Anda di halaman 1dari 112

Anatomi

 Bagian susunan saraf pusat mulai perbatasan dgn medulla


oblongata (decussatio pyramidum) sampai setinggi vertebra LI-2.
 31 segmen: 8 servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral, 1
koksigeal
 Masing2 segmen berhubungan dengan sepasang radiks saraf
spinal
 Bagian luar tersusun oleh substansia alba & substansia grisea di
bagian dalam
 Di dalam substansia alba berisi lintasan2 asenden & desenden
 Di dalam substansia grisea pada daerah anterior terdapat
motorneuron, yg bertanggung jawab dalam penghantaran
impuls motorik somatik  disebut anterior motor neuron
Gejala klinis dari gangguan medula spinalis:

Gangguan motorik
 setinggi segmen  kelumpuhan flaksid dan atrofi
 di bawah segmen  kelumpuhan spastik
 servikal  tetraparese/plegi
 torakal/lumbal  paraparese/plegi
 sakral  gangguan miksi dan defekasi, tanpa paraparese/plegi

Gangguan sensorik
Hipo/anestesi mulai setinggi segmen yang terganggu ke bawah

Gangguan otonom
Retensi urin dan inkontinensia alvi
Amyotrophic Lateral Sclerosis

Gangguan Spondilitis TB

medula Syringomyelia

spinalis Myelopathy

Brown Sequard Synd

Medular Compresion acute

Complete spinal transection

HNP

Dorsal Root Synd

Cauda Equina Synd


 Stephen hawking
Batasan

 Adalah penyakit kronis yang ditandai dengan adanya


kelainan neurodegeneratif progresif pada motor
neuron sistem
 Yang dipengaruhi disini adalah sel-sel neuron di kornu
anterior medula spinalis, inti motorik di batang otak,
dan sel-sel neuron di area motorik lobus frontalis
(gyrus precentralis)  Mengenai UMN dan LMN
 Jika hanya LMN yang terkena  disebut progressive muscular
atrophy
 Jika hanya UMN yang terkena  disebut primary lateral
sclerosis
 Jika terbatas otot bulbar  disebut progressive bulbar palsy
Epidemiologi

 Paling sering menyerang orang berusia 40-60 tahun


 Pria lebih banyak terkena dibanding wanita
 90-95% kasus muncul secara acak tanpa faktor risiko
yang jelas
 5-10% diturunkan dan 20% kasus familial berasal dari
kerusakan genetik spesifik yang menghasilkan mutasi
enzim Superoxide dismutase 1 (SOD 1)
Etiologi

Penyebab pasti tidak diketahui namun diduga terdapat


peranan dari :
 Penuaan
 Virus
 Toksin
 Genetik
Patofisiologi

 Pada ALS, terjadi degenerasi sel saraf,


sehingga tidak terjadi transmisi molekul
neurotransmiter dari otak menuju ke
otot, dan mengakibatkan disfungsi otot,
sehingga otot menjadi lemah,
mengalami atrofi otot dan fasciculation
Manifestasi Klinis
 Gambaran klinis awalnya ringan  sering tak terdeteksi
 Biasanya diawali di salah satu bagian tubuh & secara bertahap
menjadi progresif menyebar ke seluruh tubuh
 Gejala awal meliputi:
- kedutan dan kesemutan di lengan, bahu, dan lidah
- kekakuan otot
- kelemahan otot lengan & tungkai
- bicara sulit dimengerti & rinolalia
- kesulitan mengunyah & menelan
- rasa lelah
Selanjutnya keluhan berkembang menjadi kelemahan & atrofi.
Karena kematian neuron scr gradual  kemampuan kontrol
gerak berkurang.
 Karena hanya mempengaruhi motorneuron, tidak akan
mengganggu:
- kognitif, kepribadian, intelegensi, ataupun ingatan
- kemampuan melihat, membau, mengecap, mendengar,
ataupun merasakan rangsang raba
- fungsi otot involunter  otot jantung & otot polos
 Dapat terjadi kegagalan ventilasi yang menyebabkan
kematian  sekitar 3 th setelah timbul kelemahan fokus
Diagnosis

 Anamnesis  keluhan pasien yang mengarah ke manifestasi


klinis dari ALS
 Pemeriksaan Neurologis:
UMN LMN
Kekuatan Parese - Paralisis
Tonus Meningkat - Spastik Menurun - Flaccid
Refleks Patologi (+) (-)
Refleks Fisiologi Meningkat Menurun atau (-)
Atropi Disuse atropi (+)
Fasikulasi (-) (+)
 Pemeriksaan penunjang
- EMG (elektromiografi)
- KHS (kecepatan hantar saraf)
- MRI
- Tes urin & darah
- LP
- biopsi otot
Diagnosis Banding

 Neuropati motorik multifokal


 Mieloradikulopati servikal dan radikulopati lumbosakral
Penatalaksanaan

 Medikasi  Riluzol oral 50 mg, diminum 1-2 jam stl makan.


Dapat juga ditambahkan obat untuk mengatasi kram otot,
konstipasi, kelelahan, nyeri, dan depresi
 Terapi fisik dan okupasional
 Terapi bicara
Batasan
 Peradangan granulomatosa yg
bersifat kronis destruktif oleh
Mycobacterium tuberculosis
 Paling sering ditemukan pada
vertebra T8 - L3
 Paling jarang pada vertebra C1 – 2.
 Spondilitis tuberkulosis biasanya
mengenai korpus vertebra, tetapi
jarang menyerang arkus vertebrae.
Epidemiologi
 50% dari seluruh tuberkulosis tulang
dan sendi, terutama ditemukan pada
kelompok umur 2-10 tahun dengan
perbandingan yang hampir sama
antara pria dengan wanita.
 Di Ujung Pandang spondilitis
tuberkulosa ditemukan sebanyak 70%
dari seluruh tuberkulosis tulang dan
sendi.
 Umumnya penyakit ini menyerang
orang-orang yang berada dalam
keadaan sosial ekonomi rendah.
Etiologi
 Spondilitis tuberkulosa merupakan
infeksi sekunder dari tuberkulosis di
tempat lain di tubuh.
 95 % disebabkan oleh mikobakterium
tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe human
dan 1/3 dari tipe bovin )
 Sisanya oleh mikobakterium
tuberkulosa atipik
 Merupakan bakteri berbentuk
batang yg bersifat tahan terhadap
asam
Patofisiologi

Kuman TB pada
Menekan
Terbentuk
pembuluh darah
vertebra gibbus medulla
spinalis

Destruksi
Membentuk tulang
abses pada menyebabk
badan vertebra an
deformitas
gibbus
Abses
Manifestasi klinik
 Badan lemah, lesu, nafsu makan
berkurang, dan berat badan menurun
 Suhu subfebril terutama pada malam
hari dan sakit (kaku) pada punggung
 Nyeri spinal menetap
 Deformitas pada punggung (gibbus)
 Pembengkakan setempat (abses)
 Kelainan neurologis
 Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat
penekanan medula spinalis
 Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang
bersifat UMN
Stadium penyakit
 Stadium 1 (implantasi)
 Saat duplikasi bakteri dalam tulang
 Imunitas rendah
 6-8 minggu
 Stadium 2 (destruksi awal)
 Terjadi destruksi ringan pada vertebra
 3-6 minggu
 Stadium 3 (destruksi lanjut)
 Terjadinya destruksi massif
 Proses kaseosa yang berlanjut
 Terbentuknya gibbus
 2-3 bulan setelah stadium 2
 Stadium 4 (gangguan neurologis)
 Disebabkan oleh penekanan pada canalis spinalis
 Dibagi menjadi 4 derajat
○ Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah
setelah beraktivitas atau berjalan jauh
○ Derajat II :Kelemahan pada anggota gerak bawah
tetapi penderita masih dapat melakukan
pekerjaannya
○ Derajat III : Kelemahan pada anggota gerak bawah
yang membatasi gerak atau aktivitas penderita
disertai dengan hipoestesia atau anestesia.
○ Derajat IV : Gangguan saraf sensoris dan motoris
disertai dengan gangguan defekasi dan miksi
 Stadium 5 (deformitas residua)
 Terjadi 3-5 tahun setelah stadium 1
 Kelainan yang terjadi sudah ireversibel
Diagnosis
 Anamnesis
 Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan keterangan
dari pasien, meliputi keluhan utama, keluhan sistem
badan, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, dan riwayat penyakit keluarga atau lingkungan.
 Pemeriksaan fisik
 Inspeksi
○ Pada klien dengan spondilitis tuberkulosa kelihatan
lemah, pucat, dan pada tulang belakang terlihat bentuk
kiposis.
 Palpasi
○ Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi, keadaan
tulang belakang terdapat adanya gibbus pada area tulang
yang mengalami infeksi.
 Perkusi
○ Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat
nyeri ketok.
 Auskultasi
○ Pada pemeriksaan auskultasi, keadaan paru mungkin
tidak ditemukan kelainan.
Diagnosis
 Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan laboratorium
○ Pemeriksaan darah lengkap didapatkan
leukositosis dan LED meningkat.
○ Uji mantoux positif tuberkulosis.
○ Uji kultur biakan bakteri dan BTA ditemukan
Mycobacterium.
○ Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe
regional.
 Pemeriksaan hispatologis ditemukan tuberkel
○ Pemeriksaan serologi dengan deteksi
antibodi spesifik dalam sirkulasi
○ Pemeriksaan ELISA (Enzyme-Linked
Immunoadsorbent Assay)
○ Identifikasi PCR (Polymerase Chain
Reaction)
Diagnosis
 Pemeriksaan radiologis
○ Foto toraks x-ray untuk melihat adanya tuberculosis pada
paru. Abses dingin tampak sebagai suatu bayangan yang
berbentuk spindle.
○ Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis, osteolitik,
destruksi korpus vertebra, penyempitan diskus
intervertebralis, dan mungkin ditemukan adanya massa
abses paravertebral.
○ CT scan memberi gambaran tulang secara lebih detail dari
lesi
irreguler, skelerosis, kolaps diskus, dan gangguan
sirkumferensi tulang.
○ MRI mengevaluasi infeksi diskus intervertebralis dan
osteomielitis tulang belakang serta menunjukkan adanya
penekanan saraf
Diagnosis banding
 Fraktur kompresi vertebra
 Metastasis dari karsinoma di tempat
lain
 Poliomielitis dengan paralisis
tungkai
 Kifosis senilis
 Infeksi kronik non TB
Penatalaksanaan
 Prinsip pengobatan pott’s disease
adalah secepat mungkin ditanggulangi
sebelum menjadi semakin parah
 Pengobatan konservatif
 Bed rest
 Memperbaiki KU
 Pemasangan brace pada pasien
 Pemberian OAT
 Pengobatan operatif
 Operasi laminektomi
○ + dekompresi dan stabilisasi
Prognosis

 Prognosis bergantung dari :


 Kecepatan diagnosis penyakit
 Kecepatan pemberian terapi
 Ada/tidaknya gangguan neurologis
Batasan

Adalah suatu penyakit dimana terjadi pembentukan


kista di sekitar kanalis sentralis mielum. Di sekitar kiste
ini terjadi proliferasi jaringan glia.
etiologi
 Kondisi dan penyakit berikut dapat menyebabkan syringomyelia:
Malformasi Chiari : suatu kondisi di mana jaringan otak
menjorok ke kanal tulang belakang
Meningitis : peradangan selaput otak dan sumsum tulang belakang
Tumor sumsum tulang belakang : tumor dapat mengganggu
sirkulasi normal cairan serebrospinal
Tethered spinal cord syndrome : gangguan yang terjadi akibat
jaringan yang melekat pada tulang belakang membatasi gerakan
Cedera tulang belakang : gejala dapat terjadi beberapa bulan
atau tahun setelah cedera terjadi
Jaringan parut pada tulang belakang : dapat muncul setelah
operasi
patofisiologi
kanalis sentralis tidak menutup sehingga terdapat kiste yg tertinggal
dan di sekitarnya tumbuh jaringan glia. cairan serebrospinal yang
mengelilingi dan melindungi otak beserta sumsum tulang belakang
berkumpuil di dalam sumsum tulang belakang dan membentuk
kista berisi cairan (syrinx).
Manifestasi klinis

 Gangguan sensasi suhu dan nyeri, sedangkan rasa raba


tetap normal  disosiasi sensibilitas.
 Ggn kornu anterior  tjd kelemahan dan atrofi
terutama pada tangan.
 Ggn traktus piramidalis
 Sindrom horner  tjd bila terletak pd segmen cervical
bawah pada sisi yg terkena.
 Artropati sendi-sendi mengalami ggn vegetatif dan
membesar tanpa nyeri (sendi charcot)
Tanda dan gejala
 Tanda-tanda awal dan gejala syringomyelia dapat
menyerang leher, bahu, lengan dan tangan, antara
lain:
1. Kelemahan otot
2. Hilangnya refleks
3. Hilangnya kepekaan terhadap nyeri dan suhu
Tanda-tanda dan gejala syringomyelia lainnya
adalah:
1. Kekakuan pada, bahu punggung, lengan dan kaki
2. Nyeri di leher, lengan, dan punggung
3. Fungsi usus dan kandung kemih terganggu
4. Kelemahan otot dan kejang pada kaki
5. Wajah nyeri atau mati rasa
6. Tulang belankang melengkung (skoliosis)
Cara pemeriksaan

 Pemeriksaan likuor
sering tdk tampak kelainan, kadang tampak blok
walaupun tdk komplit
 Pemeriksaan radiologik
 X-foto cervical: tampak pelebaran kanalis spinalis
 Mielografi: tampak pelebaran dr mielum
 CT-scan: tampak pelebaran mielum dan kanalis
sentralis
 MRI: adanya syrinx di dlm mielum dan perluasan dari
abnormalitas tersebut pd irisan sagital
Penatalaksanaan

 Operasi (drainage)  kadang dapat mengurangi gejala


 Radiasi  hasilnya jelek
Batasan

Merupakan setiap gangguan fungsional atau perubahan


patologis dalam medulla spinalis.
Etiologi

 Trauma medulla spinalis yang berakibat kompresi


spinal cord
 Inflamasi  myelitis
 Tumor yang mendesak medulla spinalis
 Penyakit vascular  mielopati vascular
 Penyakit degenerative yang menyebabkan kompresi
pada saraf-saraf medulla spinalis
Patofisiologi

Mielopati paling sering disebabkan oleh stenosis dari


tulang belakang dimana terjadi penyempitan progresif
dari kanal vertebrae tempat beradanya medulla
spinalis sehingga medulla spinalis dapat terjepit di
dalam kanal yang mengecil. Sebagai efeknya spinal cord
dan nerve root akan mengalami kompresi dan
terganggu fungsi normalnya.
Gejala Klinis

 Mielopati sulit untuk dideteksi karena


perkembangannya yang lambat dan bertahap

 Gejala dari kompresi yang terjadi *:


› gejala sensorik (nyeri atau parestesi)
› gejala motorik (kelumpuhan)
› gejala otonom (gangguan respirasi, sirkulasi, miksi, dan
defekasi)

*(tergantung segmen yang mengalami kompresi)


 Gejala yg biasanya di rasakan pasien :
 riwayat sakit leher atau punggung yang panjang
 perubahan dalam koordinasi gerak
 kelemahan otot
 kesulitan melakukan aktivitas dan tugas yang sebelumnya
mudah
Diagnosis

Dilakukan berdasar gejala-gejala di atas serta pemeriksaan


penunjang seperti radiologis (MRI) untuk melihat jika
terdapat kompresi baik itu oleh vertebrae maupun massa
misalnya tumor.
Tatalaksana

 Pada penderita mielopati dengan bukti kompresi pada


spinal cord dan nerve root
dilakukan operasi dengan hati-hati untuk
membebaskan dari kompresi.
 Analgesic untuk nyeri yang dialami
 Trauma mielum dapat mengenai
beberapa cara.
 Dari dorsal mendorong vertebrae ke ventral.
Trauma ini akan menyebabkan kelainan lokal
pada vertebrae (fraktur kolumna vertebrae).
 Dari kranial ke kaudal
(kraniokaudal/longitudinal). Misalnya pada
jatuh duduk, akan menyebabkan fraktur
kompresi di daerah torako-lumbal.
 Dari fleksi dan ekstensi yang hebat (terutama
di daerah servikal) akan menyebabkan
kerusakan lamina dan jaringan ikat / ligament
di sekitar vertebrae.
Gejala Klinik
 Lesi trasnversal komplit
 Lesi transversal Inkomplit
 Kontusio servikal posterior
Perbandingan Klinik Lesi Inkomplet dan Lesi Komplet

Karakteristik Lesi Komplet Lesi Inkomplet

Motorik Menghilang di bawah Sering (+)


lesi
Protopatik (nyeri, suhu) Menghilang di bawah Sering (+)
lesi
Propioseptif (joint position, Menghilang di bawah Sering (+)
vibrasi) lesi
Sacral Sparing (-) (+)
Rontgen Vertebra Sering dgn fraktur, Sering normal
luksasi & listhesis

MRI Hemoragi (54%), Edema (62%), kontusi


kompresi (25%), (26%), normal (15%)
kontusi (11%)
Batasan

Adalah lesi sumsum tulang belakang lengkap ditandai


dengan gambaran klinis yang mencerminkan
hemisection dari sumsum tulang belakang.
Manifestasi klinis

1. Kelumpuhan LMN ipsilateral setinggi lesi


2. Defisit sensorik ipsilateral setinggi lesi
3. Kelumpuhan UMN ipsilateral di bawah tingkat lesi
4. Defisit proprioseptif (getaran, posisi, gerakan)
ipsilateral di bawah lesi
5. Deficit protopatik (nyeri, suhu, perabaan)
kontralateral di bawah lesi
Cara pemeriksaan

 Radiografi polos Spinal mungkin menggambarkan


cedera tulang tembus atau trauma tumpul.
 MRI mendefinisikan tingkat cedera tulang belakang dan
membantu ketika membedakan antara etiologi
nontraumatic.
 Mielografi mungkin berguna jika MRI tidak dapat
dilakukan atau tidak tersedia.
Penatalaksanaan

 Immobilisasi leher  Memakai Philadelphia collar atau


papan kayu penyangga punggung
 Berikan terapi antiinflamasi: methylprednisolon 30 mg
/kg IV bolus dalam 15 mnt , stop 45 mnt, berikan lagi
methylprednisolon 5,4 mg/kg/hr IV infus dalam 23 jam
setelahnya.
Definisi

Kompleks gejala yang meliputi low back pain, siatika


unilateral atau yang lebih khas bilateral, gangguan
sensoris “saddle anesthesia”, dan kehilangan sensasi
motorik dan sensori ekstremitas bawah yang
bervariasi, bersama-sama dengan gangguan kandung
kemih, usus, dan disfungssi ereksi.
Disebabkan oleh hilangnya fungsi 2 atau lebih nerve
root yang membentuk cauda equina.
ETIOLOGI

Terjadi karena penyempitan apapun pada canalis


spinalis yang menekan nerve root di bawah level
medula spinalis, disebabkan oleh:
 Trauma
 Herniasi diskus
 Stenosis spinalis
 Neoplasma
 Peradangan
 Infeksi
 Iatrogenik
Gejala klinik

 Low back pain


 Siatika unilateral atau bilateral
 Hipoestesi atau anestesi saddle atau perineal
 Gangguan BAB dan BAK
 Kelemahan motorik ekstremitas bawah dan defisit
sensorik
 Berkurang atau hilangnya refleks ekstremitas bawah
Low back pain dapat dibagi menjadi nyeri lokal dan radikular.
 Nyeri lokal secara umum merupakan nyeri dalam akibat iritasi
jaringan lunak dan corpus vertebra.
 Nyeri radikular secara umum adalah nyeri yang tajam dan
seperti ditusuk-tusuk akibat kompresi radiks dorsalis. Nyeri
radikular berproyeksi dengan distribusi sesuai dermatom.
Manifestasi BAK pada sindrom cauda equina meliputi:
 Retensi
 Sulitnya memulai miksi
 Berkurangnya sensasi urethra
 Secara khas, manifestasi buang air kecil dimulai dengan
retensi urin dan kemudian diikuti oleh inkontinensia urin
overflow.
Gangguan buang air besar dapat meliputi:
 Inkontinensia
 Konstipasi
 Hilangnya tonus dan sensasi anus
Diagnosis

 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik & neurologi
 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fisik & neurologi

Pemeriksaan fisik dari cauda equina sindrom meliputi :


 Inspeksi : mencari beberapa manifestasi eksternal dari
nyeri, seperti sikap tubuh yang abnormal, pemeriksaan
sikap tubuh dan gaya berjalan untuk mengetahui
kemungkinan dari defek dan adanya kelainan pada
tulang belakang
 Palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan
 Kekuatan tonus dan otot ekstremitas bawah
 Sensoris ekstremitas bawah
 Colok dubur
Nyeri dan defisit dengan keterlibatan akar saraf
ditunjukkan dalam tabel berikut:
Akar
Nyeri Defisit sensorik Defisit motorik Defisit refleks
saraf
L2 Paha bagian anterior Paha bagian atas Kelemahan slight Suprapatella yang
medial quadricep; fleksi sedikit menurun
panggul; aduksi paha
L3 Paha anterior lateral Paha bagian bawah Kelemahan quadricep; Patella atau
ekstensi lutut; aduksi suprapatella
paha
L4 Paha posterolateral; Kaki bagian bawah Ekstensi lutut dan pedis Patella
tibia anterior sebelah medial
L5 Dorsum pedis Dorsum pedis Dorsofleksi pedis dan Harmstring
ibu jari kaki
S1-2 Pedis bagian lateral Pedis bagian lateral Plantar fleksi pedis dan Achilles
ibu jari kaki
S3-5 Perineum Saddle Sfingter Bulbocavernosus;
anus
Pemeriksaan Penunjang

 Radiografi
 Myelografi lumbal
 CT scan
 MRI
 Radionuclide scanning
 Positron Emission Tomography scan
BATASAN
Adalah suatu keadaan dimana nukleus
pulposus keluar menonjol untuk
kemudian menekan kearah kanalis
spinalis melalui anulus fibrosus yang robek
pada daerah lumbosakral
ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan
timbulnya HNP:
 Aliran darah ke diskus yang berkurang
 Beban yang berat
 Ligamentum longitudinalis posterior
menyempit
PATOFISIOLOGI
 Herniasi diskus lumbal dapat disebabkan oleh
trauma (usia muda) atau perubahan degeneratif
(orang tua) pada diskus.

 Sebagai akibat peregangan pada ligamentum


longitudinalis posterior, timbul rasa nyeri pinggang
bawah.

 Sedangkan penekanannya pada akar saraf


menimbulkan rasa nyeri radikuler, gangguan
sensorik atau motorik, yang sesuai dengan
distribusi segmen saraf yang terkena.
MANIFESTASI KLINIS
 Nyeri spontan  khas: nyeri bertambah
hebat dari posisi berbaring ke duduk, bila
berbaring nyeri akan berkurang atau hilang.
 Nyeri mulai dari pantat, menjalar ke bagian
belakang lutut, kemudian ke tungkai bawah.
 Nyeri semakin hebat bila mengejan, batuk,
mengangkat barang berat.
 Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah
di sebelah L5-S1 (garis antara dua krista
iliaka).
Nyeri radikuler, gangguan motorik atau
sensorik, yang sesuai dengan distribusi
segmen saraf yang terkena.
Paraparese dan gangguan miksi/defekasi
sebagai akibat kompresi kauda ekuina
dapat dijumpai, seperti pada “midline disc
protrusion”.
DIAGNOSIS
 Anamnesis
 Pemeriksaan neurologi
 Lasegue test pd penderita HNP <30 derajat sudah
mengeluh nyeri
 Pemeriksaan sensorik  ggn. Sensibilitas pd bag
lateral jari V (S1) / bag medial ibu jari kaki (L5)
 Pemeriksaan motorik  pd penderita HNP tidak
dapat melakukan dorsofleksi (L5) atau plantar
fleksi (S1)
 Kadang terdapat ggn.otonom  retensio urin
(indikasi op)
 Kadang terdapat anestesi di perineum (indikasi op)
 Pemeriksaan penunjang

 Foto lumbal
Pada pemeriksaan ini kita melihat apakah ada
penyempitan jarak tulang yang satu dengan
yang diatas atau dibawahnya, adakah
instabilitas atau spondilolistesis.

 CT. Myelografi
Pada pemeriksaan ini kita melihat apakah
adanya filling defect.

 Magnetic Resonance Imaging


Pada pemeriksaan ini kita dapat melihat apakah
ada protusio ataupun squester dari bantalan
tulang yang menekan pada sistem
PENATALAKSANAAN
 KONSERVATIF
1.Penderita dengan gejala klinis ringan :
○ Mencegah gerakan-gerakan yang
menimbulkan keluhan dan tirah-baring
pada saat timbul keluhan.
○ Analgesik, bila perlu.
○ Fisioterapi, seperti terapi panas, latihan,
korset lumbal.
2.Penderita dengan gejala nyeri pinggang hebat :
○ Tirah-baring (alas keras, pada posisi yang
dirasakan enak).
○ Analgesik, antispasmodik (diazepam), anti-
inflamasi (aspirin, NSAID).
○ Fisioterapi, seperti traksi pinggul
 II. PEMBEDAHAN :

Pembedahan dilakukan pada keadaan-keadaan


sebagai berikut :
- Dengan cara-cara konservatif ( 3-4 mgg) tidak berhasil.

- “Midline disk protrusion” yang menimbulkan gejala


kompresi cauda equina.

- Kompresi akar saraf yang menimbulkan kelumpuhan


otot, seperti foot drop.
Spinal Cord Transection Syndrom

 Suatu pola defisit neurologis yang muncul


dari kerusakan seluruh cross- section
medspin pada level tertentu
 Etiologi : trauma, iskemia, inflamasi atau
infeksi (tranverse myelitis), kompresi
(hematom, tumor)
 Gejala dan tanda
 Di bawah lesi (motorik, sensorik, otonom)
 Di level lesi (flasid, atrofi, loss of refleks)
KOMPRESI MEDULA SPINALIS
 Acute compression  terjadi dalam
beberapa menit sampai beberapa jam.
Penyebab : trauma (fraktur vertebra
dengan displacement fragmen fraktur,
trauma pada tulang atau ligamen yang
menyebabkan hematom), herniasi diskus,
metastase tumor.
 Sub acute compression  terjadi dalam
beberapa hari-beberapa minggu.
Penyebab : metastase tumor, abses atau
hematom subdural/epidural.
 Chronic compression  terjadi dalam
beberapa bulan sampai beberapa tahun.
penyebab spondilosis, stenosis spinal,
malformasi arterivena, tumor
extramedular. Dapat diperburuk dengan
herniasi diskus dan hipertrofi
ligamentum flavum.
 Gejala Klinis
 akut : defisit segmental, paraparese,
tetraparese, gangguan BAB/BAK, defisit
sensoris, hiperreflexia,
 Sub akut atau kronik : nyeri punggung,
(nyeri radikular), hiperreflexia, gangguan
sensoris.
 Pemeriksaan
 Foto x-ray
 CT myelografi
 MRI
 Terapi
 Menghilangkan kompresi
 Dexamethason jika kompresi disebabkan
oleh tumor.
 Pembedahan, jika :
○ Defisit neurologis bertambah parah
○ Diperlukan biopsi
○ Tulang belakang tidak stabil
○ Disebabkan oleh tumor yang kambuh setelah
radioterapi
○ Abses atau hematom subdural/epidural.
 Kumpulan gejala yang terjadi karena lesi pada konus
medullaris;
- disfungsi buli-buli
- disfungsi defekasi dan kelemahan sfingter
- gangguan fungsi seksual
- defisit sensorik pada daerah distribusi kutaneus
segmen sakral dan koksigeal dan saddle
anesthesia
Sindroma Kauasa Utama Gejala & tanda klinis
Brown Sequad Tr. tembus, -Paresis UMN ipsilateral dibawah lesi dan LMN setinggi lesi.
Syndrome Dekompresi -Gangguan eksteroseptik (nyeri & suhu) kontra lateral.
ekstinsik -Gangguan proprioseptik (raba & tekan) ipsilateral
Sindroma Cedera HNP -Paresis LMN seringgi lesi & UMN dibawah lesi.
Spinalis pada T4-T6 -Dapat disertai disosiasi sensibilitas. Disfungsi spinkter.
Anterior -Gangguan eksteroseptik. -proprioseptik normal.
Sindroma Hematomielia -Paresis lengan lebih berat dari tungkai.
spinalis sentral Trauma spinal -Gangguan sensorik bervariasi(disestesia/hiperestesia).
servikal (fleksi-ekstensi) -Disosiasi sensibilitas. -Disfungsi miksi, defekasi & seksual.
Sindroma Trauma, Infark -Paresis ringan
spinalis a,spinalis -Gangguan eksteroseptikpada punggung, Leher dan bokong
posterior posterior -Gangguan proprioseptik bilateral
Sindroma Trauma lower -Gangguan motorik ringan, simetris,tidak ada atrofi
konus sacral cord -sensorik: saddle anestesi, bilateral,disosiasi sensibilitas
medularis -Nyeri jarang, simetris, bilateral pd perineum & paha
-KPR(+), APR (-), Refleks bulbocavernosus & anal (-)
-Disfungsi sphincter t, Gangguan ereksi & ejakulasi.
Sindroma Cedera akar -Gangguan motorik sedang s/d berat,asimetris,atrofi(+)
Cauda Equina saraf -Saddle anestesi, asimetris, disosiasi sensibilitas (-)
lumbosakral -Nyeri menonjol,hebat,lebih dini,radikuler, asimetris
-Gangguan refleks bervariasi
Gangguan spinkter, disfungsi seksual jarang.

Anda mungkin juga menyukai