Negara
Indonesia Timur.
2. Menentang masuknya pasukan APRIS dari TNI
3. Mempertahankan tetap berdirinya Negara
Indonesia Timur.
PEMBERONTAKAN ANDI
AZIS
Karena tindakan Andi Azis tersebut maka pemerintah
pusat bertindak tegas. Pada tanggal 8 April 1950 dikeluarkan
ultimatum bahwa dalam waktu 4 x 24 jam Andi Azis harus
melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya, pasukannya harus dikonsinyasi, senjata-senjata
dikembalikan, dan semua tawanan harus dilepaskan.
Kedatangan pasukan pimpinan Worang kemudian disusul oleh
pasukan ekspedisi yang dipimpin oleh Kolonel A.E Kawilarang
pada tanggal 26 April 1950 dengan kekuatan dua brigade dan
satu batalion di antaranya adalah Brigade Mataram yang
dipimpin oleh Letnan Kolonel Suharto. Kapten Andi Azis
dihadapkan ke Pengadilan Militer di Yogyakarta untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dijatuhi
hukuman 15 tahun penjara.
G30 S-PKI
LATAR BELAKANG
Sebelum melancarkan Gerakan 30 September, PKI
mempergunakan berbagai cara seperti mengadu domba
antara aparat Pemerintah, ABRI dan ORPOL, serta memfitnah
mereka yang dianggap lawan-lawannya serta menyebarkan
berbagai isu yang tidak benar seperti KABIR, setan desa dan
lain-lain. Semua tindakan tersebut sesuai dengan prinsip PKI
yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya
yaitu mengkomuniskan Indonesia dan mengganti Pancasila
dengan ideologi mereka. Bahkan menjelang saat-saat
meletusnya pemberontakan G 30 S /PKI, maka PKI di tahun
1965 melontarkan isyu bahwa Angkatan Darat akan
mengadakan kup terhadap Pemerintah RI dan di dalam TNI
AD terdapat "Dewan Jenderal".
Isyu-isyu tersebut merupakan kebohongan dan fitnah
PKI, yang terbukti bahwa PKI sendiri yang ternyata
melakukan kup dan mengadakan pemberontakan
terhadap Pemerintah RI yang syah dengan mengadakan
pembunuhan terhadap Pejabat Teras TNI AD yang setia
kepada Pancasila dan Negara.
Setelah persiapan untuk melakukan pemberontakan mereka anggap
cukup matang antara lain dengan latihan kemiliteran para SUKWAN
dan Ormas-ormas PKI di Lubang Buaya, maka ditentukan hari H dan
Jam D- nya. Rapat terakhir pimpinan G 30 S /PKI terjadi pada tanggal
30 September 1965, diamana ditentukan antara lain penentuan
Markas Komando (CENKO) yang mempunyai 3 unsur :
Usaha untuk mencari para pimpinan TNI AD yang telah diculik oleh gerombolan G
30 S/PKI dilakukan oleh segenap Kesatuan TNI/ABRI dan akhirnya dapat diketahui
bahwa para pimpinan TNI AD tersebut telah dibunuh secara kejam dan jenazahnya
dimasukan ke dalam sumur tua di daerah Pondok Gede, yang dikenal dengan
nama Lubang Buaya.
Dari tindakan PKI dengan G 30 S nya, maka secara garis besar dapat diutarakan :