Anda di halaman 1dari 13

Perambatan kesalahan (error propagation)

Seringkali nilai yang ingin diketahui (parameter) ditentukan secara tidak


langsung dari pengukuran langsung lain, yang mempunyai hubungan
fungsional dengan parameter yang dicari.

Contoh :
- Nilai koordinat suatu titik dihitung dari hasil pengukuran sudut dan jarak
- Tinggi suatu titik ditentukan berdasarkan hasil pembacaan benang (tengah)
diafragma rambu ukur pada pengukuran sipat datar

Karena setiap hasil pengukuran selalu masih mengandung kesalahan, maka


setiap nilai parameter yang dihitung menggunakan data ukuran tersebut, juga
mengandung kesalahan  perambatan kesalahan
Pada pembahasan selanjutnya, yang dimaksud dengan ‘data’ adalah data yang
hanya tinggal mengandung kesalahan acak saja, artinya kesalahan sistematis
dan blunder telah dihilangkan.
Bila x1 dan x2 adalah hasil pengukuran yang tidak saling bergantungan
(independently observed quantities), masing-masing dengan kesalahan standar
(baku) sebesar 1 dan 2 , dan z dihitung dengan fungsi sederhana :
z = a1x1 + a2x2 ………………………… (1)
dimana a1 dan a2 adalah konstanta, maka analisis perambatan kesalahannya
adalah sebagai berikut :
Bila dianggap bahwa :
x1 ditentukan dari sebanyak n pengukuran dengan kesalahan masing-masing
sebesar 11, 12 , . . . . , 1n ;
x2 ditentukan dari sebanyak n pengukuran dengan kesalahan masing-masing
sebesar 21, 22 , . . . . , 2n ; maka :
z1 = a1 x11 + a2 x21
z2 = a1 x12 + a2 x22
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2)
zn = a1 x1n + a2 x2n
Bila zt adalah nilai sebenarnya (true value), maka :
zt = a1 ( x11 - 11 ) + a2 ( x21 - 21 )  zt = a1 x11 + a2 x21 – ( a1 11 + a2 21 )
z t = a 1 ( x 1 2 -  1 2 ) + a 2 ( x2 2 -  2 2 )  z t = a 1 x 1 2 + a 2 x 2 2 – ( a 1  1 2 + a 2  2 2 )
.
z t = a 1 ( x 1 n -  1 n ) + a 2 ( x2 n -  2 n )  z t = a 1 x 1 n + a 2 x 2 n – ( a 1  1 n + a 2  2 n )

Bila persamaan (2) disubstitusikan ke persamaan di atas, akan diperoleh :


z1 – zt = a1 11 + a2 21 = t1
z2 – zt = a1 12 + a2 22 = t2
.

zn – zt = a1 1n + a2 2n = tn


n
 (ti )2
i =1 n
Karena 2 = atau n2 =  (ti )2 , maka :
n i=1

n
 (ti )2 = ( a1 11 + a2 21 )2 + ( a1 12 + a2 22 )2 + . . . . + ( a1 1n + a2 2n )2
i=1

= ( a1 11)2 + 2 a1a21121 + ( a2 21)2


+ ( a1 12)2 + 2 a1a21222 + ( a2 22)2
+ ........
+ ( a1 1n)2 + 2 a1a21n2n + ( a2 2n)2 = n z2

Selanjutnya :
nz2 = a12 {( 11)2 + ( 12)2 + . . . . . + (1n)2} + a12 {( 11)2 + ( 12)2 + . . . . . + (1n)2}
+ 2 a1 a2 ( 1121 + 1222 + . . . . . . . . + 1n 2n )
Dapat ditulis dalam bentuk :
n n n
 (1 i)2  1 2
i i  (2i)2
i=1 i=1 i=1
 z 2 = a1 2 + 2 a1a2 + a 22
n n n
Dalam bentuk lain :

z2 = a12 x21 + 2 a1a2 x 1x 2+ a22 x22

variansi x1 kovariansi x1x2 variansi x2

Kovariansi ( covariance)  menunjukkan tingkat keterkaitan / keter-


gantungan antara 2 variabel (dalam kasus ini x1 dan x2 ).

Bila ditulis dalam bentuk persamaan matriks :

x2 x x2 a1
1 1

zz = [ a1 a2 ]
x x x2 a2
1 2 2

Disebut sebagai matriks (variansi - )


kovariansi dari parameter z
Dalam bentuk yang lebih umum :

x2 x x . . . . x x a1
1 1 2 1 n

x x x2 . . . . x x a2
1 2 2 2 n
zz = [ a1 a2 . . . . an ] .
.
x x x x x2 an
1 n 2 n n

Dalam bentuk yang lebih umum lagi :

a11 a12 . . . a1n x2 x x . . . . x x a11 a21 . . . . am1.


1 1 2 1 n

a21 a22 a2n x x x2 . . . . x x a12 a22 am2


1 2 2 2 n
zz = .
.
am1 am2 amn x x x x x2 a1n a2n amn
1 n 2 n n
Apabila fungsinya non-linier, dilakukan linierisasi dengan menggunakan
deret Taylor  sampai orde satu saja.

z1 z1 . . . z1 z1 z2 . . . . zm


x1 x2 xn x2 x x . . . x x x1 x1 x1
1 1 2 1 n

z2 z2 . . . z2 x 1 x 2 x22 . . . x2 xn z1 z2 . . . . zm


x1 x2 xn x2 x2 x2
zz = .
.
.

zm zm . . . zm x 1 xn x2 xn . . . xn2 z1 z2 . . . . zm


x1 x2 xn xn xn xn

Jacobian matrix zz = A xx At


Bila nilai y ditentukan oleh hasil pengukuran x di lapangan, dengan fungsi
sebagai berikut :
y=ax+b ; ............ (1)
sementara hasil pengukuran x mengandung kesalahan sebesar dx, maka :
x = xt + dx ............. (2)
 xt : nilai x sesungguhnya ( true value )
dan : yt = a xt + b .............. (3)
Substitusikan persamaan (2) ke persamaan (1), akan diperoleh :
y = a ( xt + dx ) + b
y = a xt + b + a dx
 y = yt + a dx ..............(4)
Bila dy adalah kesalahan dari y, maka :
dy = a dx ..............(5)
Dari persamaan (1) diperoleh : dy / dx = a ,
sehingga : dy = ( dy / dx ) dx ..............(6)
Contoh persoalan :
suatu bidang tanah berbentuk trapesoid ( lihat gambar ) dengan ukuran
seperti yang tercantum pada gambar. Pada jarak d yang diukur di lapangan
dengan panjang 23.560 m , akan dihitung panjang jarak h.
Bila jarak d diukur dengan kesalahan sebesar 0.016 m , hitunglah pengaruh
kesalahannya terhadap jarak h !
D

C
60 m
h
20 m

A d B
80 m
Arah kemiringan (slope) dari garis CD adalah :
α = (60 – 20) / 80 = 0.5
Bila digunakan sistem koordinat lokal dimana titik A sebagai titik ( 0, 0 ), dan
garis AB sebagai sumbu x, maka persamaan garis CD adalah :
y = 0.5 x + 20
dimana konstanta 0.5 dan 20 (dianggap) tidak mempunyai kesalahan.
Untuk titik dengan nilai x = d = 23.560 m, nilai ordinatnya (y) adalah h, sehingga
dengan demikian :
h = 0.5 ( 23.560 ) + 20 = 31.780 m
Dari persamaan (5) diperoleh :
dh = a dx = 0.5 ( 0.016 ) = 0.008 m
Bila : y = x2  fungsi non-linier , ......... (7)
dan : xt , yt adalah nilai sesungguhnya dari x dan y , serta dx dan dy
adalah kesalahan dari x dan y , maka y = yt + dy ; x = xt + dx ,
sehingga :
yt = xt2 ........... (8)
 y = ( yt + dy ) = x2 = ( xt + dx )2 = xt2 + 2 xt dx + ( dx )2 . . ( 9 )
dy = 2 xt dx + ( dx )2 . . . . . . . . . . . ( 10 )
2 xt adalah turunan dari y terhadap x pada titik xt , sehingga dapat ditulis :
dy = ( dy/dx ) dx + ( dx )2 . . . . . . . . . . . . ( 11 )
Perbedaan rumus ( 11 ) dengan ( 6 ) adalah pada suku ( dx )2 .
Dalam prakteknya, karena nilai dx dianggap kecil dibandingkan nilai x ,
maka nilai ( dx )2 dapat diabaikan.
Untuk mendapatkan luas dari suatu bidang bujursangkar, dilakukan
pengukuran panjang sisinya. Dengan menggunakan pita ukur yang
panjangnya 30 m, diperoleh panjang sisi (p) adalah 50.170 m.
Berdasarkan hasil ukuran ini, luas bidang tersebut adalah :
L = p2 = ( 50.170 )2 = 2517.0289 m2
Setelah dilakukan kalibrasi terhadap pita ukur yang digunakan, ternyata
pita ukur tersebut lebih pendek 0.030 m dari yang seharusnya.
Hitunglah berapa besar kesalahan dari hitungan luas bidang tersebut !

Bila pita ukur yang sama digunakan untuk mengukur panjang sisi
suatu bidang 4 persegi panjang, dengan hasil p = 61.090 m dan ℓ =
50.170 m , berapakah kesalahan hasil hitungan luasnya ?
pt = ( 29.970 / 30.000 ) ( 50.170 ) = 50.120 m
Lt = ( pt )2 = ( 50.120 )2 = 2512.0144 m2
dL = L – Lt = 2517.0289 – 2512.0144 = 5.0145 m2

dp = p – pt = 50.170 – 50.120 = 0.050 m


dL = 2 pt dp + ( dp )2
= 2 (50.120) (0.050) + (0.050)2 = 5.0145 m2
turunan dL / dp pada p = 50.120 adalah :
dL / dp = d / dp ( p2 ) = 2 p = 2 (50.120) = 100.240 m
dL = ( dL / dp ) dp = (100.240) (0.050) = 5.0120 m2
selisihnya sebesar ( 5.0145 – 5.0120 ) = 0.0025 m2 adalah (dp)2 ,
yaitu suku yang diabaikan  nilainya 0.05 % dari luasnya

Anda mungkin juga menyukai