Anda di halaman 1dari 13

Peran Kepemimpinan dalam

Rangka Pelaksanaan Pancasila


Kelompok 3
1. Elvita
2. Fandy Era Dewantara
3. Hanif Mustofa Akhyar
4. Khairunnisa
5. Maulana Ihsan Ibrahim
6. Muhammad Audhika Waskito
7. Muhammad Hilal Mafuli
8. Muhammad Isa Dzulqarnain
9. Nabilah Brilianita Perankila
Pemimpin dan kepemimpinan adalah dua hal yang berbeda. Pemimpin adalah
individu atau orangnya, sedangkan kepemimpinan adalah bagaimana gaya atau cara dan
seperti apa kepemimpinannya. Kepemimpinan pancasila adalah kepemimpinan yang
membawa masyarakat dalam kesadaran bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Kepemimpinan di Indonesia

1. Kepemimpinan Thesis
adalah kepemimpinan yang religius dan melaksanakan hal-hal yang
harus diperbuat yang diperintahkan Tuhannya, dan menjauhkan diri dari
setiap larangan Tuhan dan agamanya. Kepemimipinan ini didasarkan pada
sila pertama yaitu ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Ajaran-ajaran agama
menjadi tolak ukur setiap tindakan yang diambil oleh pemimpin yang seperti
ini. Konsep kepemimpinan thesis ini sangat susah diterapkan karena
merupakan konsep ideal suatu kepemimpinan. Kepemimpinan tipe ini sangat
dipengaruhi oleh ajaran agama yang dianutnya, misalnya islam dengan gaya
nabi panutannya yaitu Nabi Muhammad, kemudian Kristen dengan tokoh
panutannya yaitu Jesust Crist, serta Hindu dan Budha dengan Dewa yang
mereka yakini sebagai tokoh panutan dalam bertindak.
2. Kepemimpinan yang humanis
Kepemimpinan ini berdasarkan sila ke-2 pancasila kita yaitu kemanusiaan yang adil
dan beradab. Maka setiap tindakan kepemimpinan harus berdasarkan perikemanusiaan,
perikeadaban dan perikeadilan. Perikemanusiaan diartikan sebagai suatu tindakan yang
didasarkan nilai-niali kemanusiaan yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Peri
keadaban dimaksudkan sebagai nilai-nilai manusia yang beradab, yang memiliki etika
sosial yang kuat dan menjunjung tinggi kebersamaan yang harmonis. Kemudian
perikeadilan dianggap sebagai prilaku pemimpin yang adil kepada setiap orang yang
dipimpinnya, adil bukan berarti sama rata, namun adil sesuai dengan hak dan
kewajibannya atau sesuai dengan porsinya. Praktek kepemimpinan model ini juga tidak
gampang, perlu pembelajaran dan penghayatan yang mendalam dan harus tertanam dalam
sikap dan tingkah laku sehari-hari para pemimpin model ini.
3. Kepemimpinan yang nasionalis
Kepemimpinan yang mengacu pada sila ke-3 ini yaitu persatuan indonesia tidak
boleh melepaskan diri dari nasionalisme yang sehat. Nasionalisme diartikan sebagai
kesetiaan tertinggi dari setiap inividu ditujukan kepada kepribadian bangsa. Dalam
kepemimpinan ini, kita pahami pemimpin sebagai solidarity maker, yang mampu
menempatkan diri sebagai pemersatu yang bisa menjejakan kaki dimana-mana namun
tetap satu kendali, yang bisa menjadi simbol kebersamaan dan persatuan.

4. Kepemimpinan demokratik
Kepemimpinan yang mengacu pada sila ke-4 yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan atau dengan kata lain adalah
kepemimpinan demokratis pancasila. Kepemimpinan bberdasarkan nilai dasar sila ini
adalah yang mampu membangun sistem yang demokratis dalam berbangsa dan
bernegara, baik dalam aspek politik, ekonomi, budaya, pendidikan, dan lain sebagainya
sehingga tercapai tujuan nasional secara demokratis dan bermartabat.
5. Kepemimpinan social justice
Kepemimpinan yang didasarkan pada sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat indonesia. Kepemimpinan berkeadilan itulah konsep dasar
teori ini, adil dalam hal ini bukan sama rata dan sama rasa, namun lebih pada
adil yang sesuai dengan hak dan kewajibannya, harus proporsional, oleh
karena itu untuk menerapkan kepemimpinan ini perlu strategi yang tepat
untuk mengasah kemampuan membuat suatu kebijaksanaan yang benar-
benar bijaksana. Pemimpin yang menganut paham ini harus pandai membaca
situasi, harus pandai mencari kearifan dan menemukan hal-hal yang tidak
pernah dikemukakan orang lain yang benar-benar sesuai dengan kondisi
masyarakat.
Falsafah Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa membuka pemikiran yang lebih
luas dan rasional perihal jati diri bangsa Indonesia, dan upaya-upaya mengembangkan ke
dalam kehidupan nasional menuju masyarakat yang mandiri, maju, adil, dan
makmur. Setiap warga negara memiliki peluang mengembangkan dirinya sebagai bangsa
yang multikutur untuk menjalankan proses pembelajaran dan iptek untuk menentukan
kehidupan baru yang berkualitas. Kepemimpinan nasional memiliki peran penting
mengimplementasikan falsafah Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara, mengembangkan wawasan kebangsaan dan upaya-upaya peningkatan
kualitas SDM dalam pembangunan nasional. Kepemimpinan nasional di berbagai
tingkatan wajib berpartisipasi dan mendorong berfungsinya manajemen dan kelembagaan
pemerintahan dalam rangka terciptanya good governance untuk mengantisipasi
perkembangan lingkungan strategis untuk menghasilkan manfaat dalam pembangunan
nasional.
Peran kepemimpinan nasional dalam implementasi nilai-nilai Pancasila sebagai
falsafah hidup bangsa diuraikan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan sebagai berikut.

1. Sismennas (sistem manajemen nasional)


Sismennas berfungsi memandu penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian. Konsep
Sismennas sesuai dengan sistem kepemimpinan nasional meliputi struktur, substansi
dan budaya . Kepemimpinan di dalam sismennas mengawal, melaksanakan proses
dan menghimpun usaha–usaha untuk mencapai kehematan (ekonomis), daya guna
(efisien), dan hasil guna (efektif) sebesar mungkin dalam menggunakan sumber dana
dan sumber daya nasional dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Fakta-fakta
yang membuktikan para pemimpin nasional belum memahami Sismennas
ditunjukkan dengan ketidak efisienan dalam penyelenggaraan pemerintahan, antara
lain perilaku KKN, perilaku primordial dan feodal, dan tidak memahami ipteks.
2. Pembangunan Pendidikan.
Pembangunan pendidikan secara umum bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa. Pendidikan dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan
(masyarakat dan pemerintahan) dalam prinsip-prinsip keteladanan, moral dan etika sesuai
falsafah hidup bangsa berdasarkan Pancasila. Kepemimpinan dalam keluarga, sekolah,
kemasyarakatan dan pemerintahan wajib menjalankan prinsip-prinsip pendidikan tersebut,
dan menjadi sumber motivasi dan inspirasi lahirnya kualitas kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Melalui pendidikan diharapkan lahir kualitas SDM yang
memiliki moral dan akuntabilitas individu, sosial, institusional dan global (Lemhannas,
2009) yang akan mengantarkan menjadi Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan
makmur. Karakter multikultur bangsa merupakan sumber kekayaan iptek nasional, sebagai
modal dasar pembangunan nasional, meliputi sumber kekayaan alam, geografi, demografi,
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Potensi tersebut perlu
dioptimalkan pemanfaatannya melalui kepemimpinan yang memiliki kompetensi
manajemen pembangunan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Reformasi Birokrasi.
Kepemimpinan nasional harus dapat berfungsi mengawal proses pembangunan dan hasil-hasilnya dapat
dirasakan oleh warga bangsa di seluruh wilayah nusantara. Konsepsi membutuhkan SDM yang berkualitas,
berkemampuan iptek dan seni yang dilandasi nilai-nilai ideologi bangsa, serta dapat berinteraksi dengan
komponen bangsa lainnya dalam hidup bersama yang bermanfaat. Kepemimpinan nasional harus dapat
mengawal strategi implementasi reformasi birokrasi yakni
(i) membangun kepercayaan masyarakat,
(ii) membangun komitmen dan partisipasi,
(iii) mengubah pola pikir, budaya dan nilai-nilai kerja dan
(iv) memastikan keberlangsungan berjalannya sistem dan mengantisipasi terjadinya perubahan.
Reformasi birokrasi pada dasarnya merupakan upaya untuk melaksanakan perubahan dan pembaharuan
yang mendasar dan menyeluruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan mencakup aspek, organisasi
(kelembagaan), ketata laksanaan (business process) dan SDM aparatur. Semua itu berawal dan bermuara
kepada perubahan pola pikir, sikap dan perilaku SDM agar lebih mementingkan organisasi dibanding
kepentingan individu.
4. Hukum dan aparatur.
Pembangunan hukum dan aparatur dilaksanakan dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat dan
globalisasi dilandasi moral dan etika Pancasila[2]. Hal itu juga mencakup penguasaan konsep kebijakan
dan hukum sesuai konteks yang sedang berkembang dan antisipasi lingkungan strategis. SDM aparat
berkualitas dapat mewujudkan dan menghayati nilai dan etika hukum meliputi kebenaran, kejujuran,
keadilan kepercayaan dan kewibawaan dilandasi moralitas yang luhur. Pembangunan aparatur juga
diarahkan untuk menghasilkan kepemimpinan. Kepemimpinan dengan visi yang jelas, integritas yang
tinggi, dan dilandasi moralitas Pancasila akan mudah mengawal manajemen pemerintahan dan hukum
dalam rangka menjamin kepastian dan keadilan. Pembangunan aparatur dilakukan melalui konsepsi
reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi diharapkan meningkatkan profesionalisme aparatur dan
mewujudkan tata pemerintahan yang baik, di pusat dan di daerah agar mampu mendukung keberhasilan
pembangunan di bidang-bidang lainnya (RPJMN 2010-2014). Dengan kata lain, reformasi birokrasi
adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar menjadi profesional dalam mengemban
tugas penyelenggaraan negara, khususnya mengantisipasi pesatnya kemajuan iptek, teknologi informasi
dan komunikasi dan perubahan lingkungan strategis.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai