Anda di halaman 1dari 31

JURNAL

IMPERTIGO REVIEW

Pembimbing : dr. Hiendarto, Sp.KK


Disusun oleh:
Chato Haviz Danayomi (1610221062)
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT KULIT KELAMIN
ABSTRAK
Impetigo adalah infeksi kutaneous umum yang terutama terjadi pada anak-anak. Secara mendasar,
impetigo disebabkan oleh Streptococcus β-hemolitik grup A atau Staphylococcus aureus

Saat ini patogen yang paling sering terisolasi adalah S. aureus. Penelitian ini membahas faktor
mikrobiologis dan virulensi Streptococcus β-hemolitik grup A dan Staphylococcus aureus, karakteristik
klinis, komplikasi, dan juga pendekatan untuk diagnosis dan pengebatan Impetigo. Agen topikal untuk
terapi impetigo dibahas disini.
Pendahuluan

Kulit normal terdiri dari kolonisasi bakteri dalam jumlah besar yang hidup sebagai
komensal di permukaan atau di dalam folikel rambut.
Pendahuluan
difteri aerobik atau
Corynebacterium spp Staphylococcus
epidermidis
Kolonisasi
penyebab penyakit
Kulit
difteri anaerob atau
Propionibacterium acnes Pseudomonas spp

Staphylococcus gram negatif


Janthinobacterium spp
Pendahuluan

Bakteri ini membentuk biofilm pada permukaan kulit. Biofilm adalah agregat
kompleks dan kumpulan yang terdiri dari satu atau lebih spesies bakteri yang terkait
dengan zat polimer ekstraselular. Bakteri dalam biofilm adalah 50 sampai 500 kali
lebih tahan tehadap antibiotik

Selain merangsang toleransi antibiotik, biofilm dapat meningkatkan virulensi bakteri


Pendahuluan
skin barrier dengan pH
asamnya lisozim

Faktor host

sekresi sebasea atau asam


lemak Produksi Imunitas

asam oleat status gizi yang


Ketahanan Infeksi
memadai
Pendahuluan
diabetes
obesitas

malnutrisi
faktor predisposisi
pengobatan
kortikosteroid atau
imunodefisiens/AIDS kemoterapi

leukemia dan penyakit disglobulinemia


granulomatosa kroni

kondisi kulit sebelum lesi


Pendahuluan

Pada kontrol penelitian, peneliti mengamati 34% lebih rendah kejadian impetigo
pada kelompok yang dilakukan program orientasi untuk tindakan mencuci tangan
Metode

Peserta yang memenuhi syarat berusia 18 tahun ke atas dengan Asma dan kadar 25-
hydroxyvitamin D serum kurang dari 30 ng/mL

Kriteria
(1) Asma yang
Inklusi
didiagnosis oleh
dokter
(2) Bukti reversibilitas
bronkodilator

FEV1 menurun 20% [PC20] ≤8 mg/mL (-) kortikosteroid [FEV1] ≥12% diikuti 180 μg atau (4
inhalasi atau tiupan dari levalbuterol)
≤16 mg/mL (+) kortikosteroid inhalasi.
Karakteristik Streptococcus

Patogenitas kelompok Streptococcus Grup A jauh lebih tinggi dari pada kelompok lain. Ini
adalah kuman dengan potensi invasif, yang bisa menjangkau beberapa lokasi jaringan, seperti
epidermis (impetigo), dermis (ektima) atau jaringan subkutan lebih dalam (selulitis).

Lesi pada anak sekitar 10 hari dan bisa terisolasi dari orofaringantara 14 dan 20 hari setelah
muncul di kulit.
Karakteristik Streptococcus

Pengobatan dari Impetigo tidak mengurangi risiko glomerulonefritis, namun mengurangi


penyebaran nephritogenic strain dalam populasi

Streptococcus dapat diambil dengan kultur oropharynx atau sampel lesi kulit.

Test deteksi cepat untuk Streptococcus melalui kerokan adalah hanya digunakan untuk
menunjukkan kehadiran agen ini masuk orofaring. Untuk penyakit kulit, tes serologis anti
DNA-ase B, berguna untuk mendemonstrasikan sebelum terjadinya infeksi Streptococcus
(group A Streptococcus)
Karakteristik Streptococcus

Faktor penting untuk infeksi virulensi adalah kemampuan bakteri ini menghasilkan toxin yang
beredar yang bertindak sebagai superantigens

Superantigens mampu melewati langkah-langkah tertentu dari respon kekebalan dan memicu
aktivasi besar limfosit T dan juga produksi berbagai limfokin seperti interleukin 1 dan 6 dan
faktor nekrosis tumor alpha. Respon ini dapat menyebabkan pembentukan erupsi kutaneous
eksfoliatif, muntah, hipotensi dan syok
Karakteristik Streptococcus

Impetigo bulosa dan Scalded Skin Syndrome, disebabkanoleh toksin Staphylococcus dan
sindrom syok toksik, yang disebabkan oleh toxin Staphylococcus atau Streptococcus

Lokasi tinggal bisa terjadi pada nares di 35% dari populasi, di perineum 20%, di axila dan
regio interdigital dalam 5 sampai 10%.
IMPETIGO-BULOSA

Impetigo bulosa hampir secara universal disebabkan oleh organisme tunggal, S. aureus

S. aureus menghasilkan toxin eksfoliatif, yaitu protease yang secara selektif menghidrolisis
salah satu molekul adhesi intraselular, desmoglein-1 pada desmosom dari keratinosit yang di
lapisan granular epidermis

Lepuhan yang dilokalisir pada impetigo bulosa dan menyebar dengan terjadi scalded skin
syndrome
IMPETIGO-BULOSA

Impetigo bulosa dimulai dengan vesikel lebih kecil, yang menjadi lunak dan melupuh, dengan
diameter yang berukuran sampai 2 cm, awalnya vesikel tampak jernih kemudian menjadi
purulen (Gambar 1)
IMPETIGO-BULOSA

Bagian paling atas yang menonjol seperti kubah dapat pecah dengan mudah, timbulnya
eritematosa, mengkilap dan dasar tampak basah. Sisa bagian paling atas bisa dilihat searah
pada pinggiran dan kumpulan lesi mendorong munculnya gambaran polisiklik
Impetigo Non Bulosa atau Krustosa

Impetigo non-bulosa digambarkan lebih dari 70% dari semua kasus impetigo.
Agen etiologi utama telah bervariasi dari waktu ke waktu. S. aureus adalah agen predominan
pada usia 40 dan 50an

Lesi awalnya berbentuk vesikel, telokalisasi dengan dasar eritematosa yang dengan mudah
pecah. Pada akhirnya terjadi ulserasi superfisial yang membungkus sekret purulen setelah itu
mengering dan melekat berwarna kekuningan seperti krustosa warna madu.
Impetigo Non Bulosa atau Krustosa

Setiap lesi berukuran diameter 1 sampai 2 cm dan menyebar secara sentrifugal (Gambar 4)

Kumpulan lesi satelit, yang disebabkan oleh self inoculation banyak ditemukan. Lokasi lesi
didominasi daerah terbuka terutama di tungkai dan wajah (Gambar 5 dan 6)
III.1 Penanganan
III.1.1 Evolusi Bakteri Resisten

S. aureus yang ada mampu menghasilkan beta-laktamase (penisilinase), menjadi resisten


terhadap antibiotik beta-laktamase yang sensitif

Staphylococcus aureus yang resisten Methicillin (MRSA) pertama kali terdeteksi pada tahun 1961

Infeksi MRSA tidak lagi terbatas pada pengobatan di rumah sakit, namun tingkat MRSA
yang berhubungan dengan komunitas (CA-MRSA) sangat bervariasi antar penelitian.
III.1.2 Penanganan Umum Pasien dengan Impetigo

Pada pasien dengan impetigo, lesi seharusnya tetap menjadi jernih, dicuci dengan sabun dan
air hangat sehingga sekret dan krusta menjadi hilang

Sabun yang sering digunakan atau yang mengandung zat antiseptik semacam itu seperti
triclosan, chlorhexidine dan povidone iodine dapat digunakan.
III.1.3 Indikasi Pengobatan dengan Antibiotik Sistemik

Antibiotik topikal adalah pengobatan pilihan untuk kebanyakan kasus impetigo. Antimikroba
sistemik diindikasikan ketika keterlibatan struktur yang lebih dalam (jaringan subkutan, fasia
otot), demam, limfadenopati, faringitis, infeksi dekat rongga mulut, infeksi pada kulit kepala
danlesi yang banyak atau lebih dari lima (Gambar 6)
III.1.4 Pengobatan Antibiotik Sistemik

Spektrum antibiotik yang dipilih harus mencangkup Staphylococcus dan Streptococcus, baik
untuk impetigo bulosa dan juga untuk impetigo krutosa

Benzathine penisilin atau yang sensitif terhadap penisilinase tidak diindikasikan dalam
penanganan impetigo

Generasi pertama sefalosporin seperti cephaloxin dan cefadroxil dapat digunakan

Eritromisin lebih murah dari harga jual dan bisa menjadi antibiotik pilihan
Makrolida lain seperti klaritromisin, roksitromisin dan azitromisin memiliki keuntungan
dengan presentasi efek samping jalur gastroinsternal yang lebih sedikit
III.1.4 Pengobatan Antibiotik Sistemik

Amoksisilin yang terkait dengan asam klavulanat adalah kombinasi dari satu penisilin dengan
antibiotik inhibisi beta-laktamase (asam klavulanat), sehingga mampu mencangkup dengan
adekuat terhadap Streptococcus dan Staphylococcus

Clindamycin, sulfamethoxazole atau trimethoprim, minocycline, tetrasiklin dan fluoroquinolon


adalah antibiotik pilihan untuk MRSA.
III.1.4 Pengobatan Topikal

Ada bukti kuat tentang keunggulan, atau setidaknya kesaaman antara antibiotik topikal
dibandingkan antibiotik oral dalam pengobatan impetigo lokal.

Mupirocin dan asam fusidat adalah pilihan pertama

Berdasarkan data hanya ada satu penelitian yang membandingkan retapamulin dan asam
fusidat, tidak menunjukkan perbedaan statistik antara dua kelompok. Kombinasi dari neomisin
dan bacitracin tidak menyebabkan eradikasi bakteri
III.1.5 Antibiotik Topikan dan Karakteristik Asam Fusidat

Asam fusidat sangat efektif melawan S. aureus dengan penetrasi yang baik ke permukaan
kutaneus dan dengan konsentrasi tinggi di tempat infeksi

Hal itu juga efektif pada tingkat lebih rendah terhadap Streptococcus dan Propionibacterium
acnes. Bakteri gram negatif dapat tahan terhadap asam fusidat.
III.1.6 Mupirocin

Mupirocin (asam pseudomonat A) adalah yang utama untuk metabolit fermentasi Pseudomonas
fluorescens

Hal ini sangat efektif melawan Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes dan semua
spesies lainnya Streptococcus kecuali group D

Antibiotik ini kurang efektif Haemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae, Pasteurella


multocida, Bordetella pertussis, dan Moraxella catarrhalis.

Penggunaan di permukaan yang luas atau pada pasien dengan luka bakar tidak
dianjurkan karena risiko nefrotoksisitas dan mekanisme absorbsi obat
III.1.7 Hubungan Neomycin dan Bacitracin

Neomycin sulfate adalah antibiotik dari golongan aminoglikosida yang paling sering
digunakan dalam bentuk topikal

Neomycin sulfate aktif terutama melawan bakteri gram negatif aerob (Escherichia coli,
Enterobacteraerogenes, Klebsiella pneumoniae, Proteus vulgaris). Spesies Pseudomonas
aeruginosa paling sering resisten terhadap Neomycin sulfat.

Mekanisme aksi melawan bakteri Gram-positif sangat terbatas. Streptococcus pneumoniae dan
Streptococcus pyogenes sangat resisten terhadap neomisin
III.1.7 Hubungan Neomycin dan Bacitracin

Bacitracin adalah antibiotik topikal awalnya berasal dari bakteri Bacillus subtilis

Neomycin sulfate aktif terutama melawan bakteri gram negatif aerob (Escherichia coli,
Enterobacteraerogenes, Klebsiella pneumoniae, Proteus vulgaris). Spesies Pseudomonas
aeruginosa paling sering resisten terhadap Neomycin sulfat.

Bekerja dengan mengganggu pembentukan dinding sel bakteri. Aktif melawan coccus Gram
positif seperti Staphylococcus dan Streptococcus. Kebanyakan Gram negatif mikroorganisme
dan ragi resisten pada bacitracin A.
III.1.8 Retapamulin

Retapamulin adalah zat semi sintetis yang diturunkan dari jamur yang bisa dimakan disebut
Clitopilusscyphoides

efektif melawan S. aureus dan S. pyogenes.

Menjadi obat bakteriostatik, eradikasi bakteri mungkin tidak terjadi, bahkan setelah
penyembuhan klinis impetigo

Retapamulin tidak diindikasikan untuk infeksi MRSA. Disebabkan kurang efektif dalam lesi
traumatis dan terbentuknya abses (biasanya disebabkan oleh bakteri anaerob dan MRSA).
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai