Anda di halaman 1dari 11

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

5.1. Hasil Penelitian


5.1.1. Formula
R/ Mg(OH)2 3,6
Al(OH)3 3,6
Simetikon 240 mg
Na CMC 0,6
Methyl paraben 120 mg
Propyl paraben 36 mg
Sorbitol 70 % 3
Propilen glikol 612 mg
Menthol 1,8 mg
Chlorophyllin q.s
Aquades ad 60 mL

5.1.2. Dosis
 Dosis sediaan larutan oral :
- Mg(OH)2 200 mg dalam 5 mL
- Al(OH)3 200 mg dalam 5 mL
- Simetikon 20 mg dalam 5 mL
 Rancangan sediaan:
Bobot : 60 mL
 Dosis 1 kali pemakaian : Mg(OH)2 200 mg, Al(OH)3 200 mg, dan
Simetikon 20 mg
 Bobot = 60 mL/ 5 mL = 12 sendok
- Mg(OH)2 : 200 mg x 12 sendok = 2400 mg
2400 mg/12 sendok =200 mg/ sendok 5 mL
- Al(OH)3 : 200 mg x 12 sendok = 2400 mg
2400 mg/12 sendok =200 mg/ sendok 5 mL
- Simetikon : 20 mg x 12 sendok = 240 mg
240 mg/12 sendok = 20 mg/ sendok 5 mL

5.1.3. Spesifikasi Produk


 Bentuk sediaan : suspensi oral
 Pemerian : cairan kental berwarna hijau muda, memiliki bau dan rasa
mint.
 Bobot : 60 mL

16
 Ph stabilitas sediaan magnesium hidroksida, alumunium hidroksida, dan
simetikon: 8-9
 Persyaratan kadar:
- Mg(OH)2 : tidak boleh kurang dari 95 % dan tidak boleh lebih dari
100,5 %
- Al(OH)3 : tidak boleh kurang dari 90 % dan tidak boleh lebih dari
110 %
- Simetikon : tidak boleh kurang dari 85 % dan tidak boleh lebih dari
115 %
 Penyimpanan : dalam wadah kedap udara dan terlindung dari cahaya.

5.1.4. Evaluasi Sediaan


Beberapa evaluasi yang dilakukan terhadap sediaan suspensi oral
antasida dengan zat aktif magnesium hidroksida, alumunium hidroksida, dan
simetikon meliputi:
1. Uji Organoleptis
 Warna : Hijau
 Bau : Mint
 Rasa : Pahit
 Bentuk : Suspensi
 Tekstur : Kental
2. Uji Volume Tuang
 Replikasi 1 : 2 mL
 Replikasi 2 : 1 mL
 Replikasi 3 : 1 mL
 Rata-rata : 1,33 mL
 Volume tuang: 1,33 mL
3. Uji pH
Uji pH dilakukan dengan menggunakan pH meter dan menghasilkan nilai pH
sebesar 7,29.
4. Uji Viskositas
Uji viskositas dilakukan menggunakan viskometer Rion dengan nomor spindle
3 dan menghasilkan nilai viskositas sebesar 0,9 dPa.s.
5. Perhitungan Bobot Jenis
Bobot piknometer kosong (W0) : 8,47 gram
Bobot piknometer + air (W1) : 13,398 gram
Bobot piknometer + suspensi (W2) : 13,503 gram
Bobot jenis ditentukan dengan rumus (w2 – w0) / (w1 – w0)
= (13,503 gram – 8,47 gram) / (13,398 gram – 8,47 gram)

17
= 5,033 gram / 4,928 gram
= 1,105 gram / mL

5.2. Analisis Hasil Penelitian

Praktikum teknologi formulasi sediaan cair kali ini dilakukan pembuatan


sediaan suspensi dan kemudian dilakukan evaluasi sediaan suspensi yang telah
dibuat. Tujuan akhir pada praktikum kali ini adalah agar mahasiswa dapat
membuat sediaan cair dengan kualitas yang cukup baik dan memenuhi
persyaratan serta memahami prosedur evaluasi untuk mengetahui kelayakan
pembuatan sediaan suspensi. Adapun zat aktif yang digunakan adalah magnesium
hidroksida, alumunium hidroksida, dan simetikon dimana indikasinya adalah
sebagai antasida dan antiflatulent .

Magnesium hidroksida merupakan obat golongan antasida yang memiliki


mekanisme kerja menetralkan asam lambung dengan bereaksi dengan HCl
membentuk MgCl2. Magnesium hidroksida yang diberikan secara oral bereaksi
secara cepat dengan HCl di lambung membentuk garamnya yaitu magnesium
klorida dan air. Sekitar 30 % ion magnesium diabsorbsi dari usus kecil,
sebagaimana dideskripsikan untuk garam-garam magnesium.

Alumunium hidroksida merupakan obat golongan antasida yang memiliki


mekanisme kerja menetralkan asam lambung dengan cara bereaksi dengan HCl
membentuk AlCl3 (alumunium klorida) dan air. Alumunium hidroksida mengikat
fosfat di saluran gastrointestinal membentuk kompleks tak larut dan menurunkan
penyerapan fosfat. Alumunium hidroksida yang diberikan secara oral bereaksi
secara lambat dengan HCl dan sebagian diabsorbsi. Kehadiran makanan atau
faktor lain yang dapat memperlambat pengosongan lambung dapat meningkatkan
bioavailabilitas alumunium hidroksida dan pembentukan alumunium klorida.

Alasan digabungkannya dua jenis zat aktif (magnesium hidroksida dan


alumunium hidroksida) ini adalah untuk meningkatkan efektivitas dari kedua zat
dalam memberikan efek antasida. Dikombinasikan dua zat aktif ini juga karena

18
efek samping dari Mg(OH)2 yaitu pencahar, maka dengan mengatasinya
digunakan Al(OH)3, dimana Al(OH)3 bereaksi dengan fosfat membentuk
aluminium fosfat yang sukar di absorbsi di usus kecil sehingga dapat membuat
konsistensi fases padat. Selain itu, ditambahkan pula zat antiflatulen, yaitu
simetikon. Simetikon adalah obat golongan antiflatulen yang bereaksi secara in
vitro dengan menurunkan tegangan permukaan gelembung gas. Secara fisiologi
bersifat inert, tidak diabsorbsi di saluran gastrointestinal atau ikut disekresi
bersama makanan. Penambahan simetikon dmaksudkan untuk menghilangkan
gelembung gas yang timbul akibat meningkatnya asam lambung. Karena antasid
bersifat menetralkan asam lambung, hasil dari reaksi dengan asam lambung
menghasilkan gas CO2 yang bila tidak dikeluarkan akan memberikan perasaan
kembung pada perut. Oleh karena itu antasid ini dikombiansi dengan simetikon
sebagai antiflatulen.

Bentuk sediaan yang dipilih berdasarkan pada sifat fisika kimia dari zat
aktif (magnesium hidroksida, alumunium hidroksida, dan simetikon) yaitu
suspensi oral dengan alasan bahwa bahan-bahan tersebut merupakan zat aktif
yang tidak larut dalam air, sehingga baik dibuat dalam bentuk sediaan suspensi
oral, dimana bahan pensuspensinya (suspensing agent) yang digunakan adalah Na
CMC. Alasan lain dibuat dalam bentuk suspensi oral yaitu diharapkan zat aktif
dapat bereaksi secara cepat dalam lambung sehingga efek yang ditimbulkanpun
cepat.

Zat tambahan/eksipien yang digunakan dalam sediaan suspensi oral ini


yaitu Na CMC sebagai bahan pensuspensi (suspensding agent), sorbitol 70 %
sebagai pemanis (sweetening agent), methyl paraben (nipagin) dan propyl paraben
(nipasol) sebagai pengawet (preservative), propilen glikol sebagai pembasah
(wetting agent), chlorophyllin / Natural Green sebagai pewarna (coloring agent),
serta menthol sebagai perasa dan pengaroma (flavoring agent) dan air sebagai
pembawa.

19
Alasan pemilihan bahan-bahan tambahan tersebut diantaranya sebagai
berikut. Air digunakan sebagai pembawa karena memiliki sifat inert, non toksik,
serta stabil secara fisika dan kimia. Sorbitol 70 % digunakan untuk menutupi rasa
pahit dari bahan aktif magnesium hidroksida, alumunium hidroksida, dan
simetikon. Penggunaan sorbitol 70 % dalam sediaan antasida sudah cukup umum
dipakai dalam sediaan suspensi yang beredar dipasaran. Keunggulannya yaitu
sifatnya yang tidak toksik namun cukup untuk menutupi rasa pahit dari bahan
aktif. Methyl paraben dan propyl paraben atau yang dikenal dengan nipagin dan
nipasol digunakan sebagai pengawet karena memiliki pH efektif 5-8, sehingga
sesuai dengan pH stabilitas magnesium hidroksida, alumunium hidroksida, dan
simetikon dalam sediaan suspensi yaitu antara 8-9. Selain itu, methyl paraben dan
propyl paraben merupakan pengawet yang luas digunakan, inert, dan kompatibel
dengan seluruh bahan lain.

Alasan penggunaan dua jenis preservatif yaitu methyl paraben dan propyl
paraben yaitu kedua jenis zat ini dapat bekerja lebih efektif dalam menghambat
pertumbuhan mikroorganisme penyebab ketidakstabilan sediaan jika
digabungkan. Selain itu, penambahan propyl paraben dapat meningkatkan
kelarutan dari methyl paraben dalam pelarutnya sehingga homogenitas pengawet
dalam sediaan dapat lebih baik.

Chlorophylline atau Natural Green CI no.75815 digunakan sebagai


pewarna yang memberikan warna hijau. Zat ini umum digunakan dalam sediaan
farmasi dan makanan, serta bersifat inert dan tidak toksik dengan ADI
(Acceptable Daily Intake) sebanyak 0-150 mg/kg.

Dosis yang dipilih yaitu sebesar 200 mg magnesium hidroksida, 200 mg


alumunium hidroksida, dan 20 mg simetikon dalam 5 mL (satu sendok teh).
Pemilihan dosis ini berdasarkan pertimbangan dalam ISO (Informasi Spesialis
Obat) dimana sediaan suspensi oral antasida dengan zat aktif magnesium
hidroksida, alumunium hidroksida, dan simetikon yang umum beredar dipasaran

20
memiliki dosis demikian. Selain itu dosis ini masuk dalam range dosis untuk
magnesium hidroksida, alumunium hidroksida, dan simetikon.

Pembuatan suspensi dilakukan dalam skala laboratorium. Sediaan yang


dibuat yaitu sebanyak 3 botol ukuran 60 mL.

Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan sediaan suspensi ini


adalah menimbang zat aktif dan eksipien dengan jumlah yang ditentukan.
Selanjutnya dilakukan pembuatan mucilago dari suspending agent dengan cara
menaburkan Na CMC di atas permukaan air panas dalam wadah alumunium
dengan perbandingan 1 : 3 untuk air dan Na CMC. Campuran ini didiamkan
hingga terbentuk mucilago yang berwarna bening, kemudian digerus cepat, dan
disisihkan.

Selanjutnya dilakukan pembasahan zat aktif (magnesium hidroksida,


alumunium hidroksida) dalam wadah lain menggunakan propilen glikol sedikit
demi sedikit. Zat yang telah terbasahi kemudian ditambahkan mucilago Na CMC
dan diaduk cepat, kemudian ditambahkan simetikon dan diaduk hingga homogen.
Methyl paraben dan propyl paraben dilarutkan dalam gelas kimia terpisah dengan
propilen glikol secukupnya hingga benar-benar larut, kemudian dimasukkan ke
dalam campuran suspensi, dan diaduk hingga homogen. Semua zat harus
tercampur merata / homogen karena kehomogenan tersebut akan berpengaruh
terhadap kadar zat yang terkandungnya. Apabila tidak tercampur merata maka
kadar suatu zat tidak merata pula yang berarti dosis tidak akan merata sehingga
dapat sangat menurunkan kualitas dari sediaan suspensi yang akan dibuat
nantinya.

Setelah seluruh bahan tercampur, ditambahkan perasa, pengaroma, dan


pewarna. Perasa yang digunakan yaitu menthol terlebih dahulu dihaluskan,
kemudian dilarutkan dalam air panas secukupnya, dan dimasukkan ke dalam
campuran suspensi. Chlorophylline ditambahkan di akhir secukupnya hingga

21
memberikan warna hijau muda. Setelah itu ditambahkan air hingga volume 180
mL dan diaduk hingga merata.

Tahap selanjutnya yaitu dilakukan evaluasi terhadap sediaan suspensi


berupa uji organoleptis, uji volume tuang, uji pH, uji viskositas, dan pengukuran
bobot jenis.

Pengamatan organoleptis menunjukkan hasil berupa warna hijau muda,


bau mint, rasa pahit dan bentuk cairan kental. Rasa pahit ini diakibatkan
kurangnya konsentrasi sorbitol 70 % yang ditambahkan. Selain itu, tekstur
suspensi yang seharusnya membentuk campuran serupa koloid (suspensi
terdeflokulasi) tidak terbentuk. Partikel terdispersi kurang merata akibat
kurangnya pembasahan zat aktif, seharusnya zat aktif dibasahi terlebih dahulu
dengan propilen glikol hingga membentuk konsistensi dan tekstur seperti susu
(koloid) yang merata, kemudian ditambahkan bahan pensuspensi.

Uji selanjutnya adalah uji volume tuang. Uji ini dirancang sebagai jaminan
bahwa larutan oral yang dikemas dalam wadah, dengan volume yang tertera pada
etiket tidak lebih dari 60 ml, yang tersedia dalam bentuk sediaan cair atau sediaan
cair yang dikonstitusi dari bentuk padat dengan penambahan bahan pembawa
tertentu dengan volume yang ditentukan, jika dipindahkan dari wadah asli, akan
memberikan volume sediaan seperti yang tertera pada etiket. Uji ini dilakukan
dengan menuangkan isi larutan perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas
ukur kering terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali
volume yang diukur dan telah dikaliberasi, secara hati-hati untuk menghindarkan
pembentukkan gelembung udara pada waktu penuangan dan diamkan selama
tidak lebih dari 30 menit. Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari
tiap campuran. Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak
kurang dari 100 %, dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari
volume yang dinyatakan pada etiket. Berdasarakan hasil uji dapan dilihat volume
tuang sediaan sirup magnesium hidroksida, alumunium hidroksida, dan simetikon
telah memenuhi syarat yaitu tidak ada yang kurang dari 95 %.

22
Berikutnya dilakukan uji pH sediaan dengan alat pH meter. pH stabilitas
sediaan suspensi oral dengan zat aktif magnesium hidroksida, alumunium
hidroksida, dan simetikon seharusnya berkisar antara pH 8 – 9. Namun, hasil uji
menunjukkan nilai pH yang jauh dibawah pH stabilitas sediaan yaitu 7,29. Hal ini
dapat terjadi akibat kurang meratanya partikel zat aktif yang terdispersi, serta
berkurangnya zat aktif ketika dilakukan penggerusan atau pemindahan dari satu
wadah ke wadah lain sehingga kadarnya berkurang dan pH sediaan turun. pH
yang tidak sesuai ini mengindikasikan bahwa sediaan suspensi oral yang dibuat
kurang stabil.

Uji berikutnya adalah uji viskositas. Pertimbangan dari segi rheologi penting
dalam pembuatan suspense, antara lain adalah viskositas sebagai pengaruhnya
terhadap pengendapan dari partikel terdispersi serta perubahan sifat-sifat alir dari
suspensi bila wadahnya dikocok dan bila hasilnya dituang dari botol. Pengukuran
dilakukan dengan viskometer Rion yang menggunakan spindle no. 3 dengan
kecepatan 2, 4, 10, 20 rpm. Hasil yang didapatkan untuk viskositas sediaan
suspensi antasida yaitu 0,9 dPa.s.

Pengujian terakhir yaitu perhitungan bobot jenis sediaan. Pengukuran


bobot jenis dilakukan menggunakan piknometer dengan mengukur berat
piknometer kosong (W0,), berat piknometer berisi air (W1), dan berat piknometer
berisi sediaan suspensi (W2). Selanjutnya berat jenis dihitung dan diperoleh nilai
untuk berat jenis sediaan suspensi sebesar 1,105 gram/mL.

Setelah evaluasi sediaan dilakukan, selanjutnya dilakukan proses pengisian


ke dalam botol (filling) dan pemberian segel / tutup (capping). Tahap terakhir
adalah pemberian label/etiket dan pengemasan. Sediaan dikemas dalam botol
coklat ukuran 60 mL.

Syarat-syarat sediaan suspensi oral yang baik adalah sebagai berikut :


sediaan harus kuat, tahan terhadap goncangan pada saat pengemasan dan
distribusi, memiliki keseragaman kandungan zat aktif, memiliki karakteristik

23
warna, bau, dan rasa sebagai identitas produk, memiliki kestabilan yang baik dan
dapat terefikasi, zat/fase terdispersi harus benar-benar terdispersi secara merata /
sempurna dalam fase pendispersinya, zat harus stabil, baik pada suhu kamar dan
pada penyimpanan, tidak membentuk ‘cake’ yang keras pada penyimpanan dalam
waktu tertentu.

Beberapa karakteristik suspensi yang baik diantaranya yaitu suspensi harus


tetap homogen sampai batas waktu tertentu minimal antara waktu pengocokan
dalam wadah sampai dituang untuk sejumlah dosis yang diperlukan, endapan
yang terbentuk pada saat penyimpanan harus mudah diredispersi dengan
pengocokan yang tidak terlalu kuat, viskositas tidak boleh terlalu tinggi, serta
partikel yang tersuspensi harus kecil dan uniform untuk mendapatkan sediaan
yang aseptabel dan bebas dari gritty texture (tekstur berpasir).

24
BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan


bahwa:

1. Formulasi sediaan suspensi antasida dengan zat aktif Mg(OH) 2, Al(OH)2, dan
simetikon menggunakan beberapa eksipien yaitu Na CMC sebagai bahan
pensuspensi, sorbitol 70 % sebagai pemanis, methyl paraben dan propyl
paraben sebagai pengawet, chlorophylline sebagai pewarna, menthol sebagai
perasa, dan propilen glikol sebagai pembasah.

2. Seluruh eksipien kompatibel dengan zat aktif (Mg(OH)2, Al(OH)2, dan


simetikon).

3. Sediaan suspensi antasida telah melalui uji organoleptis, uji volume tuang, uji
pH, uji viskositas, dan perhitungan bobot jenis dengan hasil yang masih
belum sesuai dengan parameter yang ditetapkan.

6.2. Saran

Pembuatan sediaan cair perlu dilakukan dengan sangat teliti agar sediaan
yang dihasilkan sesuai dengan syarat sediaan yang baik, dengan memperhatikan
faktor-faktor praformulasi seperti faktor fisika kimia zat aktif dan eksipiennya,
serta harus betul-betul dilihat agar jangan sampai satu bahan incompatible dengan
bahan lainnya. Selain itu evaluasi sediaan perlu dilakukan agar dapat menjamin
mutu/kualitas sediaan/produk jadi. Personal/praktikan juga harus betul-betul

25
memperhatikan cara pembuatan sediaan obat larutan yang baik agar kesalahan-
kesalahan dalam proses pembuatan dapat dihindari/diminimalisir.

26

Anda mungkin juga menyukai