Anda di halaman 1dari 28

SYOK ANAFILAKTIK

Pembimbing:
dr. Aisyah Retnowulan, Sp.P.

Oleh:
IGNA BAYU TRIHATMAJA
167100015
Definisi
• Anaphylaxis (Yunani, Ana = balik (jauh dari) dan
phylaxis = perlindungan). Anafilaksis berarti
menghilangkan perlindungan.
• Anafilaksis : terjadi ketika ada mediator biologi yang
aktif dari sel mast dan basofil yang mengarah ke kulit
(urtikaria, angioedema, flushing), pernafasan
(bronkospasme, edema laring), kardiovaskular
(hipotensi, disritmia, iskemia miokard), dan gejala
gastrointestinal (mual, nyeri kolik abdomen, muntah,
diare).
• Syok anafilaktik : reaksi anafilaksis yang disebabkan
oleh adanya suatu reaksi antigen-antibodi yang
timbul segera setelah antigen sensitif masuk dalam
sirkulasi yang disertai hipotensi dengan atau tanpa
penurunan kesadaran.
• Reaksi Anafilaktoid : suatu reaksi anafilaksis yang
terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks.
Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi
sebagai anafilaksis.
Etiologi
OBAT
1. Hormon : Insulin, PTH, ACTH, Vaso-presin,
MAKANAN Relaxin
1. Krustasea : Lobster, 2. Enzim : Tripsin, Chymotripsin, Penicillinase, As-
udang dan kepiting paraginase
3. Vaksin dan Darah
2. Moluska : kerang 4. Toxoid : ATS, ADS, SABU
3. Ikan 5. Ekstrak alergen untuk uji kulit
4. Kacang-kacangan dan 6. Dextran
7. Antibiotika : Penicillin, Streptomisin,
biji-bijian Cephalosporin, Tetrasiklin, Ciprofloxacin,
5. Buah beri Amphotericin B, Nitrofurantoin.
8. Agent diagnostik-kontras
6. Putih telur
9. Vitamin B1, Asam folat
7. Susu 10. Agent anestesi : Lidocain, Procain
11. Lain-lain : Barbiturat, Diazepam, Phenitoin,
Protamine, Aminopyrine, Acetil cystein, Codein,
Morfin, Asam salisilat dan HCT
• SERANGGA
– Lebah madu
– Jaket kuning
– Semut api
– Tawon
• LAIN2
– Lateks
– Karet
– Glikoprotein seminal fluid
– Idiopatik
Patofisiologi
Oleh Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam
hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipe segera (Immediate type
reaction).
• Fase Sensitisasi
– Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan
basofil.
• Fase Aktivasi
– Waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang
sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa
granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang.
• Fase Efektor
– Waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai
efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan
aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu.
Tanpa melalui IgE (Anafilaktoid)
• Zat pelepas histamin secara langsung
– Obat (opiat, vankomisin, kurare)
– Cairan (media radiokontras, manitol)
– Obat lain (dekstran, fluoresens)
• Aktivasi komplemen
– Protein mnusia (Ig & produk darah lain)
– Bahan dialisis
• Modulasi metabolisme as. Arakidonat
– As. asetilsalisilat
– AINS
Gejala Klinis
• Anafilaksis merupakan reaksi sistemik, gejala yang
timbul juga menyeluruh.
• Gejala permulaan : sakit kepala, pusing, gatal dan
perasaan panas.
SISTEM ORGAN GEJALA
Kulit Eritema, urticaria, angoedema,
conjunctivitis, pallor dan kadang cyanosis.

Respirasi Bronkospasme, rhinitis, edema paru dan


batuk, nafas cepat & pendek, terasa
tercekik karena edema epiglotis, stridor,
serak, suara hilang, wheezing, dan obstruksi
komplit.

Cardiovaskular Hipotensi, diaphoresis, sincope, aritmia dan


hipoksia.

Gastrointestinal Mual, muntah, keram perut, diare, disfagia,


inkontinensia urin.

SSP Parestesia, konvulsi.


Sendi Arthralgia.
Hematologi Kelainan pembekuan darah,
trombositopenia, DIC.
Diagnosis
ANAMNESIS
• Mendapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi,
minum obat, disengat hewan, makan sesuatu atau
setelah test kulit).
• Timbul biduran mendadak, gatal dikulit, suara parau,
sesak nafas, lemas, pusing, mual, muntah, sakit perut
setelah terpapar sesuatu.
PX. FISIK
• Keadaan umum : baik sampai buruk
• Kesadaran : composmentis sampai koma
• Tensi : hipotensi
• Nadi : takikardi
• Nafas : takipneu
• Temperatur : naik/normal/dingin
• Kepala dan leher : sianosis, dispneu, conjunctivitis,
lacrimasi, edema periorbita, perioral,
rhinitis
• Thorax : palpitasi, aritmia sampai arrest
pulmo bronkospasme, stridor, rhonki
dan wheezing
• Abdomen : nyeri tekan, BU meningkat
• Ekstremitas : urticaria, edema
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
• Hematologi : hitung sel meningkat, hemokonsentrasi,
trombositopenia, eosinophilia naik/normal/turun.
• X foto : hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis
karena mukus plug.
• EKG : gangguan konduksi, atrial dan ventrikular
disritmia.
• Kimia : plasma histamin meningkat, serum triptaase
meningkat.
Diagnosis Banding
• Reaksi vasovagal
– Pasien tampak mau pingsan, pucat & berkeringat.
Tetapi nadi lambat dan ≠ sianosis. TD turun, tapi
masih bisa diukur.
• Infark miokard akut
– Nyeri dada, sering diikuti rasa sesak. Tapi ≠ tanda
obstruksi sal. napas & kelainan kulit.
• Reaksi hipoglikemik
– Lemah, pucat, berkeringat sampai tidak sadar. TD
turun, tapi ≠ tanda obstruksi sal. napas & kelainan
kulit.
• Sindrom angioedema neurotik herediter
– Menyerupai anafilaksis, ≠ kelainan kulit & kolaps vaskular.
• Sindrom karsinoid
– Pada sindrom ini dijumpai gejala seperti muka kemerahan,
nyeri kepala, diare, serangan sesak nafas enyerupai
anafilaksis idiopatik, ≠ urtikaria & angioedema.
• Urtikaria
• Asma
• Rhinitis alergika
Manajemen
• Pembebasan jalan nafas
Prioritas pertama dalam pertolongan adalah
pernafasan. Jalan nafas yang terbuka dan bebas harus
dijamin, kalau perlu lakukan sesuai dengan ABC &
resusitasi.
• Sistem pernapasan
– Memelihara saluran napas yang memadai.
– Oksigen 4-6 L/menit pada awalnya dan dikurangi
sesuai kebutuhan.
– Bronkodilator diperlukan bila terjadi obstruksi saluran
napas bagian bawah.
• Sirkulasi
– Cairan IV secara cepat  kristaloid (NaCl 0,9%),
koloid (plasma, dextran), pada anak bolus cepat
20 ml/kg dan diulang seperlunya.
– Oksigen mutlak harus diberikan.
– Diberikan CVP (central venous pressure).
– Pemberian vasopresor melalui cairan IV.
Obat-obatan yang digunakan dalam terapi anafilaksis
umumnya ditujukan untuk:
– Menghambat sintesis dan lepasnya mediator.
– Blokade reseptor jaringan terhadap mediator yang
lepas.
– Mengembalikan fungsi organ terhadap pengaruh
mediator.
MEDIKAMENTOSA
• Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita
dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular.
Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik.
Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2–4
ug/menit.
• Untung mengatasi sesak dapat diberikan Abuterol nebul2,5mg/2,5ml
dalam NaCL
• Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang
memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena
dosis awal yang diteruskan 0.4–0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
• Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau
deksametason 5–10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk
mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang persisten.
• Dapat diberikan injeksi ranitidine 1x40mg untuk melindungi mukosa
lambung
• Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena
untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang
ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik
MONITORING
– Observasi ketat selama 24 jam, 6 jam berturut-
turut tiap 2 jam sampai keadaan fungsi membaik.
– Klinis : keadaan umum, kesadaran, vital sign,
produksi urine dan keluhan.
– Darah : Gas darah.
– EKG
Komplikasi (Penyulit)
• Kematian karena edema laring , gagal nafas, syok dan
cardiac arrest.
• Kerusakan otak permanen karena syok dan
gangguan cardiovaskuler.
• Urtikaria dan angoioedema menetap sampai
beberapa bulan, myocard infark, aborsi dan gagal
ginjal juga pernah dilaporkan.
Pencegahan
SEBELUM MEMBERIKAN OBAT
– Indikasi memberikan obat.
– Riwayat alergi obat sebelumnya.
– Resiko alergi obat.
– Perlu uji kulit/tidak.
– Pengobatan pencegahan untuk reaksi alergi.
SEWAKTU MEMBERIKAN OBAT
– Kalau mungkin obat diberikan secara oral.
– Hindari pemakaian intermiten.
– Observasi setelah memberikan suntikan.
– Beritahu pasien kemungkinan rekasi yang terjadi.
– Sediakan obat/alat untuk keadaan darurat.
– Lakukan uji provokasi atau desensitisasi bila
mungkin.
SESUDAH MEMBERIKAN OBAT
– Kenali tanda dini reaksi alergi obat.
– Hentikan obat bila terjadi reaksi.
– Dianjurkan tindakan imunisasi.
– Bila terjadi reaksi berikan penjelasan dasar kepada
pasien agar tidak terulang kembali.
Prognosis
• Bila penanganan cepat, klinis masih ringan
dapat membaik dan tertolong.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai