Anda di halaman 1dari 35

STANDARD PELAYANAN

KEFARMASIAN

I Putu Mahentoro,SH.MH .
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN
2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN
KEFARMASIAN DI APOTEK
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
PENGERTIAN
 Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker.
 Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang
dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian
dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
 Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien.
 Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter
gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun
electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat
bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.
 Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu
apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang
terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis
Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
TUJUAN

 Meningkatkan mutu Pelayanan


Kefarmasian;
 Menjamin kepastian hukum bagi tenaga
kefarmasian; dan
 Melindungi pasien dan masyarakat dari
penggunaan Obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien
(patient safety).
PASAL 3

1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek


meliputi standar:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik.
(2) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a meliputi:
a. perencanaan;
b. pengadaan;
c. penerimaan;
d. penyimpanan;
e. pemusnahan;
f. pengendalian; dan
g. pencatatan dan pelaporan.

(3) Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf b meliputi:
a. pengkajian Resep;
b. dispensing;
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
d. konseling;
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Pasal 9

(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap


pelaksanaan Peraturan Menteri ini
dilakukan oleh Menteri, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai tugas
dan fungsi masing-masing.

(2) Pelaksanaan pembinaan dan


pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat melibatkan organisasi
profesi.
B. Sarana dan Prasarana
Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat.

1. Ruang penerimaan Resep


Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat
penerimaan Resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set
komputer. Ruang penerimaan Resep ditempatkan pada bagian paling
depan dan mudah terlihat oleh pasien.

2. Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara


terbatas)
Ruang pelayanan Resep dan peracikan atau produksi sediaan secara
terbatas meliputi rak Obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di
ruang peracikan sekurang-kurangnya disediakan peralatan
peracikan, timbangan Obat, air minum (air mineral) untuk pengencer,
sendok Obat, bahan pengemas Obat, lemari pendingin, termometer
ruangan, blanko salinan Resep, etiket dan label Obat. Ruang ini
diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup,
dapat dilengkapi dengan pendingin ruangan (air conditioner).
3.Ruang penyerahan Obat
Ruang penyerahan Obat berupa konter penyerahan Obat yang dapat
digabungkan dengan ruang penerimaan Resep.
4. Ruang konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi
konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu
konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien.
5. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan
keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan
rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari
penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan
Obat khusus, pengukur suhu dan kartu suhu.
6. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan
dengan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai serta Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu.
EVALUASI MUTU PELAYANAN
KEFARMASIAN

A. Mutu Manajerial

B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik


PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 58 TAHUN 2014
TENTANG
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI
RUMAH SAKIT
PENGERTIAN

 Rumah Sakit adalah institusi pelayanan


kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat.
 Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana
fungsional yang menyelenggarakan seluruh
kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah
Sakit.
PASAL 3

(1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah


Sakit meliputi standar:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
dan
b. pelayanan farmasi klinik.
(3) Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. pengkajian dan pelayanan Resep;


b. penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c. rekonsiliasi Obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. konseling;
f. visite;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j. dispensing sediaan steril; dan
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
Pasal 6

1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit


harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu,
bermanfaat, dan terjangkau.
(2) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit melalui sistem satu pintu.
(3) Instalasi Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
SISTEM 1 PINTU
 Pasal 15 ayat (3) Undang Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang RS menyatakan bahwa Pengelolaan Alat
Kesehatan , Sediaan Farmasu, dan Bahan Medis Habis
Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi
Farmasi sistem 1 pintu.
 Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian
termasuk pembuatan formularium, pengadaan, dan
pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk
mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi
Farmasi Rumah Sakit.
 Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait
manajemen penggunaan Obat yang efektif.
Kebijakan tersebut harus ditinjau ulang
sekurang-kurangnya sekali setahun.
 Rumah Sakit perlu mengembangkan kebijakan
pengelolaan Obat untuk meningkatkan
keamanan, khususnya Obat yang perlu
diwaspadai (high alert medication)
 High-alert medication adalah Obat yang harus
diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event) dan
Obat yang beresiko tinggi menyebabkan Reaksi
Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD). Kelompok
Obat high-alert diantaranya :
a. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya
mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan
Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound
Alike/LASA).
b. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium
klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium
fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%,
dan magnesium sulfat = 50% atau lebih pekat
c. Obat-obat sitostatika
PENGELOLAAN SEDIAN FARMASI, ALAT
KESEHATAN, DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI

 Pemilihan
a. Formularium (mengacu Fornas oleh TFT) (dan
standard pengobatan/pedoman diagnosa dan
terapi
b. Standard sedian Farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai yang telah ditetapkan
c. Pola penyakit

d. Efektifitas dan keamanaan

e. Pengobatan berbasis bukti

f. Mutu
g. harga

h. Ketersediaan di pasaran
PERENCANAAN KEBUTUHAN
 Anggaran yang tersedia
 Penetaan prioritas

 Sisa sediaan

 Data pemakaian periode yang lalu

 Waktu tunggu pemesanaan

 Rencana pengembangan
PENGADAAN
Perhatikan :
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikasi
Analisa.
b. Bahan berbahaya harus menyertakan material
safety data sheet (MSDS)
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai harus mempunyai Nomor
Izin Edar; dan
d. Experied date minimal 2 (dua) tahun kecuali
untuk sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin,
reagensi, dan lain-lain).
Melalui :
a. Pembelian

b. Produksi sediaan farmasil

c. hibah
 Penerimaan
Menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang
tertera dalam kontrak aau surat pesanan dengan
kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen harus
disimpan dengan baik.
 Penyimpanan

a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan


dalam ruang tahan api yang diberi tanda khusus
bahan berbahaya
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri,
terikat, dan diberikan penandaan untuk
menghindari pengambilan
PEMUSNAHAN
SUMBER DAYA MANUSIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR
PREKRUSOR
Pasal 1
 Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan
kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan
Narkotika dan Psikotropika.

 Pasal 2
Pengaturan Prekursor dalam Peraturan Pemerintah ini
meliputi segala kegiatan yang berhubungan dengan
pengadaan dan penggunaan prekursor untuk keperluan
industri farmasi, industri non farmasi, dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 3

Pengaturan Prekursor bertujuan untuk:

melindungi masyarakat dari bahaya


penyalahgunaan Prekursor;
mencegah dan memberantas peredaran gelap
Prekursor;
mencegah terjadinya kebocoran dan
penyimpangan Prekursor;
dan menjamin ketersediaan Prekursor untuk
industri farmasi, industri non farmasi, dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
PREKRUSOR
SIMO
Surat Ijin Menyimpan Obat
 Berlaku pada daerah terpencil/daerah perifer
/pinggiran/pedesaan/terpencil (di luar golongan narkotik)  lihat
kategori perifer

 Hanya menyimpan obat untuk tindakan emergency.

 Administrasi pada dinas kesehatan terkait


KATAGORI PERIFER
/PINGGIRAN/TERPENCIL

Anda mungkin juga menyukai