Anda di halaman 1dari 20

EMULSIFIKASI

Emulsifikasi merupakan proses pembentukan


emulsi pada suatu sediaan farmasi. Terdapat
beberapa pengertian tentang emulsi yaitu :

• Menurut FI III : Emulsi adalah sediaan yang


mengandung bahan obat cair atau cairan
obat terdispersi dalam cairan pembawa
distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfaktan yang cocok.
• Menurut Parrot : Emulsi adalah suatu sistem
polifase dari 2 campuran yang tidak saling
bercampur. Salah satunya tersuspensi dengan
bantuan emulgator keseluruh partikel lainnya.
Ukuran diameter partikelnya berkisar antara 0.2
– 50 mm.
• Menurut Physical Pharmacy : Emulsi
adalah sistem yang tidak stabil secara
termodinamika mengandung paling sedikit
dua fase cair yang tidak bercampur satu
diantaranya terdispersi sebagai globul-
globul (fase pendispersi) dalam fase cair
lainnya (fase kontinyu) distabilkan dengan
adanya bhn pengemulsi/ emulgator.
• Menurut FI IV : Emulsi adalah sistem dua
fase dimana salah satu cairannya
terdispersi dalam cairan yang lain dalam
bentuk tetesan-tetesan kecil.
• Menurut Ensyclopedia : Umumnya
digambarkan sebagai sistem heterogen,
terdiri dr 2 cairan yg tidak bercampur. Satu
• Menurut Formularium Nasional : Emulsi adalah
sediaan berupa campuran terdiri dari dua fase cairan
dalam sistem dispersi; yang satu terdispersi sangat
halus dan merata dalam fase cairan lainnya;
umumnya dimantapkan dengan zat pengemulsi.
• Menurut DOM Martin : Emulsi adalah sistem
heterogen, terdiri dari kurang lebih satu cairan yang
tidak tercampurkan yang terdispersi dalam cairan
lainnya dalam bentuk tetesan-tetesan di mana
diameternya kira-kira 0,1 mm atau dapat diartikan
sebagai dua fase yang terdiri dari satu cairan yang
terdispersi dalam cairan lainnya yang tidak
tercampurkan.
• Jadi dapat disimpulkan bahwa Emulsi adalah suatu
sistem heterogen yang tidak stabil secara
termodinamika, yang terdiri dari paling sedikit dua
fase cairan yang tidak bercampur, dimana salah
satunya terdispersi dalam cairan lainnya dalam
bentuk tetesan–tetesan kecil, yang berukuran 0,1-100
mm, yang distabilkan dengan emulgator/surfaktan
yang cocok.
Baik fase terdispersi atau fase kontinu berkisar
dalam konsistensi dari suatu cairan mobile sampai
suatu massa setengah padat (semisolid). Jadi sistem
emulsi berkisar dari cairan (lotion) yang mempunyai
viskositas relative rendah sampai salep atau krim, yang
merupakan semisolid. Diameter partikel dari fase
terdispersi umumnya berkisar dari 0,1-10 µm, walaupun
partikel sekecil 0,01 µm dan sebesar 100 µm bukan
tidak biasa dalam beberapa sediaan.
Komponen utama emulsi berupa fase dispersi (zat cair
yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil kedalam zat
cair lain (fase internal); Fase kontinyu (zat cair yang
berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dr emulsi
tersebut (fase eksternal); dan Emulgator (zat yg
digunakan dlm kestabilan emulsi).
Tidak ada teori emulsifikasi yang umum, karena emulsi
dapat dibuat dengan menggunakan beberapa tipe
zat pengemulsi yang masing-masing berbeda
bergantung pada cara kerjanya dengan prinsip yang
berbeda untuk mencapai suatu produk yang stabil.
Zat pengemulsi bisa dibagi menjadi 3
1. Zat yang aktif pada permukaan yang teradsorpsi
pada antarmuka minyak/air membentuk lapisan
monomolekular dan mengurangi golongan sebagai
berikut: tegangan antar muka.
2.Suatu lapisan multimolekular sekitar tetesan-
tetesan terdispers dari minyak dalam suatu emulsi
o/w. C Partikel-partikel padat yang terbagi halus,
yang diadsorpsi pada batas antarmuka dua fase
cair yang tidak bercampur dan membentuk
suatu lapisan partikel di sekitar bola-bola
terdispersi
3.Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi
sebagai fase internal ataupun eksternal, maka
emulsi digolongkan menjadi 2 : Emulsi yang
mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air
disebut emulsi minyak-dalam-air dan biasanya
diberi tanda sebagai emulsi “m/a”. Sebaliknya
emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase
luar minyak disebut emulsi air-dalam-minyak dan
dikenal sebagai emulsi ‘a/m”.
Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinu,
suatu emulsi minyak dalam air diencerkan atau
ditambahkan dengan air atau suatu preparat dalam
air. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang
stabil, perlu fase ketiga atau bagian dari emulsi, yakni:
zat pengemulsi (emulsifying agent). Tergantung pada
konstituennya, viskositas emulsi dapat sangat
bervariasi dan emulsi farmasi bisa disiapkan sebagai
cairan atau semisolid (setengah padat).

Untuk membedakan tipe emulsi, dapat dilakukan


dengan beberapa cara, antara lain:
• Test Pewarnaan : Sejumlah kecil zat pewarna yang
larut dalam air seperti metilen blue (brilliant blue)
dapat ditaburkan pada permukaan emulsi. Tipe m/a
® (m) titik-titik merah; (a) biru dominan. Tipe a/m ® (a)
titik-titik biru; (m) merah dominan.
• Test Pengenceran Tetesan : Metode ini berdasarkan
prinsip bahwa suatu emulsi akan bercampur dengan
yang menjadi fase luarnya. Misalnya suatu emulsi tipe
m/a, maka emulsi ini akan mudah diencerkan
dengan penambahan air. Begitu pula sebaliknya
dengan tipe a/m. Test Kelarutan Pewarna
Sejumlah kecil zat warna yang larut dalam air seperti
biru metilen atau brilliant blue FCF bisa ditaburkan
pada permukaan emulsi. Jika air mearupakan rase
luar, yakni, jika emulsi tersebut bertipe o/w, zat
tersebut akan melarut didalalmnya dan berdifusi
merata ke seluruh bagian dari air tersebut.
• Test Creaming (Arah Pembentukan Krim) :
Creaming adalah proses sedimentasi dari tetesan-
tetesan terdispersi berdasarkan densitas dari fase
internal dan fase eksternal. Jika densitas relative dari
kedua fase diketahui, pembentukan arah krim dari
lemak kurang dibandingkan fase air; sehingga, jika terjadi krim
pada bagian atas, maka emulsi tersebut adalah tipe m/a, jika
emulsi krim terjadi pada bagian bawah, maka emulsi tersebut
merupakan tipe a/m.

• Test Konduktivitas Elektrik : Metode ini berdasarkan prinsip


bahwa air atau larutan berair mampu menghantarkan listrik, dan
minyak tidak dapat menghantarkan listrik. Jika sepasang
elektroda yang dihubungkan dengan suatu sumber listrik luar
dan dicelupkan dalam emulsi. Jika fase luar adalah air, aliran
listrik akan melalui emulsi tersebut dan dapat dibuat untuk
membelokkan jarum voltmeter atau menyebabkan suatu
cahaya dalam sirkuit berpijar. Jika minyak merupakan fase
kontinu, emulsi tersebut itdak dapat membawa arus listrik.
 Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-
lain. Emulsi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan).
Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat
disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya
merupakan zat seperti putih telur .
Pada pembuatan emulsi, surfaktan juga dapat digunakan
sebagai emulgator. Jika surfaktan yang digunakan sebagai
emulgator maka dapat terbentuk suatu emulsi ganda
(multiple emulsion). Sistem ini merupakan jenis emulsi air-
minyak-air atau sebaliknya. Mekanisme kerja emulgator
semacam ini berdasarkan atas kemampuannya menurunkan
tegangan permukaan air dan minyak serta membentuk
lapisan monomolekular pada permukaan globul fase
terdispersi
 Secara kimia molekul surfaktan terdiri atas gugus polar dan
non polar. Apabila surfaktan dimasukkan ke dalam sistem
yang terdiri dari air dan minyak, maka gugus polar akan
mengarah ke fase air sedangkan gugus non polar akan
mengarah ke fase minyak. Surfaktan yang didominasi gugus
polar akan cenderung membentuk emulsi minyak dalam air.
Sedangkan jik amolekul surfaktan lebih didominasi gugus non
polar akan cenderung menghasilkan emulsi air dalam minyak.
 Metode yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi
surfaktan sebagai emulgator adalah Metode HLB
(Hydrophilic-Lipophilic Balance). HLB ( Hydrophilic Lypophilic
Balance) adalah ukuran keseimbangan hidrofilik-lipofilik dari
suatu zat aktif permukaan. Griffin
menyusun suatu skala ukuran HLB surfaktan yang dapat
digunakan menyusun daerah efisiensi HLB optimum untuk
setiap fungsi surfaktan. Semakin tinggi nilai HLB suatu
surfakatan, sifat kepolarannnya akan meningkat. Disamping
itu, HLB butuh minyak yang digunakan juga perlu diketahui.
Pada umumnya nilai HLB butuh suatu minyak adalah tetap
untuk suatu emulsi tertentu dan nilai ini ditentukan
berdasarkan percobaan. Menurut Griffin, nilai HLB butuh
setara dengan nilai HLB surfaktan yang digunakan untuk
mengemulsikan minyak dengan air sehingga membentuk
suatu emulsi yang stabil.
Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal 4
macam teori, yang melihat proses terjadinya emulsi dari sudut
pandang yang berbeda-beda.
Teori tersebut ialah :

1. Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension)


Molekul memiliki daya tarik menarik antara molekul yang sejenis
yang disebut dengan daya kohesi. Selain itu molekul juga
memiliki daya tarik menarik antara molekul yang tidak sejenis
yang disebut dengan daya adhesi. Daya kohesi suatu zat selalu
sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair akan terjadi
perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan
daya kohesi. Tegangan terjadi pd permukaan tsb dinamakan
tegangan permukaan. Dengan cara yang sama dapat
dijelaskan terjadinya perbedaan tegangan bidang batas dua
cairan yang tidak dapat bercampur. Tegangan yang terjadi
antara dua cairan tersebut dinamakan tegangan bidang batas.
Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang
mengakibatkan antara kedua zat
cair itu semakin susah untuk bercampur. Tegangan yang terjadi
pada air akan bertambah dengan penambahan garam-garam
anorganik atau senyawa-senyawa elektrolit, tetapi akan
berkurang dengan penambahan senyawa organik tetentu
antara lain sabun. Didalam teori ini dikatakan bahwa
penambahan emulgator akan menurunkan dan menghilangkan
tegangan permukaan yg terjadi pada bidang batas shg antara
kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur.

2. Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge). Setiap molekul


emulgator dibagi menjadi dua kelompok yakni:
• Kelompok hidrofilik bagian dr emulgator yg suka pada air.
• Kelompok lipofilik, yakni bagian yg suka pada minyak
3. Teori Interparsial Film. Teori ini mengatakan bahwa emulgator
akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga
terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase
dispers. Dengan terbungkusnya partikel tersebut maka usaha
antara partikel yang sejenis untuk bergabung menjadi terhalang.
Dengan kata lain fase dispers menjadi stabil. Untuk memberikan
stabilitas maksimum pada emulsi, syarat emulgator yang dipakai
adalah:
* Dapat membentuk lapisan film yg kuat tapi lunak.
* Jumlahnya cukup utk menutup semua permukaan partikel
fase dispers.
* Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dpt
menutup semua permukaan partikel dg segera.
4. Teori Electric Double Layer (lapisan listrik ganda)
Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung
berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan
sejenis, sedangkan lapisan berikutnya akan bermuatan yang
berlawanan dengan lapisan didepannya. Dengan demikian
seolah-olah tiap partikel minyak dilindungi oleh dua benteng
lapisan listrik yang saling berlawanan. Benteng tersebut akan
menolak setiap usaha dari partikel minyak yang akan
menggandakan penggabungan menjadi satu molekul besar.
Karena susunan listrik yang menyelubungi sesama partikel akan
tolak- menolak dan stabilitas emulsi akan bertambah. Terjadinya
muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari ketiga cara
dibawah ini.
Ada beberapa Metode yang biasa digunakan dalam
pembuatan Emulsi yaitu:
a. Metode Gom Kering
Disebut pula metode continental dan metode 4;2;1. Emulsi
dibuat dengan jumlah komposisi minyak dengan ½ jumlah
volume air dan ¼ jumlah emulgator. Sehingga diperoleh
perbandingan 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian
emulgator. Pertama-tama gom didispersikan ke dalam minyak,
lalu ditambahkan air sekaligus dan diaduk /digerus dengan
cepat dan searah hingga terbentuk korpus emulsi.
b. Metode Gom Basah
Disebut pula sebagai metode Inggris, cocok untuk
penyiapan emulsi dengan musilago atau melarutkan gum
sebagai emulgator, dan menggunakan perbandingan 4;2;1
sama seperti metode gom kering. Metode ini dipilih jika
emulgator yang digunakan harus dilarutkan/ didispersikan
terlebuh dahulu kedalam air misalnya metilselulosa. 1 bagian
gom ditambahkan 2 bagian air lalu diaduk, dan minyak
ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk dengan
cepat
c. Disebut pula metode Forbes.
Metode ini digunakan untuk emulsi dari bahan-bahan
menguap dan minyak-minyak dengan kekentalan yang rendah.
Metode ini merrupakan variasi dari metode gom kering atau
metode gom basah. Emulsi terutama dibuat dengan
pengocokan kuat dan kemudian diencerkan dengan fase luar.
Dalam botol kering, emulgator yang digunakan ¼ dari jumlah
minyak. Ditambahkan dua bagian air lalu dikocok kuat-kuat,
suatu volume air yang sama banyak dengan minyak
ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus dikocok, setelah
emulsi utama terbentuk, dapat diencerkan dengan air sampai
volume yang tepat.
d. Metode Penyabunan In Situ.
Sabun Kalsium Emulsi a/m yang terdiri dari campuran minyak
sayur dan air jeruk,yang dibuat dengan sederhana yaitu
mencampurkan minyak dan air dalam jumlah yang sama dan
dikocok kuat-kuat. Bahan pengemulsi, terutama kalsium oleat,
dibentuk secara in situ disiapkan dari minyak sayur alami yang
mengandung asam lemak bebas

Anda mungkin juga menyukai