Kebutuhan energi dunia akhir-akhir ini (abad ke 21) sangat meningkat tajam, terutama dengan munculnya negara-negara industri raksasa.
Tahun 2000 kebutuhan energi listrik dunia
akan mencapai 7 8 trilyun KWh.
Prediksi kebutuhan energi listrik dunia tahun
2020, akan mencapai 14,5 trilyun KWh Pada dekade ini, bahan bakar fosil dan gas bumi sebagai sumber primer hanya akan mampu menyumbang 5 trilyun KWh saja. Sumber primer jenis ini amat sangat terbatas dan suatu saat kelak benar2 akan habis. Tenaga nuklir sebagai alternatif diversifikasi sumber energi listrik hingga saat ini masih di bayangi masalah:bahaya pencemaran radioaktif dan penanganan limbah yang rumit serta mahal sehingga mengakibatkan sebagian masyarakat tak menghendakinya karena resikonya relatif sangat tinggi. Pemanfaatan energi matahari di permukaan bumi sebagai energi listrikberkendala dalam arti ketergantungan pada kondisi cuaca dan siklus siang malam, dan sangat sulit untuk ditingkatkan kapasitasnya karena masih rendahnya efisiensi sel fotovoltaik. Pendeknya periode iluminasi sinar matahariyang hanya sekitar 6-8 jam saja setiap hari Energi matahari yang samapai ke permukaan bumi sudah jauh menyusut dibandingkan di angakasa luar. Sebagai contoh , di orbit sinkron bumi (Geosynchronous earth orbit geo, sekitar 36000 km diatas khatulsitiwa) kerapatan energi matahari masih sekitar 1360 W/m2. Setelah mengalami banyak penyerapan /pantulan selama perjalanannya ke permukaan bumi hanya tersisasekitar 120 W/m2. Di GEO, periode iluminasi sinar matahari bisa mencapai 22 jam 48 menit tanpa gangguan cuaca sama sekali; Jika ditempatkan di GEO, panel sel surya akan menghasilkan daya 11,25 kali lebih besar dan waktu kerja hampir 3,8 kali lebih lama dibandingkan dengan panel yang sama di permukaan bumi. Dari latar belakang diatas bahwa pengumpulan energi matahari di luar angkasa, merupakan satu cara yang sangat baik untuk mengoptimalkan pemanfaat energi matahari. Konsep inilah yang mendasari sistem SPS. Konsep dasar SPS dicetuskan oleh Dr. Peter E. Glaser tahun 1968. Energi matahari dihimpun oleh sebuah satelit yang ditempatkan di orbit sinkron bumi dan lazim disebut dengan spacetenna (space antenna); Energi yang terhimpun dalam bentuk energi listrik dikirimkan ke bumi dalam bentuk energi elektromagnetik (gelombang radio); Menggunakan sebuah pemancar berdaya ultratinggi, energi ini dikirimkan ke bumi;
Energi diterima oleh sebuah sistem antena
penerima (rectifying antenna,rectenna) yang akan mengubahnya menjadi energi listrik (50 Hz)kembali dan didistribusikan ke pemakai. Spacetenna - Satelit penampung energi matahari di orbit sinkron bumi (PLTS-Ruang Angkasa); - Satelit ini harus berukuran raksasa karena harus menghimpun energi matahari yang sanggup menghasilkan energi listrik yang optimal; - Agar mampu menghasilkan energi listrik sebesar 5 GW diperlukan jajaran sel fotovoltaik berukuran 5 x 10 x 0,5 km; Konversi arus listrik searah yang dihasilkan sel surya ke gelombang radio (dalam hal ini gelombang-mikro) dilakukan dengan tabung klystron, magnetron, atau amplifier berdaya tinggi; Frekuensi kerja yang dipilih adalah sebesar 2,45 GHz dengan alternatif frekuensi 5,8 GHz; Untuk menghasilkan energi listrik sebesar 5 GW di permukaan bumi tanpa melewati batas ambang kerapatan daya 23 mW/cm2 di atmosfir, maka diperlukan diameter rectenna sebesar 1 km; Daya sebesar 5 GW per satelit ini diperkirakan sebagai daya optimum, baik dipandang dari segi teknis maupun ekonomis. Daya ini bisa ditingkatkan hingga 10 GW bila penyempurnaan efisiensi sel surya berhasil dengan baik. Dengan telah dikuasainya teknologi pengiriman awak dan peralatan ke luar angkasa dengan menggunakan pesawat ulang- alik, maka masalah transportasi pada dasarnya bisa diatasi; Panel-panel sel surya bagian demi bagian diangkut ke orbit rendah (low earth orbit/LEO) dengan pesawat ulang-alik, dan dirakit di orbit ini; Jadi harus disediakan sebuah stasiun perakitan di orbit ini. Pada tahapan kerja tertentu, hasil rakitan komponen satelit ini dikirim ke GEO dengan menggunakan mesin pendorong bertenaga listrik. Usia produktif (life time) sebuah SPS diperkirakan tidak kurang dari 30 tahun dengan periode perawatan setiap 5 tahun; Dengan demikian bisa dikatakan bahwa pembangunan sebuah sistem SPS memakan waktu yang relatif sangat pendek dibandingkan pembangunan jenis pembangkit energi listrik lainnya. Rectenna - Dengan daya keluaran yang diharapkan sebesar 5 GW per satelit, maka rectenna yang ditempatkan di permukaan bumi harus berdiameter 10 km. Antena ini akan terdiri dari 10 milyar komponen dipole yang berfungsi menerima berkas gelombang mikro dan mengubahnya ke energi listrik AC 50Hz; - Efisiensi yang diharapkan adalah sebesar 84%. Seluruh konstruksi antena beserta bangunan pendukungnya diperkirakan akan menempati daerah seluas 200 km2, termasuk zona penyangga seluah 100 km2; Lokasi stasiun rectenna ditentukan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, yakni diusahakan dampak lingkungan yang sekecil mungkin. Lokasi stasiun rectenna, antara lain: di gurun pasir di tengah hutan di lepas pantai di pulau kosong Stasiun ini di bangun di tengah-tengah gurun pasir di sekitar katulistiwa. Keuntungannya adalah, dengan adanya sumber energi listrik yang sangat besar ini maka daerah gurun di sekitar stasiun akan dengan mudah dihijaukan karena pompa-pompa air raksasa bertenaga listrik bisa dioperasikan. Gurun pasir dalam waktu yang relatif singkat akan berpotensi sebagai lahan pertanian dan daerah perindustrian. Dengan demikian secara tidak langsung SPS bisa membatasi meluasnya gurun, bahkan bisa mengurangi luasnya. Stasiun penerima di gurun pasir merupakan pilihan yang terbaik. Hanya saja, tidak setiap negara memiliki gurun dan tidak setiap gurun yang ada terletak di khatulistiwa. Pembangunan stasiun rectenna di tengah hutan harus memperhatikan habitat binatang dan tumbuhan yang ada. Dari semua jenis stasiun, ini yang paling tidak menguntungkan karena dengan adanya pembangkit energi listrik yang besar, secara tidak langsung akan menimbulkan kerusakan hutan. Dengan adanya sumber energi yang besar, dengan sendirinya industri yang besar akan muncul dan kerusakan lingkungan (betapapun terbatasnya) akan terjadi. Stasiun ini ditempatkan jauh di lepas pantai (misalnya pada zona ekonomi khusus 200 mil dari pantai) yang bebas dari gempa tektonik, relatif sepi dari lalu-lintas laut dan nelayan, serta sebisa mungkin berada di sekitar garis khatulistiwa. Ada empat jenis struktur konstruksi stasiun rectenna- nya yang saat ini dikenal : struktur tiang pancang, struktur dongkrak, struktur mengambang, dan struktur semi-tenggelam. Perbandingan unjuk kerja ke empat struktur ini ditunjukkan pada Tabel 2. Dari ke empat jenis struktur ini, maka struktur semi-tenggelam (semisubmersible) memiliki karakteristik yang terbaik. Pulau kosong yang terbaik adalah pulau karang (kosong) dengan luas minimal 15 x15 km dan terletak di sekitar garis khatulistiwa. Dengan tiadanya tumbuhan maka diperkirakan populasi burung/satwa lainnya juga rendah. Yang harus diperhatikan adalah lalu-lintas laut yang ada di sekitar pulau yang dijadikan stasiun. Semakin jarang lalulintas yang ada tentu semakin baik. Lokasi rectenna di pulau kosong merupakanpilihan yang terbaik bagi negara-negara kepulauan seperti Indonesia. Aspek lingkungan yang berkaitan dengan penggunaan gelombang elektromagnetik (gelombang-mikro) berdaya tinggi terhadap ekosistem dan kesehatan. Secara umum, ada empat aspek lingkungan dominan yang harus dipertimbangkan dampaknya akibat penggunaan gelombang-mikro, yaitu : 1. Dampak gelombang-mikro terhadap mahluk hidup. 2. Dampak atmosfir. 3. Dampak pemanasan ionosfir. 4. Dampak pada astronomi. Jika intensitas radiasi gelombang-mikro yang digunakan cukup tinggi (dalam tingkat mW/cm2) maka gelombang ini akan menyebabkan kenaikan suhu molekul. Suhu tubuh mahkluk hidup, akan mulai meningkat bila dikenai radiasi sebesar 4-30 mW/cm2. Sebuah studi menyebutkan bahwa batas ambang aman bagi mahkluk hidup (terutama manusia) adalah 5 mW/cm2 pada daerah frekuensi 1,5-100 GHz. Jika intensitas radiasi gelombang-mikro yang digunakan cukup tinggi (dalam tingkat mW/cm2) maka gelombang ini akan menyebabkan kenaikan suhu molekul. Suhu tubuh mahkluk hidup, akan mulai meningkat bila dikenai radiasi sebesar 4-30 mW/cm2. Sebuah studi menyebutkan bahwa batas ambang aman bagi mahkluk hidup (terutama manusia) adalah 5 mW/cm2 pada daerah frekuensi 1,5-100 GHz. Kerapatan energi gelombang-mikro di dalam dan di dekat rectenna seperti dilukiskan pada gambar di atas, masing-masing adalah 23 mW/cm2 dan 0,005 mW/cm2. Kerapatan energi sebesar ini bisa dipandang aman bagi mahkluk hidup (terutama manusia) mengingat bahwa dalam kenyataan sehari-hari gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh stasiun stasiun radio TV dan sumber pemancar lainnya. Ini adalah dampak yang timbul pada saat perakitan spacetenna. Pada lapisan terendah atmosfir bumi tempat segala macam kehidupanberlangsung, dampak paling serius yang ditimbulkan adalah pencemaran akibat semburan gas buang roket peluncur (HLLV - high lift launch vehicle) selama peluncuran berlangsung. Efek ini memang bisa mengakibatkan perubahan cuaca lokal dan penurunan kualitas udara bersih. Energi gelombang-mikro yang menembus ionosfir dapat meningkatkan aras energi ambang dan suhu elektron yang membentuk lapisan D, E, dan F, yakni pada daerah yang terkena lintasan energi. Efek yang terjadi mirip dengan efek pemanasan ohmis, yakni meningkatnya suhu fisik. Sebagian besar komponen SPS, yakni panel-panel fotovoltaik, dihadapkan mengarah ke matahari, dan sebagian yang lain (antena, rangka, dll) tidak menghadap ke matahari sehingga memungkinkan timbulnya pantulan sinar matahari ke bumi. Jika pantulan yang dihasilkan oleh keseluruhan sistem satelit cukup besar, maka ada kemungkinan timbulnya efek cahaya yang cukup terang di waktu malam yang tampak dengan jelas dari bumi (night sky brightness effect). Efek ini tentu tidak menguntungkan bagi dunia astronomi. Cahaya yang dihasilkan oleh sebuah SPS diperkirakan seterang cahaya planet Venus dan bisa mengganggu astronomi optis. Efek nihgt sky brightness bisa ditekan dengan pemakaian mungkin bahan-bahan yang mudah memantulkan cahaya matahari.