Anda di halaman 1dari 39

BLOK 13 KELAINAN THORAKS

MODUL 5 JANTUNG BERDEBAR

Disusun oleh : Kelompok 5

TUTOR : dr. Mona Zubaedah, M. Kes


LEARNING OBJECTIVES

MAHASISWA MAMPU MENJELASKAN :


 STENOSIS MITRAL (DEFINISI, ETIOLOGI, PATOFISIOLOGI,
MANIFESTASI KLINIS, DIAGNOSIS, TATALAKSANA)
 ARITMIA ATRIUM
 ATRIAL FIBRILASI

 ATRIAL FLUTTER

 ARITMIA VENTRIKEL
 VENTRIKEL TAKIKARDI

 VENTRIKEL FIBRILASI
STENOSIS MITRAL
DEFINISI

 Mitral stenosis adalah kondisi dimana terjadi


hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel
kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup
mitral.
ETIOLOGI

 Penyebab mitral stenosis yang paling sering adalah


Rheumatic Heart Disease (RHD). Namun ada juga
penyebab lain seperti:
 Kongenital (jarang)
 Jarang: Karsinoid, Lutembacher Syndrome (MS dan
ASD)
 Tumor (myxoma), endocarditis, dan kalsifikasi yang luas
 Kalsifikasi mitral annular (lansia)
 Selain itu, mitral stenosis paling sering ditemui pada
wanita (sekitar 2/3 pasien MS ialah wanita).
PATOGENESIS

 Proses perusakan katup mitral pada demam rematik sebetulnya


adalah suatu proses antigen-antibodi atas infeksi kuman
Streptococcus beta hemolitikus grup A. Antibodi yang terbentuk
ternyata tidak hanya menyerang kuman tersebut, tetapi juga
menyerang katup mitral dan merusak katup tersebut.

 Proses perusakan / perubahan yang terjadi tidak hanya melibatkan


daun katup mitral saja, tetapi juga anulus katup. Katup mitral yang
terkena rematik akan menebal, mengalami fibrosis dan terjadi
perlengketan pada tepi katup. Hasil akhir dari proses patologis ini
adalah penyempitan area katup mitral. Proses ini juga tidak jarang
melibatkan aparatus subvalvular seperti pemendekan chorda
tendineae yang akan lebih menghambat gerakan katup mitral.
Hambatan aliran darah pada katup mitral ini akan menyebabkan
peningkatan tekanan atrium kiri diikuti dilatasi atrium kiri maupun
vena pulmonalis yang kemudian akan kemudian akan
menyebabkan peningkatan tekanan vena pulmonalis.
MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis dari mitral stenosis biasanya adanya


keluhan yang dirasakan pasien seperti:
 lekas lelah
 sesak nafas bila aktifitas (dyspnea d’effort) yang makin
lama makin berat.
 Pada MS yang berat, keluhan sesak dapat timbul saat
tidur malam (nocturnal dyspnea), bahkan dalam
keadaan istirahat sambil berbaring (orthopnea). Kadang
juga didapatkan keluhan berdebar bila ada irama jantung
fibralasi atrium.
 Pada keadaan lebih lanjut dapat ditemukan batuk darah
(hemoptysis) akibat dari pecahnya pembuluh kapiler
pulmonalis karena tingginya tekanan arteri pulmonalis.
DIAGNOSIS
 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dengan cara
Pada MS yang berat dapat ditemukan auskultasi akan didapatkan:
warna kebiruan pada kedua pipi yang
dikenal dengan mitral stenosis (mitral  Bunyi jantung I (S1) yang mengeras
facies), kondisi ini terjadi karena curah  Bunyi jantung II (S2) normal atau
jantung yang rendah ( low cardiac mengeras bila sudah terjadi hipertensi
output) dalam waktu lama. pulmoner
 Bunyi jantung tambahan: opening snap
Pada pemeriksaan fisik dengan cara (OS) menandai katup daun katup
palpasi akan didapatkan: mitral yang masih lentur ketika
 Pulsasi nadi yang lemah dan kecil, membuka pada fase diastolik.
mungkin tidak teratur (fibrilasi atrial)
 Terdengar murmur mid diastolik di
 Tapping apeks-teraba S1
daerah apeks jantung, panjang murmur
 Bunyi jantung tambahan; opening snap
mungkin teraba di samping bunyi
ini mencerminkan beratnya MS.
jantung I dan II  Pada MS berat dengan aliran melalui
 Aktifitas ventrikel kanan teraba keras katup mitral yang kecil, S1, Opening
 Bunyi jantung II (S2) yang keras bisa snap dan bising mid diastol mungkin
teraba. tidak terdengar lagi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Elektrokardiografi
 Ekokardiografi
 Pada pemeriksaan EKG dapat
ditemukan gambaran fibrilasi Pemeriksaan ekokardiografi
atrium pada penderita MS berat merupakan pemeriksaan yang paling
 Foto rontgen toraks
penting untuk menegakkan diagnosis
MS. Terlihat penebalan dan
 Pada foto rontgen toraks penderita
pengapuran katup mitral serta
MS ditandai dengan aorta yang
aparatus subvalvar, gerakan katup
relatif kecil, pembesaran atrium
mitral yang terbatas sehingga bentuk
kiri, pembesaran ventrikel kanan,
katup menyerupai kubah (dooming)
pembesaran atrium kanan serta
pada fase akhir diastolik. Stenosis
gambaran kontur ganda (double
mitral ini juga kadang-kadang
contour) yang menandai
disertai kebocoran(regurgitasi)
pembesaran atrium kiri.
mitral.

 Kateterisasi jantung
PENATALAKSANAAN

 Terapi medikamentosa  Intervensi mekanik non-bedah


bertujuan untuk pada saat ini menjadi pilihan
mencegah/mengurangi utama bagi MS sedang sampai
kelebihan cairan dengan berat, apabila kondisi katup
pemberian diuretik dan mitral cukup ideal, yaitu skor
memperlambat frekuensi Wilkins ≤. Bahkan dikatakan
denyut jantung dengan skor Wilkins < 10 masih bisa
digitalis, beta blocker, atau dilakukan PBMV vila skor
anatagonis kalsium golongan pengapuran/ kalsifikasinya <3.
non-dihidipiridin Di samping skor Wilkins,
tindakan intervensi perkutan ini
 obat-obatan golongan tersebut
mensyaratkan tidak adanya
secara intravena.
trombus di atrium kiri..
ATRIAL FIBRILASI
DEFINISI

 Fibrilasi atrium adalah takiaritmia supraventrikular


yang khas, dengan aktivasi atrium yang tidak
terkoordinasi sehingga mengakibatkan perburukan
fungsi mekanis atrium. Pada elektrokardiogram
(EKG), ciri dari FA adalah tiadanya konsistensi
gelombang P, yang digantikan oleh gelombang getar
(fibrilasi) yang bervariasi amplitudo, bentuk dan
durasinya. Pada fungsi NAV yang normal, FA
biasanya disusul oleh respons ventrikel yang juga
ireguler, dan seringkali cepat.
KLASIFIKASI
Secara klinis FA dapat dibedakan  FA persisten lama (long standing
menurut waktu presentasi dan persistent) adalah FA yang bertahan
durasinya, yaitu: hingga ≥1 tahun, dan strategi kendali
irama masih akan diterapkan.
 FA yang pertama kali
 FA permanen merupakan FA yang
terdiagnosis. Jenis ini berlaku ditetapkan sebagai permanen oleh dokter
untuk pasien yang pertama kali (dan pasien) sehingga strategi kendali
datang dengan manifestasi klinis irama sudah tidak digunakan lagi.
FA, tanpa memandang durasi atau Apabila strategi kendali irama masih
berat ringannya gejala yang digunakan maka FA masuk ke kategori
muncul. FA persisten lama.
 FA paroksismal adalah FA yang
mengalami terminasi spontan Berdasarkan kecepatan laju respon
dalam 48 jam, namun dapat ventrikel (interval RR) maka FA dapat
berlanjut hingga 7 hari. dibedakan menjadi :
 1. FA dengan respon ventrikel
 FA persisten adalah FA dengan
cepat: Laju ventrikel >100x/ menit.
episode menetap hingga lebih dari
 2. FA dengan respon ventrikel
7 hari atau FA yang memerlukan
normal: Laju ventrikel 60-100x/ menit.
kardioversi dengan obat atau
 3. FA dengan respon ventrikel
listrik. lambat: Laju ventrikel <60x/ menit.
PATOFISIOLOGI
Mekanisme fokal Mekanisme reentri mikro

 Mekanisme fokal adalah  Dalam mekanisme reentri


mekanisme FA dengan pemicu mikro, FA dilanggengkan oleh
dari daerah-daerah tertentu, adanya konduksi beberapa
yakni 72% di VP dan sisanya wavelet independen secara
Mekanisme seluler dari kontinu yang menyebar melalui
aktivitas fokal mungkin otot-otot atrium dengan cara
melibatkan mekanisme yang kacau. FA dilanggengkan
triggered activity dan reentri. oleh banyaknya wavelet yang
Vena pulmoner memiliki tersebar secara acak dan saling
potensi yang kuat untuk bertabrakan satu sama lain dan
memulai dan melanggengkan kemudian padam, atau terbagi
takiaritmia atrium, karena VP menjadi banyak wavelet lain
memiliki periode refrakter yang yang terus-menerus
lebih pendek serta adanya merangsang atrium..
perubahan drastis orientasi Diperlukan setidaknya 4-6
serat miosit. wavelet mandiri untuk
melanggengkan FA.
MANIFESTASI KLINIS

Beberapa gejala ringan yang mungkin dikeluhkan


pasien anatara lain :
 Palpitasi.
 Mudah lelah atau toleransi rendah terhadap aktivitas
fisik
 Presinkop atau sinkop
 Kelamahan umum, pusing
 Selain itu, FA juga dapat menyebabkan gangguan
hemodinamik, kardiomiopati yang diinduksi oleh
takikardia, dan tromboembolisme sistematik. Penilaian
awal dari pasien dengan FA yang baru pertama kali
terdiagnosis harus berfokus pada stabilitas
hemodinamik dari pasien.

PEMERIKSAAN FISIK
 Tanda Vital  Jantung
Pengukuran laju nadi, tekanan darah, Pergeseran dari punctum maximum atau
kecepatan nafas dan saturasi oksigen sangat adanya bunyi jantung tambahan (S3)
penting dalam evaluasi stabilitas mengindikasikan pembesaran ventrikel dan
hemodinamik dan kendali laju yang adekuat peningkatan tekanan ventrikel kiri. Bunyi II
pada FA. Pada pemeriksaan fisis, denyut (P2) yang mengeras dapat menandakan
nadi umumnya ireguler dan cepat, sekitar adanya hipertensi pulmonal. Pulsus defisit,
110-140x/menit, tetapi jarang melebihi 160- dimana terdapat selisih jumlah nadi yang
170x/menit. teraba dengan auskultasi laju jantung dapat
 Kepala dan Leher ditemukan pada pasien FA.
peningkatan tekanan vena jugular atau  Abdomen
sianosis. Bruit pada arteri karotis Adanya asites, hepatomegali atau kapsul
mengindikasikan penyakit arteri perifer dan hepar yang teraba mengencang dapat
kemungkinan adanya komorbiditas penyakit mengindikasikan gagal jantung kanan atau
jantung koroner. penyakit hati intrinsik. Nyeri kuadran kiri
 Paru atas, mungkin disebabkan infark limpa
Pemeriksaan paru dapat mengungkap akibat embolisasi perifer.
tanda-tanda gagal jantung (misalnya ronki,  Neurologis
efusi pleura). Mengi atau pemanjangan Tanda-tanda Transient Ischemic Attack
ekspirasi mengindikasikan adanya penyakit (TIA) atau kejadian serebrovaskular
paru kronik yang mungkin mendasari terkadang dapat ditemukan pada pasien FA.
terjadinya FA (misalnya PPOK, asma). Peningkatan refleks dapat ditemukan pada
hipertiroidisme.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Elektrokardiogram (EKG) Ekokardiografi


Manifestasi EKG lainnya yang dapat  Ekokardiografi transtorakal memiliki
menyertai FA antara lain: sensitivitas yang rendah dalam
 Laju jantung umumnya berkisar 110- mendeteksi trombus di atrium kiri,
140x/menit, tetapi jarang melebihi dan ekokardiografi transesofageal
160-170x/menit. adalah modalitas terpilih untuk
 Dapat ditemukan denyut dengan tujuan ini.
konduksi aberan (QRS lebar) setelah
siklus interval R-R panjang-pendek Ekokardiografi transtorakal (ETT)
(fenomena Ashman) terutama bermanfaat untuk :
 Preeksitasi  Evaluasi penyakit jantung katup
 Hipertrofi ventrikel kiri  Evaluasi ukuran atrium, ventrikel
 Blok berkas cabang dan dimensi dinding
 Tanda infark akut/lama  Estimasi fungsi ventrikel dan evaluasi
 Elektrokardiogram juga diperlukan trombus ventrikel
untuk memonitor interval QT dan  Estimasi tekanan sistolik paru
QRS dari pasien yang mendapatkan
terapi antiaritmia untuk FA. (hipertensi pulmonal)
 Evaluasi penyakit perikardial
 Ekokardiografi transesofageal (ETE)
terutama bermanfaat untuk :
 Trombus atrium kiri (terutama di
AAK)
PENATALAKSANAAN

Tata laksana Serangan Akut Tata laksana jangka panjang


 Kondisi stabil jangka panjang untuk
 Terapi intravena untuk kendali
kendali laju :
laju fase akut :
Metoprolol 2x50-100 mg po
 Diltiazem 0,25 mg/kgBB bolus iv Bisoprolol 1x5-10 mg po
dalam 10 menit, dilanjutkan 0,35
mg/kgBB iv tenolol 1x25-100 mg po
Propanolol 3x10-40 mg po
 Metoprolol 2,5-5 mg iv bolus
dalam 2 menit sampai 3 kali Carvedilol 2x3,125-25 mg po
dosis. CCB: Verapamil 2x40 sampai 1x240 mg
po (lepas lambat)
 Amiodaron 5 mg/kgBB dalam Digoksin 1x0,125-0,5 mg po
satu jam pertama, dilanjutkan 1
mg/ menit dalam 6 jam, Amiodaron 1x100-200 mg po
kemudian 0,5 mg/ menit dalam Diltiazem 3x30 sampai 1x200 mg po
18 jam via vena besar (lepas lambat
 Verapamil 0,075- 0,15 mg/kgBB
 Kardioversi elektrik (direct
dalam 2 menit current cardioversion)
 Digoksin 0,25 mg iv setiap 2 jam
sampai 1,5 mg  Ablasi atrium kiri
ATRIAL FLUTTER
DEFINISI

 Atrial flutter adalah aritmia jantung yang ditandai


dengan denyut atrium 240-400 denyut / menit dan
beberapa derajat blok konduksi nodus
atrioventrikular (AV). Sebagian besar, morbiditas
dan mortalitas disebabkan oleh komplikasi, misalnya
sinkop dan gagal jantung kongestif.
ETIOLOGI

 Atrial flutter dikaitkan dengan berbagai kelainan


jantung. Pada sebagian besar penelitian, sekitar 30%
pasien dengan flutter atrium memiliki CAD, 30%
memiliki penyakit jantung hipertensi, dan 30% tidak
memiliki penyakit jantung yang mendasarinya. Penyakit
jantung rematik, penyakit jantung kongenital,
perikarditis, dan kardiomiopati juga dapat menyebabkan
atrial flutter. Jarang, prolaps katup mitral atau infark
miokard akut (MI) telah dikaitkan dengan flutter atrium.
 Selain itu, kondisi berikut juga terkait dengan flutter
atrium: Hipoksia, Penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK), Emboli paru, Hipertiroidisme, Diabetes,
Ketidakseimbangan elektrolit, Konsumsi alkohol,
Kegemukan, Toksisitas digitalis
MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala pada pasien dengan atrial flutter biasanya


mencerminkan penurunan curah jantung akibat laju ventrikel
yang cepat. Gejala khasnya adalah sebagai berikut:
 Palpitasi
 Keletihan atau latihan lemah toleransi
 Dispnea ringan
 Presyncope
 Gejala yang kurang umum termasuk angina, dyspnea berat, atau
sinkop. Takikardia ada atau tidak ada, tergantung pada tingkat
blok AV yang terkait dengan aktivitas atrium flutter. Temuan fisik
meliputi:
 Denyut jantung seringkali kira-kira 150 denyut / menit karena
blok AV
 Nadi mungkin teratur atau sedikit tidak beraturan
 Hipotensi itu mungkin terjadi, namun tekanan darah normal
lebih sering diamati
DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan :
 Palpasi leher dan kelenjar tiroid untuk gondok
 Evaluasi leher untuk distensi vena jugularis
 Auskultasi paru-paru untuk rales atau crackles
 Lakukan Auskultasi jantung untuk suara jantung ekstra dan murmur

Teknik berikut membantu diagnosis atrial flutter:


 EKG, Modalitas diagnostik yang penting untuk kondisi ini
 Tes latihan, Digunakan untuk mengidentifikasi atrial fibrilasi yang diinduksi
olahraga dan untuk mengevaluasi penyakit jantung iskemik
 Monitor Holter, Digunakan untuk membantu mengidentifikasi aritmia pada
pasien dengan gejala nonspesifik, untuk mengidentifikasi pemicu, dan untuk
mendeteksi aritmia atrial terkait.
 Ekokardiografi transthoracic (TTE) adalah modalitas yang disukai untuk
mengevaluasi flutter atrium. Ini dapat mengevaluasi ukuran atrium kanan
dan kiri, serta ukuran dan fungsi ventrikel kanan dan kiri, dan informasi ini
memfasilitasi diagnosis penyakit katup jantung, hipertrofi ventrikel kiri
(LVH), dan penyakit perikardial.
PENATALAKSANAAN

 Tujuan perawatan umum untuk flutter atrium simtomatik sama dengan


fibrilasi atrium. Mereka meliputi:
 Pengendalian tingkat ventrikel, Hal ini dapat dicapai dengan obat-obatan
yang menghambat nodus AV; penghambat saluran kalsium intravena
(misalnya, verapamil dan diltiazem) atau beta bloker dapat digunakan,
diikuti dengan inisiasi agen oral
 Restorasi ritme sinus
 Pencegahan episode berulang atau penurunan frekuensi atau durasinya,
Secara umum penggunaan obat antiaritmia pada atrial flutter serupa
dengan pada atrial fibrillation.
 Pencegahan komplikasi tromboemboli, dengan Antikoagulan yang
memadai seperti yang direkomendasikan oleh American College of Chest
Physicians, telah terbukti dapat menurunkan komplikasi tromboemboli
pada pasien dengan flukter atrium kronis dan pada pasien yang menjalani
kardioversi.
 Minimisasi efek samping dari terapi, Karena atrial flutter adalah aritmia
nonfatal, teliti menilai risiko dan manfaat terapi obat, terutama dengan
agen antiaritmia.

FIBRILASI VENTRIKEL
DEFINISI

 Fibrilasi ventrikel (VF) adalah aritmia jantung yang


mengancam jiwa dimana kontraksi terkoordinasi
pada miokardium ventrikular digantikan oleh
eksitasi frekuensi tinggi dan tidak terorganisir, yang
mengakibatkan kegagalan jantung untuk memompa
darah.
ETIOLOGI

 Meskipun banyak individu memiliki keadaan


jantung anatomis dan fungsional yang
mempengaruhi mereka terhadap terjadinya aritmia
ventrikel, namun hanya sebagian kecil yang
berkembang menjadi VF. Interaksi antara iskemia
regional, disfungsi ventrikel kiri (ventrikel kiri), dan
kejadian yang men-trigger sementara (misalnya,
iskemia, asidosis, hipoksemia, ketegangan dinding,
obat-obatan, gangguan metabolik yang memburuk)
telah diusulkan untuk menjadi presipiter VF.
PATOFISIOLOGI

 VF terjadi dalam berbagai situasi klinis namun paling sering dikaitkan


dengan penyakit arteri koroner (CAD). VF dapat terjadi akibat infark
miokard akut (MI) atau iskemia atau dari jaringan parut miokard dari
infark lama. Ventrikel Takikardi (VT) dapat berubah menjadi VF. dalam
beberapa cara. Sebagai contoh, jika miokardium dirangsang oleh
kompleks prematur ventrikel selama terjadi penaikan gelombang T,
impuls tersebut dapat menyebar secara tidak menentu melalui sel-sel
miokard yang sangat refrakter dan membentuk pola reentrant yang
menghasilkan depolarisasi ventrikel yang kacau. Akibatnya, kontraksi
miokard menjadi terganggu yaitu tidak terkoordinasi.
 Pola reentrant pecah menjadi beberapa wavelet kecil sehingga tingkat
disorganisasi meningkat, menghasilkan aktivasi serat otot jantung
dengan frekuensi tinggi. Hal ini mengakibatkan jantung kehilangan
kemampuannya untuk memompa darah, sehingga iskemia miokard
semakin memburuk dan siklus setan terjadi kemudian, yang
menyebabkan kematian jika tidak diperbaiki.
DIAGNOSIS

 Pada elektrokardiogram (EKG), VF bermanifestasi


sebagai pola yang tidak teratur. Pola ini awalnya
kasar namun menjadi lebih halus karena
disorganisasi ventrikel meningkat. Sebagai bentuk
gelombang EKG merata, kemungkinan defibrilasi
berhasil menurun. Berdasarkan pola tersebut VF
dibedakan menjadi VF tipe coarse dan VF tipe fine.
 Selain pemeriksaan EKG, pemeriksaan lainnya
bertujuan untuk mencari penyebab dari ventrikel
fibrilasi, seperti pemeriksaan ekokardiografi dan
pemeriksaan laboratorium dan lainnya.
TAKIKARDI VENTRIKULAR
DEFINISI

 Takikardia Ventricular adalah keadaan takikardi


dengan ggelompbang kompleks QRS melebar
KLASIFIKASI
 Takikardia ventricular berkas cabang  Takikardi ventricular iskemik merupakan
merupakan takikardia monomorfik dengan takikardi bias monomofik maupun
QRS lear, LBBB type (kadang RBBB type) dan polimorfik dengan QRS lebbar, pada pasien
aksis kiri. Tipe ini biasanya disebabkan oleh dengagn riwayat serangan jantung/ penyakit
kelainan struktural jantung : kardiomiopati jantung koroner dan disfungsi ventrikel kiri
dilatasi/DCM (4%), kardiomiopati hipertrofik
obstruktif (HOCM), penyakit jantung koroner,
riwayat penggantian katub aorta, kelainan Bila monomorfik, origin dapat diperkirakan
katup mitral, ebstein sensitif terhadap sebagai berikut :
adenosin  RBB-parietal LV ; LBBB-septum dari RV.
 Takikardia ventriculari diopatik dari outflow  Aksis superior-LV inferior/inferoseptal,
tract merupakan takikardia monomorfik aksis inferior-LV anterior/anteroseptal,
dengan QRS lebar, LBBB type dan aksis aksis kanan-LV laeral atau apex.
inferior. Tipe ini biasanya ditemukan pada  Transisi R/S , dini- LV basal, lambat-LV
jantung normal namun sensitive terhadap apex, konkor dan positif-mitral annulus.
adenosin  Slurred RS up stroke mungkin epicardial
 Takikardi venriculari diopatik dari LV (left  Torsade de Pointes (TdP) merupakan
Ventricle) merupakan takikardia monomorfik takikardia monomorfik dengan QRS lebar,
dengan QRS lebar, RBBB type dan aksis LBBB type dengan aksis inferior.
superior (fasikulus posterior) atau aksis kanan 
(fasikulus anterior).
MANIFESTASI KLINIS

 Pada takikardi ventricular dapat ditemukan rasa


berdebar, kehilangan denyut nadi, nyeri dada,
denyut yang tiba-tiba terasa keras, sesak napas,
dizziness, hampir sinkop sampai sinkop
DIAGNOSIS

 Anamnesis
Pelu ditanyakan mengenai riwayat penyakit jantung pada penderita
ventricular takikardi berkas cabang, dan riwayat serangan
jantung/penyakit jantung koroner dan disfungsi ventrikel kiri pada
ventricular takikardi iskemik
 Pemeriksaan fisik
 Pada pemeriksaan fisik ditemukan laju nadi teraba cepat dan regular
 Pemeriksaan penunjang
 Elektrokardigrafi (EKG)
 EKG dilakukan ada 12 sadapan dalam rangka menilai adanya
gangguan pada kompleks QRS. Pada ventricular takikardi ditemukan
kompleks QRS melebar
 EKG Holter dilakukan untuk menilai seberapa sering timbulnya
takikardia
 Ekokardiografi dilakukan untuk menilai struktur jantung, dan
ditemukan wall motion abnormality (PERKI, 2016).
PENATALAKSANAAN

Pemberian obat-obatan pada ventrrikel takikardi berdasarkan


klasifikasinya, berupa
 VT berkas cabang
Pada serangan akut diberikan adenosin IV : ATP 10 mg -20 mg,
dilanjutkan dengan beta blocker dan/atau amiodaron
 VTI diopatik dari outflow tract
Serangan akut diberikan adenosine IV: verapamil, dilanjutkan dengan
beta blocker dan/atau amiodaron
 VT diopatik dari LV
Serangan akut diberikan dengan adenosine IV : verapamil, dilanjutkan
dengan beta blocker dan/atau amiodaron
 VT iskemik
Serangan akut diberikan dengan overdrive pacing atau kardioversi,
dilanjutkan dengan beta blocker dan/atau amiodaron
 VT Torsadde de Pointes
Serangan akut diberikan dengan adenosine IV : ATP 10 mg-20 mg,
dilanjutkan dengan pemberian beta blocker dan/atau amiodaron
PENATALAKSANAAN

Terapi Nonfarmakologi
 Edukasi mengenali tanda dan gejala secara mandiri.
Ajarkan cara menghitung nadi, mengukur tekanan
darah, mengelah berdebar, rasa melayang seperti
akan pingsan, keringat dingin, lemas
 Edukasi tindakan awal yang harus dilakukan ketika
timbul tanda dan gejala, seperti istirahat, bila keluhan
tidak menghilang harus segera dibawa ke pelayanan
kesehatan terdekat
 Edukasi tindakan lanjut. Terapi definitif: radio
frekuensi ablasi
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai