Anda di halaman 1dari 52

OTONOMI DAN

PEMBANGUNAN DAERAH

FAISAL ERIZA
TIU
mampu memahami, menjelaskan makna, konsep, prinsip,
permasalahan dan kebijaksanaan otonomi daerah dan
pembangunan daerah dalam sistem NKRI

TIK
Memahami dan menjelaskan:
 Tujuan, prinsip pelaksanaan dan pokok-pokok
kebijakan otonomi dan pembangunan daerah
 Permasalahan otonomi dan pembangunan daerah

 Keterkaitan otonomi daerah dengan pembangunan

 Keterkaitan antara otonomi daerah dan


pembangunan daerah
MATERI POKOK

 Pengertian otonomi dan pembangunan


daerah

 Perkembangan otonomi

 Pembangunan daerah
OTONOMI

 Auto: sendiri
 Nomia (nomy): aturan
 Otonomi: mengatur diri sendiri
 Dalam pemerintahan:
• Pelimpaham sebagian kewenangan,
tugas, kewajiban dan tanggung jawab
dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah
PERKEMBANGAN OTONOMI
 1903: Desentralisasi Wet: Dh Swapraja
 1945: UU No 1/1945: penekanan pd dekonsentrasi. Komite
Nasional Daerah diangkat Pemerintah Pusat. KDH dipilih dr
anggota Komite
 1948: UU No 22/1948: Eksekutif ada di DPRD dan sehari2
dilaksanakan oleh DPD. KDH adalah Ketua DPD, diangkat
oleh Pem Pusat dr calon usulan DPRD. KDH bisa diangkat
dr Pamong Praja secara langsung
 1957: UU No 1/1957: penekanan pd desentralisasi
(otonomi seluas2nya) menimbulkan keresahan di kalangan
Pamng Praja
 1959: Penetapan Presiden No 6/1959: Pemda adalah KDH
dan DPRD. KDH juga Ketua DPRD. BPH dipilih dr anggota
DPRD dan membantu KDH debagai eksekutif
 1965: UU No 18/1965: KDH tidak lagi sbg Ketua DPRD,
penekanan pd desentralisasi (otonomi seluas2nya)
PERKEMBANGAN OTONOMI

 1974: UU No 5/1974: desentralisasi,


dekonsentrasi dan tugas pembantuan.otonomi
yang nyata dan bertanggung jawab. Pemda
adalah KDH dan DPRD
 1999: UU No 22/1999: penekanan pd
desentralisasi (otonomi seluas2nya).Legislatif:
DPRD, Eksekutif: KDH. KDH diangkat,
bertanggung jawab kpd dan diberhentikan oleh
DPRD.
 2004: UU No 32/2004
OTONOMI DAERAH
UU NO. 32/2004

• Hak, wewenang, dan kewajiban daerah


otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
PRINSIP OTONOMI DAERAH
(PENJELASAN UU 32/2004)

• Otonomi seluas-luasnya
• Otonomi yang nyata dan bertanggung jawab
• Berorientasi pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat dengan selalu memperhatikan
kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam
masyarakat
• Menjamin keserasian hubungan antara Daerah dg
Daerah lainnya, Daerah dg Pusat
• Memelihara dan menjaga keutuhan NKRI
• Pemerintah wajib melakukan pembinaan dan
fasilitasi
Pemberian Otonomi Luas
diarahkan untuk:
 Mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta
masyarakat

 Meningkatkan daya saing dengan


memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
kekhususan, serta keanekaragaman daerah
URUSAN WAJIB YANG MENJADI
KEWENANGAN PEMDA PROVINSI
(UU NO. 32/2004)

Urusan dalam skala propinsi yang meliputi:


a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan
b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat
d. Penyediaan sarana dan prasaranan umum
e. Penanganan bidang kesehatan
f. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumberdaya
potensial
g. Penanggulangan masalah sosial lintas`kabupaten/kota
h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas`kabupaten/kota
KEWENANGAN PEMDA
PROVINSI (LANJUTAN)
i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan
menengah termasuk lintas kabupaten/kota
j. Pengendalian lingkungan hidup
k. Pelayanan pertanahan termasuk lintas`kabupaten/kota
l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil
m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan
n. Pelayann administrasi penanaman modal termasuk lintas
kabupaten/kota
o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum
dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota
p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundangan
PEMBANGUNAN NASIONAL
(UU 25/2004)

 Upaya yang dilaksanakan oleh semua


komponen bangsa dalam rangka
mencapai tujuan bernegara
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

 Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan


daerah disusun perencanaan pembangunan
daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem
perencanaan pembangunan nasional (pasal
150 ayat (1)).

 Perencanaan pembangunan daerah disusun


sesuai kewenangannya yang dilaksanakan
oleh Bappeda (pasal 150 ayat (2)).
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

 Perencanaan pembangunan daerah


didasarkan pada data dan informasi yang
akurat dan dapat dipertanggung jawabkan
(pasal 152 ayat (1))

 Perencanaan pembangunan daerah


disusun untuk menjamin keterkaitan dan
konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan
pengawasan (pasal 153)
Formulasi tujuan

Evaluasi
Formulasi sasaran

Pengumpulan dan
Analisis data
Implementasi

Identifikasi
alternatif/Pilihan
Perencanaan
implementasi

Penilaian komparasi
Rencana yang
dipublikasikan
Alur Perencanaan dan Penganggaran

Renstra Pedoman Renja Pedoman Rincian

Pemerintah
KL RKA-KL
- KL APBN

Pusat
Pedoman
Diacu
Dijabarkan Pedoman
RPJP Pedoman RPJM RKP RAPBN APBN
Nasional Nasional

Diacu Diperhatikan Diserasikan melalui


Dijabarka Musrenbang
n RKP Pedoman
RPJP Pedoman RPJM RAPBD APBD

Pemerintah
Daerah Daerah Daerah

Daerah
Pedoman Diacu

Pedoman Pedoman
Renstra Renja - RKA - Rincian
SKPD SKPD SKPD APBD

UU SPPN UU KN
LIMA PENDEKATAN PROSES PERENCANAAN

Politik
Teknokratik
Parsitipatif
Top-down
Bottom-up
PENDEKATAN POLITIK
 Pemilihan Presiden dan Kepala Daerah
dilihat sebagai proses perencanaan:
 Rakyat memilih berdasarkan program
pembangunan yang ditawarkan calon
 Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) adalah penjabaran agenda-agenda
pembangunan yang ditawarkan calon pada
saat kampanye
PENDEKATAN TEKNOKRATIK
 Menggunakan metode dan kerangka
berpikir ilmiah oleh lembaga yang secara
fungsional bertanggung jawab

 Penanggungjawab pelaksanaan kegiatan:


 Ka Bappenas
 Ka Bappeda
PENDEKATAN PARTISIPATIF
 Melibatkan semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders)

 Untuk mendapatkan aspirasi dan


menciptakan rasa memiliki
PENDEKATAN TOP-DOWN N
BOTTOM-UP

 Dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan


 Penyelarasan proses melalui Musrenbang
 Musrenbang:
 Forum antar pelaku dalam rangka menyusun
rencana pembangunan nasional dan daerahDari
tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota,
propinsi dan Nasional
PERINGKAT PROPINSI B ERDASARKAN
KEGIATAN EKONOM I (de ngan M igas )

Ma luku Uta ra 1,99


Goronta lo 2,25
Ma luku 3,41
Be ngkulu 5,92
Ke p. Ba ngka Be litung 7,25
Sula w e si Te ngga ra 8,03
Nusa Te ngga ra Timur 8,68
Sula w e si Uta ra 11,15
Sula w e si Te nga h 11,2
Ja mbi 13,13
Ka lima nta n Te nga h 13,8
Nusa Te ngga ra Ba ra t 15,75
DIY 16,52
Ka lima nta n Se la ta n 20,53
PROPINSI

Ka lima nta n Ba ra t 21,65


Ba li 22,06
Pa pua 23,09
La mpung 28,24
Suma te ra Ba ra t 29,12
NAD 35,47
Sula w e si Se la ta n 36,55
Suma te ra Se la ta n 49,68
Ria u 67,66
Suma te ra Uta ra 86,74
Ka lima nta n Timur 88,78
Ja w a Te nga h 156,73
Ja w a Ba ra t 214,3
Ja w a Timur 226,96
DI Ja ka rta 254,74
Ba nte n 581,95

0 200 400 600 800


Tri l l i u n Rp.
Human Development Report 2006 (UNDP)
ANGKA
HARAPAN TINGKAT PDB PER
PARTISI-PASI RANGKING
NEGARA HIDUP MELEK KAPITA HDI 2006
SEKOLAH (174 NEGARA)
(TAHUN) HURUF (%) (PPP US $)
GABUNGAN (%)

High Human Development

NORWEGIA 79,6 99,0 100 38.454 0,965 1

USA 77,5 99,0 93 39,676 0,948 8

JEPANG 82,2 99,0 85 29.251 0,949 7

SINGAPURA 78,9 92,5 87 28,077 0,916 25

BRUNEI 76,6 92,7 77 19.210 0,871 34

MALAYSIA 73,4 88,7 73 10,276 0,805 61

M edium Human development

LIBIYA 73,8 82 94 7.57 0,798 64

THAILAND 70,3 92,6 74 8.090 0,784 74

PHILIPINA 70,7 92,6 82 4.614 0,763 84

INDONESIA 67,2 90,4 68 3.609 0,711 108

VIETNAM 70,8 90,3 63 2.745 0,709 109

KAMBOJA 56,5 73,6 60 2.423 0,583 129

MYANMAR 60,5 89,9 49 1.027 0,581 130

LAOS 55,1 68,7 61 1.954 0,553 133

Low Human Development

TOGO 54,5 53,2 55 1.536 0,495 147


INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)
30 PROPINSI DI INDONESIA SESUAI IHDR 2004
ANGKA ANGKA MELEK RATA-RATA PENGELUARAN
NO PROPINSI HARAPAN HURUF DEWASA LAMA SEKOLAH PER KAPITA NILAI IPM RANGKING
HIDUP (TH) (%) (TH) (RIBU RUPIAH)

1 DKI Jakarta 72,3 92,2 10,4 616,9 0,756 1


2 Sulawesi Utara 70,9 98,8 8,6 587,9 0,713 2
3
4
5 Riau

Daerah Istimewa Yogyakarta
Kalimantan Timur
72,4
69,4
68,1
85,9
95,2
96,5
8,1
8,5
8,3
611,3
591,6
588,3
0,708
0,700
0,691
3
4
5
6 Kalimantan Tengah 69,4 96,4 7,6 585,8 0,691 6
7 Sumatera Utara 67,3 96,1 8,4 589,2 0,688 7
8 Sumatera Barat 66,1 95,1 8,0 589,0 0,675 8
9 Bali 70,0 84,2 7,6 596,3 0,675 9
10 Jambi 66,9 94,7 7,4 585,6 0,671 10
11 Banten 62,4 93,8 7,9 608,7 0,666 11
12 Maluku 65,5 96,3 8,0 576,3 0,665 12
13 Jawa Tengah 68,9 85,7 6,5 594,2 0,663 13
14 Bengkulu 65,4 93,0 7,6 586,6 0,662 14
15 NAD 67,7 95,8 7,8 557,5 0,660 15
16 Sumatera Selatan 65,7 94,1 7,1 582,9 0,660 16
17 Jawa Barat 64,5 93,1 7,2 592,0 0,658 17
18 Lampung 66,1 93,0 6,9 583,3 0,658 18
19 Maluku Utara 63,0 95,8 8,4 583,4 0,658 19
20 Bangka Belitung 65,6 91,7 6,6 588,2 0,654 20
21 Sulawesi Selatan 68,6 83,5 6,8 586,7 0,653 21
22 Sulawesi Tengah 63,3 93,3 7,3 580,2 0,644 22
23 Kalimantan Selatan 61,3 93,3 7,0 596,2 0,643 23
24 Gorontalo 64,2 95,2 6,5 573,3 0,641 24
25 Jawa Timur 66,0 83,2 6,5 593,8 0,641 25
26 Sulawesi Tenggara 65,1 88,2 7,3 577,9 0,641 26
27 Kalimantan Barat 64,4 86,9 6,3 580,4 0,629 27
28 NTT 63,8 84,1 6,0 563,1 0,603 28
29 Papua 65,2 74,4 6,0 578,2 0,601 29
30 NTB 59,3 77,8 5,8 583,1 0,578 30
INDONESIA 66,2 89,5 7,1 591,2 0,658
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)
20 KABUPATEN/KOTA TERPILIH DI INDONESIA SESUAI IHDR 2004
ANGKA ANGKA MELEK RATA-RATA PENGELUARAN
NO KABUPATEN KOTA HARAPAN HURUF DEWASA LAMA SEKOLAH PER KAPITA NILAI IPM RANGKING
HIDUP (TH) (%) (TH) (RIBU RUPIAH)

A

10 TERATAS
1 Jakarta Timur 72,5 98,5 10,9 614,1 0,760 1
2 Jakarta Selatan 71,7 98,3 10,7 619,1 0,757 2
3 Yogyakarta 72,9 94,9 10,7 615,4 0,753 3
4 Jakarta Utara 72,2 98,2 9,8 616,7 0,751 4
5 Jakarta Barat 72,3 97,9 10,0 614,4 0,750 5
6 Denpasar 72,4 94,7 10,7 614,2 0,749 6
7 Jakarta Pusat 70,7 98,1 10,5 617,2 0,748 7
8 Manado 71,5 99,8 10,9 595,5 0,742 8
9 Palangkaraya 72,9 98,8 10,5 591,4 0,742 9
10 Pemantang Siantar 70,9 98,7 10,3 606,9 0,741 10

B 10 TERBAWAH
11 Sumenep 61,2 69,6 4,1 592,5 0,565 332
12 Sitobondo 61,5 66,6 4,5 590,6 0,562 333
13 Lombok Timur 57,7 75,5 5,5 582,3 0,561 334
14 Lombok Barat 57,9 72,9 5,0 577,8 0,550 335
15 Bondowoso 59,0 65,3 4,7 583,3 0,541 336
16 Nabire 66,1 75,5 5,0 499,1 0,541 337
17 Lombok Tengah 57,5 68,1 4,8 583,3 0,539 338
18 Sumba Barat 62,4 71,6 5,3 526,0 0,534 339
19 Sampang 57,5 56,2 2,9 580,0 0,497 340
20 Jayawijaya 64,7 32,0 2,2 570,2 0,470 341

INDONESIA 66,2 89,5 7,1 591,2 0,658


AGENDA MEWUJUDKAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS

SASARAN KEEMPAT adalah meningkatnya pelayanan kepada


masyarakat dengan menyelenggarakan otonomi daerah dan
kepemerintahan daerah yang baik.

PRIORITAS
• REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH
– Penataan Peraturan Perundang-undangan
 Sinkronisasi dan Harmonisasi Undang-undang Sektoral dan Daerah
– Peningkatan Profesionalisme Aparat Pemerintah Daerah
 Aparat Pemda sebagai Pelayan Masyarakat yang Profesional
– Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah Daerah
 Kelembagaan yang Efektif dan Efisien dengan Manajemen Modern
– Peningkatan Kapasitas Keuangan Pemerintah Daerah
 Kemandirian Daerah dalam Pendanaan Pembangunan
– Peningkatan Kerjasama Antar Daerah
 Peran Provinsi dan Kerjasama Antar Daerah, terutama Daerah
perbatasan
– Penataan Daerah Otonomi
 Terhadap keinginan pembentukan Daerah Otonomi baru
AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
SASARAN KEDUA adalah berkurangnya kesenjangan pembangunan

• PENGURANGAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN DAERAH


– Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh
 Peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan khususnya di
luar Jawa
 Pengembangan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas
 Peningkatan kerjasama ekonomi sub-regional
 Peningkatan kerjasama antar daerah.

– Pengembangan Kawasan Tertinggal


 Pengembangan sarana dan prasarana ekonomi dengan menerapkan
skim seperti subsidi keperintisan, dan lain-lain
 Peningkatan keterkaitan kegitan ekonomi di wilayah tertinggal
dengan pusat pertumbuhan.
– Pengembangan Perkotaan
 Peningkatan peran dan fungsi kota menengah dan kecil, terutama di
luar Jawa sebagai penghela pertumbuhan wilayah;
 Pengendalian pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan.
– Pengembangan Wilayah Perbatasan
 Fasilitasi pemda agar wilayah perbatasan menjadi
beranda depan
 Pengamanan wilayah perbatasan dari kegiatan illegal
 Pengembangan kawasan perbatasan sebagai pusat
pertumbuhan
– Pemulihan Kawasan Konflik
 Rehabilitasi sarana dan prasarana sosial ekonomi
 Percepatan proses rekonsiliasi
– Penataan Ruang
 Pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif dengan
menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan
keseimbangan pembangunan antar fungsi;
– Pengelolaan Pertanahan
 Penegakan hukum yang adil dan transparan
 Pembuatan peta dasar dan pembangunan sistem
pendaftaran tanah
 Pengembangan sistem informasi pertanahan
• PEMBANGUNAN PERDESAAN
– Dengan lintas program yang dilaksanakan di kawasan
perdesaan untuk:
 meningkatkan kegiatan ekonomi di perdesaan antara
lain melalui pengembangan agribisnis dan KUKM di
perdesaan;
 meningkatkan sarana dan prasarana perdesaan,
antara lain mencakup pengembangan jaringan irigasi,
pembangunan jalan dan jembatan, pelayanan air
minum, serta listrik perdesaan;
 meningkatkan kualitas sumber daya manusia di
perdesaan melalui program pendidikan, kesehatan,
dan keluarga berencana;
 meningkatkan pengelolaan pertanahan dan tata ruang
di perdesaan;
 meningkatkan perlindungan sumber daya alam dari
kegiatan pemanfaatan yang tidak terkendali dan
eksploitatif di perdesaan, terutama kawasan-kawasan
konservasi dan kawasan lain yang rentan terhadap
kerusakan.
Puas atau Tidak Puas kah Anda dengan kinerja
aparat birokrasi/PNS dalam melayani beberapa
urusan di daerah Anda berikut ini?

Pelayanan ekonomi 37,2 45,8 17


Pelayanan hukum 37,2 45,8 17
Keamanan dan ketertiban masyarakat 66,2 30,8 3
Kebutuhan beribadah 78,8 16 5,2
Pendidikan masyarakat 60,9 32,7 6,4
Kebutuhan kesehatan masyarakat 65,8 25,9 8,3

Administrasi kegiatan usaha 32,2 34,2 33,6


Administrasi pertanahan 31,1 41,5 27,4

Administrasi kendaraan bermotor 48,7 37,1 14,2


Administrasi kependudukan 53,7 43,2 3,1

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Puas Tidak Puas Tidak Tahu

KOMPAS, 17/7/2006
Setuju atau Tidak Setuju kah Anda dengan
beberapa pernyataan berikut ini?

Berurusan dengan
PNS makan waktu 59,60% 35,20% 5,20%
lama

PNS gampang
56,50% 36,50% 7,00%
disuap

PNS sudah bekerja


37,10% 58,60% 4,30%
dengan disiplin

PNS sudah bebas


dari kepentingan 30,70% 53,70% 15,60%
politik

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu

KOMPAS, 17/7/2006
Da la m be be ra pa se gi be rikut, Pua s a ta u Tida k Pua s
ka h Anda kine rja a pa ra t birokra si/PNS da la m me la ya ni
ke pe ntinga n umum di da e ra h Anda se la ma ini?

Kesigapan 39,7 55,8 4,5

Keramahan 67,9 28,5 3,6

Kecermatan kerja 42 51 5,9

Disiplin kerja 35,9 58,2 5,9

Efektivitas kerja 39,5 55,5 5

Kecepatan kerja 39,7 54,8 5,5

0% 20% 40% 60% 80% 100%

puas tidak puas tidak tahu

KOMPAS, 17/7/2006
PEMBERDAYAAN
 Suatu upaya untuk
meningkatkan kemampuan dan
kemandirian, baik dibidang
ekonomi, sosial budaya dan
politik.
BIDANG EKONOMI
 Upaya peningkatan pendapatan dan tingkat
kesejahteraan hidup yang bertumpu pada
kekuatan ekonomi sendiri.

BIDANG SOSIAL - BUDAYA


 Upaya peningkatan kehidupan sosial – budaya
yang berakar pada nilai-nilai budaya yang dimiliki
oleh masyarakat setempat.

BIDANG POLITIK
 Upaya peningkatan kemampuan untuk mengambil
keputusan sendiri, dari proses perencanaan
pemantauan, evaluasi.
FAKTOR2 KEBERDAYAAN
1. Memperkuat Pendidikan
2. Memperkuat Kesehatan
3. Memperkuat Penguasaan
Masyarakat terhadap Sumber –
sumber Ekonomi
4. Mengembangkan nilai-nilai Sosial
Buadaya Masyarakat
UNSUR – UNSUR
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

 Pemberian Motivasi (motivating);

 Pemberian Penguatan (empowering);

 Pemberian Perlindungan (protecting).


Mengapa partisipasi

dua alasan
 Pertama, hal itu menjamin bahwa warga
bisa berperan, berkontribusi dan
memperoleh layanan pembangunan yang
baik;
 Kedua, partisipasi, transparansi dan
akuntabilitas dapat membangun checks-
and-balance, karena janji-janji pejabat
dan anggota DPRD dapat dikontrol melalui
saluran-saluran organisasi masyarakat
yang mewakili aspirasi konstituennya.
model yang telah diadopsi
daerah untuk memperbaiki dan mengangkat
kualitas maupun kuantitas partisipasi warga
(1) Model penerbitan kerangka hukum
dan peraturan.
(2) Model perbaikan mekanisme
perencanaan dan penganggaran.
(3) Model fasilitasi dan penguatan forum
deliberatif.
(4) Model ketersediaan sumber daya
(dana).
Potensi Pengembangan Partisipasi Masyarakat (1)
 Partisipasi dapat menjadi faktor untuk
melakukan koreksi dari kebijakan daerah
yang penting seperti perencanaan dan
alokasi anggaran.
• Efek dari tindakan koreksi ini semakin tinggi di
daerah-daerah dimana masyarakat warganya
aktif dan dimana aturan daerah yang ada
mendukung.
 Pelibatan warga dan organisasi masyarakat
warga dalam tata pemerintahan menjadi
sumber munculnya pendekatan dan program
pembangunan yang lebih inventif dan
inovatif.
• Hal itu lebih berkembang di dalam situasi dimana
pimpinan daerah dan elit setempat juga memiliki
cara berpikir yang inovatif.
Potensi Pengembangan Partisipasi Masyarakat (2)

 Keterlibatan aktif kelompok marjinal


berpotensi menjadi alat untuk
menghasilkan program yang bersifat
afirmatif dan menghapus kebijakan yang
bersifat diskriminatif.
• Semakin terorganisir kelompok marjinal,
semakin tinggi kemungkinan mereka untuk
memiliki kemampuan mempengaruhi.

 Proses partisipatoris berpotensi menjadi


media komunikasi yang bisa mengurangi
potensi konflik dengan syarat forum
dikelola sebagai forum deliberatif.
Beberapa kelemahan yang mempengaruhi
kualitas dan efektivitas partisipasi:
PEMDA

 Belum meratanya pemahaman di jajaran


pemerintahan (termasuk DPRD) tentang
• pentingnya dan apa keuntungan kongkrit dari partisipasi.
• apa dan bagaimana cara melakukan partisipasi yang baik,

 Belum meratanya kemauan politik di jajaran


pemerintahan (termasuk DPRD) untuk tidak melihat
partisipasi sebagai formalitas proyek.
 Inisiatif partisipasi juga tidak jarang tergantung
pada keinginan individu/kelompok kecil tertentu,
tentunya hal ini bisa mengancam keberlanjutan
suatu prakarsa, khususnya pada saat terjadi
pergantian posisi (mutasi jabatan).
Beberapa kelemahan yang mempengaruhi
kualitas dan efektivitas partisipasi:
PERATURAN
 Kebijakan dan peraturan yang mengatur proses
partisipasi dalam tata pemerintahan daerah (mis.
Perda Partisipasi, Transparansi dan Akuntabilitas)
tidak cukup mengikat dan tidak memberikan
insentif yang cukup berarti untuk diterapkan secara
serius dan berkelanjutan:
• Di beberapa daerah, peraturan tersebut tidak disusun
melalui proses yang partisipatif, dan kurang tersosialisasi
dengan baik.
• Walaupun di kebanyakan daerah prosesnya dilakukan
secara partisipatif, ternyata kompromi politik dalam
penyusunan peraturan ini menyebabkan pengurangan efek
sangsi dan daya paksanya.
• Sementara itu proses monitoring dan penegakan hukum
dari aturan-aturan ini juga belum menjadi prioritas dari
pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi
Beberapa kelemahan yang mempengaruhi
kualitas dan efektivitas partisipasi:
 Forum-forum warga atau forum multi-pihak yang
berpotensi menjadi media penyalur suara warga
seringkali tidak memiliki kemampuan untuk
mengembangkan dan mempertahankan diri
menjadi lembaga yang demokratis dan kuat.
 Anggota atau peserta forum membutuhkan
penguatan-penguatan untuk menjadikan dirinya
lebih kompeten dalam berpartisipasi.
 Walaupun masalah yang dihadapi setiap forum
dan asosiasi berbeda secara detilnya, ada
beberapa persoalan dasar yang dihadapi yaitu
yang terkait dengan aspek kepemimpinan,
transparansi, kompetensi, dan akses
terhadap sumber daya.
pra-kondisi bagi terbangunnya
partisipasi yang berkualitas

 Pertama, adanya kepemimpinan, kemauan


dan sikap yang mendukung dari para
pengambil keputusan maupun staf level
menengah;
 Kedua, adanya kultur berasosiasi yang
menghasilkan warga yang kompeten;
 Ketiga, adanya kewenangan dan sumber
daya;
 Keempat, adanya kebijakan lokal yang
mendukung.
tiga karakteristik
forum partisipasi yang ideal
 Berpengaruh: proses yang berlangsung
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
kebijakan dan pengambilan keputusan,
 Inklusif: merepresentasikan populasi dan
terbuka terhadap perbedaan cara pandang
maupun nilai-nilai, serta memberikan
kesempatan yang sama bagi semua pihak
untuk berperan serta,
 Deliberatif: proses yang dijalankan harus
memungkinkan adanya dialog yang terbuka,
membuka akses terhadap informasi, saling
menghargai, ruang untuk saling memahami
dan membangun kerangka isu bersama, dan
menuju kepada kesepakatan bersama
DAYA SAING
 Kemampuan daya tarik
(attractiveness) atau kemampuan
membentuk dan menawarkan
lingkungan paling produktif dan
kinerja unggul yang berkelanjutan
bagi dunia usaha (termasuk menarik
talenta, investasi, dan faktor
bergerak lainnya)
PENENTU DAYA SAING 1
• Lingkungan fisik
– Infrastruktur
– Sumber daya alam
• Lingkungan peraturan perundangan
– Kelembagaan
– Perijinan
– Insentif
• Lingkungan sikap mental
– Sikap perilaku penduduk
– Sikap perilaku birokrat
PILAR DAYA SAING
(Forum Ekonomi Dunia)
 Kelembagaan
 Infrastruktur
 Ekonomi makro
 Kesehatan
 Pendidikan dasar, tinggi, pelatihan
 Efisiensi pasar
 Kesiapan teknologi
 Kecanggihan berbisnis
 Inovasi

Anda mungkin juga menyukai