Kelompok 1
Oleh:
Wachid Nur Julianto (1221408614)
Putri Novalia (1221408617)
.
.
.
Agenda Bahasan:
Nilai tukar rupiah terus melemah, pemerintah Orde Baru mengambil beberapa langkah
konkret, antaranya menunda proyek-proyek senilai Rp 39 Triliun dalam upaya mengimbangi
keterbatasan anggaran belanja. Pada tanggal 8 Oktober 1997, pemerintah Indonesia
akhirnya menyatakan secara resmi akan meminta bantuan keuangan dari IMF.
Pada Oktober 1997, lembaga keuangan internasional itu mengumumkan paket bantuan
keuangan pada Indonesia yang mencapai 40 miliar dolar AS. Pemerintah juga
mengumumkan pencabutan izin usaha 16 bank swasta yang dinilai tidak sehat sehinnga hal
itu menjadi awal dari kehancuran perekonomian Indonesia.
Krisis rupiah yang akhirnya menjelma menjadi krisis ekonomi memunculkan suatu krisis
politik. Pada awalnya, pemerintahan yang dipimpin Presiden Soeharto akhirnya digantikan
oleh wakilnya, yakni B.J. Habibie. Walaupun, Soeharto sudah turun dari jabatannya tetap
saja tidak terjadi perubahan-perubahan nyata karena masih adanya korupsi,kolusi dan
nepotisme (KKN) sehingga pada masa Presiden Habibie masyarakat menyebutnya
pemerintahan transisi.
21 Mei 1998 presiden Soeharto mengundurkan diri dan diganti oleh wakilnya BJ.Habibie.
23 Mei 1998 presiden Habibie membentuk kabinet baru, awal terbentuknya pemerintahan
transisi.
Keadaan Sistem Ekonomi Masa Transisi
• Dalam hal ekonomi, dibandingkan tahun sebelumnya, pada tahun 1999 kondisi
perekonomian Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan. Laju
pertumbuhan PDB mulai positif walaupun tidak jauh dari 0% dan pada tahun 2000
proses pemulihan perekonomian Indonesia jauh lebih baik lagi dengan laju
pertumbuhan hampir mencapai 5%. Selain pertumbuhan PDB, laju inflasi dan
tingkat suku bunga (SBI) juga rendah yang mencerminkan bahwa kondisi moneter
di dalam negeri sudah mulai stabil.
• Akan tetapi, ketenangan masyarakat setelah terpilihnya Presiden Indonesia
keempat tidak berlangsung lama. Presiden mulai menunjukkan sikap dan
mengeluarkan ucapan-ucapan kontroversial yang membingungkan pelaku-pelaku
bisnis. Presiden cenderung bersikap diktator dan praktek KKN di lingkungannya
semakin intensif, bukannya semakin berkurang yang merupakan salah satu tujuan
dari gerakan reformasi. Ini berarti bahwa walaupun namanya pemerintahan
reformasi, tetapi tetap tidak berbeda denga rezim orde baru. Sikap presiden
tersebut juga menimbulkan perseteruan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
yang klimaksnya adalah dikelurakannya peringatan resmi kepada Presiden lewat
Memorandum I dan II. Dengan dikeluarkannya Memorandum II, Presiden terancam
akan diturunkan dari jabatannya jika usulan percepatan Sidang Istomewa MPR jadi
dilaksanakan pada bulan Agustus 2001.
Masa kepimimpinan Abdurrahman Wahid