Anda di halaman 1dari 16

Journal Reading

Early Treatment with


Prednisolone or Acyklovir in Bell`s
Palsy
Murni Wahyu Setyowati
01.206.5234
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sultan Agung
Abstrak
• Latar Belakang
Kortikosteroid dan antivirus secara luas telah digunakan untuk mengobati stadium awal dari idiopatik
paralisis nervus fasialis (bell’s palsy).
• Metode
Kami menguji dengan double blind, placebo-kontrol, randomized (pengacakan), dan factorial trial meliputi
pasien bell’s palsy yang telah memenuhi gejala selama 72 jam. Pasien secara acak ditandai untuk
menerima 10 hari pengobatan dengan prednisolone, acyclovir, keduanya atau placebo. Hasil utamanya
adalah didapatkannya kesembuhan dari fungsi wajah yang sesuai dengan skala The House-Brackman. Hasil
kedua yaitu kembalinya kualitas kehidupan, penampilan, dan hilangnya nyeri.
• Hasil
Hasil akhir didapatkan 496 dari 551 pasien yang melalui proses pengacakan (randomisasi). Pada 3 bulan,
proporsi pasien yang fungsi wajahnya sembuh sebanyak 83% untuk grup prednisolone, dibanding 63,6%
yang bukan grup prednisolone. 71,2 grup acyclovir disbanding 75,7% pasien yang tidak menerima
acyclovir. Setelah 9 bulan, proporsi menjadi 94,4% untuk prednisolone dan 81,6% untuk bukan
prednisolone, dan 85,4% untuk acyclovir dan 90,8% untuk grup tanpa acyclovir. Untuk pasien yang diterapi
keduanya proprsinya adalah 79,7% pada 3 bulan, dan 92,7% saat 9 bulan. Tidak ada perbedaan klinis yang
significan antara grup pengobatan. Tidak ada kerugian serius pada setiap grup percobaan.
• Kesimpulan
Pada pasien bell’s palsy, pengobatan awal dengan prednisolone secara significan meningkatkan perubahan
penyembuhan secara komplit pada 3 dan 9 bulan. Tidak ada fakta pasti yang menunjukan manfaat dari
pemberian acyclovir secara sendiri atau acyclovir yang dikombinasi dengan prednisolone.
Latar Belakang
Bell’s palsy merupakan akut, idiopatik, unilateral paralisis pada nervus
fasialis. Penyebabnya antara lain gangguan vascular, inflamasi, dan
virus ditunjukan dari analisa sepasang serologic dan penelitian pada
cerebral ganglia, mengesankan bahwa terdapat sebuah asosiasi antara
infeksi herpes dan timbulnya paralisis nervus fasialis. Study
epidemiologi menunjukan bahwa 11-40 orang per 100.000, setiap
tahunnya mengalami bell’s palsy. Kebanyakan berusia sekitar 30-45
tahun. Walaupun kebanyakan pasien sembuh dengan baik. Namun ada
± 30% pasien yang sembuh tidak sempurna, dengan perot yang
berkelanjutan, gangguan psikologis dan nyeri wajah. Pengobatan
lanjutan masih controversial dan banyak variabelnya. Prednisolone dan
acyclovir adalah resep pilihan dalam dosis tunggal ataupun combinasi,
walaupun penelitian dari keefektifa mereka masih lemah.
Metode
• Penelitian ini menggunakan double blind, placebo-
kontrol, randomized (pengacakan), dan factorial trial
meliputi pasien bell’s palsy yang telah memenuhi
gejala selama 72 jam.
• Pasien yang dilibatkankan adalah pasien yang sudah
dikonfirmasi diagnosisnya kemudian setuju untuk
bergabung dalam penelitian dan diikuti
perkembangannya selama 9 bulan.
Metode
• Kriteria Inklusi :
– Usia 16 tahun atau lebih dengan kelemahan
Unilateral Nervus Fasialis atau kelemahan yang
tidak dapat diidentifikasi penyebabnya yang dapat
dikerjakan bersama ahli THT dengan waktu 72 jam
setelah onset dari gejala yang timbul.
• Kriteria Ekslusi :
– Kehamilan
– Menyusui
– Diabetes yang tidak terkontrol (Hb Level >8%)
– Ulser pepticum
– Otitis media Suppurasi
– Herpes zoster
– Multiple Sclerosis
– Infeksi Sistemik
– Sarcoidosis
– Dan semua pasien tidak memberikan Informed Consent
• Desain Penelitian
Dari Juni 2004 sampai Juni 2006, kami mengadakan sebuah study di
skotlandia (dengan total populasi 5,1 juta) di 17 rumah sakit, dan dicek
ulang sampai maret 2007. Pasien yang direkrut meliputi pasien yang
merupakan keluarga daridoter, pasien UGD, pasien di pelayanan telefon
konsultasi nasional 24 jam dan praktek dokter gigi. Urutan kerjanya yaitu
dengan mencari pasien, merekru, kunjungan dan menyingkirkan sample.

Pasien diinstruksikan untuk mengkonsumsi dosis pertama dari obat untuk


penelitian sebelum meninggalkan rumah sakit dan mempertahankan
tetap meminum obat dirumah sesuai dosis selama 10 hari. Pasien diacak
dua kali, dimana dihasilkan 4 kelompok percobaan yang disetiap
kelompoknya menerima dua preparat obat, prednisolone (pada dosis 25
mg, 2x/hari) dan placebo (lactose), acyclovir (400mg, 5x sehari) dan
placebo, prednisolone dan acyclovir, dua kapsul placebo.
• Tayside Farmasi mengatur preparat aktif dan kandungan dari placebo
dalam capsul selulosa, mulai dari pembotolan obat, pemberian label,
dan pendistribusian pada klinik. Antara 3-5 hari setelah pengacakan,
peneliti mengunjungi rumah pasien atau bisa juga dicek saat pasien
datang control ke poli, agar dapat sekalian diberikan pemeriksaan
klinis. Kunjungan ulang dilakukan 3 bulan kemudian, jika penyembuhan
belum sempurna (dimana ditemukan masih grade III atau lebih dari
skala house-Brackman) pada kunjungan ini, maka kunjungan diulang 9
bulan kemudian. Peneliti menganalisa rekam medic sebanyak 15%
pasien untuk memvalidasi terapi pertama dan konsultasi data rumah
sakit, efek racun, dan keadaan sakit saat terakhir kunjungan. Data
disimpulkan setelah 14 bulan perekrutan
• Pengukuran Hasil
Hasil utama didapatkan dari mengukur system grade house
brackman untuk fungsi nervus fasialis. Cara mudah yang banyak
digunakam untuk menilai derajat kesembuhan dari kelumpuhan
nervus fasialis yang disebabkan oleh kerusakan lower motor
neuron. System scoring menandai pasien dari 1-6 kategori dari
derajat fungsi nervus fasialis. Cara pertama dengan memfoto
pasien saat istirahat, dengan pose saat tersenyum, mengerutkan
dahi, dan menutup mata. Foto pasien tersebut akan digunakan
untuk menilai derajat sakit pasien yang dilakukan oleh dokter
spesialis THT, dokter spesialis saraf, dan dokter spesialis bedah
plastic.
• Hasil kedua yang berhubungan dengan kesehatan dan kualitas hidup yang diukur
dengan The Health Utility Index Mark 3, yaitu keadaan wajah yang diukur dengan
The Derriford Appearance Scale 59. Dan rasa nyeri yang diukur engan The Brief
Pain Inventory. The Health Utility Index Mark 3 menetapkan sebuah system yang
mengklasifikasikan kesehatan dan kualitas hidup dalam 8 dimensi, yaitu :
penglihatan, pendengaran, berbicara, ambulance, ketangkasan, emosi, kognitif dan
rasa nyeri, dengan 5/6 skore perdimensi. Sebuah pilihan system scoring dasar telah
digunakan dan merespon dengan range score antara – 0,36 – 1 , dengan 1
mengindikasikan kesehatan penuh. Score negative mengindikasikan kualitas hidup
yang mempertimbangkan keadaan pasien yang buruk hingga meninggal. Kuesioner
didesain untuk mengetahui perkembangan latihan klinik dan penelitian, evaluasi
kebijakan kesehatan, dan survey populasi umum. The Derriford menyediakan 59
pertanyaan yang beraspek tentang kesadaran diri dan kepercayaan diri, dengan
score antara 8-262, dan scoring lebih tinggi mengindikasikan resiko disfungsi dan
distress yang lebih besar. The Brief Pain inventory mengukur antara hebat dan
lamanya rasa nyeri yang diintervensikan saat aktivitas normal, score antara 0-110
dengan score lebih tinggi mengindikasikan nyeri yang hebat.
• Kerugian Penelitian
Kerugian peneltian ditunjukan pada setiap
kunjungan penelitian, pemenuhan dari regimen
obat ditunjukan pada saat kunjungan pertama
dan selama telefom pada hari ke 7 setelah
pengacakan dan selama seminggu setelah hari
akhir penelitian (10 hari setelah pengacakan).
Pasien di instruksikan untuk mengembalikan pil
dan kapsul ke pusat penelitian yaitu di Universitas
Dunbee.
• Analisa statistic
Pada permulaannya kami mengetes data untuk mengetahui interaksi diantara setiap grup
penelitian. Jika hasilnya tidak significan, kami membandingkan hasil pengukuran utama dari
penyembuhan yang sempurna (grade 1 pada skala House-Brackman) pada 3 bulan dan 9
bulan antara pasien yang menerima dan tidak menerima prednisolone, menggunakan two-
sided Fisher’s tes. Kami mengulangi procedure ini untuk kelompok acyclovir. Kemudian kami
membandingkan prednisolone dengan placebo, acyclovir dengan placebo, dan kombinasi
kedua obat dengan placebo.
Analisa yang kedua membandingkan skore pada kualitas hidup, penampilan wajah, dan rasa
nyeri dengan menggunakan t-tes atau mann-whitney tes pada data yang distribusinya tidak
normal. Kemudian kami menggunakan regresi logistic untuk mengatur analisa pada seluruh
karakteristik yang kami ukur seperti : umur, jenis kelamin, waktu munculnya gejala hingga
inisiasi dari terapi, skore dari skala the house-brackmann, dan skore dari kualitas hiduo,
penampilan wajah, dan rasa nyeri. Signifikasi didapatkan dengan wald tes dengan nilai P <
0,05.
Hasil penelitian juga digunakan untuk menilai pasien yang dropout. Pasien yang dropout saat
9 bulan terapi diperkirakan dengan logistic regresi.
• Populasi Penelitian
Populasi penelitian dari 752 pasien yang diserahkan untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini. 132 pasien tidak dapat dipilih:dari sisa 620 pasien,
551 (88,9%) melalui pengacakan. Dari 415 pasien didapat dari keluarga
dokter (75,3%) dan 41 pasien dari Unit gawat darurat (7,4%). Sejak 55
pasien di keluarkan dari penelitian ini sebelum hasil akhir dari skala The
House-Brackmann, hasil akhir didapatkan dari 496 pasien (90,0%).
Setelah waktu awitan dari gejala, paling banyak pasien (53,8%) mendapat
terapi dalam 24 jam, 32,1% pasien mendapat terapi dalam 48 jam, dan
14,1% dalam 72 jam. Dari total pasien yaitu 426 pasien (86%)
mengembalikan botol pill. 383 pasien (90%) mengembalikan botol kosong.
32 pasien (8%) mengembalikan dosis untuk 5 hari atau kurang, dan 11
pasien (3%) mengembalikan obat dalam 6 hari atau lebih
• Tidak terdapat interaksi significan antara
prednisolone dan acyclovir pada 3 bulan ataupun 9
bulan terapi (P=0,32 dan P=0,72). Table 2
menunjukan pengaturan data untuk 496 pasien yang
melengkapi peneliatian. Sebanyak 357 pasien yang
sembuh dalam 3 bulan dan tidak memerlukan
kunjungan ulang. Untuk mengingatkan 80 pasien
sembuh dalam 9 bulan, diluar dari 59 pasien yang
meninggalkan gejala deficit neuro fasial.
• Dalam kesimpulan kami menambahkan penelitian bahwa penggunaan awal
prednisolone secara oral pada pasien bell’s palsy adalah terapi yang efektif.
Mekanisme aksinya dapat meliputi pada respon imuno modulasi pada proses
peradangan yang terjadi pada nervus fasialis didalam canalis fasialis. Terapi dengan
acyclovir pada dosis yang yang digunakan dalam percobaan baik secara tunggal
ataupun dengan kortikosteroid tidak menunjukan efek. Sehingga kami tidak dapat
merekomendasikan acyclovir dalam terapi bell’s palsy. Penelitian terbaru di Jepang
menunjukan bahwa alacyclovir mungkin dapat digunakan bila ditambahkan
dengan prednisolone.

• Tidak ada data yang menunjukan bagaimana cara terbaik dalam mengobati pasien
yang datang lebih dari 72 jam setelah munculnya gejala, jadi semua pasien dengan
suspek bell’s palsy seharusnya segera dinilai dari awal. Penelitian kami menunjukan
bahwa penanganan dengan prednisolone dapat meningkatkan kemungkinan
sembuh saat 9 bulan, sebuah penemuan yang seharusnya dapat membantu
member informasi dan diskusi tentang penggunaan kortikosteroid untuk pasien
dengan bell’s palsy.

Anda mungkin juga menyukai