Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI

DISUSUN OLEH :
Andreas Pratama Kaunang 17014101134
Mouren Prilly Lumolos 17014101081
Karsa Sambolangi Layuck 17014101186
Florensia Sari Larumpaa 17014101100
Satrio Zulyahya Tuah 17014101193
Vita Anggini Dindra Putri 17014101132

Supervisor Pemimbing:
1 dr. Deiby D. Wuisan, Sp.An 4/17/2018
BAB I
PENDAHULUAN

2 4/17/2018
Pendahuluan
 Definisi nyeri (IASP) : sensasi subyektif dan emosional yang
tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan
jaringan Lebih dari 80 % pasien yang menjalani prosedur
operasi mengalami pengalaman nyeri akut pasca operasi
 Pengontrolan nyeri yang tidak adekuat memberi efek
negative terhadap kualitas hidup, fungsi, dan pemulihan
secara fungsional, risiko komplikasi pasca pembedahan, dan
risiko nyeri persisten pasca operasi
 Manajemen nyeri pasca operasi sangat penting

3 4/17/2018
BAB II
PEMBAHASAN

4 4/17/2018
FISIOLOGI NYERI

5 4/17/2018
Teori Pengontrolan nyeri
 Teori Gate Control (Melzack and Wall, 1965)

Impuls nyeri dihantarkan saat sebuah


pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat
sebuah pertahanan tertutup

6 4/17/2018
Klasifikasi Nyeri
 Menurut onset dan stimulus penyebab
 Nyeri akut
 Nyeri kronik
 Menurut mekanisme terjadinya:
 Nyeri nosiseptif
 Nyeri neuropatik
 Menurut lokasi
 Nyeri superfisial
 Nyeri somatik dalam
 Nyeri viseral
 Nyeri alih
 Nyeri proyeksi
7  Nyeri phantom 4/17/2018
Penilaian skala nyeri

8 4/17/2018
Penilaian skala nyeri
Tabel 1 : penilaian nyeri untuk anak di bawah 4 tahun9
Note: Total skor 1: nyeri ringan, 2: nyeri sedang, 3: nyeri berat dan 4: nyeri yang
mungkin paling buruk.

Cry Not crying Score 0


Crying Score 1
Posture Relaxed Score 0
Tense Score 1
Expression Relaxed or happy Score 0
Distressed Score 1
Response Responds when spoken to Score 0
No response Score 1

9 4/17/2018
Patofisiologi nyeri pasca operasi
 Pembedahan menyebabkan cedera jaringan dan pelepasan
histamine dan mediator peradangan seperti peptide
(bradikinin), lipid (prostaglandin), neurotransmitter
(serotonin) dan neutrofin (nerve growth factor).
 Pelepasan mediator peradangan akan mengaktivasi nosiseptor
perifer, yang menyebabkan transduksi dan transmisi informasi
nosiseptif ke sistem saraf pusat dan proses peradangan
neurogenic yang menimbulkan pelepasan neurotransmitter
(substansi P dan calcitonin-gene-related peptide) di perifer
menginduksi vasodilatasi dan ekstravasasi plasma

10 4/17/2018
Patofisiologi nyeri pasca operasi
 Stimuli nyeri ditransduksi melalui nosiseptro perifer dan
ditransmisikan oleh serabut saraf Aδ dan C menuju kornu
dorsalis medulla spinalis, dimana integrasi nosiseptif periffer
dan input modulasi desenden (serotonin, norepinefrin, ɣ-
amino-butirat (GABA), dan enkefalin) terjadi.
 Transmisi lebih lanjut informasi nyeri ditentukan oleh
modulasi nyeri di medulla spinalis. Beebrapa impuls akan
menuju ke kornu ventral dan ventrolateral untuk mengawali
refleks respons, yang berhubungan dengan peningkatan tonus
otot lurik, hambatan fungsi nervus phrenicus, bahkan
penurunan motilitas saluran cerna.

11 4/17/2018
Patofisiologi nyeri pasca operasi
 Sementara impuls lainnya akan ditransmisikan ke pusat yang
lebih tinggi melalui traktus spinotalamikus dan
spinoretikuler, dan menginduksi respons suprasegmental dan
kirteks serebri, sehingga terjadi persepsi, yang merupakan
komponen afektif dari nyeri.

12 4/17/2018
Manajemen nyeri pasca operasi
 Dewasa ini, telah banyak tersedia pilihan terapi untuk nyeri pasca bedah
 Obat
 Analgetik opioid
 Opioid kuat
 Opioid lemah
 Analgetik non-opioid
 NSAID
 Cara pemberian
 Oral
 Parenteral
 Neuraksial (epidural, intratekal)
 Infiltrasi lokal ke lokasi pembedahan
 Transdermal
 Dengan mempertimbangkan faktor penderita maupun risiko dan keuntungan
pilihan tiap modalitas terapi, klinisi dapat mengoptimalkan regimen analgesic
yang akan diberikan.

13 4/17/2018
Manajemen farmakologis
 World Health Organisation Analgesic Ladder diperkenalkan untuk
meningkatkan penanganan nyeri pada pasien dengan kanker.

14 4/17/2018
Manajemen farmakologis
 Baru-baru ini dikembangkan World Federation of Societies of
Anaesthesiologists (WFSA) Analgesic Ladder telah dikembangkan
untuk mengobati nyeri akut, terutama pasca operasi

15 4/17/2018
Tabel 2 : Pilihan Obat-Obatan untuk Manajemen Nyeri

Pilihan farmakologi pada manajemen nyeri


Analgetik non Paracetamol, NSAID, termasuk penghambat
opioid COX-2, Gabapentin, Pregabalin.
Opioid lemah Codein, Tramadol, Paracetamol dikombinasi
dengan Codein atau tramadol
Opioid kuat Morfin, Diamorfin, Petidin, Pintramide,
Oxycodon
Adjuvant Ketamin, Clonidine

16 4/17/2018
Tabel 3. Pilihan pengobatan dalam hubungannya dengan besarnya ekspektasi nyeri pasca
operasi dengan macam-macam operasinya.
Intensitas nyeri yang ringan Intensitas nyeri sedang Intensitas nyeri yang berat
Contoh: Contoh:
Contoh: Hip replacement Torakotomy
Hernia inguinal Histeroktomy Operasi abdominal bagian atas
Varises Operasi rahang Operai aorta
laparoskopy Knee replacement
(i) Paracetamol dan infiltrasi luka
dengan anestesi lokal
(ii) NSAID (kecuali kalau
kontraindikasi) dan
(iii) Anestesi local epidural atau saraf
perifer utama atau blok plexus
atau injeksi opioid
(i) Paracetamol dan infiltrasi luka dengan anestesi lokal
(ii) NSAID (kecuali kalau kontraindikasi) dan
(iii) Blok saraf perifer (pemberian langsung atau melalui infuse)
(i) Paracetamol dan infiltrasi luka dengan anestesi local
(ii) NSAID (kecuali kalau kontraindikasi) dan
(iii) Anestesi blok regional
Ditambahkan opioid lemah atau analgesia penyelamatan dengan pemberian bertahap opioid kuat melalui intravena
17 jika diperlukan. 4/17/2018
NSAID
 Memiliki efek analgesik dan antiinflamasi
 Menginhibisi sintesis prostaglandin oleh enzim
cyclooxigenase (COX)
 Non-selective COX-inhibitor
 Selective COX-2-inhibitor
 KI relatif: riwayat ulkus peptik, perdarahan GIT, operasi
dengan blood loss banyak, asma, gangguan ginjal sedang-
berat
 Penggunaan Apirin untuk meredakan nyeri pasca operasi
harus dihindari apabila masih ada obat-obat alternatif
lainnya karena efek antiplateletnya yang ireversibel
18 4/17/2018
Contoh obat NSAID
Drug name Forms available Daily dose Half life (h)
range
Ibuprofen Tablet, syrup 600- 1200mg 1-2
Diclofenac Tablet, suppository, injection, cream 75- 150mg 1-2
Naproxen Tablet, suspension, suppository 500- 1000mg 14
Piroxicam Capsule, suppository, cream, injection 10- 30mg 35+
Ketorolac Tablet, injection 10- 30mg 4
Indomethacin Capsule, suspension, suppository 50- 200mg 4
Mefenamic Tablet, capsule 1500mg 4
acid

19 4/17/2018
Codeine
 Opioid lemah
 Efek analgesik kodein tergantung pada konversi kodein
menjadi morfin. Hanya 5-10% kodein yang akan
dikonversi, sisanya akan dikonversi menjadi metabolit tidak
aktif.
 Morfin hasil konversi akan berikatan dengan reseptor opiat
dan menimbulkan efek analgesik
 Dosis berkisar antara 15-60 mg tiap 4 jam

20 4/17/2018
Tramadol
 Opioid lemah
 Analgetik sintetik yang bekerja di sentral dengan afinitas
sedang pada reseptor mu (µ), dan afinitas lemah terhadap
reseptor kappa dan delta opioid.
 Potensi kerja lebih rendah dibandingkan morfin

 Dapat diberikan oral, i.v., atau i.m. dengan dosis 50-100 mg


dan dapat diulang setiap 6-7 jam dengan dosis maksimal 400
mg/hari.
 Lebih aman, tidak ada efek perdarahan gastrointestinal,
sistem koagulasi dan ginjal.

21 4/17/2018
Opioid kuat
MORFIN
 Mengaktifkan reseptor opioid, dengan afinitas tinggi pada
reseptor µ (mu), afinitas sedang pada reseptor delta dan
kappa
 Memiliki dua efek pada SSP
 Depresi (analgesi, sedasi, perubahan emosi dan hipoventilasi
alveolar)
 Stimulasi (stimulasi parasimpatis, miosis, mual-muntah,
hiperaktif refleks spinal, konvulsi dan sekresi ADH)
 ES : mual, muntah, depresi napas, disforia, hipotensi, retensi
urin, timbulnya toleransi/ketergantungan

22 4/17/2018
PETIDIN
 Opioid sintetik, dengan efek klinis dan efek samping yang
sama dengan morfin.
 Awal kerja lebih cepat, tetapi durasi kerja lebih singkat
dibandingkan morfin
 ES umumnya sama seperti morfin. Bersifat seperti atropin
menyebabkan kekeringan mulut, pandangan kabur dan
takikardi.

23 4/17/2018
 FENTANYL
 Opioid sintetik yang poten, dengan efek anestesii 75-125 kali
morfin
 Awal kerja cepat dan edek durasi kerja cepat
 Hanya digunakan intraoperatif dan tidak untuk pasca bedah
 Dosis analgesik 1-3µg/kgBB berlangsung kira-kira 30 menit.

24 4/17/2018
Contoh opioid kuat
Drug name Route of Dose Length of
delivery (mg) Action (h)
Morphine Intramuscular/ 10-15 2-4
subcutaneous

Methadone Intramuscular 7.5-10 4-6

Pethidine/Meperidine Intramuscular 100-150 1-2

Buprenorphine Sublingual 0.2-0.4 6-8

25 4/17/2018
Teknik anestesi regional
 Analgesia spinal dan epidural dapat bekerja sebagai blok
regional dan digunakan secara luas pada operasi thoraks,
abdomen dan pelvis.
 Analgesia epidural, kateter dimasukkan dalam ruang epidural
pada daerah torakal/lumbal dan infus kontinu agen anestetik
bersamaan dengan opioid  analgesia postoperatif
 Pemberian opioid dan anestetik lokal (bupivacaine 0,5%)
intratekal  analgesia postoperatif hingga 24 jam
 satu faktor penting yang ikut menentukan bioavailabilitas obat
adalah derajat sifat lipofilik obat

26 4/17/2018
Tabel. Sifat opioid pada pemberian neuraksial8

Sifat Opioid lipofilik Opioid hidrofilik


Jenis obat tersering Fentanyl, sufentanil Morfin, hidromorfon
Onset analgesia Onset cepat (5-10 Onset lambat (30-60
menit) menit)
Durasi analgesia Durasi lebih pendek (2- Durasi lama (6-24 jam)
4 jam)
Penyebaran dalam cairan Penyebaran minimal Penyebaran luas
serebrospinal
Tempat kerja Spinal ± sistemik Spinal
Efek samping
Mual dan muntah Insidens yang lebih rendah dengan opioid lipofilik
dibandingkan hidrofilik
Pruritus Insidens yang lebih rendah dengan opioid lipofilik
dibandingkan hidrofilik
Depresi napas Primer lanjut, Dapat beronset awal (<6
Delay minimal hari) dan onset lambat
(>6 jam) bila
27 memungkinkan 4/17/2018
Tabel. Dosis opioid pada pemberian neuraksial

Obat Dosis tunggal Dosis Infus


intretekal atau tunggal kontinu
subaraknoid epidural epidural

Fentanyl 5-25 μ 50-100 μg 25-100 μg/jam


Sulfentanil 2-10 μ 10-50 μ 10-20 μg/jam
Alfentanil - 0,5-1 mg 0,2 mg/jam
Morfin 0,1-0,3 mg 1-5 mg 0,1-1 mg/jam
Diamorfin 1-2 mg 4-6 mg -
Hidromorfon - 0,5-1 mg 0,1-0,2
mg/jam
Meperidin 10-30 mg 20-60 mg 10-60 mg/jam
Metadon -- 4-8 mg 0,3-0,5
mg/jam
28 4/17/2018
Efek samping pemberian opioid
neuraksial
 Hipotensi
 Blok motorik
 Mual, muntah
 Pruritus
 Depresi napas
 Retensi urin

29 4/17/2018
Infiltrasi lokal & blok saraf lokal
 Infiltrasi luka dengan obat anestesi lokal berdurasi panjang
seperti Bupivacaine dapat memberikan analgesia yang efektif
selama beberapa jam.
 Apabila nyeri berlanjut, dapat diberikan suntikan ulang atau
dengan menggunakan infus.
 Blokade pleksus atau saraf perifer akan memberikan analgesia
selektif di bagian-bagian tubuh yang terkait oleh pleksus atau
saraf tersebut

30 4/17/2018
Manajemen non-farmakologis
 Stimulasi fisik
 Stimulasi kulit
 TENS (transcutaneous electrical nerve stimulation)  stimulasi kulit
menggunakan arus listrik transkutan
 Akupunktur

 Intervensi perilaku dan kognitif


 Relaksasi
 Hipnosis
 Distraksi

31 4/17/2018
KESIMPULAN
 Manajemen nyeri pada pasien dengan pasca operasi terdiri atas
terapi farmakologis dan non farmakologis.
 Terapi farmakologi yang dapat diberikan adalah obat analgesik yang
dapat dibagi menjadi 3 kelompok : analgetik nonopioid, opioid dan
adjuvant dengan beragam cara pemberian (oral, parenteral,
neuraksial, blok saraf lokal maupun infiltrasi lokal)
 Pemilihan jenis obat yang diberikan sangat bergantung pada derajat
nyeri, keadaan klinis penderita (umur, penyakit komorbid)
maupun tindakan pembedahan yang dilakukan.
 Pemilihan jenis obat yang sesuai dapat memberikan efek analgesik
maksimal sekaligus mengurangi terjadinya efek samping dan
komplikasi.

32 4/17/2018
TERIMA KASIH

33 4/17/2018

Anda mungkin juga menyukai