Anda di halaman 1dari 39

R S

U U S
M S E
A U W
H N A
Pengantar
Urbanisasi yang semakin hari semakin
tinggi memperlihatkan gejala bahwa daerah
pertanian kita sudah tidak menarik dan
menjajikan bagi penghidupan masa kini 
pendapatan petani =/= untuk membiayai
kehidupan yang serba global, harga yang
sama dan tidak terbatasi secara geografis,
tidak dikenal harga barang kebutuhan
pokok maupun barang konsumsi berbeda
antara daerah perkotaan dan daerah
pedesaan???
Dengan kata lain pendapatan di desa
dari pertanian untuk membeli barang
konsumsi yang diproduksi di kota tidak
menjangkau, kecuali harga beras atau
produksi pertanian yang lain = setara
dengan harga pulsa atau jasa lain di
kota yang harganya dinamis sesuai
harga pasar??? Mungkinkah???
Mungkinkah remaja di pedesaan pada usia
produktif saat ini mampu bertahan di desa dan
berprofesi sebagai petani?, masih adakah lulusan
pendidikan tinggi dibidang pertanian bercita-cita
jadi petani yang profesional??? Bilamana mungkin
dan masih ada, maka akan terjadi perubahan
paradigma lain dari yang berlawan dari kondisi
sekarang (urbanisasi) dan mungkin terjadi sejarah
baru apa yang dinamakan de-urbanisasi?
Dilain pihak masyarakat kita cenderung sebagai
masyarakat konsumer (konsumen setia) daripada
sebagai masyarakat produsen
Padahal modal dasar produsen sebenarnya sudah
ada, seperti industri batik, tenun, rokok, batu-bata,
genteng, kayu, kerajinan, logam, dan industri
tradisional lainnya, yang bisa dilakukan masyarakat
pedesaan sebagai substitusi pertanian
Namun perkembangan industri didunia terjadinya lain,
berkembang di daerah perkotaan dengan didominasi
industri jasa/media/komunikasi, industri otomotif,
industri barang konsumsi maupun industri yang
bersifat footlose yang bisa ditempatkan dimana saja

Apakah dengan demikian masyarakat kita


sudah menjadi masyarakat industri???
Industrialisasi di perkotaan mendorong terjadinya
urbanisasi besar-besaran baik permanen maupun
temporer, bahkan urbanisasinya tidak hanya dari
pedesaan/kota kecil kekota besar, tapi urbanisasi
sudah melewati batas-batas antar negara  migrasi
(TKI-TKW)
Para pekerja industri temporer pada umumnya belum
permanen memilih karier profesi sebagai pekerja
industri/buruh industri, preferensi mereka cukup
beragam, sehingga kebanyakan dari mereka tetap
tinggal di tempat asal mereka dengan maksud
pendapatan di sektor industri di perkotaan akan
sangat bermanfaat apabila dibelanjakan di desa
Fenomena pekerja industri (semi temporer) yang bergerak di-
antara tinggal di tempat asal dan bekerja di perkotaan,
mendorong terjadinya arus ulang-alik  akan sangat
berpengaruh terhadap transportasi  kemacetan permanen
Implikasinya pada kebutuhan tempat tinggal sementara 
rumah sewa atau kost, akan tetapi masih memiliki hubungan
erat dengan daerah asal
Fenomena ini terjadi karena pengusaha industri kurang peka
terhadap fenomena ulang-alik, sehingga tidak menyediakan
tempat tinggal sementara untuk pekerja, juga karena tidak
didukung perangkat hukum dan atmosphere industrialisasi,
hanya cenderung pengusaha/bisnis industri  terjadi konflik
kepentingan, pengusaha industri vs pekerja industri
Push - Pull Theory

Intervening obstacles

Origin Destination

Positive factors
Neutral factors
Negative factors
Context and Issues
• What is urbanization?
– Urbanization is the
agglomeration of population in
cities.
Population growth • Growth of the proportion of
(Natural increase or the population living in
cities.
migration)
– Demographic process:
• Urban population growth
(natural increase or
migration).
– Infrastructure process:
• Expansion of urban
infrastructures and land use.
– Economic process:
• Creation of secondary,
tertiary and quaternary
sectors.
Expansion of infrastructures
– Creates a society where values
and lifestyles are urban.
Stages of Urbanization
Initial Stage Transition Stage Terminal Stage

100 Demographic transition

Rural to urban migration


Developed countries
80
Urban Population

60 Rural Developing Urban


countries
Society Society
40
Least developed
countries
20
Urbanization
0
Time
Push - Pull Factors for
Urbanization in the Third World

PUSH Rural space PULL Urban space

Rural structures Employment market


Low employment Better services
Demographic pressure Low barriers
Modernity

Migration
18-35
Toward an Economic Theory of
Rural-Urban Migration

LM
WA = (W M )
LUS
Where WA is agricultural income,
LM is employment in manufacturing
LUS is total urban labor pool
WM is the urban minimum wage
A Comprehensive Migration
and Employment Strategy
• Create an appropriate urban-rural balance
• Expand small, labor intensive industries
• Eliminate factor-price distortion
• Choose appropriate technologies
• Modify the linkage between education and
employment
• Reduce population growth
The Agricultural Revolution
• Change of lifestyles
– Population went from nomadic to sedentary
lifestyle.
– Created private property, tools and the
accumulation of wealth.
– Subsequently the creation of the state.
• Agricultural surpluses
– Farming allowed greater population densities and
the generation of an agricultural surplus.
– A growing share of the population was able to
engage in non-agricultural activities.
– Induced all sorts of innovations such as irrigation,
craftsmanship, and metallurgy.
The Agricultural Revolution

Agricultural • Specialization
– Development of trade.
innovations
– Creation of the first cities.
• Stratification
– An elite gained control of
surplus resources and
Food surpluses defended their position with
arms.
– Centralization of power and
• Urbanization resources.
• Sedentary • Led to the development
of the state.
– The rich and powerful
Division of developed the institutions of
the state to further
labor consolidate their gains.
• Specialization
• Stratification
Major Phases of Demographic
Change
• Agricultural Revolution
Agricultural – Feudal society.
Revolution – Wealth from agriculture and
land ownership.
12,000 years – Slow demographic growth.
• Industrial Revolution
– Wage labor society.
Industrial
– Wealth from industry and
Revolution capital ownership.
– Fast demographic growth.
200 years • Post-Industrial Revolution
– Information society.
Post-Industrial – Wealth from technological
development.
Revolution – Slow demographic growth.
Technology and Resource
Quality

High quality resources


Technology

Medium quality resources

Low quality resources

Availability
Pembangunan Permukiman saat ini dihadapkan pada
 Semangat peningkatan PAD dalam rangka otonomi
daerah, melalui peningkatan pajak secara tidak
proporsional (high exploratif)  bisa berakibat
counter productive
 Banyak aset yang berupa lahan tidur/iddle akibat
perencanaan kota yang kurang implementatip serta
kurang mempertimbangkan kepentingan
kesejahteraan masyarakat (un-welfare economic)
 Eksplorasi SDA secara ekstensip  tidak sustainable
 Infrastruktur pengembangan ekonomi mengalami
penurunan tingkat pelayanan, seperti proses dan
prosedur per bank kan, mengakibatkan dunia usaha
setempat kurang mampu berfungsi sebagai penarik
lokomotip ekonomi di daerah
 Masih banyak dijumpainya permukiman dan perumahan
kurang layak huni atau kumuh, terlebih di daerah pinggiran
kota/daerah perbatasan, termasuk komunitas gelandangan,
penyandang masalaha sosial yang tidak bisa dikatagorikan
demikian (sementara belum ada data yang layak dapat
digunakan, seberapa besar prosentasenya terhadap luasan
daerah perkotaan)
 Indikasi ketidak layakan dan kekumuhan terjadi akibat
berbagai sebab, antara lain :
• Prasarana permukiman kurang dan bahkan tidak
memadai seperti kurang atau tidak adanya air bersih,
drainase, sanitasi, juga akibat banjir, rob dan bencana
alam lainnya.
• Kemampuan ekonomi penghuni/masyarakat, akibat
implikasi berbagai hal, seperti kriisis ekonomi global,
krisis regional, bahkan mungkin implikasi dari tingginya
korupsi di Indonesia (some people rich, and others poor)
yang mengakibatkan peluang ekonomi masyarakat yang
lain tertutup dan terjadi pengangguran dan miskin, kerja
apa adanya dan timbul sektor informal di perkotaan.
 Permasalahan lain juga akibat hasil produk perencanaan
kota yang cenderung kapitalistik dan kurang manusiawi
serta belum berpikir maksimal pada perencanaan kota yang
mementingkan kesejahteraan masyarakat, dengan
merencanakan alokasi penggunaan ruang/land use tidak
seimbang, alokasi lahan permukiman didapat dari
perubahan lahan pertanian yang dinilai tidak produktif
dengan harga rendah, secara langsung pemilik lahan
kehilangan kesempatan untuk mengolah lahan secara
produktif (some people gain, and others lose)
 Program penyediaan rumah sangat sederhana (RSS) tetap
saja masih belum terjangkau masyarakat berpenghasilan
sangat rendah dan tidak tetap, dan cenderung memilih
daerah yang dianggap mereka tidak bertuan/ruang publik
yang dekat pusat kota dengan mendirikan warung/pkl dan
sekaligus untuk tinggal.
 Daerah perkotaan semakin terbatas, akibat perkembangan
penduduk yang cepat, serta kecenderungan mahalnya
harga lahan, maka pengenalan rumah susun sebagai
alternatif utama pemenuhan perumahan di perkotaan lebih
digiatkan kembali dengan tetap pertimbangan sosial-
ekonomi masyarakat saat ini.
 Dana Pemerintah Pusat semakin terbatas, ada sebagian
Pemerintah Otonom/Daerah memiliki sumber dana yang
besar dan sebagian lainnya terbatas, perlu pemikiran
inovatif melalui pengembangan kemitraan antara
Pemerintah-Swasta-Masyarakat
UNDANG-UNDANG 16 TAHUN 1985 TENTANG
RUMAH SUSUN
Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam
suatu lingkungan......untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan
bagian-bersama, benda bersama dan tanah-bersama.
Satuan rumah susun adalah rumah susun yang tujuan peruntukan
utamanya digunakan ...... sebagai tempat hunian, yang mempunyai
sarana penghubung ke jalan umum.
Lingkungan adalah sebidang tanah ........ diatasnya dibangun rumah
susun termasuk prasarana dan fasilitasnya, yang secara keseluruhan
merupakan kesatuan tempat pemukiman.
Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak
terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan
satuan-satuan rumah susun.
Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah
susun, tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk
pemakaian bersama........dst sd point 12
KEPMENPERA 10 KPTS/M/1999
Pembangunan perumahan di kota-kota metro-politan
dan besar serta kota-kota dan kawasan yang
mempunyai kendala secara fisik dalam perluasan
kotanya, didorong untuk dilaksanakan ke arah vertikal
dalam bentuk rumah susun, baik rumah susun milik
maupun rumah susun sewa, sesuai dengan arahan
rencana tata ruang kota yang ada

Pembangunan rumah susun bagi masyarakat


golongan menengah ke atas, baik untuk dimiliki
maupun disewa, sepenuhnya diserahkan kepada
mekanisme pasar, sedangkan Pemerintah akan
mengatur perizinan serta memberi petunjuk teknis
dan pengendaliannya
Untuk pembangunan rumah susun sederhana bagi
masyarakat golongan menengah ke bawah yang sudah
mampu, baik untuk dimiliki maupun disewa, kepada
pengembang diberikan insentif oleh Pemerintah antara
lain berupa kemudahan perizinan serta petunjuk teknis
dan pengendaliannya
Untuk pembangunan rumah susun sederhana sewa bagi
masyarakat yang belum mampu, Pemerintah memberikan
subsidi berupa tanah, atau pembiayaan, atau bangunan,
atau prasarana dan sarana dasar, atau kombinasi di
antaranya sesuai dengan tingkat kemendesakan untuk
pemenuhannya, kemampuan kelompok sasaran
masyarakat yang akan menghuni, dan kemampuan
Pemerintah daerah setempat;
Pembangunan rumah susun dilaksanakan dengan
penerapan pola hunian berimbang dengan melibatkan
partisipasi masyarakat dan mendorong kemitraan antara
Pemerintah dengan pihak swasta
The Economic Development model

Foreign investment export


Open Economic
The dynamic of import
the economic Material,
product
Technology, Some of
Government

by Market
Funds the
By Local

Consultant product
service and policy Foreign Investment
and Cooperative
Tax Company Everyday
needs
Technology and
Some ProductDemand in
Management
local area

Local Company
Tax Products are sold
Permasalahan Tata Ruang
 Kecenderungan pengarahan dan perijinan industri
mendekati aksesibilitas
 Dilain pihak terjadinya Frog Jumping pengembangan
permukiman disekitar daerah industri, selain memang sudah
ada sebelumnya, ketimpangan antara perencanaan dengan
fakta
 Perencanaan Tata Ruang yang tidak implementatif dan tidak
sesuai dengan kondisi eksisting dan yang berkembang lebih
cepat ketimbang perencanaan
 Terjadinya konflik alokasi antara permukiman-perumahan
dengan fungsi lain seperti industri yang lebih menjanjikan
terlebih antara alokasi pertanian dengan alokasi yang lain 
pertanian tidak lagi menarik ???
Permasalahan Penyediaan Ruang
 Harga tanah semakin meningkat, akibat supply tetap demand
meningkat
 Banyak lahan tidur seperti daerah pertanian yang tidak
produktif, belum ada mekanisme terkontrol
 Penguasaan lahan besar-besaran dan tidak terkendali
(indikasi kapitalistik)
 Jumlah desa banyak dan tersebar tidak merata antara daerah
satu dengan yang lain
 Kecenderungan perubahan alokasi lahan pertanian ke industri
dan fungsi jasa perkotaan yang lain, atau lahan pertanian ke
alokasi untuk perumahan yang konsumtif
Permasalahan Kelembagaan
 Koordinasi antar sektor dalam pengelolaan belum optimal
 Proses perijinan terlalu panjang
 Keterbatasan SDM, lebih-lebih the right man in the right
place dalam SOT yang baru
 Partisipasi dan kontribusi masyarakat perlu ditingkatkan
(pada seluruh level low-medium-high) Kemitraan belum
optimal dan seimbang
 Perlunya fleksibilitas penerapan standart teknis
 Peran Housing Development Board tidak ada, Perumnas
cenderung = developer, ya merencanakan ya membangun
ya memasarkan
 Developer, cenderung otoritas dalam pelayanan, dari lokasi
(karena pemilikan dan atau akuisisi) - perencanaan/planning
-- perancangan/design – pembangunan – pengawasan –
pemasaran dan pelayanan dilakukan sendiri
Permasalahan Regulasi
 Peraturan Pemerintah dalam pembangunan permukiman-
perumahan maupun rumah susun belum optimal dipahami,
terlebih setelah era otonomi dan desentralisasi
 Tidak menggunakan perencanaan yang komprehensive dalam
pembangunan permukiman, terlebih dalam skala besar/kota,
juga sering belum menggunakan AMDAL
 Belum ada Perda tingkat Propinsi (simak UU ‘32 ‘2004) dan
tingkat Pemkab (simak UU ’33 ‘2004) yang mampu
mengkoordinasikan konflik antar Pemkot-Pemkab-Pemkab
 Belum ada standart, pedoman dan petunjuk teknis yang
berupa NSPM yang luwes/fleksibel yang dapat digunakan
Pemkot-Pemkab, baik yang disusun Pusat maupun Propinsi.
 Belum adanya pengaturan dan pedoman yang jelas tentang
pengelolaan dan pelaksanaan O & M  bestek perumahan?
 Banyak ketidak konsistenan dan ketidak teraturan antara
perencanaan dengan implementasi di lapangan
Permasalahan Affordabilitas
 Affordabilitas masyarakat rendah sehingga tidak mampu dan
tidak tertampung
 Sistem site and services dalam Kasiba-Lisiba menjadi mahal,
sehingga banyak masyarakat yang tidak mampu menjangkau,
dan pada akhirnya Kasiba-Lisiba yang disediakan developer
untuk rumah design sendiri kelompok mampu
 Peningkatan harga lahan dan komponen RS/RSS tidak
sebanding dengan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat,
terlebih pada masa krisis seperti sekarang ini
 Karena pembangunan permukiman seperti frog jumping maka
pembiayaan prasarana oleh pemerintah menjadi mahal dan
pembiayaan city-wide akhirnya dibebankan pada skala
lingkungan/neighbourhood.
 Pada sebagian masyarakat, developer, menuntut subsidi
besar, dipihak lain pemerintah mengurangi subsidi untuk RS,
mengakibatkan pasar lesu dan masyarakat semakin tidak
mampu menjangkau
Permasalahan Pendanaan
 Seringkali pola 6 pada 1:3 :6 dan RS/RSS menjadi beban bagi
para developer, karena proporsi harga lahan dan rumah
kurang menjanjikan, dibanding dengan luasan tanah sama tapi
untuk rumah mewah, lebih menjanjikan.
 Akibat harga rumah yang tinggi dan semakin tidak terjangkau,
menjadikan kredit dibidang perumahan terlalu besar dan
berjangka waktu lama  perlu RUSUN
 Karena perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
permukiman dilakukan sendiri oleh para developer,
memberikan konsekuensi infrastructure lingkungan ditangani
developer/swasta.
 Skala prioritas pembangunan perumahan sebaiknya
mempertimbangkan daerah produktif baik pertanian maupun
industri  akan lebih bijak dengan RUSUN
Permasalahan Teknologi
 Konsolidasi lahan dalam skala besar, menjadi tantangan.
 Infrastruktur permukiman mahal lebih-lebih pembangunan
secara horizontal, terutama ke dan dari pusat kota, budaya
RUSUN membantu mengurangi investasi infrastruktur yang
mahal
 Inovasi bahan bangunan terbatas dan kurang berkembang,
terlebih untuk pembangunan rumah susun  sebagai
pembanding, di China semula RUSUN/FLAT tidak
menggunakan lift sd 8 lantai, untuk merencanakan lebih dari
8 lantai, maka diperlukan lift buatan dalam negeri
 Secara tradisional, masyarakat kita sudah mengenal
kegiatan industri bahan bangunan, baik batu, batu bata,
kayu, logam, namun tidak diarahkan untuk berkembang,
terutama teknologi bahan bangunan yang ekonomis???
Permasalahan Teknologi (lanjutan)
 Mahalnya teknologi menjadikan mahalnya biaya infrastruktur, konstruksi
dan bahan bangunan, seringkali bersaing dengan harga lahan, sehingga
kalau subsidi KPR ke biaya konstruksi maka konsumen menanggung
harga lahan dan sebaliknya.
 Belum mempertimbangkan sustainable dan replicability secara optimal
dan serius.
 Perencanaan bottom up lewat kebutuhan masyarakat konsumen
seringkali belum dilakukan dan lemah.
 Mahalnya teknologi rumah susun, perlu inovatif teknologi

Permasalahan Tipologi
 Kurang inovatif, banyak developer tidak memanfaatkan tenaga profesional
(arsitek,planner,sipil,sanitasi, mekanik, elektrikal) perlu kemitraan REI
dengan Asosiasi Profesi?
 Akibatnya sering tidak kontekstual dengan lingkungan.
 Pengaruh jatidiri daerah kurang di akomodasikan.
 Belum ada tipologi rusun yang sesuai dengan affordibility
 Tipologi seringkali tidak berdasar kebutuhan masyarakat, tapi di klaim
sebagai tuntutan pasar, menjadikan mahal
Permasalahan Partisipasi Masyarakat dan Swasta
 Terjadi akuisisi lahan dengan harga murah tanpa memberitahu
perencanaannya, sehingga masyarakat terpaksa melepas lahan yang
dianggap kurang produktif, pada saat masyarakat membutuhkan lahan
untuk bermukim, harus membayar mahal terhadap tanahnya yang
dilepas dengan harga murah
(some people gain, the others lose)
 Seringkali akuisisi lahan lewat penggusuran?
 Konsep P2 BPK dan self build seringkali mengalami hambatan
terhadap harga lahan dan birokrasi yang rumit.
 Kuatnya urbanisasi dari desa ke kota, terlebih pada masa krisis.
 Penduduk miskin di perdesaan besar sekali, dipicu nilai pertanian yang
rendah.
 Belum dan tidak dimampukannya SDM di pedesaan untuk produktif
disektor lain, juga disektor pertanian
 Belum dikembangkannya kota-kota kecil di pedesaan untuk pusat-
pusat agro (sebagai agropolitan)
 Partisipasi masyarakat hanya diharapkan dari masyarakat miskin dan
belum terkonsep partisipasi masyarakat menengah-mampu dan
swasta/dunia usaha.
KESIMPULANNYA ?
INDUSTRI

FLAT

BISNIS/
MALL
Tanggapan
• Kec Ungaran-Bergas-Bawen sdh berkembang Rumah Kost  600
dan rmh sewa sdh 4000 an kamar, pendapatan 5 milyar
• Perumahan di Ungaran, dibangun 400 unit laku keras, yang dihuni
100 unit ???
• Perilaku masy kita ngoyo-woro, hal kapling besar untuk bermain,
hati2 kalau di rmh susun bgm???
• Masalah kost-kost an, justru permasalahan tsb sdh ditangkap masy
dg membuat rmh kost-kost an  masalah lingkungan??? Perlu
diperhatikan! UKL-UPL!
• Sudah terbangun kost-kost an, prog Rusunawa meminilise
persoalan sosial? Bgm menyikapi tdk hanya rusunawa, tapi zona
industri+rusunawa dengan tempat belanja konsep yang
komprehensif???
• Pemkab memang terlambat tapi software nya untuk mengatasi hal
ini spt pajak dll???
• Analisis tidak sejalan dengan pemikiran  apa sdh wkt nya…untuk
dibangun rumah susun sewa, sekarang sdh ada rmh kost pemilik
mendptkan manfaat, dan masih mencukupi lahannya???
• Perumahan Leyangan, blm bgt mendesak tentang perumahan???
• Rumah susun yang akan dibangun apakah sdh disosialisasikan ke
calon pengguna??? Apakah mampu dibayar oleh buruh pabrik???
• Ini mrpk cara untuk mengurangi kemacetan lalu lintas, tapi bgmn dg
pendapatan bus-bus yang melayani buruh-buruh tsb
• Menjembatani dengan bank dan pemilik rmh kost, koperasi
pedagang belum dilakukan, tapi Indomaret sdh msk di Karangjati,
tapi blm melalui koperasi???
• Sosialisai ? Marketing?
• BPN, janganlah membangun rusun disekitar industri yang sdh ada
tapi justru kawasan industri sendiri dengan rusunnya???
• Untuk rusun diawali dengan sosialisasi ke pemilik rmh kost, shg
rusun tdk bisa tdk dekat dengan aktivitas yang ada seperti tempat
belanja dll, sehingga apa tidak sebaiknya/dimungkinkan lokasinya
dibelakang industri sebagai pusat pertumbuhan baru
• Kab Smg/Ungaran daerah pelajon, shg kalau malam sepi  karena
budaya lajon?

Anda mungkin juga menyukai