Grading Matrix
Grading Matrix
Risdawati
Umrah
Nurma
Fifi lestari
Syahra ramadhani
A.M. ABD wahab BR.
Sekitar bulan Maret tahun lalu, RSUD A mendapat tambahan 1 orang
dokter. Diawal berdirinya, RSUD AM hanya mempunyai 2 dokter
umum, 1 sebagai dokter pemeriksa yaitu dr. A, dan 1 lagi adalah
direktur RSUD AM yaitu dr. M., MARS yang beliau pun terkadang
harus ikut membantu pelayanan di poliklinik rawat jalan. Keterbatasan
tersebut dikarenakan RSUD A adalah tempat pelayanan kesehatan yang
memang baru sekali diresmikan oleh Walikota sebagai RSUD gratis
bagi warga Kota Sukabumi, SDM kami sangat terbatas sehingga
penambahan dokter saat itu sangat membantu.
Dokter baru tersebut (dr. I) memberikan pelayanan pemeriksaan di
poli rawat jalan sedangkan dokter senior kami yang sebelumnya
melakukan visite untuk pasien rawat inap di ruangan.
Beberapa reseprawat jalan dari dokter I yang masuk ke
apotek adalah sebagai resep yang menurut saya “tidak
biasa” saat itu saya masih terbatas dengan EBM, dan hanya
mengandalkan brosur dari kemasan obat. Sebagai contoh :
Simvastatin tablet 10mg Signa 1x1 pagi
Omepzaloze kapsul 20mg Signa 3x1 + Omeprazole Injek
1x1 vial
Ctm 10tab + dexamethasone 10tab add OBH sirup no I
Signa 3x2C (dewasa)
Ctm 5tab + dexamethasone 5tab add Citocetin sirup no I
Signa 3x2cth (anak 5tahun)
Klorampenikol Caps no VI mf pulv dtd no X Signa 3x1
bungkus (kapsul kloramfenikol dibuka untuk anak-anak,
padahal ada kloramfenikol syrup)
Loperamid no IV mf pulv dtd no X Signa 3x1 bila mencret
(diberikan untuk bayi berumur 9bln diagnosis GE)
Setiap kali saya merasa “tidak biasa” dengan resep-resep
dari dokter I, saya selalu mengkonfirmasi hal tersebut
kepadanya, kekurangan saya adalah saya hanya membawa
brosur obat (tanpa EBM), sampai dokter tersebut pernah
bilang “Brosur kan cuma teori teh, saya ini belajar langsung
dari dokter penyakit dalam loh dan benar ko apa yang saya
resepkan” , akhirnya saya pun mengalah dan saya hanya
meminta dokter I untuk membubuhkan tanda tangannya di
resep yang ia tulis.
Mungkin karena untuk kesekian kalinya saya konfirmasi ke dia dan meminta dia
untuk membubuhkan tanda tangan di resep, akhirnya dr.I merasa kesal dengan saya
dan dia melapor ke dokter A, kemudian dr. A pun memanggil saya. Saat itu adalah
setelah kejadian pemberian Loperamid no IV mf pulv dtd no X Signa 3x1 bila
mencret (diberikan untuk bayi berumur 9bln). Dr. A adalah dokter yang kooperatif
dan bisa diajak diskusi.. walaupun dengan segala keterbatasan info yang saya
berikan dan hanya mengandalkan brosur bahwa loperamid tidak boleh untuk usia
dibawah 2tahun, beliau pun mengerti dan beliau pun membenarkan halitu. Waktu
itu saya dipanggil siang hari setelah poli rawat jalan pagi selesai, sehingga obat
loperamid tersebut sudah saya berikan kepada pasien (atas dasar tanda tangan
dokter I sebagai bukti saya sudah konfirmasi). Akhirnya dr.A menyuruh saya untuk
menghubungi ibu dari pasien bayi tersebut dan untuk disarankan kembali ke RS
dengan alasan harus kontrol di shift sore ini dengan dr. A. Kebetulan memang di
apotek, sudah SOP wajib menanyakan no telp pasien saat menyerahkan obat, dan
wajib menuliskannya di balik resep. Awalnya tidak mudah untuk menghubungi no
tersebut, karena tidak diangkat dan sms pun tidak dibalas, saya ulang berapa kali
dan Alhamdulillah saya bisa berbicara dengan ayah pasien bayi tersebut, dan saya
pun menjelaskan untuk adik bayi nya control lagi dengan dr.A pada poli rawat jalan
sore. Alhamdulillah sore hari nya pasien bayi tersebut datang dan diberikan resep
yang berbeda oleh dr.A.
Pengukuran Kualitatif Frekuensi/ Kemungkinan (likehood).
Kasus diatas bersifat kadang-kadang (Unlikely) dapat terjadi
sewaktu waktu dengan bobot nilai 2, yaitu pada keadaan :
1. Dokter kurang faham akan standar terapi pengobatan pasien
2. Dokter kurang up to date
3. Apoteker tidak mengasses mentresep
4. Apoteker tidak up to date
5. Sumber EBM tidak ada
Pengukurankualitatifkonsekuensi / dampak