Anda di halaman 1dari 191

PEMBAHASAN

TO 0
MEI 2016

Satu Tujuan: LULUS!


1. A. Angina pektoris stabil
• Laki-laki, 38 tahun
• Keluhan sejak 3 bulan: tidak enak di dada kiri,
5 menit
• Membaik dengan istirahat
• Tidak tampak kelainan pada EKG
• Kemungkinan diagnosis?
Spektrum penyakit jantung iskemik
• Angina pektoris stabil

• Sindroma koroner akut


– Angina pektoris tidak stabil (UAP / unstable
angina pectoris)
– Non STEMI (NSTEMI)
– STEMI (STEMI)
Angina Pektoris Stabil
• Aterosklerosis pada pembuluh darah koroner
jantung
• Menyebabkan penyempitan pembuluh darah,
sehingga saat aktivitas (peningkatan
kebutuhan), supply darah tidak adekuat 
timbul gejala pada angina pektoris stabil
Angina Pektoris Stabil
• Gejala “nyeri dada” yang muncul dapat
diprediksi oleh pasien
– Saat aktivitas fisik
– Saat stres emosional
• Nyeri dada “kardiak” berlangsung sebentar,
dapat diredakan dengan nitrat.
• Perlu pemeriksaan lebih lanjut: EKG exercise
(treadmill)
Sindroma Koroner Akut

• Sindroma koroner akut  spektrum gejala klinis PJK


akibat penurunan mendadak aliran darah ke jantung 
iskemi miokard •Nyeri dada
• 2 dari: •Di dada, terasa berat
•Menjalar ke lengan kiri, punggung, dan
• Gejala Iskemik rahang
•Lama nyeri 1 jam
• Perubahan EKG •Gejala sistemik: mual + keringat dingin
• Kenaikan marker enzim jantung (Troponin T/CKMB)

• Tatalaksana awal : MONACO ; Morfin- oksigen-


nitrogliserin - aspirin - clopidogrel
Unstable
NSTEMI STEMI
Angina
Trombus Sumbatan trombus  Oklusi trombus secara
parsial/intermiten kerusakkan jaringan total
dan nekrosis minimal
miokard

EKG tidak spesifik ST depresi +/- ST elevasi atau


T inversi, atau EKG yang LBBB baru pada EKG
tidak spesifik lainnya
Enzim jantung
normal Peningkatan enzim Peningkatan enzim
Jantung Jantung
2. E. Levodopa
• Perempuan, 52 tahun
• Sesak napas, menggangu aktivitas
• Saat aktivitas fisik
• Tidur 2-3 bantal
• Riwayat darah tinggi (+)
Saat ini, pasien kemungkinan mengalami:

• Gagal jantung kongesntif, dengan kemungkinan saat


ini dekompensasi (acute decompensated heart
failure)  suatu perburukan kasus gagal jantung yang
tadinya relatif stabil.
• Gejala dan tanda: DoE (dispnu of effort), PND
(paroxysmal nocturnal dypsneu), ortopneu (banyak
bantal untuk kepala)

• Dapat pula ditemukan: kardiomegali, gallop, murmur,


aritmia, ronki basah bilateral paru, wheezing, akral
dingin dan basah, saturasi O2 <90%, batswing
appearance dan Kerley line pd rontgen dada.
• Batwing
appearance
• Orange:
Kerley A
• Biru:
kerley B
• Hijau:
Kerley C
Manajemen: “LMNOP”
• L(asix) = furosemid
• M(orfin)
• Nitrat, terutama jika TD sistolk >100 mmHg
• Oksigen
• Posisi
3. A. Nikardipin intravena
• Laki-laki, 65 tahun
• Tidak sadar
• TD 220/160 mmHg
• CT scan: perdarahan intraserebral

• Diagnosis saat ini: krisis hipertensi (hipertensi


emergensi)
• Krisis hipertensi: Keadaan hipertensi yang
membutuhkan penurunan TD segera. TD sistolik >180
mmHg atau diastolik >120 mmHg. Terbagi menjadi:

• Hipertensi emergensi
– Adanya kerusakan organ target akut atau progresif
(AKI, TIA, stroke, angina pektoris, dll.)  turunkan
dengan obat parenteral segera
• Hipertensi urgensi
– Peningkatan TD bermakna tanpa gejala berat atau
kerusakan organ target progresif  turunkan TD
dalam beberapa jam dengan obat oral
Target Penurunan TD
• Hipertensi emergensi
– Target awal adalah berkurangnya MAP
sebanyak 25% dalam 2 jam
– Setelah itu penurunan dilanjutkan dalam 12-16
jam hingga mendekati normal
– MAP = (2 x TD diastolik+ TD sistolik) : 3
• Hipertensi urgensi
– Penurunan bertahap dalam 24 jam
Pilihan Antihipertensi Parenteral
• Nitroprussid, namun jarang di Indonesia
• Nkardipin, sering digunakan, dapat dititrasi
dengan baik
• Klonidin, alternatif (lini kedua, terutama jika
nikardipin tidak tersedia), hati-hati efek
samping rebound jika dihentikan dengan
segera
4. B. Syok hipovolemik
• Anak, 5 tahun
• Diare profuse
• BAK terakhir 5 jam yang lalu
• Kesadaran menurun
• TD 70/60, nadi 132x/menit, kral dingin, CRT >3
detik

• Anak dalam keadaan syok, kemungkinan akibat


diare profuse
Kata kunci untuk jenis-jenis syok
• Syok kardiogenik  pump failure. Ada
gangguan pada jantung, misal: aritmia, infark
miokard.
• Syok hipovolemik  intravascular volume loss
• Syok anafilaktik  vasodilatasi karena respons
sistem imun
• Syok neurologik  vasodilatasi karena
gangguan rangsangan simpatis, biasanya
akibat cedera spinal
• Syok hipovolemik  kekurangan cairan absolut
(diare, muntah, perdarahan) atau ekstravasasi
(syok dengue)

• Syok kardiogenik  masalah pada: fungsi


sistolik, diastolik, preload (volume dan tekanan
yang dialami ventrikel pada fase akhir
pengisian), afterload (tahanan yg harus dilawan
ventrikel untuk pengosongan), atau irama
– Obstruksi aliran  emboli paru, tamponade,
stenosis katup
• Syok distributif  total cairan tubuh tetap
namun volume intravaskular relatif tidak
seimbang dengan kapasitas vaskular misalnya
pada anafilaksis, sepsis, dan neurogenik

• Syok hemoragik (perdarahan) adalah bagian


dari syok hipovolemik, tapi tidak semua syok
hipovolemik disebabkan oleh hemoragik
(perdarahan). Misalnya pada kasus ini.
Tatalaksana Utama
Jenis Syok Tatalaksana
Hipovolemik Resusitasi cairan
(termasuk Kristaloid (NaCl/RL) 20 ml/kgBB bolus
hemoragik) cepat
Septik Resusitasi cairan
Vasokonstriktor (norepinefrin)
Antibiotik spektrum luas
Kardiogenik Obat inotropik (seperti dopamin,
dobutamin)
Anafilaktik Resusitasi cairan
Epinefrin
Kortikosteroid
5. C. Melakukan kompresi dada
dengan bantuan napas
• Laki-aki, 58 tahun
• Tidak sadar, karotis tidak teraba
• EKG: asistol (flat)

• Menurut algoritma ACLS, tindakan selanjutnya


adalah kompresi dada dengan bantuan napas
(30:2).
Dasar Teori
• Henti jantung  sirkulasi darah berhenti karena
kontraksi jantung yg tidak efektif.
• Disebabkan:
– VF (ventrikular fibrilasi)
– VT (ventrikular takikardia) yang pulseless (tanpa nadi)
– PEA (pulseless electrical activity)
– Asistol
• Gambaran Klinis:
– Henti jantung
– Henti napas/gasping
– Tidak sadar
Pulseless Electric Activity (PEA) VT

Asystole Ventricular fibrilation


Algoritma ACLS, 2010
Algoritma ACLS, 2010
• PEA (Pulseless Electrical Activity)  terdapat output
EKG TANPA teraba nadi
• EKG menunjukkan PEA  lakukan CPR atau lanjutkan
CPR.
• DC Shock (defibrilasi)  tidak dilakukan pada pasien
asistol, PEA, VT dengan nadi.
• Pemberian epinefrin dilakukan seiring dengan CPR
• Anamnesis keluarga dilakukan seiring dengan CPR
• Cek refleks batang otak dilakukan seiring dengan CPR

• Keyword: DO LIFE SAVING FIRST


6. A. 2RHZE/4(RH)3
• Batuk >3 minggu
• Penurunan berat badan
• BTA sputum positif
• Apeks pada paru tampak infiltrat
• Tanpa riwayat pengobatan TB

• TB paru kasus baru


TB Paru – Klasifikasi Pasien

• Kambuh: sebelumnya sembuh, saat ini


BTA/klinis positif lagi
• Diobati kembali setelah gagal: pernah diobati,
gagal saat pengobatan sebelumnya
• Diobati kembali setelah putus berobat (lost-
to-follow up): pernah diobai – loss to follow
up – dahulu disebut sebagai default
• Lain-lain
TB Paru – Tatalaksana
Paduan OAT lini pertama

• Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
– Kasus baru
• Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
– Pasien kambuh
– Pasien gagal
– Pasien putus berobat (loss to follow up)
• Kategori Anak (2RHZ/4RH)
• OAT Sisipan (RHZE)
7. B. Kontak dengan BTA positif
• Anak, 2 tahun
• BB tidak kunjung naik, tampak kurus
• Gangguan perkembangan
• Mantoux positif
• Diagnosis TB anak dengan skoring
Diagosis TB pada Anak
• Relatif “sulit”
– BTA biasa negatif (paucibaciler / kuman sedikit)
– Sulit ekspektorasi sputum
– Gejala tidak khas (batuk bukan gejala utama TB
anak)

– Untuk simplifikasi, diagnosis TB anak dengan


skoring TB anak (rekomendasi IDAI)
http://www.ichrc.org/481-tuberkulosis-diagnosis
TB Anak – Klasifikasi (ATS/CDC)
• Kontak dinilai dengan
adanya kontak dengan
Class Contact Infection Disease Management pasien TB di sekitar
0 - - - - lingkungan
I + - - 1st proph.
• Infeksi dinilai dengan
II + + - 2nd proph.
uji Mantoux
III + + + OAT thera.
• Disease dinilai dengan
TB scoring menurut
WHO
Juknis TB
Anak
• Prinsip: skor 6, dengan klinis menduukung:
Regimen OAT: 2RHZ/4RH
– Etambutol tidak diberikan pada anak
– Berbeda dengan dewasa, fase lanjutan (4RH)
diberikan setiap hari (pada dewasa 3x/minggu)

• Profilaksis dapat diberkan jika skor 6 tidak


ditunjang klinis, atau skor kurang dari 6; dengan
pertimbangan:
– Ada paparan TB  kemoprofilaksis primer (INH 6
bulan)
– Ada bukti infeksi (mantoux (+))  kemoprofilaksis
sekunder (INH 6-9 bulan)
– Hal yang perlu dilakukan: bila anak skor TB kurang dari
6, tex mantoux untuk cari tahu bukti infeksi. Bila
negatif dan belum di BCG, vaksin BCG selama
umurnya belum sampe 5 tahun. Kalau positif kasih
kemoprofilaksis sekunder
8. D. Asma persisten ringan dengan
serangan ringan.
• Keywords:
– Laki-laki 26 tahun, sesak + mengi  Mengarahkan
ke diagnosis asma bronkial.
– Masih dapat tidur terlentang dan bicara kalimat
dan diatasi dengan obat warung  Serangan
Asma Ringan
– Serangan 3x/minggu Asma Persisten Ringan
• Anamnesis Asma:
– Gejala episodik
– Reversibel, dengan atau tanpa pengobatan
– Timbul/memburuk pada malam/dini hari
– Respon terhadap bronkodilator
– Terdapat faktor risiko yang bersifat individual

• Pemeriksaan fisis:
– PF dapat normal
– Wheezing
– Ekspirasi memanjang
Pemeriksaan Penunjang
• Spirometri
– Obstruksi: VEP1 < 80% nilai prediksi
– Reversibilitas: perbaikan VEP1 ≥ 15% secara spontan,
atau setelah inhalasi bronkodilator, atau
bronkodilator oral 10-14 hari, atau steroid
oral/inhalasi 2 minggu
• APE (Arus Puncak Ekspirasi)
– Dinilai dengan spirometri atau peak expiratory flow
meter (PEF meter)
– Reversibilitas: perbaikan VEP1 ≥ 15% secara spontan,
atau setelah inhalasi bronkodilator, atau
bronkodilator oral 10-14 hari, atau steroid
oral/inhalasi 2 minggu
– Variabilitas harian (dinilai 1-2 minggu): > 20%
• Pemeriksaan lain: uji provokasi bronkus, status
alergi
9. B. Penyakit Graves
• Perempuan, 34 tahun
• Tanda hipertiroid (+)
• Eksoftalmus, tiroid membesar, kenyal, dengan
takikardia

• Lab: TSH menurun, T4 meningkat


Penyakit Tiroid: Klasifikasi
• Pembesaran tiroid (goiter) • Klinis Hipertiroidisme
– Defisiensi yodium (struma difusa – Penyakit Graves
nontoksik/goiter endemik) – Struma nodular nontoksik
• Bisa berkembang menjadi struma yang menjadi toksik
nodular nontoksik – Adenoma toksik
– Goiter sporadik (jarang) – Lain-lain (mis. tiroiditis
destruktif, hormon tiroid
ekstratiroidal, tumor
• Klinis hipotiroidisme hipofisis)
– Defisiensi yodium yang lebih berat
– Tiroiditis Hashimoto, tiroiditis • Neoplasma
subakut (awal hipertiroid namun – Pada pemeriksaan dapat
berkembang menjadi hipotiroid ditemukan massa terfiksir,
– Iatrogenik cepat membesar
– Lain-lain (mis. obat, kongenital,
hipopituitarisme, kelainan * Tiroiditis subakut (pada tipe Subacute granulomatous
hipotalamus) thyroiditis ) : dapat ditemukan keluhan demam, nyeri
pada kelenjar
• Pada Graves
Disease
terdapat
antibodi
terhadap
reseptor TSH 
Memacu
produksi T4 di
tiroid Kadar
T4 tinggi
Negative
Feedback ke
Piutari TSH
turun
• Jadi T4
meningkat, TSH
rendah
10. E. Needle decompression
• Laki-laki, 45 tahun
• Tertusuk pisau di dada
• Klinis sesak napas berat, dengan gerakan dada
kanan tertinggal, trakea ke kiri
• Perkusi: hemitoraks kanan hipersonor, suara
paru berkurang
• Tanda vital tidak stabil
• Pneumotoraks tension
Pneumotoraks
• Sering disebut kolaps paru
• Akibat penimbunan udara dalam kavum pleura (kavum pleura seharusnya
tidak terisi udara sehingga paru dapat mengembang dengan baik)

• Closed pneumotoraks: • Open pneumotoraks: dinding


dada dan pleura parietal robek 
pleura visceral robek  terdapat hubungan antara kavum
udara inspirasi masuk ke pleura dengan udara luar
– Apabila lubang >2/3 diameter
kavum pleura trakea, udara cenderung
– Bila terbentuk suatu klep lewat lubang dibanding
traktus respiratorius yang
 udara masuk tidak seharusnya
bisa keluar  udara – Inspirasi: tekanan rongga
dada turun, udara masuk
menumpuk dalam kavum pleura lewat lubang 
rongga pleura  kolaps paru ipsilateral
mendorong ke – Ekspirasi: tekanan rongga
dada meningkat, udara dari
kontralateral  tension kavum pleura keluar lewat
pneumotoraks lubang
Spontan vs traumatik
• Pneumotoraks spontan
– Primer: pasien tidak punya penyakit paru. Misal
bleb atau bulla yang pecah (sering pada pria
berpostur tinggi kurus usia 20-40 tahun)
– Sekunder: komplikasi penyakit paru, misal PPOK,
asma, TB, dll

• Pneumotoraks traumatik
– Akibat cedera traumatik pada dada (tajam dan
tumpul) atau akibat tindakan medis
Pneumotoraks tension
• Tanda vital tidak stabil
• Jangan lakukan foto toraks, karena diagnosis harus
dapat ditegakkan dari klinis pasien!
• Tindakan paling utama adalah needle decompression
– Gunakan jarum infus, misalnya, dan tusukkan di sela iga
kedua linea midclavicularis pada sisi paru yang dicurigai
tension pneumotoraks
– Jika benar, akan terdengar udara yang keluar dari jarum
– Jangan lupa untuk pasang WSD setelah tindakan awal ini
Trakea dapat terdorong ke satu sisi akibat paru yang kolaps
http://learning.bmj.com/classobjects/images/en-
gb/ARRAY_HP_FS11DcmprssnTnsnPnmthrx_default.j
pg
11. A – Hernia Inkarserata
• Keywords
– Laki-laki, 47 tahun, keluhan obstruksi (muntah dan
kembung), riwayat sering keluar benjolan di lipat
paha, saat ini benjolan tidak dapat masuk kembali

– Pada pasien ini terjadi keadaan hernia


inkarserata.
Hernia – Klasifikasi Lokasi
TIPE HERNIA MENURUT LOKASI

Hernia inguinal

Hub. dgn arteri Bisa mencapai


Tipe Definisi
epigastrik inferior skrotum?
Akibat tidak tertutupnya cincin inguinal
Indirek Ya, hernia
interna. Viscera masuk melalui cincin tersebut Lateral
(lateral) skrotalis
dan bisa mencapai skrotum.
Direk Masuk dari titik lemah pada fasia dinding
Medial Tidak
(medial) abdomen (segitiga Hesselbach)

Hernia femoralis
masuk melalui kanalis femoralis (di bawah kanalis inguinalis)
Hernia – Klasifikasi Kondisi
TIPE HERNIA MENURUT KONDISI

• Reponibilis : bisa dimasukkan


• Ireponibilis : tidak bisa dimasukkan
• Inkarserata : terjadi obstruksi (muntah,
konstipasi), tanda nyeri belum ada
• Strangulata : terjadi iskemia (nyeri)
http://www.healthcare-online.org/images/10404493/HerniasType.jpg
Hernia – Diagnosis, Tatalaksana
PF Penunjang
Masukkan jari dari skrotum ke Tidak rutin dilakukan, kecuali ada
arah kanalis inguinalis. Bila hernia komplikasi atau untuk
menyentuh ujung jari, maka menyingkirkan diagnosis banding.
hernia tersebut adalah indirek.
Bila hernia menyentuh sisi jari, Tata laksana
maka hernia tersebut adalah
hernia direk. • Reduksi manual kalau belum
Hernia skrotalis sudah pasti strangulata
merupakan hernia inguinalis • Operasi elektif (reponibilis dan
lateralis, tidak perlu pemeriksaan ireponibilis)
di atas. • Operasi cito (inkarserata dan
strangulata)
Hernia femoralis teraba di bawah
ligamentum inguinal.
12. E. Terapi A + Lanjutkan ASI +
Pemberian Zn 10 mg/hari 10-14 hari
• Keywords:
– Bayi 5 bulan, diare sejak 4 hari, BAB 6x/hari 
Diare Akut
– ASI eksklusif, minum seperti biasa
– Ubun-ubun datar, turgor kembali cepat

• Diare Akut  tentukan derajat dehidrasi


– Ubun-ubun datar, turgor kembali cepat, minum
seperti biasa  tanpa dehidrasi
Lintas Diare:
Lima Langkah Tuntaskan Diare
• Kategori :
– Kat A untuk diare tanpa dehidrasi
– Kat B untuk diare dengan dehidrasi ringan sedang
(tanda dehidrasi > 2)
– Kat C untuk diare dengan dehidrasi berat
• Dosis Zinc menurut usia:
– Di bawah umur 6 bulan: ½ tablet (10 mg) per hari
selama 10 hari
– 6 bulan ke atas: 1 tablet (20 mg) per hari selama
10 hari
• Pemberian Makan
– ASI tetap diberikan
– Meskipun nafsu makan anak belum membaik,
pemberian makan tetap diupayakan pada anak
berumur 6 bulan atau lebih
13. B. Pecah varises esofagus e.c
hipertensi porta
• Keywords
– Laki-laki, 42 tahun
– Muntah darah, 2 kali, 300 cc
– Sejak 6 bulan; perut membesar, badan lemas
– Gemar konsumsi alkohol
– PF: ascites (+)

• Kesan: sirosis hepatis, dengan pecah varises


esofagus
Sirosis Hepatis
• Fibrosis dan nodul regeneratif hepar
• Tanda: hipertensi portal, ensefalopati hepatiku,
dan perdarahan varises
• Penyebab:
– Alkohol
– Obat-obatan (seperti asetaminofen)
– Hepatitis kronis (B, C)
– Penyakit hepar lain( Wilson, amiloidosis)
– Penyakit sistemik lain (gagal jantung kongesntif,
tromobsis vena hepatik, dan lain-lain)
http://discourse.apn.af/wp-content/uploads/2012/10/portal.gif
Pecah Varises Esofagus
• Pemeriksaan terbaik: endoskopi
(esofagoduodenoskopi)
• Penatalaksanaan:
– Jika hemodinamik tidak stabil: resusitasi cairan,
transfusi darah, antibiotik, lindungi jalan napas,
pemberian octreotide atau somatostatin
• Ligasi secara endoskopi
• Profilaksis: propanolol (untuk menjaga HR
<55x/menit), tatalaksana sirosis hepatis dengan
adekuat
14. B – Hepatitis B Akut dan Infeksius
• HBsAg (surface antigen) antigen permukaan virus
hepatitis B (HBV). Menunjukkan adanya infeksi
hepatitis B saat ini. Muncul sebelum ada gejala
• HBeAg (extracellular dari inti virus hep B) 
menunjukkan adanya replikasi virus dan pasien
infeksius.
• IgM anti HBc (antibodi terhadap inti virus)  antibodi
pertama yang muncul  menunjukkan infeksi akut.
• IgG anti HBc  menunjukkan infeksi terdahulu (HBsAg
-), atau sedang berlangsung (HBsAg +)
Penanda Hepatitis B
Anti- Anti- Anti- DNA
Diagnosis HbsAg HBeAg
HBs HBc HBe HBV
Hepatitis akut + - IgM + - +
Biasa
Window period - - +/- +/- -
negatif
Penyembuhan - + IgG - +/- -
Vaksinasi HepB - + - - - -

Hepatitis kronik
+ - IgG + - +
replikatif

Hepatitis kronik
+ - IgG - + -
non replikatif
15. D. Hemoroid grade III
• Keywords:
– Laki-laki, 48 tahun
– Benjolan di anus
– Harus dibantu dengan tangan untuk dimasukkan
HEMOROID:

• EKSTERNA (berasal dari plexus vena hemoroidalis inferior): di


bawah linea dentata, ditutupi epitel skuamosa. Berisiko
trombosis

• INTERNA (berasal dari plexus vena hemoroidalis superior):


di atas linea dentata, ditutupi epiter transisi/kolumnar.
Berdarah dan prolaps. Derajat hemoroid interna:
• Derajat I  darah (+) TANPA masa hemoroid
• Derajat II  masa hemoroid DAPAT MASUK SPONTAN
• Derajat III  masa hemoroid DAPAT DIMASUKKAN
MANUAL (dengan tangan)
• Derajat IV  TIDAK DAPAT DIMASUKKAN KEMBALI
Manajemen Hemorrhoid
• Simptomatik (nyeri)
• Sitz baths (duduk di air hangat, 10-20 menit,
dapat mengurangi nyeri)
• Perubahan gaya hidup (serat tinggi, hindari
menahan BAB/BAB mengejan)
• Tindakan operatif
16. B. Jengkol
• Keywords:
– Laki-laki, 17 tahun
– Nyeri pinggang, hematuria
– Riwayat konsumsi makanan tertentu
Keracunan berbagai makanan
• Jengkol (Archidendron jiringa)
– Asam jengkolat komponen toksiknya
– 5-12 jam: nyeri perut, muntah, kolik, disuria,
hematuria, dapat menyebabkan gagal ginjal
– Minum aair banyak, Na-bikarbonat
Keracunan berbagai makanan
• Singkong (Manihot utlissima)
– Mengandung asam sianida (HCN)
– Sesak napas, tanda vital tidak stabil (RR cepat, TD
turun, nadi cepat), sakit kepala, sakit perut, muntah,
konfusi, berkedut/kejang, hingga kematian.
– Secara alamiah HCN dinetralisir oleh enzim rodanase
(transufulrase), terutama di hepar.
– Kerja enzim rodanase ditingkatkan dengan pemberian
natrium tiosfulat 25%
– Manajemen: stabilisasi, rangsang muntah (jika <4
jam), arang aktif, na-tiosulfat
17. A. Sindrom Nefritik Akut
• Keywords:
– Anak 8 tahun, urin gelap, hipertensi, edema pretibial,
muka sembab
– UL: eritrosit (+), leukosit (+)
– Riwayat sakit tenggorokan

• Pasien: hematuria dan hipertensi, riwayat sakit


tenggorokan
– Sindrom nefritik akut ec glomerulonefritis akut
pascastreptokokus
• Sindrom nefritik akut:
– Azotemia, hipertensi, edema, hematuria
• Sindrom nefrotik:
– Proteinuria, hipoalbuminemia, edema
Glomerulonefritis akut pasca-
streptokokus
• GNAPS merupakan salah satu sindrom nefritik yang
ditandai oleh timbulnya hematuria, edema, hipertensi
dan penurunan fungsi ginjal
• GNAPS terjadi akibat deposisi kompleks imun (reaksi
hipersensitivitas tipe 3) pada GBM dan atau
mesangium sehingga terjadi reaksi inflamasi 
gangguan fungsi ginjal  komplikasi: ensefalopati
hipertensif, gagal jantung, edema paru, dan gagal ginjal
• Didahului oleh infeksi SBGA nefritogenik (tipe 4, 12, 16,
25, dan 49) di saluran napas atas
– Reaksi Ag-Ab terjadi setelah infeksi saluran napas atas
selesai
Tatalaksana
• Fokus:
– Eradikasi kuman
• Dengan antibiotik, seperti penisilin fase akut.
• Tidak lagi dianjurkan pemberian profilaksis.
– Suportif terhadap gagal ginjal akut dan komplikasi
lainnya
• Tirah baring
• Diuretik jika sembab
• Antihipertensi
• Restriksi cairan, pengaturan nutrisi rendah natium dan
kalium, rendah protein (sementara)
18. B. Pienlonefritis akut
• Keywords:
– Laki-laki, 40 tahun
– Demam mengigil, nyeri pinggang hilang timbul.
– PF :Nyeri ketok costovertebra (+) kiri
– Lab urin: Nitrit (+), Leukosit esterase (+)
Infeksi Saluran Kemih (1)
Definisi Manifestasi klinis
• ISK non-komplikata: sistitis • Sistitis: disuria, urgensi,
pada perempuan tidak frekuensi (gejala LUTS), urin
hamil imunokompeten keruh, NT suprapubik,
tanpa penyakit struktural demam (-)
atau neurologik yang • Uretritis: mirip sistitis, tapi
mendasari ada kencing nanah
• ISK komplikata: • Prostatitis: demam, nyeri
– ISK atas pada perempuan perineum, NT prostat pada
– ISK apapun pada pria atau RT
perempuan hamil
– ISK dengan kelainan
• Pielonefritis: demam tinggi,
struktural atau imunosupresi nyeri pinggang, mual
muntah, nyeri ketok CVA
Infeksi Saluran Kemih (2)
Etiologi Tata laksana
• Non-komplikata: E. coli • Sistitis: fluorokuinolon atau
• Komplikata: E. coli, cotrimoxazole PO selama 3
enterococci, pseudomonas hari (non-komp) atau 2 minggu
• Uretritis: C. trachomatis, N. (komp)
gonorrhoeae • Uretritis: ceftriaxon 250 mg IM
1x (untuk Neisseria) +
doxycycline 2x100 mg PO atau
Penunjang azithromycin 1 g PO 1x (untuk
• Urinalisis: pyuria, bakteriuria Chlamydia)
• Urinalisis penting pada wanita • Prostatitis: fluorokuinolon atau
hamil untuk mencari cotrimoxazole PO 2-4 minggu
bakteriuria asimptomatik • Pielonefritis: ceftriaxone IV
selama 14 hari
19. A. Parafimosis
• Keywords:
– Anak laki-laki
– Benjolan pada ujung penis
– Frenulum penis melingkar di bawah glans penis
dan tidak dapat dikembalikan
• Fimosis: preputium tidak dapat diretraksi, sakit
dan nyeri saat berkemih, perlu mengedan dan
sebelum berkemih ada gelembung di penis
• Parafimosis: preputium menjepit batang penis,
saat diretraksi tidak dapat dikembalikan lagi,
merupakan keadaan emergency dalam urologi

• Hipospadia: orifium uretra eksterna tidak berada


di ujung glans penis, tetapi di bagian bawah
(ventral), keluhan pasien: kencing menetes
• Epispadia: OUE pada bagian atas (dorsal) penis
20. A. Benign prostate hyperplasia
• Keywords:
– Laki-laki usia lanjut (74 tahun), tidak bisa BAK
– Riwayat trauma (-)
– RT: prostat membesar, kenyal, permukaan rata
BPH
• Gejala pada BPH adalah Gejala LUTS :
– Gejala obstruksi (hesitansi, pancaran miksi lemah,
intermitensi, miksi tidak puas, menetes setelah miksi, atau
retensi urin total),
– Gejala iritasi (frekuensi, nokturi, urgensi, disuri).
• PF : Rectal touche
• Pemeriksaan penunjang : USG
• Tatalaksana : alfa-bloker (tamsulosine), 5-alfa-
reduktase inhibitor (finasteride), tindakan bedah
(TURP, TUIP, prostatektomi)
Blokade reseptor Alfa-1 pada BPH
• Reseptor yang spesifik hanya ada di prostat: alfa-1
• Alpha-1–Receptor Blockade in BPH
– Komponen signifikan LUTS akibat BPH diakibatkan oleh
adanya tegangan pada otot halus di stroma prostat,
uretra, dan leher vesica.
– Tegangan tersebut dimediasi alpha-1-adrenergic receptor.
– Maka, alpha-adrenergic receptor–blocking agent dapat
menurunkan tegangan di leher vesica, prostat, dan uretra
dengan cara merelaksasi otot halus dan memperlancar
aliran urine.
• Kelompok penghambat alfa berdasarkan
subtipe selektifitas reseptor dan durasi half-
life:
– Nonselective alpha-blockers - phenoxybenzamine
– Selective short-acting alpha-1 blockers - prazosin,
alfuzosin, indoramin
– Selective long-acting alpha-1 blockers - terazosin,
doxazosin, slow-release (SR) alfuzosin.
– Partially subtype (alpha-1a)–selective agents –
tamsulosin (Harnal®), silodosin
Pilihan lain
• B. Adenokarsinoma prostat  permukaan
seharusnya berbenjol-benjol dan keras
• C. Prostatitis  prostat nyeri, radang, tidak
ditemukan tonjolan massa
• D. Abses prostat  fluktuasi (+), tanda infeksi
• E. Adenokarsinoma buli-buli  BAK darah
21. A. Nefrolitiasis
• Keywords:
– Laki-laki, 55 tahun, nyeri punggung atas, BAB
sedikit berkurang, demam (-)
– Nyeri ketok CVA (+), urin kekuningan
– Gangguan fungsi ginjal (+): ureum naik (50),
kreatinin naik (1,4)
– UL: kristal oksalat (+++), leukosit 2-4/LPB
– Rontgen: seperti tanduk rusa setinggi L2-3
Nefrolitiasis
• Nyeri pada punggung bawah, • Terapi:
nyeri ketok CVA (+) – Batu diameter ≤4mm: bisa
• Batu Staghorn: gambaran keluar spontan via urin
tanduk rusa biasanya – Batu diameter >8mm:
hiperechoic (lebih putih). surgical intervention
• Jenis batu:: – Antara 5mm – 8mm: MET
(Medical Expulsion
– Kalsium (paling sering)
Therapy)  Alpha-1-
oksalat (bayam / vitamin C)
adrenergic receptor
– Sistin antagonists/Alpha-blocker
– Struvit (Tamsulosin/ Terazosin) 
– Asam urat efektif terutama untuk
• Batu asam urat dan sistin tidak batu letak distal
terlihat dalam X-ray, terlihat
dalam USG
Batu Staghorn
22. B. MCV, MCH, MCHC
• Keywords:
– Laki-laki, 40 tahun
– Lemas 2 minggu
– Nyeri ulu hati, dengan riwayat konsumsi jamu
– BAB sering hitam
– Hb 6 g/dl

– Kemungkinan anemia (defisiensi besi) e.c


perdarahan kronis saluran cerna
Anemia
• Pendekatan awal dalam hal pucat/anemia
adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik.
• Pemeriksaan laboratorium yang cukup
bermanfaat adalah nilai morfologi eritrosit
(MCV, MCH, dan MCHC) serta hitung
retikulosit
• Hal-hal lain yang biasanya diperhatikan dalam
pemeriksaan eritrosit:
– Ukuran: normositik, mikrositik, makrositik
– Derajat hemoglobinisasi (berdasarkan warna):
normokrom, hipokrom
– Bentuk
• Indikatornya:
• MCV: rata-rata volume eritrosit (femtoliter  μm3)
• MCH: rata-rata massa hemoglobin per eritrosit
(pikogram)
• MCHC: rata-rata hemoglobin pada sel-sel darah merah
dengan volume tertentu (g/dl)
• RDW: koefisien variasi volume sel darah merah.
Ukuran
• Anemia mikrositik : defisiensi Fe, thalassemia,
penyakit kronik (gangguan utilisasi Fe), anemia
hemolitik.
• Anemia normositik : perdarahan akut, anemia
penyakit kronik, anemia aplastik, gagal ginjal
• Anemia makrositik : defisiensi folat, defisiensi
B12
Beberapa kelainan morfologi eritrosit
• Thalassemia: sel target, berinti, basophilic
stipping dan leukosit imatur
• Defisiensi G6PD: bite cells
• Anemia defisiensi besi: sel pensil
• Leukemia: leukositosis abnormal dan sel blast
Berdasarkan Penyakit
• Anemia defisiensi Besi : Darah tepi anemia mikrositik hipokrom, Serum
Iron ↓, Feritin↓, TIBC ↑, sel pensil. Terapi : suplementasi besi.
• Anemia hemolitik : Darah tepi anemia mikrositik hipokrom. Terdapat sel
target dan anisopoikilositosis(bentuk sel bermacam-macam karena lisis),
Bilirubin indirek ↑. Ikterik, splenomegali. Biasanya karena thalassemia.
Pemeriksaan tambahan : elektroforesis Hb.
• Anemia karena keganasan (Leukemia) : Pansitopenia, leukosit meningkat
namun abnormal. Blast +, hepatomegali. Pemeriksaan tambahan : Bone
Marrow Puncture (BMP). Tx : kemoterapi.
• Anemia aplastik : Pansitopenia. Tidak ada organomegali. Pemeriksaan
tambahan : BMP – gambaran hipoplastik.
• Anemia penyakit kronis (infeksi kronis) : Karena gangguan utilisasi besi.
Anemia mikrositik hipokrom
• Anemia karena penyakit ginjal kronis (CKD): anemia normositik
normokrom karena gangguan produksi eritropoietin
• Anemia perdarahan : Normositik normokrom.
• Anemia makrositik : karena defisiensi B12 (pada post-op gastrointestinal),
asam folat, liver disease
23. B. Hemofilia A
• Keywords:
– S: anak laki-laki, keluhan perdarahan muncul setelah
beberapa menit suntikan diberikan
– O: trombosit 350.000 /mm3, BT normal, CT meningkat, PT
normal, APTT meningkat, kadar aktivitas FVIII 2%, kadar
aktivitas FIX normal
• Adanya delayed bleeding merupakan tanda khas gangguan
secondary hemostatis (pembentukan cross -linking fibrin).
Penyakit dengan defek pada secondary hemostasis adalah
hemofilia. Hemofilia A terjadi akibat defisiensi FVIII dan
hemofilia B akibat defisiensi FIX.
– Hemofilia diturunkan dengan sex x-linked jadi hanya
ditemukan pada anak laki-laki
Hemostasis & Kaskade Koagulasi
• Hemostasis primer: dari
perdarahan sampai terbentuk
thrombocyte primary plug. Defek
pada proses ini menyebabkan
penyakit Von Willebrand dengan
perdarahan lama (prolonged
bleeding)
• Hemostasis sekunder: dari
thrombocyte primary plug hingga
terbentuk cross-linking fibrin.
Defek pada proses ini
menyebabkan penyakit Hemofilia
dengan perdarahan tertunda
(delayed bleeding).
Hemofilia
• Patogenesis: terjadi akibat defek • Dasar diagnosis
pada secondary hemostasis akibat – Anamnesis: delayed bleeding,
defisiensi FVIII atau FIX soft tissue bleeding, epistaksis,
• Klasifikasi hematuria
– Hemofilia A: ↓ FVIII (1:10.000) – PF:
– Hemofilia B: ↓ FIX (1:30.000-50.000) • Neonatus: perdarahan
umbilikus
• Anak: hemarthrosis
Aktifitas
Klinis Perdarahan • TRM (+) bila terjadi
FVIII/FIX
perdarahan intrakranial
Trauma
Ringan 5-25%
berat – PP: trombosit (N), BT (N), CT ↑,
PT (N), APTT ↑, ↓FVIII/FIX, inhibitor
Trauma FVIII/FIX
Sedang 1-5%
ringan
Berat <1% Spontan
24. C. Stadium 3
• Keywords:
– Laki-laki, 28 tahun
– Demam, diare <2 minggu
– BB 70 kg  58 kg (BB turun >10%)
– HIV positif

– Stadium klinis?
Stadium Klinis berdasarkan WHO
• Stadium 1: asimtomatik, limfadenopati
generalisata persisten
• Stadium 2: BB turun <10%, herpes zoster, ulkus
oral berulang, dermatitis seboroik, infeksi jamur
kuku
• Stadium 3: BB turun >10%, diare kronik >1 bulan,
demam >1 bulan, kandidiasis oral, TB paru
• Stadium 4: HIV wasting syndrome (BB turun
>10%+diare kronik >1 bulan+demam >1 bulan),
PCP, TB ekstra paru
• Bagan di samping kiri
adalah alur tes
antibodi HIV (Strategi
III) yang dipakai
Kemenkes untuk
standar nasional
• Tes antibodi yang
dipakai boleh Rapid
Test atau ELISA,
sebanyak 3 kali tes
untuk diagnosis pasti
(apablagi sudah
disertai gejala AIDS)
• Western Blot tidak
diwajibkan pada
pedoman nasional
sebagai standar
diagnostik karena
secara teknis sulit
dilakukan secara
rutin
Sumber: Pedoman Nasional
Tatalaksana HIV Kemenkes 2011
25. B. Peritonitis umum akibat
perforasi
• Keywords:
– Laki-laki, 38 tahun
– Sakit kepala, perut tidak enak, belum BAB
– Demam tidak terlalu tinggi, sejak 2 minggu

– Diagnosis yang mungkin: demam tifoid


Demam Tifoid
• Gejala khas pada typhoid
– Stepwise fever pattern  pola demam dimana suhu akan turun di pagi dan
makin tinggi dari hari ke hari.
– Minggu pertama: gejala gastrointestinal (nyeriperut, konstipasi), batuk,
sakit kepala.
• Akhir minggu pertama: suhu masuk fase plateau (39-400C), muncul rose spot (salmon-
colored, blanching, truncal, maculopapules)
– Minggu kedua: gejala di atas meningkat, dapat ditemukan splenomegali.
Bradikardirelatif, dicrotic pulse (double beat, the second beat weaker than
the first)
– Minggu ketiga: takipnue, distensi perut, diarehijau-kuning (pea soup
diarrhea), dapat masuk thypoid state(apatis, confusion, psychosis), dapat
terjadi perforasi usus dan peritonitis
– Minggu keempat: jika individu tersebut bertahan, gejala akan membaik
• Pemeriksaan tifoid: pada minggu pertama
dapat dilakukan pemeriksaan tubex atau
kultur darah dengan media empedu

• Pada minggu kedua, mengalami bakteremia


sehingga dapat diperiksa menggunakan tes
widal
– Hasil positif jika terjadi kenaikan titer 4x lipat atau
Anti-O 1/320 atau anti-H 1/640
26. A. Demam Berdarah Dengue
Keywords:
– Laki-laki, 12 tahun
– mimisan 1 jam yang lalu
– mengalami demam sejak 3 hari yang lalu
– Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 17 gr/dl,
hematokit 49%, leukosit 4,500/μl, trombosit 46.000/μl,
– IgM anti-dengue (-), IgG anti-dengue (+)
Panduan WHO
Demam Dengue
• Demam tinggi mendadak
• Ditambah gejala penyerta 2 atau lebih:
– Nyeri kepala
– Nyeri retro orbita
– Nyeri otot dan tulang
– Ruam kulit
– Meski jarang dapat disertai manifestasi perdarahan
– Leukopenia
– Uji HI >1280 atau IgM/IgG positif
• Tidak ditemukan tanda kebocoran plasma (hemokonsentrasi, efusi
pleura, asites, hipoproteinemia)
Kriteria DBD (Panduan WHO)
1. Klinis 2. Laboratorium
• Gejala klinis berikut harus ada, yaitu: • Trombositopenia (100 000/μl atau kurang)
• Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang • Adanya kebocoran plasma karena
jelas, berlangsung terus menerus selama 2- peningkatan permeabilitas kapiler, dengan
manifestasi sebagai berikut:
7 hari
– Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari
• Terdapat manifestasi perdarahan ditandai nilai standar
dengan: – Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah
– uji bendung positif mendapat terapi cairan
– petekie, ekimosis, purpura – Efusi pleura/perikardial, asites,
– perdarahan mukosa, epistaksis, hipoproteinemia.
perdarahan gusi
– hematemesis dan atau melena • Dua kriteria klinis pertama
• Pembesaran hati ditambah satu dari kriteria
• Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai laboratorium (atau hanya
tidak teraba, penyempitan tekanan nadi (20 peningkatan hematokrit) cukup
mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki untuk menegakkan Diagnosis
dan tangan dingin, kulit lembab, capillary Kerja DBD.
refill time memanjang (>2 detik) dan pasien
tampak gelisah.
27. B. Kotrimoksasol PO
• Keywords:
– Perempuan, 32 tahun
– BAB berdarah (disentri)
– Tatalaksana antibiotik diperlukan untuk disentri
– Pemilihan antibiotik terbaik?
Disentri
• Disentri = diare disertai dengan darah
• Kemungkinan besar akibat infeksi (namun
perlu dipikirkan penyebab lain, seperti
inflamasi kronik, keganasan, dan alergi
makanan)
• 2 penyebab utama:
– Disentri Shigella (akibat Shigella sp.)
– Disentri Amoeba (akibat Entamoeba histolytica)
Tatalaksana Disentri
• Apabila dicurigai disentri shigela, tatalaksana
terbaik adlah
– Fluorokuinolon oral (misal: ciprofloxacin)
– Kotrimoksasol oral (TMP/SMX)
• Dalam 3 hari tidak ada perbaikan, pikirkan
disentri amoeba.
– Metronidazol oral
28. A. Plasmodium Malariae
Keywords:

– Perempuan, 22 tahun,
– Demam berselang 3 hari, nyeri kepala, berkeringat
– 1 minggu yang lalu pergi ke Papua selama 1
minggu
– Diperiksa menggunakan rapid test dan didiagnosis
mengalami malaria.
Identifikasi etiologi malaria melalui
pola demam
• Malaria dengan pola demam selang tiga
hari (tiap 72 jam)  malariae (kuartana)

• Malaria dengan pola demam selang dua


hari (tiap 48 jam)  vivax/ovale (tertiana)

• Malaria dengan pola demam tidak teratur


 falciparum
29. C. Enterobiasis
• Keywords:
– An. Laki-laki, 4 tahun, suka menggaruk anus setiap
tidur
• Diagnosis?
– Enterobiasis/oxyuriasis
30. A. DM tipe 2
• Keywords :
– Laki-laki, 42 tahun
– Keluhan klinis DM (+)
– GDS 230
– Dengan klinis demikian, langsung dapat
ditegakkan diagnosis DM tipe 2 berdasarkan
algoritma PERKENI.

• Lihat algoritma di slide berikut


Gejala klinis 3P pada pasien
positif, sehingga mengikuti alur
diagnosis kiri.

Lalu pemeriksaan GDS di atas


200 langsung dapat
menentukan bahwa pasien
terdiagnosis DM tipe 2.

Sumber:
Konsensus Nasional DM 2011
PERKENI
31. D. Trigeminal Neuralgia
• Keywords
– Lita, 39 tahun,
– Rahang bawah kiri terasa nyeri saat makan
maupun dengan perabaan, terasa ditusuk
– sudah dirasakannya selama tiga tahun kronik
– Pasien sudah diperiksa dokter gigi dan tidak ada
kelainan.
– Pemeriksaan MRI juga tidak ditemukan kelainan
Neuralgia trigeminal
• Nama lainnya: tic douloureux
• Sindrom nyeri pada wajah yang rekuren dan kronik
• Gejala dan tanda: nyeri wajah unilateral, biasanya sisi wajah
kanan, seperti tertusuk,mengikuti distribusi nervus trigeminus
(N.V) biasanya menjalar ke area maksila atau mandibula

Frekuensi serangan bervariasi dari <1x/hari


sampai >10 kali/jam  ratusan kali/hari
Pemicu:
Mengunyah, berbicara, tersenyum
Minum minuman dingin/panas
Sikat gigi, bercukur
Terpajan udara dingin

Sumber: emedicine trigeminal neuralgia


Neuralgia post herpetik
• Virus Varicella Zoster
Virus Kerusakan saraf
postherpetik neuralgia
• Tatalaksana:
– Anti depresan trisiklik
(amitriptilin)
– Anti-konvulsan (gabapentin)
– Analgesik (capsaicin topikal)
– Kortikosteroid (prednison,
dexamethason)
– Antiviral

Sumber: emedicine neuralgia postherpetic


Cluster headache
• = histamine headache nyeri kepala neurovaskular
primer
• Terjadi selama beberapa periode (beberapa minggu)
• Kriteria diagnosis:
– Nyeri unilateral, orbita/periorbita/temporal, intensitas berat-
sangat berat, durasi 15-180 menit, frekuensi serangan
bervariasi
• Gejala tambahan (ipsilateral): injeksi konjungtiva,
lakrimasi, kongesti nasal, rinore, berkeringat pada dahi
dan wajah, miosis, ptosis, edema palpebra
Sumber: emedicine bagian cluster headache
Nyeri kepala primer
Penting !!!
Membedakan tiga tipe nyeri kepala primer :
– TTH  terikat, tertekan, bilateral, berkaitan dengan stress, disertai
ketegangan otot leher, intensitas ringan-sedang
– Migrain  berdenyut, biasanya unilateral, disertai mual, muntah,
fotofobia, fonofobia, dapat disertai aura (classic migrain) ataupun
tidak (common migrain), intensitas sedang-berat
– Cluster  unilateral, periorbita, dapat menjalar ke
temporal/retroorbita, gejala tambahan: lakrimasi, diplopia, rinore,
kongesti nasal, edema palpebra, injeksi konjungtiva

Sumber: Konsensus nasional penanganan nyeri kepala di indonesia


32. B. Stroke Hemoragik
Keywords
– Perempuan, 68 tahun
– Anamnesis:
• tiba-tiba terjatuh saat sedang membersihkan rumah
• sakit kepala hebat
Peningkatan Tekanan
• muntah menyemprot
intrakranial
• penurunan kesadaran
– PF: kesadaran sopor, TD 220/120 mmHg. Kaku kuduk
(-)
– CT scan didapatkan lesi hiperdens pada lobus frontal
Stroke
Bedakan iskemik atau hemoragik !!!!

Pemeriksaan untuk membedakan: CT Scan


Stroke iskemik Vs Stroke hemoragik
• Etiologi: trombus/emboli • Etiologi: perdarahan intraserebral
• Klinis: • Klinis:
– Anamnesis: defisit neurologis – Anamnesis: defisit neurologis
akut (seringnya hemiparesis) akut +penurunan
– PF: kesadaran umumnya tidak kesadaran+nyeri
menurun kepala+muntah proyektil
– tanda lesi UMN (hiperrefleks, – PF: tanda lesi UMN, hipertensi
ada refleks patologis) – Penunjang (CT Scan): area
– Penunjang (CT Scan): area hiperdens di serebrum
hipodens serebrum • Tatalaksana:
• Tatalaksana: – Bedah, Medikamentosa
– Trombolitik (r-TPA)  3-4,5 jam • Antihipertensi
• Agen diuretik osmotik (misal
setelah onset manitol)
– Aspirin
TIA dan RIND
– Etiologi : iskemia otak yang tidak menyebabkan infark
– Tampilan klinis :
• TIA: Defisit neurologis akut yang kembali menjadi normal
dalam waktu 24 jam.
• RIND : Gejala lebih dari 24 jam, tapi membaik dalam 72 jam
– Tatalaksana : Aspirin atau clopidogrel (untuk
mencegah terjadinya stroke)
Perdarahan sub araknoid

Etiologi : Pecahnya aneurisma  perdarahan ke


ruang subarachnoid.
Tampilan klinis : nyeri kepala hebat + tanda
meningismus (kaku kuduk)
–Penunjang : CT-Scan --> hiperdensitas di dalam
sulkus dan fisura serebri
–Tatalaksana :
»Beta-blocker apabila MAP > 130 mmHg
»Bedah (untuk menutup aneurisma)
33. B Antibiotik oral

• Keywords:
– Anak, 5 tahun,
– telinga sakit
– Riwayat batuk/pilek tidak sembuh
– PF: membran hiperemis
STADIUM OTITIS MEDIA AKUT TATALAKSANA

OKLUSI: Retraksi membran timpani Tetes hidung (efedrin hcl 0.5%)


HIPEREMIS: membran timpani Antibiotik + tetes hidung +
hiperemis + edema analgetik
SUPURASI: BULGING + SANGAT
Antibiotik + miringotomi
NYERI
PERFORASI: membran timpani
Antibiotik + cuci dengan H2O2
RUPTUR, pasien merasa ‘sembuh’
3% (3-5 hari)
karena nyeri berkurang
RESOLUSI: membran timpani
menutup. Resolusi gagal jadi otitis
antibiotik
media supuratif kronik (OMSK) > 6
minggu
34. E. Gizi buruk marasmik-kwasiorkor

• Keywords:
– S: keluhan tidak mau makan
– O: atrofi otot dan atrofi lemak di kedua lengan dan
tungkai, rambut mudah tercabut, perut membuncit
disertai edema tungkai dan kaki
– Pada anak ini dapat ditemukan tanda gizi buruk marasmik
secara klinis (atrofi otot dan atrofi lemak)
– Tanda kwasiorkor? Ada edema, khususnya edema
ekstremitas (hingga abdomen)
Gizi Buruk – Diagnosis
• Diagnosis gizi buruk ditegakkan atas dasar klinis dan atau antoprometri
1. Terlihat sangat kurus dan atau edema
2. Antropometri
a. Anak usia <5 tahun (WHO): z-score BB/TB < -3,00 SD
b. Anak dengan organomegali: LLA < 11,5 cm atau LLA/U < 70%
• Klasifikasi
– Kwashiorkor: edema pada kedua punggung kaki, rambut kemerahan dan
mudah dicabut, kurang aktif, rewel, cengeng, pengurusan otot, crazy
pavement dermatosis
– Marasmus: wajah seperti orang tua, kulit terlihat longgar, iga gambang,
baggy pants, kulit paha berkeriput
– Tipe Campuran

– Perhatikan: edema punggung kaki bilateral; sedangkan ascites dapat saja


merupakan organomegali.
Gizi Buruk – Klasifikasi
• Kwashiorkor: • Marasmus:
– Perubahan mental sampai apatis – Penampilan wajah seperti orang
– Anemia tua, terlihat sangat kurus
– Perubahan warna dan tekstur – Perubahan mental, cengeng
rambut, mudah dicabut/rontok – Kulit kering, dingin dan mengendor,
– Gangguan sistem gastrointestinal keriput
– Pembesaran hati (dermatosis) – Lemak subkutan menghilang
– Atrofi otot hingga turgor kulit berkurang
– Edema simetris pada kedua – Otot atrofi sehingga kontur tulang
punggung kaki, dapat sampai terlihat jelas
seluruh tubuh – Kadang-kadang terdapat
bradikardia
– Tekanan darah lebih rendah
dibandigkan anak sehat yang
sebaya

• Tipe Campuran
Kwashiorkor vs Marasmus
35. B. Katarak matur
• Keywords:
o Laki-laki, 65 tahun,
o pandangan kabur perlahan, seperti berkabut sejak 2 bulan
yang lalu
o PF: visus OD 5/60 OS 2/60; lensa kedua mata keruh,
shadow test negatif pada kedua mata.

Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Sebagian Seluruh Lensa jatuh
Shadow test Positif Negatif Pseudopositif
Visus > 6/60 < 6/60 <6/60
Klasifikasi Katarak
36. C. Glaukoma Akut
• Keywords:
– Visus turun mendadak, mata merah, nyeri
(terutama berdenyut di belakang mata)
– PF: EDEMA KORNEA

– Diagnosis: Glaukoma akut


– Tatalaksana awal: Asetazolamid IV
Glaukoma akut
• Kegawatan  terapi awal : asetazolamid, timolol,
pilokarpin untuk mengurangi tekanan intraokular.
Selanjutnya, rujuk ke spesialis mata untuk terapi definitif.
• Glaukoma akut terjadi akibat obstruksi kanal schlem
sehingga aliran cairan mata terganggu dan menimbulkan
kenaikan tekanan intraokular.

• Bedakan dengan glaukoma kronik.


Glaukoma kronik  mata tenang, visus turun perlahan.
Funduskopi : hilangnya cup/ disk ratio pada retina ( =
“menggaung”)
37. A. Hifa sejati panjang bersekat
• Keywords
– Gatal selangkangan, gatal
– Plakat, tepi aktif
– Diagnosis: Tinea kruris

Jenis penyakit Hifa Spora


Tinea hifa panjang artrospora
bersekat
• KOH? Kandidiasis pseudohifa blastospora
Tinea versikolor hifa pendek Spora bergerombol
(spaghetti and
meatball)
38. D. Acyclovir 5 x 800 mg 5- 7 hari
Keywords:
– Wanita, 50 tahun
– bintik-bintik berisi cairan di pinggang sebelah kiri yang
disertai rasa nyeri
– PF: vesikel berkelompok makulopapular eritema pada sisi
lateral kiri setinggi thorakal X (khas lesi dermatomal)

Diagnosis: Herpes zoster


Tatalaksana: Acyclovir 5 x 800 mg selama 5-7 hari
39. C. Sefiksim 1x400mg dosis tunggal
+ azitromisin 1 gram PO dosis tunggal
• Keywords:
– Rasa panas saat BAK dan keluar nanah dari ujung
penis
– Riwayat berganti pasangan seksual
– Diagnosis: Uretritis Gonorrhea (GO)
Pedoman IMS 2011

Prinsip: selain tatalaksana GO (dengan ceftriaxone/cefixime), otomatis tatalaksana uretritis


non-GO (dengan azitromisin / doksisiklin)
40. B. Skizofrenia Paranoid
• Perempuan, 56 tahun, dibawa keluarganya dalam keadaan
mengamuk karena merasa mendengar suara-suara yang
menjelek-jelekkannya halusinasi auditorik
• Keluhan dialami sejak 2 bulan terakhir
• Ia juga merasa orang lain selalu berusaha membuatnya
gagal sejak dulu. Ia menjadi selalu merasa ketakutan untuk
keluar rumah karena takut orang berbuat jahat padanya. Ia
juga menjadi takut menyalakan televisi karena ia yakin di
televisi telah dipasang camera khusus oleh kekuatan lain
yang akan berbuat jahat padanya waham kejar
• Diagnosis : Skizofrenia Paranoid
• Terapi: Antipsikotik atipikal (risperidone)
Skizofrenia
• Skizofrenia Herbefrenik  perilaku aneh, tertawa sendiri
• Skizofrenia paranoid  halusinasi mengancam, memberi
perintah. Waham kejar
• Skizofrenia katatonik  stupor fleksibilitas cerea, negativisme,
command automatism
• Skizofrenia residual  gejala negatif (afek tumpul, keterlambatan
psikomotor, miskin isi pembicaraan) setelah episode psikotik di
masa lampau (setidaknya 1 tahun)
• Skizofrenia simpleks  adanya gejala negatif (afek tumpul,
keterlambatan psikomotor, miskin isi pembicaraan) TANPA
episode psikotik di masa lampau

Sumber: PPDGJ
Dx banding: Gangguan psikotik akut
Kriteria diagnostik:
• adanya gejala psikotik yang lebih dari 1 hari, kurang
dari 1 bulan, terjadi tiba-tiba, terdapat labilitas
emosi

Terapi:
• antipsikotik: Haloperidol (generasi I), atau
antipsikotik generasi II (seperti rispderidon,
klozapin, olanzapin)
• psikoterapi
41. B Serangan panik
• Keywords:
– Perempuan, 27 tahun,
– Tiba-tiba mengalami ketakutan hebat 1 jam yang
lalu.
– Keluhan lainnya ialah berdebar-debar dan
berkeringat dingin.
– Keluhan dirasakan saat pasien sedang beristirahat,
tidak sedang dalam keadaan emosi. Kejadian ini
telah terjadi beberapa kali dan menghilang
dengan sendirinya
Gangguan panik
• Serangan ansietas berulang, tidak terbatas pada
situasi tertentu, rangkaian kejadian tidak terduga
• Serangan berlangsung beberapa menit, kadang
lebih lama
– gejala primer yang dominan bervariasi, awitan
mendadak
– gejala primer palpitasi, nyeri dada, rasa tercekik,
pusing, dapat disertai depersonalisasi/derealisasi
– Gejala sekunder: takut mati, kehilangan kendali

Sumber: PPDGJ
42. C. Superimposed Preeclampsia
– Wanita, 37 tahun, G1P0A0, hamil 38 Minggu, TD
180/110 mmHg, proteinuria +++
– Saat 11 minggu, TD sudah tinggi (150/110 mmHG)
– Diagnosis?

• Twist: hati-hati terjebak untuk memilih


preeklamsia berat, karena pada pasien
sebelum usia kehamilan 20 mg sudah ada
hipertensi 
Diagnosis banding jika ada hipertensi
kurang dari 20 mg
20
minggu

Hipertensi Kronik

Proteinuria (-)

Superimposed preeclampsia

Proteinuria (+)
SPEKTRUM HIPERTENSI – HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN –
PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA
DIAGNOSIS TEKANAN DARAH TANDA DAN GEJALA LAIN
HIPERTENSI GESTASIONAL TD ≥ 140/90 mmHg Kehamilan Proteinuria (-)
> 20 minggu

PREEKLAMPSIA RINGAN TD ≥ 140/90 mmHg Proteinuria 1+


Kehamilan > 20 minggu
PREEKLAMPSIA BERAT TD > 160/ 110 mmHg Proteinuria 2+ atau lebih
Kehamilan > 20 minggu

EKLAMPSIA Hipertensi Kejang


Kehamilan > 20 minggu
HIPERTENSI KRONIK Hipertensi <20 minggu Pasien dapat
mengetahui/menyangkal
riwayat HT sebelumnya
Proteinuria (-)
SUPERIMPOSED PREEKLAMPSIA Hipertensi <20 minggu Muncul proteinuria di usia
(hipertensi kronik) kehamilan >20 minggu
43. C Atonia uteri
– Wanita, 43 tahun
– Perdarahan post partum
– Uterus lembek, massa (-)

• Diagnosis? Atonia uteri


• Selalu pikirkan 4T jika menemukan kasus
perdarahan post partum (lihat slide
berikutnya)
Perdarahan post partum
4T
DIAGNOSIS/MASALAH GEJALA & TANDA TATALAKSANA

TONE (ATONIA UTERI) UTERUS LEMBEK, SYOK MASASE FUNDUS,RANGSANG


PUTTING, OKSITOSIN DAN
METERGIN

TEAR (ROBEKAN JALAN LAHIR) KONTRAKSI BAIK, PLASENTA HENTIKAN SUMBER PERDARAHAN
LENGKAP

TISSUE (SISA JARINGAN) PLASENTA TIDAK LENGKAP, KELUARKAN SISA JARINGAN


TERDAPAT JARINGAN PADA OUE

TROMBOSIT (GANGGUAN SINDROM HELLP  KOMPLIKASI KOMPRESI BIMANUAL, LIGASI


KOAGULASI) PREEKLAMSIA-EKLAMSIA ARTERI HIPOGASTRIK SAMPAI
HISTEREKTOMI
44. D. Berikan Ventilasi Tekanan Positif
– Usia gestasi 30 minggu, air ketuban keruh, bayi
tidak menangis, frekuensi jantung bayi 84 kali per
menit
– Kemungkinan terjadi aspirasi mekonium

• Tindakan apa yang anda lakukan selanjutnya?


Algoritma
Resusitasi
Neonatus
45. B. Breastfeed jaundice
• Keywords:
– Bayi umur 3 hari, ikterik
– Bilirubin total 11,5 mg/dL
–  pasien kemungkinan mengalami breast feeding
jaundice
Ikterus neonatorum
• Ikterus fisiologis :
– Timbul setelah 24 jam, berlangsung kurang dari 7-
14 hari,
– Terutama terdiri dari bilirubin indirek,
– Kadar tertinggi bilirubin total kurang dari 15 mg%
– Bilirubin direk kurang dari 2mg%,
– dan tidak ada keadaan patologis lain.
• Ikterik pada 24 jam pertama
– Dapat disebabkan erythroblastosis fetalis, perdarahan
tersembunyi, sepsis, atau infeksi intrauterine,
termasuk sifilis, rubella, sitomegalo, rubella, dan
toxoplasmosis kongenital
• Ikterik yang muncul pada hari ke-2 atau ke-3
– Umumnya fisiologis, Crigler-Najjar syndrome dan
breast feeding ikterik, sepsis bakteri atau infeksi
saluran kemih, maupun infeksi lainnya seperti sifilis,
toksoplasmosis, sitomegalovirus, atau enterovirus.
• Ikterik yang muncul sesudah satu minggu
– breast milk ikterik, septicemia, atresia congenital,
hepatitis, galaktosemi, hipotiroidisme, anemia
hemolitik kongenital (spherocytosis), anemia
hemolitik akibat obat.
• Ikterik yang persisten selama satu bulan
– kondisi hyperalimentation-associated cholestasis,
hepatitis, cytomegalic inclusion disease, syphilis,
toxoplasmosis, familial nonhemolytic icterus, atresia
bilier, atau galaktosemia. Ikterik fisiologis dapat
berlangsung beberapa minggu pada kondisi hipotiroid
atau stenosis pilori
46. B. Perdarahan
• Penyebab kematian: perlukaan • Cara kematian: menjelaskan
atau penyakit yang bagaimana penyebab
menimbulkan kekacauan fisik kematian itu datang
sehingga menghasilkan – Cara kematian bisa
kematian dikelompokkan menjadi:
– Contoh: luka tembak, luka wajar, pembunuhan, bunuh
tusuk, kanker diri, kecelakaan, atau tidak
dapat dijelaskan
• Mekanisme kematian:
Kekacauan fisik yang dihasilkan
oleh penyebab kematian • Jadi, pada kasus ini:
– Cara kematian:
– Contoh: perdarahan, kerusakan Dibunuh/ditusuk
jaringan otak
– Penyebab kematian: Luka
– Beberapa penyebab bisa tusuk
memiliki mekanisme yang sama – Mekanisme kematian:
– satu penyebab bisa Perdarahan
menghasilkan kematian melalui
beberapa mekanisme
47. A. Mencari masalah yang ada di
daerah tersebut
• Langkah-langkah menentukan diagnosis
komunitas

– Mengidentifikasi masalah
– Menetapkan prioritas masalah
– Menganalisis penyebab masalah
– Menentukan alternatif pemecahan masalah
– Mengevaluasi alternatif pemecahan masalah
– Memilih alternatif pemecahan masalah
– Implementasi
– Follow up
48. A. Case control
DESAIN
PENELITIAN • LAPORAN
DESKRIPTI
KASUS
F
TIDAK ADA • CASE-SERIES
EKSPERIMENTAL OBSERVASIONAL PERBANDINGAN ANTAR
TIAP KELOMPOK • KOHORT
ADA PERLAKUAN • CASE-CONTROL
/INTERVENSI ANALITIK /
ETIOLOGI • CROSS-
ADA SECTIONAL/POT
PERBANDINGAN ONG LINTANG
ANTAR TIAP
KELOMPOK

• 2 jenis kohort: • 2 KELOMPOK: Kelompok • Deskriptif, sewaktu


• Prospective cohort kasus (sakit) dan • HUBUNGAN ASOSIASI 
• Retrospective/hist kelompok kontrol (sehat) TIDAK KAUSALITAS
orical cohort • Retrospektif, sewaktu • CEPAT DAN MURAH
• Subjek diikuti untuk • DAPAT melihat • Menghitung RELATIF RISK
periode tertentu KAUSALITAS (RR)
• SANGAT BAIK • Umum digunakan pada
menilai KAUSALITAS KASUS LANGKA
• Relatif LAMA dan MAHAL • Menghitung ODDS RATIO
• Menghitung RELATIF RISK (OR)
(RR)
49. C. 60%
GOLD STANDAR GOLD
(PSIKIATER +) STANDAR
SAKIT (PSIKIATER -)
TIDAK SAKIT
A
KUESIONER PPV =
60 (A) x (B) A+B
BARU (+)
D
KUESIONER NPV =
40 (C) 150 (D) C+D
BARU (-)

Total 100 Y

SENSITIVITY SPECIFICITY
A D

A+C B+D
50. B. Uji Wilcoxon
• Keywords:
– Uji korelatif/komparatif? Komparatif
– Variabel bebas: sebelum vs sesudah cuci tangan
– Variabel tergantung: tingkat pengetahuan
– Jenis variabel bebas: nominal dikotom (2 kategori)
– Jenis variabel tergantung: ordinal (baik, sedang,
buruk)
– Berpasangan/tidak berpasangan? Berpasangan,
karena data dari orang yang sama
Tabel Uji Hipotesis
SELAMAT BELAJAR!

Anda mungkin juga menyukai