Anda di halaman 1dari 27

GIZI PADA LANSIA

ROSSY TRIANA
406117032

Kepaniteraan Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur
Periode 16 April 2012 – 19 Mei 2012
Batasan Lansia

• Lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun


ke atas
• Durmin (1992):
– Young elderly (65-74 tahun)
– Older elderly (75 tahun)
• Munro dkk., (1987) mengelompokkan older elderly
ke dalam dua bagian, yaitu usia 75-84 tahun dan 85
tahun
• Di Indonesia, M. Alwi Dahlan menyatakan bahwa
orang dikatakan lansia jika telah berumur di atas 60
tahun
Perubahan yang Terjadi Pada Proses
Penuaan
Perubahan Akibat
Berkurang massa otot

Jaringan lemak, obesitas dan


resiko / beratnya penyakit
Komposisi Tubuh degeneratif (osteoartritis, diabetes
melitus, dan tekanan darah tinggi)
Berkurang cairan tubuh sehingga
resiko dehidrasi dan intoksikasi
alkohol meningkat
Perubahan fungsional
Mekanisme rasa haus dan cairan Kerentanan terhadap dehidrasi
tubuh berkurang meningkat
Perubahan kebutuhan zat gizi Defisiensi (cth: vit B12)
pada lansia
Perubahan Akibat
Perubahan cita rasa, penglihatan Kenikmatan terhadap makanan
dan penciuman berkurang
Tulang patah, ompong Terbatas pilihan makanan

Insiden penyakit meningkat Perubahan kebutuhan nutrisi atau


ketidakcukupan makanan akan
meningkatkan insiden penyakit
Peningkatan penggunaan obat- Perubahan nafsu makan,
obat tanpa resep kebutuhan zat gizi (peningkatan
kebutuhan vit B6 dan vit D)
Perubahan Akibat
Perubahan sosial: kehilangan Depresi, penurunan asupan,
keluarga, teman dll kesepian, terisolasi
Berkurangnya pendapatan Ketidakamanan makanan
meningkat, berkurangnya akses
terhadap makanan dan gizi
kurang

Sumber: Amarantos E, Martinez A, Dwyer J. The Journals of Gerontology Series A:


Biological sciences and Medical sciences 56: 54-64, 2001
Penurunan fungsi fisiologi

Sistem organ Penurunan fungsi sesuai penuaan


Indra khusus Prebiopia, lensa mengeruh, pendengaran, rasa
dan bau berkurang
Kardiovaskular Fungsi kontraksi intrinsik terganggu, pengisian
ventrikel berkurang, tekanan darah sistole
berkurang
Pernafasan Kelenturan paru, kapasitas nafas max, bersihan
lendir  berkurang
Imun Jumlah sel T dan T helper  berkurang

Endokrin Tanggapan hormon terhadap rangsangan


androgen, estrogen, toleransi glukosa 
berkurang
Sistem saraf Tanggapan terhadap kekurangan cairan, gerakan
otonom lambung, usus  berkurang
Absorpsi Gizi pada Lansia
• Absorpsi zat gizi tergantung pada banyak faktor seperti
pencernaan yang baik, mukosa intestinal yang utuh,
adanya zat penghambat atau pendorong absorpsi dan
aliran darah di permukaan absorpsi
• Penurunan aliran darah ke intestinum mempengaruhi
kecepatan absorpsi zat gizi
• Insufisiensi pankreas, pertumbuhan bakteri berlebihan,
penggunaan obat-obatan berlebihan dan penyakit kronis
 malabsorpsi
Keseimbangan Energi

• Penilaian terhadap kebutuhan akan zat gizi


didasarkan pada keadaan kesehatan pasien
– Lansia sehat  asupan = asupan orang dewasa sehat
– Lansia yang sedang sakit akut  asupan dihitung
berdasarkan peningkatan yang dibutuhkan untuk
merespons keadaan hiperkatabolik
– Lansia yang lemah dan telah kehilangan nafsu makan,
serta asupan zat gizinya rendah  peningkatan zat gizi
yang khas.
Asupan Gizi Lansia

Energi
• Harris Benedict
♂ = 66 + 13,7BB + 5TB - 6,8U
♀ = 655 + 9,6BB + 1,7TB - 4,7U

• WHO
♂ = 13,5BB + 487
♀ = 10,5BB + 596
Protein
• Campbell dkk :
– Lansia sehat : 1-1,25 gr/kgBB/hari
– Lansia sakit : 1,5 gr/kgBB/hari
• Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi tahun 2004
– 60 gram/hari untuk laki-laki dan 50 gram/hari untuk perempuan
– Lansia yang dirawat, pemberian protein harus disesuaikan
dengan fungsi ginjal penderita serta jenis penyakit yang diderita
Karbohidrat : 55-60%
Lemak : 20-25%
Cairan : 30ml/kgBB/hari
Serat : 30 gram/hari
Tabel 1. Besaran kebutuhan zat gizi pada lansia
Sumber: “Meeting the nutritional needs for older person”, WHO 2002

Jenis zat gizi Besaran Jenis zat gizi Besaran

Energi 1,4-1,8 kali BMR Selenium 50-70 µg/hari

Protein 0,9-1,1 g/kgBB/hari Asam folat 400 µg/hari

Lemak 30-35% Seng ♂: 4,2-14 mg/hari; ♀: 3-9,8 mg/hari

Lemak jenuh <8% Vitamin A ♂: 700µg RE/hari; ♀: 600µg RE/hari

Air 30 cc/kgBB/hari Riboflavin ♂: 1,3 mg/hari; ♀: 1,1mg/hari

Kalsium 800-1200 mg/hari Vitamin B12 2,5 µg/hari

Besi 10 mg/hari Vitamin C 60-100mg/hari

Tembaga 1,3-1,5 mg/hari Vitamin D 10-20 µg/hari

Khromium 50 µg/hari Vitamin E 100-400 IU/hari

Magnesium 225 mg/hari Vitamin K 60-90 mg/hari


Masalah Gizi pada Lansia

Kehilangan
berat badan

Anemia MASALAH
Obesitas
gizi GIZI

Osteopo
rosis
Penatalaksanaan Gizi pada
Lansia
• Lansia sehat yang berada di tengah masyarakat
• Pola makan seimbang dengan variasi bahan makanan
1

• Karbohidrat
2

• Protein hewani dan nabati


3

• Lemak
4

• Vitamin, mineral dan serat


5

• Cairan
6
• Lansia yang dirawat di rumah sakit
Penapisan
gizi

Pemeriksaan Lansia Pemeriksaan


laboratorium di RS klinis

Pengukuran
antropometri
1. Penapisan Gizi

MNA (Mini Nutritional Assessment)

24-30 • Tidak ada risiko malnutrisi

17-23,5 • Berisiko malnutrisi

• Berisiko tinggi malnutrisi/


<17 mengalami malnutrisi
2. Pemeriksaan klinis

Keterbatasan
fisik Pemeriksaan
fisik

Pemeriksaan
fungsional

Pemeriksaan Klinis
3. Pengukuran Antropometri

IMT = BB ( Kg)/TB ( m² )

Tabel 4. Klasifikasi IMT menurut WHO (1995)

IMT ≤ 18,49 Kekurangan berat badan


IMT 18,5 – 24,99 Normal
IMT 25 – 29,99 Kelebihan berat badan tingkat ringan ( overweight )
IMT ≥ 30 Kelebihan berat badan tingkat berat ( obese )
Tabel 5. IMT berdasarkan jenis kelamin

Pria Wanita
Kekurangan berat badan IMT < 20 IMT < 19
Normal IMT 20-25 IMT 19-24
Overweight IMT 25-27 IMT 24-27
Obese IMT > 27 IMT > 27
 Ukuran tinggi lutut (knee height)
TB pria : 59,01 + ( 2,08 X TL )
TB wanita : 75,00 + ( 1,91 X TL ) – ( 0,17 X U )

TL = Tinggi Lutut ( cm )
U = Usia ( tahun )
Tabel 6. Skala ratio menurut klasifikasi Bray,1992
RLPP Pria RLPP Wanita

Tidak beresiko terhadap


≤ 0,95 -
penyakit kardiovaskular

Beresiko terhadap penyakit


> 0,95 -
kardiovaskular

Tidak berisiko terhadap


≤0,8 -
penyakit kardiovaskular

Berisiko terhadap penyakit


> 0,8 -
kardiovaskuler
4. Pemeriksaan Laboratorium

Protein
 Pengukuran simpanan protein tubuh seperti serum
albumin, transferin dan total iron binding capacity (TIBC)
sering dipakai untuk mengukur status gizi lansia.
 Hipoalbumin  defisiensi protein pada lansia.

Kolesterol
 Serum kolesterol yang rendah  indikator status gizi
yang kurang pada lansia
Dukungan Gizi untuk Lansia

Suplemen
diet
Suplemen
oral Suplemen
komersial
Gastric
feeding
Makanan
enteral Jejunal
feeding

Nutrisi
parenteral

Home
Nutritional
Support
Kesimpulan
 Pendekatan dan tatalaksana nutrisi pada usia lanjut
sangat kompleks, membutuhkan evaluasi berbagai aspek,
fungsi fisik, mental, dan dukungan sosial
 Penapisan gizi dengan menggunakan Mini Nutritional
Assessment (MNA) sangat membantu dalam menentukan
status gizi seorang lansia
 Penentuan status gizi dilakukan untuk semua pasien
lansia yang baru masuk perawatan
 Penentuan status gizi dilakukan pada awal, selama dan
setelah dirawat di rumah sakit serta selama mendapat
terapi gizi pada lansia yang sakit
DAFTAR PUSTAKA
 Sari NK. Nutrisi pada usia lanjut: pendekatan dan
tatalaksana komprehensif “we are what we eat”. In:
Harmonisasi otak, raga dan jiwa: menuju usia lanjut yang
sukses. Jakarta: Perhimpunan gerontologi medik indonesia.
2009. pp. 33-51.
 Arisman MB. Gizi lanjut usia. In: Gizi dalam daur
kehidupan: buku ajar ilmu gizi. Jakarta: EGC. 2007. pp. 76-
89.
 Fatimah-Muis S, Puruhita N. Gizi pada lansia. In: Buku ajar
Boedhi-Darmojo Geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut). 2009.
pp. 626-44.

Anda mungkin juga menyukai