Anda di halaman 1dari 56

CRS Demam Tifoid

Jasmine M. Utami
Ottorino Farhan
Tillai Nayaki
IDENTITAS PASIEN
• Nama Pasien : An. D
• TTL : Bandung/4-1-2015
• Umur : 2 thn 10 bln 17 hr/laki-laki
• Alamat : Kiaracondong
• Suku : Sunda
• Tanggal Pemeriksaan : 21/11/2017
Anamnesis
Keluhan utama: Demam

• Keluarga pasien mengeluhkan demam sejak 8 hari SMRS


• Keluhan demam dirasa awalnya tidak terlalu panas namun lama kelamaan
menjadi semakin panas. Keluarga pasien tidak mengukur suhu tubuh pasien
• Keluhan demam dirasa lebih berat saat malam hari. Saat pagi, demam turun
namun tidak sampai suhu normal
• Keluarga pasien memberikan obat penurun panas, panas pasien sempat turun
hingga normal pada 5 hari SMRS namun keesokanya panas naik kembali
Anamnesis
• Keluhan demam didahului dengan mencret pada 11 hari SMRS yang
berlangsung selama 3 hari
• Frekuensi BAB 3-4x per hari dengan konsistensi cair, berwarna coklat,
sebanyak 1 gelas air mineral tiap BAB, lendir (-) darah (-) ampas (-)
• Gangguan pada BAK (-)

• Keluarga pasien mengeluhkan adanya sulit BAB sejak 8 hari SMRS


• Keluhan disertai dengan nyeri perut sejak 3 hari sebelum pemeriksaan
• Keluhan nyeri perut tidak bisa ditunjuk oleh pasien bagian spesifik nyeri
Anamnesis
• Keluarga pasien juga mengeluhkan adanya muntah muntah sejak 8
hari SMRS
• Pasien muntah setiap kali diberi makanan

• Selain itu, keluarga pasien juga mengeluhkan bahwa berat badan


pasien sulit naik
Anamnesis
• Keluhan batuk lama (-)
• Keluhan bintik bitik merah pada tubuh pasien (-)
• Keluhan gusi berdarah (-)
• Keluhan mimisan (-)
• Riwayat berpergian ke Indonesia timur (-)
• Keluhan BAB berdarah (-)
• Keluhan muntah darah (-)
• Keluhan kuning pada kulit dan mata (-)
Anamnesis
• Pasien baru pertama kali mengalami gejala seperti ini
• Tidak ada anggota keluarga dengan gejala sama
• tidak terdapat anggota keluarga yang sedang sakit batuk lama atau
sedang dalam pengobatan Tb
Anamnesis
• Karena keluhanya, pasien dibawa ke IGD RSUD Kota Bandung
• Di IGD Pasien mendapat infus dan obat infus yang kurang diketahui
oleh keluarga pasien
Anamnesis
•Pasien merupakan anak ke 2 dari ibu P2A0
• Pasien lahir kurang bulan, lahir normal dan tidak langsung menangis
tanpa sianosis, dibantu bidan dengan berat 2,3 kg
• Tidak terdapat masalah selama kehamilan dan kelahiran
• Riwayat Imunisasi lengkap sesuai dengan usia
• Riwayat tumbuh kembang sesuai usia
Anamnesis
• Pasien mendapat ASI eksklusif hingga usia 6 bulan kemudian
dilanjutkan MPASI hingga usia 2 tahun
• Pasien sulit makan, hanya makan 2x sehari.
• Pasien senang jajan di tempat yang kurang bersih, dan seringkali tidak
cuci tangan sebelum makan
• Pasien tinggal dirumah yang memiliki kamar mandi dalam dengan 3
anggota keluarga lainya
• Sumber air untuk keperluan mandi dan masak didapat dari mata air
sedangkan minum dari galon isi ulang
Pemeriksaan Fisik
• Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
• Kesadaran : Compos mentis
• Tanda Vital

• Nadi : 105 kali/menit


• Pernapasan : 48 kali/menit
• Suhu : 37,7◦C
• SpO2 : 99% udara kamar
• Antropometri dan Status Gizi
• Berat Badan : 11,5 kg
• Tinggi Badan : 86 cm
• BB/U : <-1 SD (Median)
• TB/U : <-1 SD (Median)
• BMI/U : < 0 SD (Median)
• Kepala dan Leher
• Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah
rontok
• Wajah : Simetris, tidak ada deformitas
• Mata : Konjungtiva tidak anemi, sklera tidak ikterik
• Hidung : Pernapasan cuping hidung tidak ada, sekret
tidak ada
• Mulut : Mukosa tenang, basah, sianosis perioral tidak
ada
• Tonsil, Faring : Tenang, tidak hiperemis
• Lidah : lidah kotor (-) tremor (-) Tepi hiperemis (-)
• Telinga : Mukosa tenang, sekret tidak ada
• KGB : Tidak teraba membesar
• Toraks : Bentuk dan gerak simetris
• Pulmo :
Depan Belakang
I Retraksi interkostal -/- Retraksi interkostal -/-
P VF sulit dinilai VF sulit dinilai
P Sonor Sonor
A VBS kiri = kanan VBS kiri=kanan
Crackles (-/-) Wheezing -/- Crackles -/- wheezing -/-

• Jantung : S1 S2 normal murni reguler, BJT (-)


• Abdomen : Datar lembut, bising usus (+) normal, nyeri tekan (+), hepar
dan lien tidak teraba, turgor kembali cepat
• Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, akrosianosis tidak ada,
edema tidak ada
• Kulit : Rose spot (-)
Diagnosis
• Diagnosis Banding
Demam Tifoid
Malaria
Tb Anak
Leptospirosis

• Diagnosis Kerja
Demam Tifoid
Usulan Pemeriksaan
1. Pemeriksaan darah: Hb,Hct, eritrosit, leukosit, trombosit, diff.
Count, Widal Tes
2. Pemeriksaan Urin
Diagnosis
• Diagnosis banding:
- Demam tifoid
- Demam dengue
- Tuberkulosis

• Diagnosis kerja:
Demam tifoid + susp tuberkulosis
Tatalaksana
• Observasi
• Tirah baring
• Diet makanan lunak dan rendah serat
• Kloramfenikol IV 75 mg/kgbb/hari tiap 6 jam: 4x200 mg : 4x1 ml
• Parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali jika demam > 38°C: 3x1 cth
Prognosis
• Ad vitam : Ad bonam
• Ad functionam : Ad bonam
• Ad sanactionam : Ad bonam
DEMAM TIFOID
TIPE DEMAM
DEMAM KONTINU
DEMAM INTERMITEN
DEMAM REMITEN
DEMAM RELAPS
 Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda
lebih dari 1°C.
 Demam intermitten
Peningkatan suhu tubuh yang berfluktuasi
setiap hari, dimana suhu tubuh terendah
dapat mencapai suhu normal dan perbedaan
suhu tertinggi dan terendah dalam setiap
harinya >1°C.
 Demam remitten
Peningkatan suhu tubuh yang berfluktuasi,
dalam setiap hari tidak dicapai suhu tubuh
normal, selisih suhu tubuh tertinggi &
terendah >1°C.
 Demam berulang (relaps)
Peningkatan suhu tubuh yang berfluktuasi,
suhu tubuh mencapai suhu normal selama
beberapa hari sebelum meningkat lagi.
DD DEMAM >7 hari
 Demam tifoid
 Tuberkulosis
 Leptospirosis
 Meningitis
 Malaria
 Hepatitis
DEMAM TIFOID

Demam tifoid dan demam paratifoid adalah


demam yang oleh infeksi pada usus halus.
Demam paratifoid biasanya lebih ringan dan
menunjukkan manifestasi klinis yang sama atau
menyebabkan enteritis akut.
ETIOLOGI

S.typhii
S.paratypii A
S.paratyphii B (Schottmuelleri)
S.paratyphii C (Hirchfeldii)

Gram (-), flagella (+), non kapsul, fakultatif


anaerob, memfermentasi glukosa, reduksi nitrat
nitrit. S.typhii mempunyai antigen O, H dan K;
endotoksin.
EPIDEMIOLOGI

Angka insidensi di seluruh dunia terdapat sekitar


17 juta per tahun dengan 600.000 orang
meninggal dan 70% kematian terjadi di asia
(WHO, 2008 dalam Depkes RI, 2013)
 Di Indonesia sendiri, penyakit tifoid bersifat
endemik, terjadi sebanyak 81,7 kasus per 100.000
(WHO 2008 dalam, Depkes 2013)
 sumber penularan:
- pasien dengan demam tifoid
- carrier
- Di daerah endemik transmisi terjadi
melalui air yang tercemar
- Makanan tercemar oleh carrier merupakan
sumber penularan yang paling sering di daerah
non endemik.
Patogenesis
patomekanisme

 Demam
Peningkatan set point pada pusat thermoregulator di hipotalamus. Endotoksin
dapat secara langsung mempengaruhi termoregulasi di hipotalamus, dan juga
dapat merangsang pelepasan pirogen endogen, yang pada akhirnya juga
mempengaruhi termoregulasi di hipotalamus.
 Mialgia, sakit kepala dan nyeri abdominal
Merupakan respon dari termoregulator, dimana terjadi pengaktifan saraf
simpatis sehingga terjadi vasokonstriksi dan pengalihan aliran darah dari
tempat-tempat seperti otot lurik, saluran cerna, kulit dan lainnya yang kurang
begitu penting.
 Hepatomegali dan splenomegali.
Karena pada tempat ini terjadi proliferasi salmonella, juga terjadi infiltrasi
limfosit, sel plasma dan sel mononuklear.
 Bradikardia relatif,
karena pengaruh endotoksin terhadap kerja miokardium.
Manifestasi klinis

 Masa inkubasi : 7-14 hari (3-30 hari)


 Manifestasi klinis enteric fever pada anak
tergantung pada kelompok usia anak :
a. remaja dan anak usia sekolah
b. bayi dan anak usia lebih muda < 5
tahun
c. neonatus
Anamnesis

 Demam
a. > 7 hari
b. mula-mula demam remiten
c. setelah 5-7 hari suhu meningkat -
stepwise fashion (pola anak tangga)
d. selanjutnya : demam kontinua
e. demam naik secara bertahap tiap harinya -
titik tertinggi pada akhir minggu ke-1 (sering
mencapai 40oC) - demam bertahan tinggi
- minggu ke-4 demam turun perlahan
Gejala penyerta demam

 nyeri kepala
 malaise
 anoreksia
 nausea
 mialgia
 nyeri perut selama 2-3 hari
 radang tenggorokan
 letargis berat
 disorientasi
Gejala gastrointestinal

 Gejala gastrointestinal sangat bervariasi.


 Perasaan tidak nyaman di perut.
 Diare dapat ditemukan pada awal perjalanan
penyakit  konstipasi menjadi gejala
(prominent kemudian)
 Gejala abdominal terasa makin berat pada
minggu ke-2.
 Mual dan muntah dapat ditemui pada awal
perjalanan penyakit.
Gangguan kesadaran

 Pada saat demam tinggi


 Kesadaran berkabut/delirium

 Penurunan kesadaran hingga koma.


Pemeriksaan fisik

 Tanda Vital ;
a. Nadi  bradikardi relatif (peningkatan suhu
tubuh 1oC tidak diikuti peningkatan denyut
nadi sebanyak 8 kali per menit).
Umumnya jarang terjadi pada anak-anak.
b. Tensi – tidak ada perubahan
c. Respirasi frekuensi nafas : takipneu atau
tidak.
d. Suhu  suhu sering mencapai 40oC pada
minggu ke-1
 Sklera ikterik atau tidak
 Konjungtiva  anemis atau tidak. Konjungtiva
anemis bila ada perdarahan intestinal atau
supresi sumsum tulang. Karakteristik anemia
normokromik-normositik.
 Hepatomegali, splenomegaly, atau distensi
abdomen dengan rasa sakit
 Crackles  >minggu ke-2 akibat superinfeksi
Typhoid tongue

 Karakteristik :
- plak putih
- kotor
- tepi hiperemis
- kadang disertai tremor di ujung lidah.
Rose spot

 suatu ruam makula atau makulopapula


 muncul pada hari ke 7-10
 diskret
 eritematous
 diameter 1-5 mm
 berkelompok sekitar 10-15 lesi
 lokasi : di dada bagian bawah dan abdomen
 menghilang dalam 2-3 hari
 meninggalkan bercak berwarna agak kecoklatan
 ruam ini positif pada 50% pasien.
 Laboratorium :
a. Anemia : ditemukan anemia normokrom-normositer akibat
perdarahan usus, supresi sumsum tulang, defisiensi Fe
b. Leukopenia, jarang < 3000/mm3
c. Limfositosis relatif
d. Trombositopenia (cukup berat pada akhir minggu pertama)
e. Transaminase hepar dan bilirubin serum : pada penyulit
hepatitis tifosa meningkat
f. Serologi (Widal), titer O meningkat 4 kali atau
≥ 1:160
g. Biakan Salmonella, dari darah/sumsum
tulang/kelenjar limfe/jaringan fagosit (+). Atau
dari urin/feses sesudah bakteriemia sekunder.
h. Pemeriksaan antigen bakteri : polymerase chain
reaction (PCR)
Tes aglutinasi pengenceran

 Aglutinin serum meningkat dengan cepat selama minggu ke-2 dan


ke-3 pada infeksi Salmonella.
 Sekurang-kurangnya diperlukan dua bahan serum, yang diperoleh
dengan selang waktu 7-10 hari, untuk membuktikan adanya
kenaikan titer antibodi.
 Serum diencerkan berturut-turut (dua kali lipat) lalu dites terhadap
antigen Salmonela.
 Jika pada serum terdapat antibodi maka akan terjadi aglutinasi.
 Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi
menunjukkan titer antibody dalam serum. Semakin tinggi titernya
semakin tinggi kemungkinan terinfeksi kuman S. typhi.
 Hasilnya ditafsirkan sebagai berikut :
(1) titer O yang tinggi atau kenaikan titer O (≥
1:160) menunjukkan adanya infeksi aktif
(2) Titer H yang tinggi (≥ 1:160) menunjukkan
bahwa penderita itu pernah divaksinasi atau
pernah terkena infeksi
Pemeriksaan bakteriologis

 Biakan Salmonella  dasar untuk diagnosis pasti demam tifoid.


Hasil biakan (+) : memastikan demam tifoid,
Hasil biakan (-) : tidak menyingkirkan demam tifoid
 Bahab pemeriksaan : darah, urin, tinja, aspirasi sumsum tulang,
cairan duodenum atau rose spot.
 Darah (+) : 40-60% minggu pertama
 Urine dan feses (+) : biasanya pada minggu kedua atau lebih
 Aspirasi sumsum tulang (+) : 85-90% selama stadium lanjut
penyakit, ketika kultur dari darah steril.
komplikasi
 Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan Intestinal (1-10%)  didahului dengan nyeri perut
(kuadran kanan bawah), nyeri tekan, muntah, dan gambaran
peritonitis

b. Perforasi Usus (0,3-5%)  disertai kenaikan tiba-tiba pada


denyut nadi, hipotensi , nyeri tekan pada palpasi
 Komplikasi Ekstraintestinal
a. Komplikasi Hematologik
b. Komplikasi Hepatobilier  hepatitis dan kolsistisis
c. Komplikasi Kardiovaskular  Miokarditis toksis (manifestasi sebagai aritmia,
sinoatrial blok, atau kardiogenik syok)
Komplikasi vaskular  trombosis dan flebitis
d. Komplikasi Neuropsikiatrik/Tifoid Toksik  delirium , psikosis, peningkatan
tekanan intrakranial, chorea, dan GBS.
e. Komplikasi Paru  pneumonia dan bronkitis (10%)

 Komplikasi lain dapat berupa pielonefritis, sindrona nefrotik, nekrosis sumsum


tulang, meningitis, endokarditis, parotitis, orchitis, osteomielitis, septic arthritis
dan limfadenitis supuratif.
pencegahan

 sanitasi diperbaiki
 air bersih mengalir
 hygiene personil
 cuci tangan
 perhatian terhadap persiapan makanan
Pengobatan

1. Perawatan
 untuk isolasi, observasi, dan pengobatan
 tirah baring minimal 7 hari bebas demam
atau selama 14 hari
 Mobilisasi dilakukan secara bertahap
2. Diet
 pemberian makanan kaya energi dan protein,
vitamin dan mineral dengan rendah serat dan
mudah dicerna
3. Obat-obatan
 Efek samping : anemia aplastik, sindrom grey
disertai muntah, flatulensi, hipotermia, dan
syok
 Kontraindikasi pada anak dengan kolelitiasis
dan atau disfungsi kantung empedu
h. Kortikosteroid
 Pasien yang mengalami gangguan kesadaran
(stupor, koma)
 tapering off selama 5 hari
 deksametason 3mg/kgBB untuk dosis awal
disertai 1mg/kgBB setiap 6 jam selama 48 jam
Prognosis

 tergantung umur, keadaan umum, derajat


kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi salmonella,
serta cepat dan tepatnya pengobatan
 Angka kematian pada anak-anak 2,6% pada
dewasa 7,4%.
 Pada penderita yang telah mendapat antibiotika
yang tepat, manifestasi relaps sekitar 2 minggu
setelah penghentian antibiotic dan menyerupai
penyakit akut, lebih ringan dan lebih pendek
terimakasih

Anda mungkin juga menyukai