Anda di halaman 1dari 68

BERBAGAI SUMBER HUKUM

KETENAGA KERJAAN
DAN
KEDUDUKAN PEKERJA
SEBAGAI MITRA KERJA
DALAM HUBUNGAN KERJA
Pertemuan ke 2
1
1. UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930 & PERATURAN UAP 1930
2. UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1951 TENTANG UNDANG-
UNDANG PERBURUHAN
3. UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN
KERJA
4 . UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1981 TENTANG WAJIB LAPOR
PERUSAHAAN
5. UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMSOSTEK
6. UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT
PEKERJA/SERIKAT BURUH
7. UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG
KETENAGAKERJAA
8. UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG PENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN
9. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN
PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai segala hal
yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu
sebelum, selama, dan sesudah masa kerja (Pasal 1
angka 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan)

Prof. Iman Soepomo, S.H. menyimpulkan bahwa, Hukum perburuhan adalah


himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan
kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.

Istilah ketenagakerjaan berasal dari kata kerja


”tenaga kerja”, yang mempunyai pengertian
berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU No. 13 Tahun
2003, sebagai :
”Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan
guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat”
PENGERTIAN, SIFAT DAN HAKIKAT
HUKUM PERBURUHAN

PENGERTIAN HUKUM KETENAGAKERJAAN (PERBURUHAN) :

 MR. MOLENAAR (ARBEIDRECHTS),


BAGIAN DARI HUKUM YANG BERLAKU YANG PADA POKOKNYA MENGATUR
HUBUNGAN ANTARA BURUH DAN MAJIKAN, BURUH DENGAN BURUH, DAN
BURUH DENGAN PENGUASA.

 M.G. LEVENBACH,
KESELURUHAN DARI PADA ATURAN-ATURAN HUKUM YG BERKENAAN DGN
HKM KERJA DAN JUGA BERKENAAN DGN PERIKEHIDUPAN YG BERSANGKUT
PAUT DGN HUB. KERJA ITU SENDIRI, JUGA MELIPUTI BADAN-BADAN,
LEMBAGA-LEMBAGA YG BERHUB. DGN ORGANISASI-ORGANISASI
PERBURUHAN

 V.E.H VAN ESFELD,


HUKUM PERBURUHAN MELIPUTI NORMA-NORMA YG TERDAPAT PADA
HUBUNGAN KERJA DAN NORMA-NORMA PEKERJAAN YG DILAKUKAN OLEH
MEREKA YG MELAKUKAN PEKERJAAN BEBAS (SELF EMPLOYED).
 INTERNATIONAL LABOUR ORGANIZATION,
LABOUR LAW INCLUDES ALL THE CONTROL THAT REGULATE, DIRECT AND
PROTECT MANAGEMENT LABOUR.

 IMAM SOEPOMO,
SUATU HIMPUNAN PERATURAN, BAIK TERTULIS MAUPUN TIDAK YANG
BERKENAAN DENGAN KEJADIAN DIMANA SESEORANG BEKERJA PADA ORANG
LAIN DENGAN MENERIMA UPAH.

 HUKUM PERBURUHAN DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA


1. PRODUK KOLONIAL
HNY MELIPUTI PERATURAN TTG HUBUNGAN KERJA, DIMANA SATU PIHAK
BEKERJA DIBAWAH PERINTAH ORG LAIN DGN MENERIMA UPAH UNTUK
WAKTU TERTENTU (LOONDIENST VERHOUDING)

2. SESUDAH KEMERDEKAAN
- UU NOMOR 14/1969 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK
MENGENAI TENAGA KERJA
- UU NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
UNSUR HUKUM PERBURUHAN/KETENAGAKERJAAN :

A. ADA SERANGKAIAN PERATURAN TERTULIS DAN TIDAK TERTULIS


B. PERATURAN TERSEBUT MENGENAI HUBUNGAN KERJA – DI DALAM DAN
LUAR HUBUNGAN KERJA
C. ADANYA PIHAK PEKERJA DAN MAJIKAN
D. ADANYA PERINTAH
E. ADANYA PEKERJAAN TERTENTU
F. ADANYA UPAH
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dalam Pasal 1 angka 4 memberikan definisi
Pemberi kerja, adalah :
”Orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain”
Sementara untuk istilah Pengusaha, Pasal 1
angka 5 UU No. 13 Tahun 2003 memberikan
definisi sebagai berikut:

”Pengusaha adalah:
a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik
sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang berada di Indonesia mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia”
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dalam Pasal
1 angka 6 memberikan definisi Perusahaan,
adalah:
a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum
atau tidak, milik orang perseorangan, milik
persekutuan, atau milik badan hukum, baik
milik swasta maupun milik negara yang
mempekerjakan pekerja/buruh dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain
yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar
upah atau imbalan dalam bentuk lain”
SIFAT HUKUM PERBURUHAN/KETENAGAKERJAAN

1. SIFAT PERDATA (PRIVAATRECHT)


2. SIFAT PIDANA (PUBLICRECHT)
3. SIFAT PERDATA – SIFAT PIDANA (SOSIALISASISERING)

HAKIKAT HUKUM PERBURUHAN/KETENAGAKERJAAN

1. YURIDIS, DALAM HUBUNGAN ANTARA BURUH/PEKERJA DENGAN


MAJIKAN, BURUH/PEKERJA MEMILIKI KEHENDAK BEBAS
2. SOSIOLOGIS, BURUH/PEKERJA TIDAK BEBAS BERKAITAN DENGAN
KONTRAK STANDAR/PERJANJIAN BAKU
3. CAMPUR TANGAN PEMERINTAH DALAM PENGATURANNYA UNTUK
MELINDUNGI PEKERJA/BURUH DAN MENEMPATKANNYA PADA POSISI
YANG LAYAK SESUAI DENGAN HARKAT DAN MARTABAT.
SEJARAH HUKUM PERBURUHAN /
KETENAGAKERJAAN

A. INTERNASIONAL
1. ABAD PERTENGAHAN
1.1. PERJANJIAN KERJA BEBAS
1.2. SELURUH ASPEK KERJA DGN UPAH YG BERSIFAT KOLEKTIF - DIATUR.
2. ABAD KE-19
2.1. MULAI ADANYA PERATURAN PER-UU-AN MEMUAT SANKSI PERDATA DAN
PIDANA --- ADANYA CAMPUR TANGAN PEMERINTAH.
2.2. CAMPUR TANGAN PEMERINTAH ----- PERGOLAKAN SOSIAL -- LIBERALISME.
3. ABAD KE-20
- KONVENSI ILO
B. NASIONAL
1. ZAMAN PERBUDAKAN
1.1. - PARA BUDAK TIDAK MEMILIKI HAK APAPUN
- MAJIKAN MEMILIKI HAK PENUH ATAS PEREKONOMIAN DAN KEHIDUPAN
BUDAK.
1.2. REGELINGSREGLEMENT 1818
1.3. REGERINGSREGLEMENT 1854 ---- MENGHAPUS PERBUDAKAN
2. JAMAN KERJA PAKSA (JAMAN RODI)

2.1. DIMULAI BERSAMAAN DENGAN JAMAN PERBUDAKAN DAN BERAKHIR UNTUK


JAWA DAN MADURA TANGGAL 1 PEBRUARI 1938.
2.2. KERJA PAKSA RODI TERDIRI DARI :
2.2.1. RODI GUBERNEMEN
2.2.2. RODI PERORANGAN
2.2.3. RODI DESA
- LIHAT KONVENSI ILO NOMOR 29 ---- STB. 1933 NOMOR 261

3. JAMAN POENALE SANCTIE (SANKSI PIDANA) --- BERAKHIR TANGGAL 1 JANUARI


1942
3.1. ALGEMENE POLITIE STRAFREGLEMENT 1872 NOMOR 111– DICABUT TAHUN 1879
3.2. KOELI ORDONANTIE TAHUN 1880 (STBL. NOMOR 133 TAHUN 1880) --- DICABUT
DENGAN STBL. 1941 NOMOR 514)
3.3. STBL. NOMOR 139 TAHUN 1889
3.4. BURGERLIJKE WETBOEK PASAL 1601 SAMPAI DENGAN PASAL 1603

4. JAMAN PENJAJAHAN JEPANG


KERJA RODI --- KERJA ROMUSHA
SUMBER –SUMBER HUKUM
PERBURUHAN/KETENAGAKERJAAN

1. UNDANG-UNDANG
a. WET
1. . BURGERLIJKE WETBOEK (KUH PERDATA)
2. WETBOEK VAN KOOPHANDEL (KUH DAGANG)
b. ALGEMEEN MAATREGEL VAN BESTUUR 17-1-1938 TTG PERATURAN
PERBURUHAN DI PERUSAHAAN PERKEBUNAN
c. ORDONNANTIE
1. ORDONNANTIE 21 AGUSTUS 1879 NOMOR 256
2. ORDONNANTIE 17 SEPTEMBER 1914 NOMOR 396 TTG PHK BAGI BURUH
BUKAN EROPA
2. PERATURAN LAIN YANG LEBIH RENDAH DARI UNDANG-UNDANG
a. PERATURAN PEMERINTAH
1. PP NOMOR 41 TAHUN 1953 TTG KEWAJIBAN MELAPORKAN PERUSAHAAN
2. PP NOMOR 49 TAHUN 1954 TTG CARA MEMBUAT DAN MENGATUR PERJ. PERBRHN
b. KEPUTUSAN PRESIDEN (REGERING BESLUIT)
- KEPRES NOMOR 24 TAHUN 1953 TTG ATURAN HARI LIBUR.
c. PERATURAN ATAU KEPUTUSAN INSTANSI LAIN
3. KEBIASAAN

4. PUTUSAN – PUTUSAN , CONTOH PUTUSAN P4D DAN PUTUSAN P4P

5. PERJANJIAN

6. TRAKTAT, CONTOH KONVENSI ILO

7. DOKTRIN / PENDAPAT PARA AHLI


• Pemberdayaan tenaker secara optimal dan manusiawi;
• pemerataan kesempatan kerja & penyediaan teker yg sesuai dgn kebutuhan pemb nas &
daerah;
• perlindungan bagi tenaker dalam mewujudkan kesejahteraan;
• Peningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

TUJUAN
HKM KETENAGAKERJAAN

Pembangunan
Ke-TENAKER-an
Custom

Traktat

Perjanjian

Keputusan
Penetapan
Per-UU-an
• UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
• UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial
• UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yg
dirubah dgn UU No. 25 thn 1997 & dijelaskan lebih terperinci dalam
PP No. 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaran Jamsostek dan PP
No. 28 thn 2002 tentang Perubahan Pasal 21 PP No. 3 thn 1992;
• Dll.

• Perj Kerja Bersama / Perj Perburuhan / Kesepakatan


Kerja Bersama;
• Perjanjian Kerja;
• Peraturan Perusahaan.
Penetapan yang dibuat Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan baik tingkat Pusat atau Daerah (P4D atau P4P
menurut UU No. 22 tahun 1957) yang kemudian diganti dengan
istilah PPHI menurut UU No 2 tahun 2004. Oleh UU telah
dinyatakan bahwa penetapan PPHI merupakan compulsory
arbitration (arbitrase wajib) sebelum perselisihan pada akhirnya
diselesaikan oleh badan peradilan

Kesepakatan internasional baik bilateral maupun multilateral telah banyak melahirkan kaedah-
kaedah hukum ketenagakerjaan yang relatif baru atau pun penegasan terhadap praktik
ketenagakerjaan yang sudah ada sebelumnya.

Contoh:
Konvensi ILO No. 100 tentang pengupahan yang sama antara pekerja pria dan pekerja
wanita, yang telah diratifikasi oleh Pemerintah RI melalui UU No. 80 tahun 1957;
Konvensi ILO No. 120 tentang hygiene dalam perniagaan dan perkantoran, yang
kemudian diratifikasi oleh Pemerintah RI melalui UU No. 3 tahun 1969;
Konvensi ILO No. 155 tahun 1981 tentang kewajiban penyelenggaraan program K3
• Terkesan (seringkali) dianggap wajib untuk dilakukan sehingga dengan tidak
dilakukannya kebiasaan tersebut dianggap sebagai sebuah pelanggaran;
• Berulang-ulang dilakukan

Sebuah kebiasaan yang telah lama berlangsung kemudian diberikan penegasan


yang lebih kuat oleh hukum dengan dimuatnya materi yang diatur sebuah
kebiasaan menjadi sebuah norma / kaidah yang berlaku mengikat
HUKUM KETENAGAKERJAAN

 PENGATURANNYA HARUS MELIPUTI PERJALANAN SI PEKERJA/BURUH


DARI SEJAK LAHIR SAMPAI SAAT TUTUP USIA (FROM THE CRADDLE TO
THE GRAVE)

PRE EMPLOYMENT

1. PENCARI KERJA
2. KESEMPATAN KERJA
3. PELATIHAN KERJA
4. PERLUASAN KERJA
EMPLOYMENT
1. PELATIHAN TENAGA KERJA
2. PENEMPATAN TENAGA KERJA

3. HUBUNGAN KERJA
4. PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN
5. HUBUNGAN INDUSTRIAL
6. PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
7. PEMBINAAN
8. PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

POST EMPLOYMENT
1. PHK
2. PENSIUN
3. JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

* MENGATUR AKIBAT DAN MANFAAT BAGI KELUARGA YANG


DITINGGALKAN
HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

 UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN
PELAKSANAAN DARI : - PASAL 22 A UUD 1945
- TAP MPR NOMOR III/MPR 2000 TTG SUMBER HUKUM DAN
TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
 HIERARKI ADALAH PENJENJANGAN SETIAP JENIS PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN YG DIDASARKAN PADA ASAS BAHWA PERATURAN PER-UU-AN YG
LEBIH RENDAH TIDAK BOLEH BERTENTANGAN DENGAN PERATURAN PER-UU-AN
YG LEBIH TINGGI.
 JENIS DAN HIERARKI PERATURAN PER-UU-AN (PASAL 7 AYAT (1)) :
A. UNDANG-UNDANG DASAR R.I 1945
B. UNDANG-UNDANG/PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
C. PERATURAN PEMERINTAH
D. PERATURAN PRESIDEN
E. PERATURAN DAERAH
 PERATURAN DAERAH, MELIPUTI (PASAL 7 AYAT (2)) :
A. PERATURAN DAERAH PROVINSI
B. PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
C. PERATURAN DESA
 JENIS PERATURAN PER-UU-AN SELAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DIATAS, DIAKUI
KEBERADAANNYA DAN MEMPUNYAI KEKUATAN HUKU MENGIKAT SEPANJANG
DIPERINTAHKAN OLEH PERATURAN PER-UU-AN YANG LEBIH TINGGI.

KEKUATAN BERLAKUNYA
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

1. LEX SPECIALIS DEROGAT LEX GENERALIS


PERATURAN PER-UU-AN YG LEBIH KHUSUS MENGESAMPINGKAN PERATURAN PER-
UU-AN YG LEBIH UMUM
2. LEX POSTERIOR DEROGAT LEGI PRIORI
PERATURAN PER-UU-AN YG TERBARU MENGESAMPINGKAN PERATURAN PER-
UUAN YANG LEBIH LAMA
3. LEX SUPERIOR DEROGAT LEGI INFERIORI
PERATURAN PER-UU-AN YG LEBIH TINGGI MENGESAMPINGKAN PERATURAN PER-
UU-AN YANG LEBIH RENDAH

 ASAS UITZONDERINGEN BEVESTIGEN DE REGEL, YAITU PENGECUALIAAN


MENGUATKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TEORI GEBIEDSLEER
(Ruang Lingkup Berlakunya Hukum
Ketenagakerjaan)
1. Lingkup Berlakunya Menurut Pribadi (Personnengebied).
Pribadi yang dibatasi oleh kaedah hukum ketenagakerjaan adalah :
a. Pekerja/Buruh baik secara perorangan maupun kelompok
Pekerja tampil sebagai subyek hukum dalam kedudukannya sebagai pribadi
kodrati
b. Pengusaha
Pengusaha tampil sebagai subyek hukum perburuhan dalam kedudukannya
sebagai pribadi hukum
c. Penguasa (Pemerintah)
Pemerintah tampil sebagai subyek hukum perburuhan karena atau dalam arti
jabatan dalam melaksanakan fungsi pembinaan dan perlindungan
2. Lingkup Berlakunya Menurut Waktu (Tijdsgebied)
Menunjukan waktu kapan suatu peristiwa tertentu diatur oleh kaedah
hukum, meliputi :
a. Sebelum hubungan kerja (pre employment), yaitu pelatihan kerja,
penempatan tenaga kerja, perluasan kesempatan kerja, dll.
b. Selama hubungan kerja (employment), yaitu hubungan kerja, perlindungan
tenaga kerja, pelatihan tenaga kerja, pengupahan, keselamatan dan
kesehatan kerja, waktu kerja dan waktu istirahat, jaminan sosial,
hubungan industrial, perselisihan hubungan industrial, dll.
c. Purna hubungan kerja (post employment), yaitu pemutusan hubungan
kerja (PHK), uang pesangon, dana pensiun, jaminan kematian dan jaminan
kecelakaan kerja, dll.
3. Lingkup Berlakunya Menurut Wilayah (Ruimtegebieds)
Berkaitan dengan terjadinya suatu peristiwa hukum yang diberi
batas/dibatasi oleh kaedah hukum, meliputi :
a. Regional
 Non sektoral regional
Hukum ketenagakerjaan dibatasi berlakunya berdasarkan daerah
tertentu, misalnya Upah Minimum di wilayah DKI Jakarta.
 Sektoral regional
Hukum ketenagakerjaan dibatasi berlakunya berdasarkan daerah dan
sektor tertentu, misalnya Upah Minimum untuk sektor-sektor tertentu.
b. Nasional
 Non sektoral nasional
Berlakunya hukum ketenagakerjaan dibatasi oleh wilayah negara
tanpa memperhatikan sektornya, misalnya UU No. 1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja, UU No. 13 tahun 2003 dan UU No. 21
tahun 2000 tentang Serikat Buruh/Serikat Pekerja.
 Sektor nasional
Berlakunya hukum ketenagakerjaan dibatasi oleh wilayah negara dan
sektor tertentu, misalnya misalnya ketentuan yang mengatur masalah
pelaut, ketentuan yang berlaku di sektor perkebunan
4. Lingkup Berlakunya Menurut Hal Ikhwal
Ruang lingkup menurut hal ikhwal yang berkaitan dengan hal-hal yang
menjadi obyek pengaturan dari suatu kaidah, yang dapat digolongkan
sebagai berikut :

a. Pengaturan yang berkaitan dengan hubungan kerja;


b. Pengaturan yang berkaitan dengan perlindungan jaminan sosial;
c. Pengaturan yang berkaitan dengan perlindungan jaminan sosial tenaga;
d. Pengaturan yang berkaitan dengan masalah penyelesaian perselisihan
ketenagakerjaan (hubungan kerja), dll.
TINJAUAN TERHADAP
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003

1. PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING


2. PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU
3. PENGATURAN WAKTU KERJA
4. ISTIRAHAT PANJANG
5. PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN
6. PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA/BURUH
7. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
8. UPAH
KONVENSI ILO
HAK-HAK DASAR PEKERJA/BURUH

A. KERJA PAKSA
 KONVENSI NO. 29/1930 : KERJA PAKSA (FORCED LABOUR) DIRATIFIKASI
DENGAN NEDERLAND STBL. NOMOR 26/1933.
 KONVENSI NO. 105/1957 : PENGHAPUSAN KERJA PAKSA (ABOLITION OF FORCED
LABOUR) DIRATIFIKASI DENGAN UU NO. 19/1999

B. KEBEBASAN BERSERIKAT
 KONVENSI NO. 87/1948 : HAK BERSERIKAT DAN PERLINDUNGAN HAK
BERORGANISASI (FREEDOM OF ASSOCIATION AND PROTECTION OF THE RIGHT TO
ORGANIZE) DIRATIFIKASI DENGAN KEPPRES NO. 83/1998.
 KONVENSI NO. 98/1949 : HAK BERSERIKAT DAN BERUNDING BERSAMA (RIGHT
TO ORGANIZE AND COLLECTIVE BARGAINING) DIRATIFIKASI UU NO. 18/1956

C. DISKRIMINASI
 KONVENSI NO. 100/1951 : PENGUPAHAN YG SAMA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN
WANITA UNTUK PEKERJAAN YG SAMA NILAINYA (EQUAL RENUMERATION FOR
MEN ANG WOMEN WORKERS FOR WORK OF EQUAL VALUE) DIRATIFIKASI DENGAN
UU NO. 80/1957.
 KONVENSI NO. 111/1958 : DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN
(DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION) DIRATIFIKASI
DENGAN UU NO. 21/1999.
D. PEKERJA ANAK

1. KONVENSI NO. 138/1973 : USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA


(MINIMUM AGE FOR ADMISSION TO EMPLOYMENT) DIRATIFIKASI DENGAN UU.
NOMOR 20/1999.
2. KONVENSI NO. 182/1999 : PELARANGAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN
BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK BAGI ANAK (THE PROHIBITION AND
IMMEDIATE ACTION FOR THE ELIMINATION OF THE WORST FORM OF CHILD
LABOUR) DIRATIFIKASI DENGAN UU NO. 1/2000

E. PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

1. KONVENSI NO. 81/1947 : PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI


DAN PERDAGANGAN (LABOUR INSPECTION IN INDUSTRY AND COMMERCE)
DIRATIFIKASI DENGAN UU NO. 21 TAHUN 2003.
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG
KETENAGAKERJAAN

PASAL 176 :
PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DILAKUKAN OLEH :
 PEGAWAI PENGAWAS KETENAGAKERJAAN
 MEMPUNYAI KOMPETENSI DAN INDEPENDEN
 GUNA MENJAMIN PELAKS. PER-UU-AN

PASAL 178 :
PELAKSANAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN :
☺ UNIT KERJA TERSENDIRI
☺ PD. INSTANSI YG BERTANGGUNGJAWAB DI BID
KETENAGAKERJAAN
☺ PD. PEMERINTAH PUSAT, PEMERINTAH PROVINSI,
PEMERINTAH KOTA/KAB.
PASAL 179
 BERKEWAJIBAN UNTUK MENYAMPAIKAN LAPORAN PELAKS.
PENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN KEPADA MENTERI
 PERMENAKERTRANS NOMOR PER-09/ME/V/2005 TENTANG TATA
CARA PENYAMPAIAN LAPORAN PELAKSANAAN PENGAWASAN
KETENAGA

TUGAS PEGAWAI PENGAWAS KETENAGAKERJAAN:


a. MENGAWASI BERLAKUNYA UU DAN PERATURAN PERBURUHAN
PADA KHUSUSNYA
b. MENGUMPULKAN BAHAN-BAHAN GUNA MEMBUAT PERATURAN-
PERATURAN PERBURUHAN
c. MENJALANKAN TUGAS LAIN YANG DISERAHKAN KEPADANYA
KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF
BAGI PEGAWAI PENGAWAS KETENAGAKERJAAN

PASAL 6 UU NO. 3 TAHUN 1951


A. SENGAJA MEMBUKA RAHASIA : DIHUKUM PENJARA
SELAMA-LAMANYA 6 BULAN ATAU DENDA
SEBANYAK-BANYAKNYA RP. 600.
B. DAPAT DIPECAT DR. HAK MEMANGKU JABATAN
C. KESILAPANNYA, RAHASIA TERBUKA : DIHUKUM
KURUNGAN SELAMA-LAMANYA 3 BULAN ATAU
DENDA SEBANYAK-BANYAKNYA RP. 300.
D. TIDAK ADA TUNTUTAN TANPA ADANYA
PENGADUAN
KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF BAGI PEGAWAI
PENGAWASN KETENAGAKERJAAN
PASAL 6 UU NO. 3 TAHUN 1951

A. SENGAJA MEMBUKA RAHASIA : DIHUKUM PENJARA SELAMA-LAMANYA 6


BULAN ATAU DENDA SEBANYAK-BANYAKNYA RP. 600.
B. DAPAT DIPECAT DARI HAK MEMANGKU JABATAN
C. KESILAPANNYA, RAHASIA TERBUKA : DIHUKUM KURUNGAN SELAMA-
LAMANYA 3 BULAN ATAU DENDA SEBANYAK-BANYAKNYA RP. 300.
D. TIDAK ADA TUNTUTAN TANPA ADANYA PENGADUAN
3. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG
PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

A. SUBYEK PERSELISIHAN (PS. 1 BUTIR 1)


 PENGUSAHA ATAU GABUNGAN PENGUSAHA
 PEKERJA/BURUH PERORANGAN ATAU SP/SB
B. OBYEK PERSELISIHAN (PS. 2)
 PERSELISIHAN HAK
 PERSELISIHAN KEPENTINGAN
 PERSELISIHAN PHK
 PERSELISIHAN SP/SB DALAM 1 (SATU) PERUSAHAAN

C. MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN

1. SEBELUM PENGADILAN

SEPAKAT PERJANJIAN BERSAMA (PB) EKSEKUSI :PHI


BIPARTIT
GAGAL CATATKAN : DISNAKER SETEMPAT

DISNAKER UNTUK MEMILIH : MEDIASI, KONSILIASI, ARBITRASE


2. DALAM PENGADILAN
PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

 MERUPAKAN BAGIAN DARI PENGADILAN NEGERI, MELIPUTI


PROPINSI YBS.
 MAJELIS HAKIM TERDIRI DARI :
A. HAKIM KARIER
B. HAKIM AD HOC (MSG-MSG : 1 USULAN SP/SB DAN ORG
PENGUSAHA)
 SP/SB DAN ORG PENGUSAHA DAPAT BERTINDAK SBG KUASA
HUKUM MEWAKILI ANGGOTA.
 HK ACARA PADA PHI ADL HUKUM ACARA PERDATA
 MEKANISME PEMERIKSAAN : SENGKETA DIPERCEPAT
 SP/SB DAN ORG PENGUSAHA DAPAT BERTINDAK SBG KUASA
HUKUM MEWAKILI ANGGOTA

BENTUK PUTUSAN :
 PUTUSAN SELA
 PENGADILAN TINGKAT PERTAMA UNTUK PERSELISIHAN HAK DAN
PERSELISIHAN PHK
 PENGADILAN TK PERTAMA DAN TERAKHIR UNTUK PERSELISIHAN
KEPENTINGAN DAN PHK
 JANGKA WAKTU PENYELESAIAN : 50 HR
PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL BERDASARKAN U U NOMOR 2 TAHUN 2004

D
L MAHKAMAH AGUNG 30 HARI
M
(KASASI)
Ps 115
P PK P. HAK P. PHK
E
N PUTUSAN PENGADILAN PHI 50 HARI
G FINAL
A Ps. 103
D
I
PB PB 140
L ARBITER KONSILIASI MEDIASI 30 HARI HARI
A
N Ps 15,
SEPAKAT 2 PIHAK
Ps 25,
S Ps 40 (1)
B
L
M DISNAKER
P

PB
E
N BIPARTIT 30 HARI
G
Ps. 3 (2)
A
D
I
KEPENTINGAN SP/SB HAK PHK
L
A Hkm & KLN/Ditjen PPK
PERSELISIHAN
N
DASAR HUKUM PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN :

1. UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1951 TENTANG UNDANG-UNDANG PERBURUHAN


2. UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA
3. UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAA
4. UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG PENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

PERAN SERTA PEGAWAI PENGAWAS KETENAGAKERJAAN DALAM PELAKSANAAN


PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL ADALAH :

1. MENGAWASI PELAKSANAAN TUNTUTAN HAK NORMATIF DALAM PERSELISIHAN


HUBUNGAN INDUSTRIAL SEBELUM PERSELISIHAN DIAJUKAN KE PENGADILAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL.
2. PEGAWAI PENGAWAS MEMILIKI “KEWENANGAN PENUH” UNTUK MENGAWASI
PELAKSANAAN HAK NORMATIF (TUNTUTAN PERDATA MAUPUN TUNTUTAN PIDANA)
BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG
KETENAGAKERJAAN YANG TELAH MEMILIKI KEKUATAN HUKUM TETAP SETELAH
PERSELISIHAN TERSEBUT DIAJUKAN KE PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL.
3. PEGAWAI PENGAWAS KETENAGAKERJAAN DAPAT MENJADI SAKSI AHLI DALAM
PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL.
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000
TENTANG SERIKAT
PEKERJA/SERIKAT BURUH
PERLINDUNGAN HAK BERORGANISASI
 SIAPAPUN DILARANG MENGHALANG-HALANGI ATAU
MEMAKSA PEKERJA/BURUH UNTUK MEMBENTUK ATAU TIDAK
MEMBENTUK, MENJADI PENGURUS ATAU TIDAK MENJADI
PENGURUS, MENJADI ANGGOTA ATAU TIDAK MENJADI
ANGGOTA DAN/ATAU MENJALANKAN ATAU TIDAK
MENJALANKAN KEGIATAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT
BURUH, DENGAN CARA :
1. MELAKUKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK),
MEMBERHENTIKAN SEMENTARA, MENURUNKAN JABATAN,
ATAU
MELAKUKAN MUTASI;
2. TIDAK MEMBAYAR ATAU MENGURANGI UPAH
PEKERJA/BURUH;
3. MELAKUKAN INTIMIDASI DALAM BENTUK APAPUN;
4. MELAKUKAN KAMPANYE ANTI PEMBENTUKAN SERIKAT
PEKERJA/SERIKAT BURUH.
PENGAWASAN DAN PENYIDIKAN

 PASAL 40 UNDANG-UNDANG INI MENEGASKAN BAHWA


UNTUK MENJAMIN HAK PEKERJA/BURUH
BERORGANISASI DAN HAK SERIKAT PEKERJA/SERIKAT
BURUH MELAKSANAKAN KEGIATANNYA, PEGAWAI
PENGAWAS KETENAGAKERJAAN MELAKUKAN
PENGAWASAN SESUAI DENGAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU.
 SELANJUTNYA PASAL 41 JUGA MENGATUR MENGENAI
KEWENANGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
YANG LINGKUP TUGAS DAN TANGGUNG JAWABNYA DI
BIDANG KETENAGAKERJAAN UNTUK MELAKUKAN
PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG
KETENAGAKERJAAN.
HUBUNGAN KERJA
 Hubungan Kerja adalah suatu hubungan yang timbul
antara pekerja dan pengusaha setelah diadakan perjanjian
sebelumnya oleh pihak yang bersangkutan.
 Menurut Pasal 1 angka 15 UU No.13 Th. 2003 tentang
Ketenagakerjaan :
Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha
dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang
mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
 Iman soepomo menyatakan bahwa :
Hubungan-kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja
antara buruh dan majikan yaitu suatu perjanjian di mana
pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja
dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yang
mengikatkan diri untuk mempe-kerjakan buruh itu dengan
membayar upah pada pihak lainnya
Perjanjian Kerja sebagai Dasar
Hubungan Kerja
 Pasal 50 UUK menegaskan bahwa: “Hubungan kerja terjadi karena
adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.

 UUK memberikan pengertian perjanjian kerja sebagai berikut: “Perjanjian


kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau
pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para
pihak. “
 Perjanjian Kerja antara Buruh dan Pengusaha
menimbulkan hubungan hukum yang disebut
hubungan kerja yang mengandung 3 ciri khas yaitu
 Adanya Pekerjaan.
 Adanya Perintah.
 Adanya Upah.

41
Unsur-unsur Hubungan Kerja
 PEKERJAAN
Dalam hubungan kerja harus ada pekerjaan tertentu sesuai
perjanjian.
Karena itulah hubungan ini dinamakan hubungan kerja.

 UPAH
Setiap hubungan kerja selalu menimbulkan hak dan kewajiban
diantara kedua belah pihak dengan berimbang.
Dalam hubungan kerja upah merupakan salah satu unsur pokok
yang menandai adanya hubungan kerja.
Peengusaha berkewajiban membayar upah dan pekerja berhak
atas upah dari pekerjaan yang dilakukannya.

PERINTAH →
Unsur-unsur Hubungan Kerja
 PERINTAH
Di dalam hubungan kerja harus ada unsur perintah yang artinya
yang satu pihak berhak untuk memberikan perintah dan pihak
yang lainnya berkewajiban melaksanakan perintah.
Dalam hal ini pengusaha berhak memberikan perintah kepada
pekerjaa dan pekerja berkewajiban melaksanakan perintah
tersebut.
 Apabila tidak ada salah satu unsur tersebut, maka tidak terjadi
adanya hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha, karena
apabila timbul perselisihan atau beda pendapat sulit diselesaikan
dan diterapkan UU Ketenagakerjaan yang ada.
 Oleh karenanya dapat dikatakan ada hubungan kerja apabila 3
unsur tersebut terpenuhi.
 Contohnya : Kalau tidak ada upah berarti
pekerja dalam melakukan pekerjaan tidak
dibayar oleh pengusaha, sehingga salah
satu syarat tidak dipenuhi maka tidak dapat
dikatakan ada hubungan kerja.
PEKERJA
 Pekerja/buruh adalah setiap orang yang
bekerja dengan menerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain. (Pasal 1 angka 3 UU No.13 th.2003)

 Makna dari kata “setiap orang yang bekerja “


itu sangat luas, karena mencakup orang yang
bekerja disektor fomal maupun informal.

 Adanya … →
 Adanya penegasan bahwa upah itu tidak
hanya melulu uang, tetapi bisa dalam bentuk
lain, yaitu dapat berupa :
 Cuti tahunan selama 12 hari, bagi mereka yang
telah mempunyai masa kerja 1 (atu) tahun atau
lebih
 Cuti melahirkan, cuti haid, cuti karena sakit yang
dapat dibuktikan dengan keterangan dokter atau
bidan

 Pegawai Negeri →
 Pegawai Negeri adalah setiap warga negara
Republik Indonesia yang telah memenuhi
syarat-syarat yang telah ditentukan dalam
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku,
yang diangkat oleh pejabat yang berwenang
dan diserahi tugas dalam suatu jabatan
negeri, atau diserahi tugas negara lainnya
yang ditetapkan berdasarkan suatu peraturan
perundang-undangan dan digaji berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(Pasal 1 angka 1 UU No.43 th 1999 tentang perubahan atas UU
No.8 th.1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian)
 Perbedaan antara Pegawai Negeri dengan
Pekerja/Buruh :
 Bagi pegawai negeri, hubungan hukum antara
pegawai negeri dengan pemerintah diatur oleh
hukum heteronom dan berdasarkan Hukum
Publik.
 Bagi pekerja/buruh, hubungan hukum
pekerja/buruh dengan pengusaha diatur oleh
hukum otonom dan heteronom serta
berdasarkan hukum keperdataan
 Tenaga kerja adalah setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat. (Pasal 1 angka 2 UU No.13 th.2003)

 Dalam hal ini baik Pegawai Negeri maupun


Pekerja/Buruh semuanya termasuk dalam
pengertian Tenaga Kerja
 UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek,
memperluas pengertian pekerja yang meliputi:
 Magang/ murid yang bekerja pada perusahaan baik
menerima upah maupun tidak
 Mereka yang memborong pekerjaan kecuali jika
yang memborong adalah perusahaan
 Narapidana yang dipekerjakan dalam perusahaan
PENGUSAHA
 Pengusaha adalah : (Ps.1 angka 5 UU No.13 th.2003)
 orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik
sendiri;
 orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya;
 orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang berada di Indonesia mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
 Pemberi kerja adalah orang perseorangan,
pengusaha, badan hukum, atau badan-
badan lainnya yang mempekerjakan tenaga
kerja dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain. (Pasal 1 angka 4 UUNo.13 th.2003)
 Hubungan kerja lahir apabila ada perjanjian kerja
antara pekerja dan pengusaha

 Perjanjian kerja itu memuat kesanggupan pekerja


untuk bekerja pada pengusaha dengan menerima
upah, dan disisi lain ada kesanggupan dari pengusaha
untuk mempekerjakan pekerja dengan memberi upah
(secara tepat waktu)

 Substansi perjanjian kerja tidak boleh bertentangan


dengan perjanjian perburuhan atau PKB
 Perjanjian pemborongan kerja lebih
berorientasi pada hasil pekerjaan
 Perjanjian pemberian kerja tidak melihat pada
hasil pekerjaan
 Contoh : orang yang berobat pada dokter,
kalau yang diobati/ pasiennya tidak sembuh
atau bahkan meninggal, bukan berarti
dokternya tidak bekerja
 Pengertian bekerja pada orang lain itu menunjukkan
sifat adanya perintah dari seorang pimpinan kepada
bawahannya
 Hubungan kerja tidak akan ditemukan dalam perjanjian
pemberian kerja atau perjanjian pemborongan kerja
(contoh dokter bekerja untuk mengobati pasiennya)
Sahnya Perjanjian Kerja
 Sahnya perjanjian harus memenuhi syarat yang diatur
secara khusus dalam UUK pada Pasal 52 ayat (1)
yaitu:
1. kesepakatan kedua belah pihak;
2. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
3. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
4. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
 Syarat 1 dan 2 disebut sebagai syarat subjektif yang
apabila tidak dipenuhi maka perjanjian yang telah
dibuat dapat dimintakan pembatalannya kepada pihak
yang berwenang.

 Sedangkan syarat 3 dan 4 disebut sebagai syarat


objektif apabila tidak terpenuhi maka perjanjian
tersebut batal demi hukum, tidak sah sama sekali.
SERIKAT PEKERJA
 Wadah ini merupakan wujud daripada hak
dasar dari suatu kebebasan berserikat
dalam rangka melindungi kepentingan
pekerja.
 UU No.21 th.2000 tentang Serikat Pekerja/
Serikat Buruh.
 Konvensi ILO No.98 th.1949 tentang Hak
Berserikat dan Berunding Bersama yang
telah diratifikasi pada tahun 1956.
 Hal-hal pokok yang harus diketahui dari
wadah ini adalah :
 Adanya kebebasan berserikat yang tidak dapat
dihalangi,
 Adanya hak pekerja untuk mendirikan Serikat
Pekerja,
 Adanya hak pekerja unruk memilih Srikat
Pekerja yang akan mewadai haknya (menjadi
anggota),
 Pemerintah … →
 Pemerintah tidak boleh intervensi dan
membatasi hak pekerja menjadi anggota
Serikat Pekerja dan atau membubarkan Serikat
Pekerja,
 Pengusaha mendorong pembuatan Perjanjian
Kerja Bersama (PKB) dan secara sukarela
berunding merumuskannya, dll.
Sifat Serikat Pekerja
 Serikat pekerja/serikat buruh, federasi
dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh mempunyai sifat :
 Bebas,
 Terbuka,
 Mandiri,
 Demokratis, dan
 Bertanggung jawab.
 Bebas
artinya sebagai organisasi dalam melaksanakan
hak dan kewajiban tidak di bawah tekanan pihak
lain
 Mandiri
artinya dalam pendiriannya sebagai organisasi
atas dasar kekuatan sendiri
 Terbuka
artinya anggota terbuka bagi siapa saja tidak
membedakan golongan, etnis, suku, dan
organisasi politik tertentu
 Demokratis …→
 Demokratis
Artinya di dalam pemilihan pengurus secara
secara demokratis tidak ada tekanan dan titipan
dari atas
 Bertanggung jawab
Artinya organisasi bertanggung jawab pada
anggota, masyarakat dan negara
ORGANISASI PENGUSAHA
 Setiap pengusaha membentuk organisasni
pengusaha (Pasal 105 UU No.13 th.2003)

 Organisasi Pengusaha yang kita kenal


antara lain :
 KADIN (Kamar Dagang Indonesia)
 APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia)
KADIN
 KADIN adalah wadah bagi pengusaha Indonesia dan
bergerak dalam bidang perekonomian
 Tujuan KADIN :
 Membina dan mengembangkan kemampuan kegiatan dan
kepentingan pengusaha Indonesia negara, usaha koperasi,
dan usaha swasta dalam kedudukannya sebagai pelaku-
pelaku ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan
kehidupan ekonomi dan dunia usaha yang sehat dan tertib
berdasarkan Pasal 33 UUD 1945
 Menciptakan dan mengembangkan iklim dunia usaha yang
memungkinakan keikutsertaan yang seluas-luasnya bagi
pengusaha indonesia sehingga dapat berperan serta secara
efektif dalam pembangunan nasional
APINDO
 Organisasi pengusaha yang khusus mengurus
masalah yang berkaitan dengan ketenagakerjaan
adalah Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO)
 Kelahirannya didasari atas peran dan tanggung
jawabnya dalam pembangunan nasional dalam rangka
turut serta mewujudkan masyarakat adail makmur
 Asosiasi ini merupakan wadah kesatuan para
pengusaha yang ikut serta untuk mewujudkan
kesejahteraan sosial dalam dunia usaha melalui
kerjasama yang terpadu dan serasi antara pemerintah,
pengusaha, dan pekerja/ buruh
 Tujuan APINDO :
 Mempersatukan dan membina pengusaha serta memberuikan
layanan kepentingan di dalam bidang sosial ekonomi
 Menciptakan dan memelihara keseimbangan, ketenangan, dan
kegairahan kerja dalam lapangan hubungan industrial dan
ketenagakerjaan
 Mengusahakan peningkatan produktivitas kerja sebagai
program peran serta aktif untuk mewujudkan pembangunan
nasional menuju kesejahteraan sosial, spritual, dan materil
 Menciptakan adanya kesatuan pendapat dalam melaksanakan
kebijaksanaan/ ketenagakerjaan dari pengusaha yang
disesuaikan dengan kebijakan pemerintah
Peraturan Perusahaan dan
Perjanjian Kerja Bersama
 Di Indonesia hubungan kerja dan hubungan
industrial diatur oleh kaedah hukum otonom
dan juga kaedah hukum heteronom, hal ini
merupakan konsekwensi dari ruang lingkup
Hukum Ketenagakerjaan yang di dalamnya
terdapat aspek Hukum Perdata dan juga aspek
Hukum Publik.
Peraturan di Bidang Ketenagakerjaan

Aturan Heteronom : Aturan Otonom:


Semua perundang-undangan antara lain : PK, PP, PKB
Yang dibuat oleh pemerintah
(Legislatif & Eksekutif) dalam
Segala tingkatan
LEMBAGA PENYELESAIAN PERSELISIHAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL (LPPHI)
 Instrumen Utama dari Penyelesaian Perselisihan
adalah musyawarah untuk mufakat.
 Namun jika kata mufakat tidak tercapai maka
pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja dapat
menyelesaiakn perselisihannya melalui prosedur yang
diatur dalam UU tersendiri (Pasal 136 ayat (2) UU No.13
th.2003)
 Undang-Undang dimaksud adalah UU No.2 th.2004
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial

Anda mungkin juga menyukai