Anda di halaman 1dari 147

OBAT KARDIOVASKULER

Sistem Kardiovaskuler

Mekanisme kerja jantung


 Mengatur Sirkulasi darah ke seluruh tubuh dengan cara
kontraksi dan pengaturan ritme
 Kontraksi otot jantung (inotropik)dan irama jantung
(inotropik)diatur oleh SSO
 Kontraksi jantung terjadi karena rangsangan adrenoseptor
beta yang menyebabkan pertukaran ion Na dan K disertai
inlfuks ion Ca
 Jantung berkontraksi secara otomatis
 Setiap gangguan ada jantung akan berpengaruh pada
pembuluh darah demikian sebaliknya
 Semakin bertambah usia seseorang akan berpengaruh pada
fungsi jantung dan kelenturan pembuluh darah
Patofisiologis Kardiovaskuler

 Decompensatio Cordis
◦ Disebut gagal jantung karena daya pompanya lemah sehingga
aliran darah terganggu dan menimbulkan edema
 Aritmia Jantung
◦ Aritmia adalah gangguan irama jantung karena terjadinya
peningkatan frekuensi detak jantung ( tachycardia
ventriculer ), fibrilasi dan flutter
 Angina Pectoris & Infark
◦ Angina pectoris adalah nyeri dada yang disebabkan
berkurangnya aliran darah di arteri koroner Serangan
angina pectoris karena arteri koroner menyempit dan
umumnya terjadi karena penderita beraktivitas secara
emosional
◦ Infark terjadi karena penyumbatan lama pada arteri
koroner dapat menimbulkan kematian jaringan otot
jantung
Patofisiologis Kardiovaskuler….

 Hipertensi
◦ Tekanan darah yang tinggi memaksa jantung bekerja
keras dan mengalam gangguan Apabila diastolenya
menetap tinggi akan menyebabkan gagal jantung
 Aterosklerosis dan Arteriosklerosis
◦ Aterosklerosis adalah kondisi pengerasan pembuluh
darah yang disebabkan karena faktor usia lanjut
◦ Arteriosklerosis bukan penyakit karena faktor usia lanjut
HIPERTENSI
 Hipertensi akelainan yang sering dijumpai
 Macam :
 Hipertensi primer (90%) a penyebab tidak
diketahui
 Hipertensi sekunder (5%-10%) a akibat
penyakit lain
 Insidens : USA a sekitar 15% (60 juta orang)
 Sering tanpa gejala
 Hipertensi kronis a gagal jantung kongestif,
infark miokardial, kerusakan ginjal, CVA
Klasifikasi Tekanan Darah
Berdasarkan JNC VII

Klasifikasi TD Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 dan < 80


Prehipertensi 120 – 139 atau 80 - 89
Hipertensi stage 1 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi stage 2 > 160 atau > 100
Respons Terhadap Penurunan Tekanan Darah
Respons yang diperantarai sistem saraf simpatis
Aktivasi rec. b1 Cardiac
di jantung output
Aktivitas
simpatis
Aktivasi rec. a1 Tahanan
pada otot polos Perifer
Penurunan
TD Kenaikan
TD
Aliran darah Renin Angiotensin II
renal

Aldosteron

Retensi garam
GFR dan air Volume darah
Respons yang diperantarai sistem renin-angiotensin-aldosteron
Algoritma Pengobatan Hipertensi
Modifikasi Gaya Hidup

Belum mencapai target tekanan darah


( <140/90 mmHg; <130/80 untuk penderita DM atau CKD)

Obat awal

Tanpa penyakit penyerta Dengan penyakit penyerta

Hipertensi Stage 1 Hipertensi stage 2


•Diuretik Thiazide Terapi menggunakan 2 obat Obat utk penyakit penyerta
•ACE-inhibitor / ARB (biasanya diuretika thiazide Gunakan obat antihipertensi
• b-blocker dan ACE-inhibitor atau (diuretik, ACE-inhibitor,
•Calcium channel blocker ARB atau b-blocker ARB, b-blocker, atau
•Atau kombinasi atau CCB) CCB) sesuai indikasi
I. DIURETIKA
 Obat lini pertama
 Terbanyak a diuretika thiazide
 Cara kerja : meningkatkan ekskresi garam
dan air, menghambat retensi garam dan air
yang sering dijumpai pada penggunaan
antihipertensi lain
 Terapi jangka panjang a volume plasma
normal, menurunkan tahanan perifer
 Aktif per oral
 ES : hipokalemia, hiperurisemia, hiperglikemia,
hipomagnesemia
II. b-blocker
Cara kerja :
 Menurunkan cardiac output
 Menghambat sistem saraf simpatis
 Menghambat pelepasan renin dari ginjal
Prototip : propranolol (b1 dan b2 receptor
blocker)
b1 selektif blocker a metoprolol, atenolol a
utk px HT dengan asma
 Aktif per oral, mengalami metabolisme lintas
pertama
 Utk hipertensi dengan penyakit penyerta
(supraventrikuler takiaritmia, riwayat infark
miokard, angina pektoris, gagal jantung kongestif,
dan migrain)
 ES : bradikardi, hipotensi, letargi, insomnia,
halusinasi, meningkatkan TG dan menurunkan
HDL, disfungsi seksual
 Penghentian mendadak a rebound HT a akibat
up-regulasi reseptor b
III. ACE Inhibitor
 ES : batuk kering (akibat peningkatan
bradikinin), rash, demam, altered taste,
hipotensi (pada keadaan hipovolemia),
hiperkalemia
 Tidak boleh diberikan bersama suplemen
kalium ataupun diuretika hemat kalium
(contoh : spironolakton)
 Fetotoksik a tidak boleh diberikan pada
wanita hamil
IV. ANGIOTENSIN RECEPTOR
BLOCKER
 Prototip : losartan
 Efek farmakologis mirip ACE inhibitor a
menyebabkan vasodilatasi dan
menurunkan sekresi aldosteron
 Menurunkan nefrotoksisitas pada
penderita DM
 Tidak menyebabkan batuk
 Fetotoksik
V. CALCIUM CHANNEL BLOCKER
 Kalsium masuk sel melalui kanal yg sensitif
terhadap voltase
 CCB a memblok masuknya kalsium melalui
kanal tipe L yg tdpt pd otot polos jantung dan
pembuluh darah koroner dan perifer a
menyebabkan relaksasi a pembuluh darah
melebar
 Mempunyai efek natriuretik intrinsik a tidak
perlu penambahan diuretik
 Utk terapi penderita HT dengan penyakit penyerta
asma, diabetes, angina, dan/atau penyakit vaskuler
perifer
 T1/2 pendek (3-8 jam) a pemberian 3x sehari
 ES : konstipasi (10%), pusing, sakit kepala, rasa
lelah akibat menurunnya TD
CCB

Diphenyalkylamines Benzothiazepines Dihydropyridines

Verapamil Diltiazem Nifedipine


Amlodipine
Felodipine
Isradipine
Nicardipine
Nisolpidine
VERAPAMIL
 CCB yang tidak selektif
 Berefek pada otot polos jantung dan pembuluh darah
 Efek inotropik negatif a tidak boleh diberikan pada
penderita gagal jantung kongestif
 Digunakan utk terapi angina, supraventrikuler
takiaritmia, dan migrain

DILTIAZEM
 Juga berefek pada otot polos jantung dan pembuluh
darah
 Efek inotropik negatif dan efek sampingnya lebih
sedikit dibandingkan verapamil
DIHYDROPYRIDINES

 Generasi I : Nifedipine
 Lainnya : Generasi II a interaksi dengan obat
kardiovaskuler lain sedikit
 Efek pada CCB pada otot polos pembuluh darah >
jantung
 Efektif untuk terapi hipertensi
 Nimodipine a termasuk dihydropyridine a
digunakan utk terapi stroke
VI. a-blocker
 Prazosin, doxazosin, terazosin
 Blok kompetitif terhadap adrenoseptor a1 a
relaksasi otot polos arteri dan vena a
tahanan vaskuler perifer menurun a TD
menurun
 Perubahan minimal pada cardiac output,
aliran darah ginjal, GFR a takikardi –
(jangka panjang)
 ES : retensi garam dan air, postural
hipotensi, refleks takikardi, syncope (dosis
I)
VII. OBAT ADRENERGIK SENTRAL
CLONIDINE
 a2 agonis a menurunkan outflow adrenergik
sentral
 Utk terapi HT ringan s/d sedang yang tidak
responsif thd diuretik saja
 Tidak menurunkan aliran darah ginjal dan GFR a
utk HT dg komplikasi peny. ginjal
 Absorpsi baik stlh pemberian p. o
 Ekskresi lewat ginjal
 ES : retensi garam dan air, sedasi, mukosa nasal
mengering
 Penghentian mendadak a rebound HT
a-METHYLDOPA
 Prodrug a methylnorepinephrine
 a2 agonis a menghambat outflow adrenergik
sentral a tahanan perifer menurun a TD turun
 Cardiac output dan aliran darah ke organ penting
tidak terpengaruh
 ES yang paling umum : sedasi dan drowsiness
VIII. VASODILATOR
 Merupakan relaksan otot polos vaskuler
yang bekerja langsung pada pembuluh
darah a menurunkan tahanan perifer a
tekanan darah
 Respons kompensasi : peningkatan
kontraktilitas dan denyut jantung serta
konsumsi oksigen jantung, juga timbul
retensi garam dan air
 Respons kompensasi tersebut dapat diblok
dengan pemberian diuretika dan b-blocker
HYDRALAZINE

 Vasodilator direk
 Hampir selalu digunakan bersama dengan b-
blocker (mis, propranolol, utk mengontrol refleks
takikardi) dan diuretik (utk mengurangi retensi
garam)
 Hydralazine monoterapi a untuk mengontrol
hipertensi pada kehamilan
 ES : sakit kepala, mual, berkeringat, aritmia,
presipitasi angina, lupus-like syndrome (dosis
tinggi, reversibel)
MINOXIDIL

 Menyebabkan dilatasi arteriol tetapi tidak


mendilatasi vena
 P.o, utk hipertensi maligna yang tidak teratasi
dengan obat lain
 ES : refleks takikardi, retensi garam dan air berat,
hipertrikosis (pertumbuhan rambut tubuh)
 Sekarang banyak digunakan secara topikal utk
terapi kebotakan
Kombinasi Obat Anti Hipertensi
Diuretik

b-blocker Angiotensin Receptor


Locker

a-blocker Calcium Channel


Blocker

ACE Inhibitor

Kombinasi rasional
Terbukti menguntungkan pada percobaan
HYPERTENSIVE EMERGENCY
 Jarang, namun mengancam jiwa
 TD diastole >150 mmHg (dengan sistole
>210 mmHg) pada individu sehat, atau
 TD diastole >130 mmHg pd individu dg
komplikasi seperti ensefalopati, perdarahan
serebral, gagal jantung, atau stenosis aorta
 Tujuan terapi : menurunkan tekanan darah
secara cepat
a. Sodium Nitroprusside
 Pemberian i.v a vasodilatasi arteri dan vena a
refleks takikardi
 Cepat dimetabolisme (T1/2 bbrp menit) a
infus kontinuos

b. Labetalol
 Merupakan blocker reseptor a sekaligus b
 Pemberian : bolus i.v atau per infus
 Tidak menyebabkan refleks takikardi
c. Fenoldopam
 Antagonis reseptor dopamin-1 perifer
 Pemberian : infus i. v.
 Menurunkan tekanan darah tetapi tetap
mempertahankan perfusi renal
 Kontraindikasi pada penderita glaukoma

d. Nicardipine
 Merupakan bloker kanal kalsium
 Pemberian : infus i. v.
ANGINA
 Nyeri dada mendadak yang
parah, seperti ditekan, yang
menyebar ke leher, rahang
bawah, bahu, dan lengan kiri
 Disebabkan
ketidakseimbangan antara
aliran darah koroner dengan
kebutuhan O2 miokard a
iskemia
TIPE ANGINA
1. ANGINA STABIL/
ANGINA
ATEROSKLEROTIK
2. ANGINA
UNSTABLE
3. ANGINA VARIANT/
ANGINA
PRINTZMETAL/
ANGINA
VASOSPASTIK
A. ANGINA STABIL

 Bentuk yang paling umum


dijumpai
 Penyebab : sumbatan plaque
ateromatous pada pembuluh
darah koroner
 Nyeri timbul saat tjd
peningkatan kerja jantung
(mis, saat aktivitas, stress) a
iskemia akibat obstruksi
aliran
 Nyeri hilang dgn istirahat
atau pemberian nitrogliserin
b. ANGINA UNSTABLE

 Disebut juga sindroma


koroner akut
 Gejala : peningkatan
frekuensi dan keparahan
nyeri dada
 Tidak dicetuskan oleh
peningkatan aktivitas
fisik
 Tidak hilang dengan
istirahat ataupun
pemberian nitrogliserin
c. ANGINA PRINZMETAL/VARIANT
 Terjadi karena spasme arteri koronaria yg
reversibel
 Spasme terjadi sewaktu-waktu, bahkan saat
istirahat a tidak berhubungan dengan
peningkatan aktivitas, denyut jantung, ataupun
tekanan darah
 Respons baik dengan pemberian vasodilator
 Dapat menjadi unstable angina
TERAPI ANGINA

FARMAKOLOGIS NON-FARMAKOLOGIS

Nitrat Ca2+ Channel


B-blocker CABG PTCA
Organik blocker

ISDN Acebutolol Amlodipine


ISMN Atenolol Diltiazem
Nitrogliserin Metoprolol Felodipine
Propranolol Nicardipine
Nifedipine
Nitredipine
Verapamil
I. NITRAT ORGANIK
 ISDN dan ISMN a sediaan oral
 Nitrogliserin a sediaan oral, sublingual,
transdermal
 Amyl nitrit a zat volatil a sediaan inhalasi
 Mekanisme kerja : menurunkan
vasokronstriksi koroner dan spasme
 Nitrogliserin sublingual a obat pilihan utk
serangan angina krn aktivitas / stress
Pemberian
Nitrat

Defosforilasi
Nitrit Relaksasi otot
Miosin
Light chain polos vaskuler

Nitric
oxide c-GMP
Farmakokinetik nitrat

Jenis nitrat Mula Kerja Lama Kerja


Nitrogliserin Tablet sublingual 2 menit 25 menit
Tablet oral, lepas
35 menit 4 – 8 jam
lambat
Transdermal 30 menit 8 – 14 jam
Isosorbid Sublingual 5 menit 1 hari
dinitrat
Tablet oral, lepas
30 menit 8 jam
lambat
Isosorbid Tablet oral, lepas
30 menit 12 jam
mononitrat lambat
 ES : sakit kepala
 Pada dosis tinggi dapat menyebabkan postural
hipotensi, facial flushing, takikardi
 Sildenafil a potensiasi kerja nitrat a pemberian
kedua obat ini harus diselang 6 jam
 Toleransi thd nitrat cepat timbul a diatasi dgn
pemberian berseling (nitrate free interval) 10-12
jam a biasanya saat malam hari
 Variant angina a memburuk pada dini hari krn
catecholamine surge a interval pemberian nitrat
pada sore hari
II. BETA BLOCKER
 Menurunkan denyut jantung dan kekuatan kontraksi a
kebutuhan oksigen miokardium
 Propranolol a tidak kardioselektif
 Metoprolol, acebutolol, atenolol a kardioseletif
 Pada dosis tinggi a semua b-blocker dapat
menghambat reseptor b1 dan b2
 Dapat diberikan bersama nitrat untuk meningkatkan
durasi latihan dan toleransi
 KI : asma, diabetes, bradikardi berat, penyakit vaskular
perifer, penyakit paru obstruktif kronis
 Penghentian obat a tappering off a menghindari
rebound angina/hipertensi
III. CALCIUM CHANNEL BLOCKER

a. NIFEDIPINE
 Derivat dihydropiridine
 Terutama bekerja sebagai vasodilator arterial a terapi variant
angina krn vasospasme spontan
 Amlodipine a tidak mempengaruhi denyut jantung dan cardiac
output
 Pemberian p.o, dpt berupa tablet lepas lambat
 Mengalami metabolisme di hepar, ekskresi lewat urine dan
feses
 ES : flushing, sakit kepala, hipotensi, edema perifer, konstipasi,
refleks takikardi
 Dihidropiridine short acting hrs dihindari pada penyakit
jantung koroner
b. VERAPAMIL

 Memperlambat konduksi jantung secara langsung a efek


inotropik negatif
 Dimetabolisme di hepar
 KI pada pasien dengan fungsi jantung yang menurun atau ada
abnormalitas konduksi atrioventrikuler
 Pada penderita yg juga mendapat digoxin a dapat meningkatkan
kadar digoxin

c. DILTIAZEM
 Meperlambat konduksi AV a memperlambat denyut jantung
 Mengatasi spasme arteri koroner a terapi variant angina
 Dimetabolisme di hepar, ES sedikit
ANTIARITMIA
Pengertian Aritmia
 Aritmiadisebabkan karena aktivitas pacu
jantung yang abnormal atau penyebaran
impuls abnormal. Jadi, pengobatan
aritmia bertujuan mengurangi aktivitas
pacu jantung ektopik dan memperbaiki
hantaran atau pada sirkuit reentry yang
membandel ke pergerakan melingkar
yang melumpuhkan.
 Aritmia timbul akibat perubahan
elektrofisiologi sel-sel miokardium.
Perubahan elektrofisiologi ini
bermanifestasi sebagai perubahan bentuk
potensial aksi yaitu rekaman grafik
aktivitas listrik sel.
 Gangguan irama jantung tidak hanya
terbatas pada iregularitas denyut jantung
tapi juga termasuk gangguan kecepatan
denyut dan konduksi
 Aritmia jantung menyebabkan detak jantung menjadi
terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak teratur.
 Aritmia jantung umumnya tidak berbahaya. Kebanyakan
orang sesekali mengalami detak jantung yang tidak
beraturan kadang menjadi cepat, kadang melambat.
 Namun beberapa jenis aritmia jantung dapat
menyebabkan gangguan kesehatan atau bahkan sampai
mengancam nyawa. .
 Aritmia dan HR abnormal tidak harus terjadi bersamaan.
Aritmia dpt terjadi dg HR yang normal, atau dengan
 HR yang lambat (disebut bradiaritmia - kurang dari 60
per menit). Aritmia bisa juga terjadi dengan HR yang
cepat (disebut tachiaritmia - lebih dari 100 per menit).
Gangguan irama jantung dapat di bagi dua:
 Gangguan irama fibrilasi(tidak
kuncup)pada serambi beresiko stroke
(paling sering terjadi).
 Gangguan irama fibrilasi (tidak kuncup)
pada bilik jantung berakibat langsung fatal.
Macam-Macam Aritmia

a. Sinus Takikardi
Meningkatnya aktifitas nodus sinus,
gambaran yang penting pada ECG adalah :
laju gelombang lebih dari 100 X per menit,
irama teratur dan ada gelombang P tegak
disandapan I,II dan aVF.
b. Sinus bradikardi
Penurunan laju depolarisasi atrim. Gambaran yang
terpenting pada ECG adalah laju kurang dari 60
permenit, irama teratur, gelombang p tgak
disandapan I,II dan aVF
c. Komplek atrium prematur
Impul listrik yang berasal di atrium tetapi di luar
nodus sinus menyebabkan kompleks atrium
prematur, timbulnya sebelu denyut sinus
berikutnya. Gambaran ECG menunjukan irama
tidak teratur, terlihat gelombang P yang berbeda
bentuknya dengan gelombang P berikutnya.
d. Takikardi Atrium
 Suatu episode takikardi atrium biasanya diawali
oleh suatu kompleks atrium prematur sehingga
terjadi reentri pada tingkat nodus AV.
e. Fluter atrium.
 Kelainan ini karena reentri pada tingkat atrium.
Depolarisasi atrium cept dan teratur, dan
gambarannya terlihat terbalik disandapan II,III dan
atau aVF seperti gambaran gigi gergaji
f. Fibrilasi atrium
 Fibrilasi atrium bisa tibul dari fokus ektopik ganda
dan atau daerah reentri multipel. Aktifitas atrium
sangat cepat.sindrom sinus sakit
Penyebab dan factor resiko
gangguan irama jantung
1. Peradangan jantung, misalnya demam
reumatik, peradangan miokard (miokarditis
karena infeksi)
2. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis
koroner atau spasme arteri koroner),
misalnya iskemia miokard, infark miokard.
3. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh
digitalis, quinidin dan obat-obat anti aritmia
lainnya
4. Gangguan keseimbangan elektrolit
(hiperkalemia, hipokalemia)
5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf
autonom yang mempengaruhi kerja dan
irama jantung
6. Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf
pusat.
7. Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis)
8. Gangguan endokrin (hipertiroidisme,
hipotiroidisme)
9. Gangguan irama jantung karena
kardiomiopati atau tumor jantung
10. Gangguan irama jantung karena penyakit
degenerasi (fibrosis sistem konduksi
jantung)
Mekanisme utama untuk mencapai
tujuan adalah:
 Hambatan saluran natrium
 Hambatan efek otonom simpatis pada
jantung
 Perpanjangan periode refrakter yang
efektif
 Hambatan pada saluran kalsium
Obat aritmia dikelompokkan menurut efek
elektrofisiologik dan mekanisme kerjanya menjadi
lima, yaitu:
Kelas I : Penyekat kanal natrium (memiliki
sifat seperti anestesi lokal)
-- Depresi sedang: memanjangkan repolarisasi
(kuinidin, prokainamid, dan disopiramid)
-- Depresi minimal:mempersingkat repolarisasi
(lidokain, meksiletin, fenitoin, dan tokainid)
-- Depresi kuat: efek ringan terhadap repolarisasi
(enkainid, flekainid, indekainid, dan propafenon)
 Kelas II: Penyekat adrenoreseptor beta:
mengurangi aktivitas adrenalin
(propanolol, esobutanol, dan esmolol)
 Kelas III: Memanjangkan repolarisasi:
memperpanjang periode refrakter efektif
oleh suatu mekanisme berbeda daripada
hambatan saluran natrium. (amiodaron,
bretilium, sotalol, dofetilid, dan ibutilid)
 Kelas IV: Penyekat kanal Ca++ (verapamil
dan diltiazem)
 Kelas V: Lain-lain (adenosin, magnesium
dan kalium)
Kelas I : Penyekat kanal
natrium
Kuinidin
 Kuinidin merupakan obat paling umum yang
digunakan secara oral sebagai antiaritmia di
Amerika Serikat. Kuinidin menekan
kecepatan pacu jantung serta menekan
konduksi dan ekstabilitas terutama pada
jaringan yang mengalami depolarisasi.
 Kuinidin bersifat penghambat adrenoseptor
alfa yang dapat menyebabkan atau
meningkatkan refleks nodus sinoatrial.
 Efek ini lebih menonjol setelah pemberian
intravena.
 Biasanya diberikan peroral dan segera
diserap oleh saluran cerna. Digunakan
pada hampir segala bentuk aritmia.
Prokainamid
 Efek elektrofisiologik prokainamid sama seperti
kuinidin. Obat ini mungkin kurang efektif pada
penekanan aktivitas pacu ektopik yang abnormal
tetapi lebih efektif pada penghambatan saluran
natrium pada sel yang mengalami depolarisasi.
 Prokainamid mempunyai sifat penghambat
ganglion. Dengan konsetrasi teraupeutik, efek
pembuluh darah perifernya kurang menonjol
daripada dengan kuinidin.
 Prokainamid aman diberiakan intravena dan
intamuskular serta diabsorbsi baik melalui oral
dengan 75% keberadaan bilogik sistemik.
DISOPIRAMID
 Disopiramid fosfat erat hubungannya
dengan isopropamid, obat yang telah lama
digunakan dengan sifat antimuskariniknya.
 Efek antimuskarinik terhadap jantung
bahkan lebih jelas daripada kuinidin.
Karenannya, obat yang memperlambat
hantaran atrioventrikular harus diberikan
bersama-sama dengan disopiramid pada
pengobatan kepak serambi atau fibrilasi
atrium.
LIDOKAIN
 Lidokain adalah obat antiaritmia yang paling lazim
dipakai dengan pemberian secara intravena.
Insidens toksisitasnya rendah dan mempunyai
efektivitas tinggi pada aritmia dengan infark otot
jantung akut.
 Lidokain merupakan penghambat kuat terhadap
aktivitas jantung yang tidak normal, dan
tampaknya selalu bekerja pada saluran natrium.
 Karena obat ini merupakan metabolisme hati pada
lintas pertama, hanya 3% lidokain yang diberikan
per oral terdapat dalam plasma. Lidokain adalah
obat pilihan untuk menekan takikardia ventrikel
dan fibrilasi setelah kardioversi.
TOKAINID & MEKSILETIN
 Tokainid & Meksiletin adalah turunan
lidokain yang tahan terhadap metabolisme
hati pada lintasan pertama. Karena itu
dapat digunakan melalui oral. Kedua obat
menyebabkan efek samping neurologik,
termasuk tremor, penglihatan kabur, dan
letargik.
FENITOIN
 Karena efektivitasnya terbatas, maka
hanya dipertimbangkan sebagai obat
barisan kedua pada pengobatan aritmia.
FLEKAINID
 Flekainid adalah penghambat saluran
natrium yang kuat terutama digunakan
untuk pengobatan aritmia ventricular.
Flekainid dipakai sebagai cadangan
mutakhir untuk pasien takiaritmia
ventricular yang berat dengan resiko rasio
manfaat lebih menguntungkan.
PROPAFENON
 Mempunyai struktur mirip dengan
propranolol dan mempunyai aktivitas
penghambat beta yang lemah. Spectrum
kerjanya mirip dengan kuinidi. Potensi
penghambat saluran natrium mirip dengan
flekainid.
Kelas II:
Penyekat adrenoreseptor beta
Propanolol
 Propanolol dan obat sejenisnya
mempunyai sifat antiaritmia karena
kemampuannya sebagai penghambat
reseptor beta dan efek terhadap
membrane secara langsung.
Kelas III:
Memanjangkan repolarisasi:
memperpanjang periode refrakter efektif
dengan memperpanjang aksi potensial
BRETILIUM
 Obat ini mempengaruhi pelepasan ketekolamin
saraf tetapi juga mempunyai sifat sebagai
antiaritmia secara langsung. Bretilium
memperpanjang masa kerja potensial ventrikel
(bukan atrium) dan efektif terhadap periode
refrakter. Jadi, bretilium dapat mengubah
pemendekan masa kerja potensial yang disebabkan
oleh iskemik.
 Efek samping utama adalah hipotensi ortostatik.
Mual dan muntah dapat terjadi setelah pemberian
intravena bolus bretilium. Bretilium hanya
digunakan untuk keadaan gawat darurat.
SOTALOL
 Adalah penghambat kerja beta nonselektif
yang juga memperpanjang masa kerja
potensial dan merupakan obat antiaritmia
yang efektif.
Kelas IV: Penyekat kanal Ca++
VERAPAMIL
 Mengahambat saluran kalsium baik yang
aktif maupun yang tidak aktif. Jadi, efeknya
lebih jelas pada jaringan yang sering
terangsang, yang berpolarisasi kurang
lengkap pada keadaan istirahat, dan
aktivitasnya hanya tergantung pada aliran
kalsium, seperti nodus sinoatrial dan
atrioventrikular.
DILTIAZEM DAN BEPRIDIL
 Obat ini tampak sama manfaatnya dengan
verapamil pada penanggulangan aritmia
supraventrikular, termasuk control
kecepatan pada fibrilasi atrium.
Kelas V: Lain-lain ( adenosin,
magnesiumdan kalium
ADENOSIN
 Adalah nukleosid yang berada di seluruh
tubuh secara alamiah. Adenosine
menyebabkan muka merah pada kira-kira
20% pasien dan pernapasan singkat atau
dada seperti terbakar lebih dari 10%.
MAGNESIUM
 biasanya digunakan untuk pasien aritmia
yang disebabkan oleh digitalis yang
mengalami hipomagnesemia, infuse
magnesium telah ditemukan mempunyai
efek antiaritmia pada beberapa pasien
yang mempunyai kadar magnesium
normal.
KALIUM
Efeknya dapat disimpulkan :
-- Kerja depolarisasi potensial istirahat
-- Kerja potensial membrane yang
menstabilkan
GAGAL JANTUNG
Pengertian Gagal Jantung

 Gagal jantung adalah suatu keadaan


patofisiologi dimana jantung gagal
mempertahankan sirkulasi adekuat untuk
kebutuhan tubuh meskipun tekanan
pengisian cukup
 Gagal jantung juga dikatakan sebagai suatu
sindroma dimana fungsi jantung
berhubungan dengan penurunan toleransi
latihan, insidensi aritmia yang tinggi, dan
penurunan harapan hidup.
Etiologi Gagal Jantung

- Hipertensi
- Ischaemic heard disease
- Alcohol
- Hypothyroidsm
- Congenital (defek septum, atrial septal defek,
ventrical septal defek)
- Kardiomiopati (dilatasi, hipertropik,
restriktif)
- Infections
- Nut ritional
- dll
Patogenesis Gagal Jantung

 Gagal jantung merupakan kelainan


multisistem dimana terjadi gangguan pada
jantung, otot skelet dan fungsi ginjal,
stimulasi sistem saraf simpatis serta
perubahan neurohormonal yang
kompleks.
 Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan
pada ventrikel kiri yang menyebabkan
terjadinya penurunan cardiac output.
 Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme
kompensasi neurohormonal, sistem
Renin – Angiotensin – Aldosteron
(system RAA) serta kadar vasopresin
dan natriuretic peptide yang bertujuan
untuk memperbaiki lingkungan jantung
sehingga aktivitas jantung dapat terjaga
 Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada
baroreseptor menjaga cardiac output dengan
meningkatkan denyut jantung, meningkatkan
kontraktilitas serta vasokons-triksi perifer
(peningkatan katekolamin).
 Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada
baroreseptor menjaga cardiac output dengan
meningkatkan denyut jantung, meningkatkan
kontraktilitas serta vasokons-triksi perifer
(peningkatan katekolamin)
 Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan
konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan
aldosteron.
 Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal
yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi
sistemik yang merangsang pelepasan
noradrenalin dari pusat saraf simpatis,
menghambat tonus vagal dan merangsang
pelepasan aldosteron.
 Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium
dan air serta meningkatkan sekresi kalium.
 Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit
serta berperan pada disfungsi endotel pada
gagal jantung
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur
hampir sama yang memiliki efek yang luas terhadap jantung,
ginjal dan susunan saraf pusat.

1. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di


atrium sebagai respon terhadap peregangan
menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada
manusia Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga
dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel,
kerjanya mirip dengan ANP
2. C-type natriuretic peptide terbatas pada
endotel pembuluh darah dan susunan
saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan
vasodilatasi minimal. Atrial dan brain
natriuretic peptide meningkat sebagai
respon terhadap ekspansi volume dan
kelebihan tekanan dan bekerja antagonis
terhadap angiotensin II pada tonus
vaskuler, sekresi aldosteron dan
reabsorbsi natrium di tubulus renal.
 Vasopressin merupakan hormon
antidiuretik yang meningkat kadarnya pada
gagal jantung kronik yang berat. Kadar
yang tinggi juga didpatkan pada pemberian
diuretik yang akan menyebabkan
hiponatremia
3. Endotelin disekresikan oleh sel endotel
pembuluh darah dan merupakan peptide
vasokonstriktor yang poten
menyebabkan efek vasokonstriksi pada
pembuluh darah ginjal, yang bertanggung
jawab atas retensi natrium. Konsentrasi
endotelin-1 plasma akan semakin
meningkat sesuai dengan derajat gagal
jantung.
Penatalaksanaan Gagal Jantung
Tujuan utama pengobatan gagal jantung adalah:
 Mengurangi beban jantung (istirahat, menurunkan
berat badan, menghilangkan penyebab,
pambatasan asupan garam,dll).
 Meningkatkan kontraktilitas miokard dengan
senyawa-senyawa yang berefek inotropik positif
(glikosida jantung,dll).
 Menekan preload dan afterload.
 Antiaritmia untuk memperbaiki frekuensi dan
kelainan irama jantung.
1 Mengurangi beban jantung
 Dengan istirahat, maka kerja jantung akan
sedikit berkurang, dengan penurunan
berat badan maka dapat mengurangi
bantalan-bantalan lemak di sekitar jantung
yang menghimpitnya, yang menyebabkan
ruang detak jantung berkurang.
 Pembatasan asupan garam, karena asupan
garam dapat meningkatkan hipertensi
(darah tinggi) dalam tubuh. Dengan adanya
hipertensi maka pacu jantung akan
semakin cepat, jantung dipaksa untuk
bekerja lebih cepat lagi dalam
mengedarkan darah, sehingga jantung
mengalami kelelahan “weakness”.
2 Meningkatkan kontraktilitas
miokardial dengan glikosida jantung

 Glikosida jantung walupun mekanismenya


belum jelas, namun terbukti obat-obat ini
menghambat ATPase natrium-kalium dan
meningkatkan pelepasan kalsium intrasel
dari reticulum sarkoplasma.
3 Menekan preload dan afterload

 Preload (menurunkan beban awal) adalah


volume darah yang mengisi ventrikel selama
diastolik. Peningkatan beban awal menyebabkan
pengisian berlebih pada jantung yang
meningkatkan beban kerja.
 Sedangkan afterload (menurunkan beban akhir)
adalah menunjukkan tekanan yang harus diatasi
agar jantung dapat memompa darah yang baru
teroksigenasi ke dalam sistem arterial.
4 Antiaritmia untuk memperbaiki
frekuensi dan kelainan irama jantung

 Aritmia terjadi akibat meningkatnya


otomatisitas (kemungkinan karena
depolarisasi spontan), blok jantung parsial
atau total yang disebabkan efek
perlambatan nodus AV.
Obat-obat yang digunakan untuk
pengobatan gagal jantung, dibedakan atas 3
golongan, yaitu :
1. Obat-obat inotropik :
a) Glikosida jantung : digitalis, digoksin,
digitoksin, quabain, strophantin K
b) Agonis β adrenergik : dobutamin
c) Inhibitor fosfodiesterase : milrinon,
amrinon
2. Diuretika : furosemid, hidroklorotiazid,
metolazon, bumetanid

3.Vasodilator : kaptropil, hidralazin,


isosorbid, natrium nitroprusid, lisinopril
Glikosida Jantung
 Glikosida jantung memiliki gugus gula khas
pada strukturnya. Oleh penduduk Afrika
dan Amerika Selatan, glikosida jantung
banyak digunakan untuk racun panah. Efek
farmakologi terutama terhadap jantung.
 Glikosida jantung ditemukan pada
beberapa keluarga tumbuhan :
Apocynaceae, Liliaceae, Moraceae dan
Ranunculaceae.
 Sumber glikosida jantung yang utama
dalam perdagangan adalah dari genus
Digitalis dan Strophantus. Genus ini juga
merupakan sumber saponin. Contohnya
senyawa digitonin (aglikon: digitoksigenin)
dari Digitalis purpurea.
Glikosida jantung alamiah dapat diperoleh dari
berbagai tanaman, antara lain:
a) Folia digitalis purpurea : digitoksin,
gitoksin, gitalin
b) Folia digitalis lanata : Lanatosid A
(hidrolisa menghasilkan digitoksin),
lanatosid B (hidrolisa menghasilkan
gitoksin), lanatosid C (hidrolisa
menghasilkan digoksin).
c) Stofantus gratus : quabain
d) Strofantus kombe : strofantin
e) Urginea maritma (ganggang laut) : skilaren
(zat aktif yang memacu kerja jantung)
Digoksin
 Digoksin meningkatkan influks kalsium ke
dalam sel-sel miokardial.
 Digoksin adalah glikosida jantung yang
paling sering digunakan, terutama untuk
alasan farmakokinetik.
 Bila membandingkan obat-obat ini sangat
berguna untuk mengaitkan digitoksin
dengan “lebih banyak dan lebih lama”
Mekanisme kerja digoksin:
menghambat Na+ / K + – ATPase (pompa
natrium) dan tinggi aliran Ca++ ke dalam.
Kontraksi ditingkatkan dengan naiknya Ca++
intrasel. Naiknya curah jantung dan
berkurangnya ukuran jantung, aliran balik vena
dan volume darah, menyebabkan diuresis
dengan meningkatnya perfusi ginjal.
 Indikasinya: gagal jantung, fibrilasi atrium,
flutter atrium, takikardi poroksimal, juga
diindikasikan untuk hipoventilasi, syok
kardiogenik dan syok tirotoksik, sering
diberikan dahulu dosis muatan untuk
mencapai kadar terapeutik lebih cepat.
 Efek yang tak diinginkan digoksin
intoksikasi digitalis (tanda-tanda toksisitas
terjadi pada 10-25% pasien yang mendapat
digitalis.
Toksisitas sering kali fatal dan terjadi lebih
sering pada pasien yang mendapat
tiazid/diuretic boros-kalium lain),
bradikardi, blok nodus AV/SA, aritmia.
 Juga anoreksia, mual, muntah, diare, sakit
kepala, kelelahan, malaise, gangguan visual
dan ginekomastia. Peningkatan resistensi
perifer dapat meningkatkan beban kerja
jantung, memperburuk kerusakan iskemik.
Digitoksin
 mempunyai waktu paruh lebih panjang,
lebih banyak diadsorbsi dari saluran cerna,
lebih banyak terikat protein dan
dimetabolisme lebih luas sebelum
ekskresi. Sedangkan digoksin tidak
dimetabolisme sama sekali.
 Mekanisme kerja dan efek yang tak
diinginkan sama dengan digoksin,
sedangkan indikasinya jarang digunakan
karena waktu paruh panjang (bila timbul
toksisitas, sulit mengeluarkan obat aktif
dari tubuh). Berguna pada pasien dengan
gagal ginjal karena tidak dapat
mengekskresi digoksin.
Dobutamin
 meningkatkan produksi cAMP dengan
mengikat reseptor adrenergik β1.
Mekanisme kerjanya agonis adrenergik
yang memilih reseptor β1. Dengan dosis
sedang, meningkatkan kontraktilitas tanpa
meningkatkan frekuensi jantung atau
tekanan darah.
 Indikasinya untuk meningkatkan curah
jantung pada gagal jantung kronik. Dapat
digunakan dengan obat penurun beban
akhir. Juga digunakan untuk mengobati
syok. Efek tak diinginkan, takikardi,
hipotensi, mual, sakit kepala, palpitasi,
gejala angina, dispnea aritmia ventrikel.
Amrinon
 menghambat degradasi cAMP (cAMP
adalah pembawa pesan biokimia yang
merangsang jantung. Mekanisme kerjanya
menghambat fotodiesterase/enzim yang
memecahkan cAMP). cAMP meningkatkan
ambilan kalsium, meningkatkan
kontraktilitas isi sekuncup, fraksi ejeksi
dan kecepatan sinus.
 Menurunkan resistensi perifer. Indikasinya
ditambahkan pada terapi digoksin bila
gagal jantung menetap meskipun telah
diberi digoksin. Efek tak diinginkan,
intoleransi saluran cerna, hepatotoksisitas,
demam, trombositopenia reversibel (20%).
Tidak aritmogenik.
Milrinon
 mekanisme kerjanya 20 kali lebih paten
disbanding amrinon. Kerjanya sama.
Indikasinya mirip amrinon, sedangkan efek
tak diinginkannya efek samping sangat
sedikit. Pernah dilaporkan sakit kepala dan
pemburukan angina.
Semua glikosida jantung mempunyai efek :

1.Meningkatkan kekuatan kontraksi otot


jantung (kerja inotropik positif)
2.Memperlambat frekuensi denyut jantung
(kerja kronotropik negatif)
3.Menekan hantaran rangsang (kerja
dramatropik negatif)
4.Menurunkan nilai ambang rangsang.
Mekanisme kerja glikosida jantung;
 Glikosida jantung bekerja menghambat
enzim Natrium-kalium ATPase pada
reseptor di membran sel, khusunya di
miokardium, pertukaran ion-ion Na+ –
K+ diubah menjadi pertukaran ion-ion
Na+ – Ca++, meningkatkan influks Ca
menjadi protein kontraktil Ca-dependen
pada sel otot jantung.
Farmakokinetik :
 Bioavailabilitas preparat oral sangat
bervariasi, sehingga perlu memonitor
kadarnya dalam serum. Adsorbsinya
dihambat oleh adanya makanan dalam
saluran cerna. Derajat adsorbsi lanatosid
C adalah 50%, tepung dan tincture digitalis
20%, digoksin 50%, digitoksin 100%.
 Jadi, pada digitoksin seluruhnya diadsorbsi
masuk ke dalam darah, sama seperti pada
pemberian IV. Ekskresi berbeda-beda
menurut jenis masing-masing. Indikasi
klinik glikosida digitalis untuk lemah
jantung kongestif dan untuk depresi nodus
AV.
Vasodilator
 Vasodilator didefinisikan sebagai zat-zat
yang berkhasiat melebarkan pembuluh
secara langsung. Zat-zat dengan khasiat
vasodilatasi tak langsung tidak termasuk
definisi ini, misalnya obat-obat hipertensi
yang menimbulkan vasodilatasi melalui
blockade saraf-saraf perifer, aktivasi saraf-
saraf otak atau mekanisme lainnya, seperti
alfa dan beta blockers, penghambat ACE
dan antagonis kalsium.
 Vasodilator berperan penting dalam
mengatasi gagal jantung berat, lebih-lebih
karena hipertensi, penyakit jantung
iskemik dan aorta insufisiensi.Vasodilator
akan memperbaiki keseimbangan
kardiovaskuler. Contohnya natrium
nitroprusid, nitrogliserin, hidralazin,
kaptropil.
Berdasarkan penggunaannya dapat
dibedakan tiga kelompok vasodilator, yaitu :

a) obat-obat hipertensi: (di)hidralazin


dan minoksidil.
b) vasodilator koroner (obat angina
pectoris): nitrat dan nitrit.
c) vasodilator perifer (obat gangguan
sirkulasi): buflomedil, pentoxifilin, ekstrak
Ginko biloba, siklandelat, isoksuprin dan
turunan nikotinat.
Vasodilator dapat digolongkan secara
kimiawi dan menurut titik kerjanya, yaitu:
1. alfa-blockers: prazosin, buflomedil dan
kodergokrin.
Zat-zat ini merintangi reseptor alfa-adrenergik
dengan efek memperlemah daya vasokonstriksi
noradrenalin terhadap arteriole.
2. beta-adrenergika: isoxuprin.
Zat ini menstimulasi reseptor beta-adrenergik di
arteriole dengan efek vasodilatasi di bronchia dan
otot, tetapi terutama di bagian yang tidak sakit.
3. antagonis Ca: nifedipin dan nimodipin,
bensiklan, flunarizin dan sinarizin.
Obat-obat ini memblok saluran Ca (calcium
channels) di sel otot jantung dan otot-otot
pembuluh, sehingga menghindarkan kontraksi
dengan efek vasodilatasi di arteriole. Dinding
vena tidak dipengaruhi karena jauh kurang
sensitif.
4. derivat nikotinat: nikotinilalkohol,
xantinol-, inositol-, metal-, dan
tokoferol-nikotinat.
Asam nikotinat dan derivat-derivatnya
terutama mendilatasi pembuluh kulit di
muka, leher dan otot lengan, sedangkan
penyaluran darah ke bagian bawah tubuh
justru berkurang. Maka itu, zat ini kurang
berguna terhadap gangguan sirkulasi di betis
atau kaki (claudicatio), lebih efektif pada
vasospasme di kulit
5. ACE inhibitor

 Pemberian terapi ACE inhibitor pada pasien


gagal jantung telah terbukti mampu
meningkatkan hidup, memperlambat
perkembangan penyakit, dan menurunkan
angka rawat inap di rumah sakit. Dosis harus
ditentukan secara individual untuk
memperbaiki kualitas hidup pasien tersebut.
 Jika pasien tersebut dikontraindikasikan
untum menggunakan ACE inhibitor, maka
obat golongan pemblok reseptor
angiotensin II ARB) atau kombinasi
hidralazin dinitrat dan mononitrat dapat
dijadikan alternatif. Pasien dengan disfungsi
ventrikel kiri dan atau infark miokard juga
harus menerima ACE inhibitor untuk
mencegah timbulnya gejala gagal jantung
dan mortalita
Efek Samping Vasodilator
 turunnya tekanan darah (hipotensi) dengan
pusing dan nyeri kepala berdenyut-denyut. efek
hipotensif dari obat-obat hipertensi dapat
diperkuat.
 tachycardia reflektoris (frekuensi jantung naik
akibat aksi balasan) dengan gejala debar jantung
(palpitasi), peraaan panas di muka (flushing) dan
gatal-gatal.
 gangguan lambung-usus, seperti mual dan
muntah-muntah. Guna mengurangi efek yang tak
diinginkan ini, vasodilator sebaiknya diminum pada
waktu atau sesudah makan.
Diuretik
Diuretika adalah zat-zat yang dapat
memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis)
melalui kerja langsung terhadap ginjal.
Obat-obat lainnya yang menstimulasi diuresis
dengan mempengaruhi ginjal secara tak
langsung tidak termasuk dalam definisi ini,
misalnya zat-zat yang memperkuat kontraksi
jantung (digoksin,teofilin), memperbesar
volume darah (dekstran) atau merintangi
sekresi hormone antidiuretik ADH (air,
alkohol).
 Ginjal memegang peranan penting dalam
patogenesis gagal jantung, sebab pengurangan
volume cairan ekstrasel dengan diuretika akan
menurunkan preload, mengurangi bendungan
paru dan edema di perifer, karena itu dewasa ini
diuretika sering dipakai sebagai obat pertama
pada gagal jantung bendungan ringan dengan
denyut jantung yang normal. Golongan tiazid
adalah obat terpilih untuk gagal jantung.
Mekanisme Kerja Diuretik
 Kebanyakan diuretika bekerja dengan
mengurangi reabsorpsi natrium, sehingga
pengeluarannya lewat kemih demikian juga
dari air diperbanyak.
Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi
juga di tempat lain, yakni di :
1.tubuli proksimal.
Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang
di sini direabsorpsi secara aktif untuk lebih kurang
70%, antara lain ion Na+ dan air, begitu pula glukosa
dan ureum. Karena reabsorpsi berlangsung secara
proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan
tetap isotonis terhadap plasma. Diuretika osmotis
(manitol, sorbiotol) bekerja dengan merintangi
reabsorpsi air dan juga natrium.
2. .lengkungan Henle.
Di bagian menaik Henle’s loop ini ca 25%dari
semua ion Cl– yang telah difiltrasi direabsorpsi
secara aktif, disusul dengan reabsorpsi pasif dari
Na+ dan K+, tetapi tanpa air hingga filtrat menjadi
hipotonis. Diuretika lengkungan seperti
furosemida, bumetanida dan etakrinat bekerja
terutama dengan merintangi transport Cl– dan
demikian reabsorpsi Na+. Pengeluaran K+ dan air
juga diperbanyak.
3.tubuli distal.
Na+ direabsorpsi secara aktif pula tanpa air hingga
filtrat menjadi lebih cair dan lebih hipotonis.
Senyawa thiazida dan klortalidon bekerja di
tempat ini dengan memperbanyak ekskresi Na+
dan Cl– sebesar 5-10%. Kemudian ion Na+
ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+. Proses ini
dikendalikan oleh hormone anak ginjal aldosteron.
Antagonis aldosteron (spironolakton) dan zat-zat
penghemat kalium (amilorida, triamteren) bertitik
kerja di sini dengan mengakibatkan ekskresi Na+
(kurang dari 5%) dan retensi K+.
4.saluran pengumpul. Hormon
antidiuretika ADH (vasopresin) dari hipofise
bertitik kerja di sini dengan jalan
mempengaruhi permeabilitas bagi air dari
sel-sel saluran ini.
Penggolongan diuretik
 Diuretika lengkungan : furosemida,
bumetanida dan etakrinat.
Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat
tetapi agak singkat (4-6 jam). Banyak
digunakan pada keadaan akut, misalnya pada
udema otak dan paru-paru. memperlihatkan
kurva dosis-efek curam, artinya bila dosis
dinaikkan efeknya (diuresis) senantiasa
berubah.
 Derivat thiazida : hidroklorothiazida,
klortalidon, mefrusida, indapamida, xipamida
(Diurexan) dan klopamida.

 Efeknya lebih lemah dan lambat, juga lebih lama


(6-48 jam) dan terutama digunakan pada terapi
pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung
(decompensatio cordis). Obat-obat ini memiliki
kurva dosis-efek datar, artinya bila dosis optimal
dinaikkan lagi, efeknya (diuresis, penurunan
tekanan darah) tidak bertambah.
 Diuretika penghemat kalium : antagonis
aldosteron (spironolakton, kanrenoat),
amilorida dan triamteren.

 Efek obat-obat ini hanya lemah dan khusus


digunakan terkombinasi dengan diuretika
lainnya guna menghemat ekskresi kalium.
Aldosteron menstimulasi reabsorpsi Na dan
ekskresi K, proses ini dihambat secara
kompetitif oleh antagonis aldosteron.
 Amilorida dan triamteren dalam keadaan
normal hanya lemah efek sekresinya
mengenai Na dan K, tetapi pada
penggunaan diuretika lengkungan dan
thiazida yang mengekskresi kalium dengan
kuat, zat-zat penghemat kalium ini
menghambat ekskresi K dengan kuat pula.
Mungkin juga ekskresi dari magnesium.
 Diuretika osmotis : manitol dan sorbitol.

 Obat-obat ini hanya direabsorpsi sedikit oleh


tubuli, hingga reabsorpsi air juga terbatas.
Efeknya adalah diuresis osmotis dengan
ekskresi air tinggi dan relative sedikit
ekskresi Na. Terutama manitol, hanya jarang
digunakan sebagai infuse intravena untuk
menurunkan cairan dan tekanan intraokuler,
juga untuk menurunkan volume CCS (cairan
cerebrospinal) dan tekanan intracranial
(dalam tengkorak).
 Perintang-karbonanhidrase :
asetazolamida.
 Zat ini merintangi enzim karboanhidrase
di tubuli proksimal, sehingga di samping
karbonat juga Na dan K diekskresikan
lebih banyak, bersamaan dengan air. hasiat
diuretiknya hanya lemah, setelah beberapa
hari terjadi tachyfylaxie maka perlu
digunakan secara selang-seling
(intermittens).
Efek samping diuretik
 a)hipokaliemia, yakni kekurangan kalium dalam darah.
Semua diuretika dengan titik kerja di bagian muka
tubuli distal memperbesar ekskresi ion K+ dan H+
karena ditukarkan dengan ion Na+. Akibatnya adalah
kadar kalium plasma dapat turun di bawah 3,5
mmol/liter. Keadaan ini terutama dapat terjadi pada
penanganan gagal jantung dengan dosis tinggi
furosemida atau bumetanida, mungkin bersama thiazida.
Gejala kekurangan kalium ini berupa kelemahan otot,
kejang-kejang, obstipasi, anoreksia, kadang-kadang juga
aritmia jantung, tetapi gejala ini tidak selalu menjadi
nyata.
 Thiazida yang digunakan pada hipertensi dengan
dosis rendah (HCT dan klortalidon 12,5 mg
sehari) hanya sedikit menurunkan kadar kalium.
Oleh karena itu, tak perlu disuplei kalium (slow-K
600 mg) yang dahulu agak sering dilakukan.
Kombinasinya dengan suatu zat penghemat kalium
sudah mencukupi.
 b)hiperurisemia akibat retensi asam urat (uric
acid) dapat terjadi pada semua diuretiak, kecuali
amilorida. Menurut dugaan, hal ini disebabkan oleh
adanya persaingan antara diuretikum dengan asam
urat mengenai transpornya di tubuli, terutama
klortalidon memberikan risiko lebih tinggi untuk
retensi asam urat dan serangan encok pada pasien
yang peka.
c)hiperglikemia, dapat terjadi pada pasien
diabetes, terutama pada dosis tinggi akibat
dikuranginya metabolisme glukosa
berhubung sekresi insulin ditekan.
Terutama thiazida terkenal menyebabkan
efek ini (efek antidiabetika oral diperlemah
olehnya).
 d)hiperlipidemia ringan dapat terjadi dengan
peningkatan kadar kolesterol total (juga LDL
dan VLDL) dan trigliserida. Kadar kolesterol-
HDL yang dianggap sebagai factor pelindung
untuk PJK justru diturunkan, terutama oleh
klortalidon.
 e)hiponatriemia. Akibat diuresis yang terlalu
pesat dan kuat oleh diuretika lengkungan, kadar
Na plasma dapat menurun keras dengan akibat
hiponatriemia. Gejalanya berupa gelisah, kejang
otot, haus, letargi (selalu mengantuk), juga kolaps.
Terutama lansia peka untuk dehidrasi, maka
sebaiknya diberikan dosis pemakaian rendah yang
berangsur-angsur dinaikkan, atau obat diberikan
secara berkala, misalnya 3-4 kali seminggu.
Terutama pada furosemida dan etakrinat dapat
terjadi alkalosis (berlebihan alkali dalam darah).
f)lain-lain: ganguan lambung-usus (mual,
muntah, diare), rasa letih, nyeri kepala,
pusing dan jarang reaksi alergis kulit.
Ototoksisitas dapat terjadi pada
penggunaan furosemida/bumetanida dalam
dosis tinggi.

Anda mungkin juga menyukai