Potensial listrik pada syaraf Kemampuan serabut untuk menerima dan mengirim sinyial elektris telah diketahui dengan baik Banyak riset-riset terdahulu mengenai perilaku elektris serabut syaraf dilakukan pada serat syaraf besar atau squid Diameternya yang termasuk besar (~1 mm) dari serat syaraf ini memudahkan elektroda untuk dimasukkan atau digabungkan untuk pengukuran. Sistem syaraf dan neuron Sistem syaraf dibagi dalam 2 bagian yaitu : Sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom. Sistem syaraf pusat Terdiri dari otak, medulla spinalis, dan syaraf perifer Syaraf perifer ini adalah serat syaraf yang mengirim informasi sensoris ke otak atau kemedula spinalis disebut syaraf afferen, sedangkan serat syaraf yang menghantarkan informasi dari otak atau medula spinalis ke otot serta kelenjar disebut syaraf efferen. SISTEM SYARAF OTONOM Suatu sel syaraf mempunyai fungsi menerima, interpretasi dan menghantarkan arus listrik. Pada dasarnya neuron terdiri dari badan sel yang menerima pesan listrik dari neuron lain melalui kontak yang dinamakan synapsis dan terletak pada dendrit atau badan sel Dendrit adalah bagian-bagian neuron yang khusus untuk menerima informasi dari rangsangan atau sel lain • Jika rangsangan cukup kuat, neuron mentransmisi sinyial listrik sepanjang serat yang dinamakan Axon. Axon membawa sinyial listrik ke otot, kelenjar atau neuron lain. • Pada permukaan atau membran setiap neuron terdapat selisih potensial akibat adanya kelebihan ion negatif dibagian dalam membran, dalam keadaan ini neuron dala keadaan terpolarisasi. • Bagian dalam sel mempunyai potensial 60 sampai 90 mv lebih negatif dibandinkan dengan bagian luar sel • Potensial ini dinamakan potensial istirahat atau potensial Nernst dari neuron. Nernst – equation (chemical potential):
R … Gas-Constant = 8,3143 J / (mol·K)
T … Temperature (Kelvin)
Goldman – equation (for different ions):
As a result, we get a membrane resting potential of about -70mV
Melalui selaput pemisah ion-ion akan menembus selaput dan proses akan berlangsung terus sampai akhirnya disisi selaput akan terkumpul ion-ion negatif sedangkan disisi kanan akan terkumpul ion-ion positip yang jumlahnya sama sehingga menimbulkan tegangan listrik antara sisi kiri dan kanan selaput. Potensial ini mencegah proses diffusi lebih lanjut dan sekaligus juga memberi keseimbangan tegangan listrik antara kedua sisi selaput. Jika selaput tersebut dianalogikakan sebagai dinding sel, sedangkan larutan disisi kiri selaput dipandang sebagai larutan extra seluler, maka potensial keseimbangan yang timbul analog dengan potensial istirahat sel Jadi potensial istirahat Nernst adalah fungsi dari konsentrasi ion didalam dan diluar dinding sel (membran) sel saraf. Selain itu juga potensial istirahat juga dipengaruhi oleh temperatur Potensial istirahat dapat dirumuskan seperti dirumuskan oleh Nernst, potensial yang timbul karena perbedaan konsentrasi ion tertentu didalam dan diluar sel dapat dirumuskan sbb Pada temperatur tubuh normal T = 310 K dan dengan memasukkan konstanta K = 1,38x10-23 J/K dan e = 1,6 x10-19 c, maka diperoleh c2 v v1 v 2 61, 4mv log c1 Harga-harga konsentrasi beberapa ion seluler dapat dilihat pada tabel
Ion Konsentrasi extraseluler Konsentrasi inraseluler
(mol/l) (mol/l)
K+ 0,005 0,141
Na+ 0,142 0,010
Na+ 0,147 0,151
Cl- 0,103 0,004
A- 0,044 0,147
A- 0,147 0,151 Sinyial-sinyial Listrik Pada Otak Electroencephalogram(EEG)
Bila kita menempatkan elektroda pada kulit kepala
dan mengukur kegiatan elektris, kita akan menemukan beberapa sinyial elektris kompleks yang lemah Sinyial-sinyial ini berubungan langsung dengan kegiatan elektris pada syaraf-syaraf pada permukaan otak Banyak riset dilakukan mengenai keberadaan sinyial tersebut secara klinis, psikologi dan aplikasi psikologi EEG Suatu hipotesa mengemukakan bahwa potensial diproduksi melalui proses singkronisasi berselang-seling yang melibatkan syaraf pada permukaan otak (cortex) dengan kelompok-kelompok berbeda menjadi sinkron pada waktu singkat yang berbeda. Rekaman sinyial dari otak disebut Electroencephalogram (EEG). Elektroda-elektroda untuk perekaman sinyial dipasang di kepala pada lokasi-lokasi yang tergantung pada bagian mana yang hendak dipelajari. EEG Amplitudo sinyial EEG cenderung rendah (sekitar 50 µm) Frekuensi sinyial EEG tampak terikat pada aktifitas mental seseorang Contoh seorang yang beristirahat biasanya memiliki sinyial EEG yang berkisar 8 hingga 13 Hz atau gelombang alpha , namun bila seseorang berada dalam keadaan siaga/waspada rentang frekuensinya lebih tinggi yaitu rentang gelombang beta ( diatas 13 Hz) Jenis-jenis frekuensi
Jenis frekuensi Kisaran Besaran frekuensi
(Hz) Delta (∆) atau lebih pelan 0.5 – 3.5
Theta (θ) atau sedang perlahan 4-7
Alpha (α) 8 -13
Beta (β) Lebih besar 13
EEG EEG digunakan sebagai alat bantu diagnosa penyakit yang menyerang otak. EEG lebih berguna dalam mendiagnosa epilepsi dan memudahkan klasifikasi tingkat epilepsi EEG untuk beberapa serangan epilepsi dengan kehilangan kesadaran disebut grand mal seizure, menunjukkan gelombang tajam cepat bertegangan tinggi pada seluruh titik di tulang kepala. Kegunaan EEG dalam mengenali tumor otak karena kegiatan elektris berkurang pada daerah tumor EEG EEG digunakan sebagai monitor dalam pembedahan ketika ECG tak dapat digunakan. EEG juga berguna dalam pembedahan untuk mengindikasikan tingkat anestesi pasien Banyak riset melibatkan pola EEG untuk beragam tingkat tidur. Ketika seseorang mengantuk seiring menutup mata frekuensi dari 8 – 13Hz (gel alpha) mendominasi EEG. Amplitudo meningkat dan frekuensi menurun seiring seseorang tertidur lelap. EEG Kadang-kadang EEG yang diambil selama tidur menunjukkan pola frekuensi tinggi yang disebut paradoxial sleep atau rapid eye movement (REM) sleep karena mata bergerak selama ini Paradoxial sleep timbul berkaitan dengan mimpi. Selain perekaman kegiatan spontan otak, kita dapat mengukur sinyial yang terjadi ketika otak menerima rangsangan eksternal seperti cahaya atau suara. ELECTROENCELOGRAPHY (EEG)
alat yang mempelajari
gambar dari rekaman aktifitas listrik di otak Sinyal Electroencephalogram (EEG)
Sinyal EEG dapat diketahui dengan menggunakan elektroda
yang dilekatkan pada kepala. Tegangan sinyalnya berkisar 2 sampai 200 μV, tetapi umumnya 50 μV. Frekuensinya bervariasi tergantung pada tingkah laku. Daerah frekuensi EEG yang normal rata-rata dari 0,1 Hz hingga 100 Hz, tetapi biasanya antara 0,5 Hz hingga 70 Hz. Variasi dari sinyal EEG yang terkait dengan frekuensi dan amplitudo mempengaruhi diagnostik. Daerah frekuensi EEG dapat diklasifikasikan menjadi lima bagian untuk analisis EEG, yaitu Delta (δ) (0,5 – 4) Hz Theta ( θ) (4 – 8) Hz Alpha (α) (8 – 13) Hz Beta (β ) (13 – 22) Hz Gamma (γ) (22 – 30) Hz Membentuk peta dari pikiran Aplikasi yang penting dari EEG multichannel adalah mendapatkan lokasi dari fokus epileptic (titik kecil pada otak dimana aktivitas abnormal berasal dan menyebarkan aktivitas abnormal itu ke bagian lain dari otak) atau tumor, yang tidak dapat kelihatan dengan X-ray atau CT-scan di kepala. Setiap kertas horizontal ditempatkan sesuai dengan pasangan elektroda pada kulit kepala pasien, membentuk kisi-kisi yang tetap seperti pola. Dengan memberi tanda di channel mana gelombang abnormal terjadi (biasanya ditandai dengan tanda merah), seorang ahli neurologi dapat menduga pada bagian mana dari otak keabnormalan itu berada. Hal ini sangat sulit dilakukan jika jumlah dari channel yang abnormal itu besar atau kemungkinan perubahan itu kompleks. Lokasi bidimensional yang tepat dari fokus epileptic atau tumor sangat tidak mungkin untuk diketahui. Jadi, untuk mengatasi hal tersebut digunakan komputer untuk menganalisa sinyal-sinyal EEG Topografi Otak EEG
Sebuah software khusus dalam komputer membuat
peta dari aktivitas otak yang ditampilkan dalam layar komputer atau berupa print out dengan cara menandai jumlah aktivitas beberapa bunyi dari warna (sebagai contoh, hitam dan biru mungkin menghasilkan amplitudo EEG yang rendah, kuning dan merah menghasilkan amplitudo yang besar). Jarak antara tiap-tiap elektroda dikalkulasi dengan menggunakan teknik matematika (mengkalkulasi nilai rata-rata dari nilai-nilai seluruhnya) dan perubahan- perubahan warna yang terjadi Gambar 10. Peta Topografi EEG Cara ini memberikan hasil yang lebih akurat dan representative dalam memperlihatkan lokasi dimana terjadi perubahan ritme, amplitudo, dan lain-lain. Para ahli neurologi dengan menggunakan sistem topografi otak EEG ini tidak lama lagi mampu mendiagnosa berbagai macam penyakit (termasuk beberapa gangguan kejiwaan dengan kelainan biologi atau dengan kelainan lain yang sebelumnya tidak diketahui). Adanya alat penunjuk yang langsung menunjuk ke arah perubahan EEG juga akan lebih mempermudah. Dalam penggunaannya juga digunakan semacam cinema (berupa animasi yang menggunakan berbagai gambar yang diambil dari peta otak) memungkinkan adanya studi yang dinamis dari fungsi otak Topografi otak EEG tidak digunakan untuk semua kasus. Indikasi utamanya adalah untuk menentukan ada tidaknya tumor dan penyakit fokus dari otak (termasuk epilepsi, arteriovenous malformasi, dan stroke). Juga digunakan jika ada gangguan pada kesadaran seperti narcolepsi (gangguan tidur), koma, dan lain-lain. Lebih lanjut lagi, topografi otak EEG ini juga digunakan untuk menilai atau memonitor efek withdrawal dari obat-obat psikoaktif dan penyakit infeksi otak seperti meningitis, dan juga bisa digunakan untuk follow up pasien operasi otak. Dalam bidang psikiatri, topografi otak EEG ini telah digunakan untuk mengidentifikasi adanya disorders dari kelainan biologi, seperti skizofrenia, dementia, hiperaktif, dan depresi serta atrofi otak dan gangguan perhatian pada anak-anak. Sinyial-sinyial Magnetis Otak Magnetoencephalogram (MEG) Rekaman MEG selama ritme Alpha, medan magnet dari otak sekitar 1x10-13 T. Dengan MEG menggunakan bangkitnya stimulasi oleh bunyi, cahaya, sentuhan, bau atau pulsa medan magnet luar, stimulasi khusus dapat diulang dan respon magnetik dikirim ke komputer. Dengan pengukuran sinyial magnetik meliputi daerah signifikan otak, lokasi didalam otak dimana sinyial MEG asli dapat ditentukan dalam batasan arus dipol Mekanisme aksi Terapi Kejut Listrik Terapi Kejut listik (elecroconvulsive therapy) telah dilakukan dan telah berhasil guna sebagai perawatan untuk schizophrenia dan bipolar disorder (penyakit dua kutup). Penggunaan terapi ini masih dianggap kontropersi. Dari satu sisi terapi ini masih banyak yang menolak karena dianggap bersifat invasive secara intrinsik dan memaksa. Dipihak lain ada kelemahan dari pengertian dari mekanisme aksi (mechanism of action [MOA]) . Disamping pengenalan awal dari aktifitas umum seperti komponen terapeutik utama, MOA yang tepat masih terabaikan. Kegunaan teori MOA dari intervensi pengobatan apapun tidak dapat terlalu ditekankan (dipaksakan) Psychological Theories Ada beberapa teori yang terdahulu untuk menjelaskan MOA dari ECT dalam konteks penjelasan psycological dari sakit ingatan (mental illness) dan pengobatannya. Teori Psychological ini dapat dibagi kedalam psychoanalitic dan non-psychoanalitic Psycoanalitic Theories Ada 3 teori psyanalitic umum yaitu Ketakutan (fear), kemunduran (regression) dan hukuman (punishment). Dalil teori ketakutan ECT merupakan agen yang efektif The regression theory postulated (merumuskan) that ECT induced (mengimbas) regression to infantile (sifat kekanak-kanakan) behaviour was therapeutic Teori punishment bahwa ECT sebagai suatu hukuman dimana pasien dapat menangani diri mereka sendiri untuk tegas (strict) tetapi pemaaf (forgiving) dan figure (orang tua), yang mengukur hukuman dan membiarkan seseorang untuk bertobat. Non-Psycoanalitic theories Teori non Psycoanalitic psychological MOA dari ECT mengasumsikan bahwa suatu perubahan tingkah laku yang wajar ECT harus dikorelasikan dengan perubahan didalam sistem syaraf pusat (CNS) ; sesuai teori kerusakan otak (brain damage) dan amnesia. The Brain damage theory The Brain damage theory didasarkan pada temuan respon test Roscach yang sama setelah ECT difusi kerusakan otak. Tetapi Kerusakan tidak mengungkapkan perubahan tingkah laku dan nerophatologik (uji coba dilakukan pada hewan), contoh jumlah sel dalam daerah resiko paling tinggi gagal menemukan bukti perubahan otak dengan induksi paksa (seizures induced) dibawah kondisi yang sama pada standart praktek klinik. Evaluasi Pre dan post ECT pada pasien memperlihatkan tidak ada perubahan struktur pada otak Diantara ECT dan pelebaran ventricular atau cortical atrophy ditemukan berdasarkan studi retrospektif (masa lampau) dengan penyimpangan pemilihan The Amnestic theory Teori yang melibatkan ECT memengaruhi amnesia untuk efek yang diuntungkannya, ditemukan bahwa amnesia pada umumnya terbesar untuk segera mengalami pre-treatment. Kemajuan teknik seperti ECT unilateral dan pulsed stimuli (yang mengurangi amnesia tetapi bukan efek mengobati) dan kekurangan korelasi diantara derajat amnesia dan kemajuan pengobatan lebih lanjut masih disangkal Neurophysiological theories ECT memengaruhi banyak perubahan fisiologis. Beberapa teori yang menjelaskan MOA dari ECT pada basis pada perubahan itu yaitu teori Anticonvulsant, Antidelirium dan Neurogenesis Teori Anticonvulsant didasarkan pada bukti ECT/Seizure disorder ECT-course nilai treshold seizure meningkat (40 – 100 %) dan durasi seizure menurun, mencegah proses periode bermanifestasi didalam ictal dan postictal, laju cerebral blood flow (CBR) dan metabolisme menunjukkan pengurangan, aktifitas gelombang-lambat (slow- wave) atau delta didalam EKG meningkat dan berlangsung lama. Pasien intractable seizure disorder dan epilepsi menunjukkan efek anticonvulsan dan peningkatan transmisi bersifat menghalangi neurotransmiter dan neuropeptides. Durasi seizure : Pengurangan durasi seizure melalui ECT-course, durasi seizure sebagian besar menjadi tidak tergantung dari kemanjuran dan peningkatan didalam seizure threshold adalah fakta yang baik The Neurobiological substrates mencakup pemisahan antara treshold dan durasi seizure termasuk cafein. Jadi proses anticonvulsant melibatkan pengurangan kemajuan pada durasi seizure adalah beda dari durasi seizure yang meningkat dan yang menurun tidak dapat dihubungkan dengan respon therapeutik . Proses yang bersifat mencegah yang mengakibatkan penghentian perampasan (seizure) dimulai sepanjang ictus Pahthophysiology dan Efek terapi Depresi adalah suatu penyakit kompleks dan heterogen yang meliputi tiga domain dari manifestasi klinik : disorder of mood, cognitif function, dan neurovegetatif function (energy, sleep, appetite (selera) and sexual function) Penyebab depresi dipengaruhi beberapa faktor : genetik, perkembangan dan lingkungan. Kebanyakan model pathophysiology depresi mencakup disiregulasi didalam rangkaian corticolimbic yang memengaruhi struktur dan fungsi otak, fungsi neurotransmiter dan regulasi neuro-endokrin. Para peneliti telah menjelaskan ketidak normalan struktur didalam hippocampus (dimana berhentinya pertumbuahan dihubungkan dengan durasi depresi dalam satu hari), subgenual prefrontal cortex (dimana berhentinya pertumbuahan dihubungkan dengan depresi yang berhubungan dengan keluarga) dan white- matter hyperintensities (khususnya depresi yang terjadi pada orang yang lebih tua) Abnormalitas didalam fungsi didalam prefrontal, temporal, parietal, limbic, paralimbic, striatal dan daerah thalamic telah di-identifikasi. Ketidak normalan didalam fungsi neurotransmiter dan expresi receptor yaitu ketidaknoramalan pada presynaptic dan postsynaptic didalam expresi reseptor serotonin dan defesiensi didalam γ-aminobutyric acid (GABA). Data dari neuroendocrin tantangan studi (dexamethasone suppresion test) telah memberikan bukti larangan feedback negatif lemah didalam hypothalamic-pituitary-adrenal axis, yang mengakibatkan hypercortisolemia yang menyebabkan perusakan lebih lanjut didalam fungsi otak. Revetitive Transcranial Magnetic Stimulation (rTMS) dalam pengobatan Depresi Bagi pasien depresi yang resistan terhadap pengobatan yang standar dan terapi kejut ada metode non invasif bernama Revetitive Transcarnial Magnetic Stimulation (rTMS) Terapi ini merupakan metode non invasif untuk membankitkan sel-sel syaraf pada otak dengan cepat melalui gelombang elektromagnetik yang lemah. rTMS juga merupakan alat untuk meneliti bagaimana fungsi otak. rTMS tengah dalam pengujian sebagai terapi untuk mengatasi gangguan syaraf yang kompleks maupun gangguan mental terutama dalam penanganan depresi. Area magnetik : Peralatan rTMS terbuat dari gulungan kawat dalam plastik yang memancarkan getaran magnetik dengan cepat tetapi penuh tenaga yang melakukan penetrasi sekitar satu inchi pada bagian otak. Stimulasi otak : Getaran-getaran ini menimbulkan arus listrik yang mengenai syaraf-syaraf dalam wilayah yang jadi sasaran dengan tujuan membangkitkan transmisi saraf yang memasang saraf tambahan, lalu mengaktifkan rangkaian. Penggunaan Transcranial Magnetic Stimulation (TMS) Baru-baru ini TMS muncul sebagai suatu peralatan yang memungkinkan terapi untuk seseorang yang mengalami depresi Peralatan ini merupakan suatu metoda yang bersifat non-invasive dari stimulasi otak yang mana medan magnetik digunakan untuk menginduksi arus listrik didalam lapisan otak (cerebral cortex) dengan cara depolarisasi neurons. Penggunaan Transcranial Magnetic Stimulation (TMS) Peralatan ini pertama kali dibuat pada tahun 1985 oleh Antony Barker di University of Sheffield di England. Peralatan ini didesain sebagai suatu alat bantu (tool) untuk neurodiagnostik yang mengaktivasi neurons motor corteks dan membangkitkan potensial didalam jaringan otot. Medan magnet dapat digunakan untuk memetakan daerah cortical yang terlibat didalam fungsi memori, pengelihatan (vision) dan kontrol otot Sebanyak 45 % dari pasien yang terlibat dalam studi terkini yang diuji TMS untuk penaganan depresi menunjukkan gejala depresi yang mereka alami berkurang hingga kurang dari separuhnya Sebanyak 31 % dari pasien dalam studi ini ternyata benar-benar sembuh dari gejala depresi setelah 9 minggu menjalani terapi TMS yang berkelanjutan Gambar-1 Gambar-2 Department of Psychiatry and Behavioral Sciences, University of Washington Medical Center, Harborview Medical Center, 325 Ninth Avenue, Box 359896, Seattle, WA 98104, USA.
Journal Article, Meta-Analysis, Research
Support, U.S. Gov't, P.H.S. Abstract Repetitive transcranial magnetic stimulation (rTMS) is an emerging potential treatment for depression, but the data supporting its efficacy have not been systematically reviewed. The purpose of this study was to conduct a meta- analysis of rTMS trials in the treatment of depression. A search for all published and unpublished sham-controlled studies of left or right prefrontal cortical rTMS in the treatment of depression evaluated by the Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) was conducted using no language restrictions. Fixed- and random-effects meta-analyses were performed on 12 studies comparing the decrease in HDRS scores achieved with rTMS and sham stimulation. Initial results with a fixed-effects analysis failed homogeneity testing; thus, a random- effects analysis was used to calculate all results. In 12 studies (16 individual effect sizes), the weighted mean effect size was 0.81 (95% CI: 0.42-1.20, P <.001). For studies using left dorsolateral pre-frontal cortex (DLPFC) stimulation (11 studies, 14 effect sizes), the weighted mean effect size was 0.89 (95% CI: 0.44-1.35, P <.001). For studies using left DLPFC stimulation in a parallel-groups design (seven studies, nine effect sizes), the weighted mean effect size was 0.88 (95% CI: 0.22-1.54, P <.01). No study showed a mean decrease in HDRS scores of > 50%, and the number of responders to rTMS (defined as a > 50% decrease in HDRS scores) across studies was relatively small (13.7% with rTMS versus 7.9% with sham stimulation). rTMS is statistically superior to sham stimulation in the treatment of depression, showing a moderate to large effect size. However, the clinical significance of these results is modest. The differences in response to rTMS across studies are not clearly explained, and, therefore, more research is needed. Daftar Pustaka Fisika Kedokteran (Fisika Tubuh Manusia), John R. Cameron, James G Skofronick, Rodrick M Grant Hal 238-278 Theories on Mechanism of Action of Electroconvulsive Therapy, German Journal of Psyciatry (http//www.gjpsy.uni- geottingen.de Electroconvulsive Therapy for defression, The New Enggland Journal of Medicine Efficacy of rapid-rate repetitive transcranial magnetik stimulation in the treatment of depression a systematic review and meta- analysis, Jennifer L.Couturier, MD,MSc, Dept. Of Psyciatry, University of Western Ontario, London, Ont SELESAI