Anda di halaman 1dari 93

ASKEP

GAGAL NAFAS AKUT


DAN VENTILATOR

Sugiyono.S.Kep. Ns.CVRN, CHt


DEFENISI
 Suatu keadaan yang mengancam kehidupan akibat
tidak adekuatnya pengambilan O2 dan CO2 arteri.
 Penurunan mendadak Pa O2 dibawah 50 mmHg
dan/atau peningkatan mendadak PaCO2 diatas 50
mmHg.
 Peningkatan CO2 yang terjadi disertai dengan
Asidemia.
 Penyakit paru kronik dengan keadaan gas arterial
mendekati keadaan diatas tidak dimasukkan ke
dalam kategori ini karena tidak disertai asidemia
sebagai akibat sudah terjadinya kompensasi ginjal.
ETIOLOGI
 Disebabkan oleh kelainan intrapulmonal
maupun ekstrapulmonal.
 Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan
pasa saluran nafas bawah, sirkulasi
pulmonal, jaringan dan daerah kapiler
alveolar.
 Kelainan ekstrapulmonal berupa kelainan
pada pusat nafas, neuromuskuler, pleura
maupun saluran nafas atas.
4 dasar mekanisme gangguan
 Hipoventilasi.
pertukaran gas pada respirasi yaitu:
 Ketidak sepadanan ventilasi/perfusi (V/Q mismatch)..
 Pintasan darah dari kanan ke kiri (right to left
shunting of blood).
 Gangguan difusi.

Catatan : kelainan ekstrapulmonal menyebabkan


hipoventilasi sedangkan kelainan intrapulmonal
dapat meliputi seluruh mekanisme tersebut.
Ventilasi
 Selama inspirasi, aliran udara dari lingkungan luar
masuk ke dalam trakea, bronkhus, bronkhiolus, dan
alveolus.
 Selama ekspirasi, gas alveoli menjalani rute yang
sama kembali ke luar.
 Faktor fisik yang mempengaruhi aliran udara ke
dalam dan keluar paru merujuk pada ventilasi
mekanik dan meliputi :
- Variasi tekanan udara.
- Ketahanan (resistance) terhadap aliran udara
(ketahanan jalan nafas)
- Pengembangan paru (lung compliance).
Variasi tekanan udara
 Udara mengalir dsari tekanan tinggi ke tekanan yang
rendah.
 Selama inspirasi, pergerakan diafragma dan otot
pernafasan lainnya memperluas rongga toraks dan
dengan demikian terjadi penurunan tekanan di dalam
toraks terhadap tingkat tekanan dari tekanan
atmosfir. Selanjutnya udara mengalir melalui trakhea
dan bronkhus ke dalam alveolus.
 Selama ekspirasi normal, diafragma berelaksasi dan
paru mengempes lagi. Hal ini akan menurunkan
ukuran rongga toraks. Tekanan alveolar melebihi
tekanan atmosfir dan aliran udara dari paru menuju
atmosfir.
Ketahanan jalan nafas
 Ketahanan ditentukan oleh ukuran jalan
nafas dimana udara mengalir.
 Berapa proses yang merubah diameter
bronkhial atau lebarnya berdampak pada
kethanan jalan nafas dan meribah kecepatan
aliran udara selama respirasi.
Pengembangan paru (1)
 Tekanan gradien antara rongga toraks dan atmosfir
menyebabkan udara mengalir masuk dsan keluar
paru.
 Suatu ukuran dari elastisitas (elasticity) , perluasan
(expandability), dan pengelembungan (distensibility)
dari paru-paru dan struktur toraks disebut
pengembangan paru (lung compliance).
 Pengembangan paru ditentukan oleh hubungan
tekanan-volume dalam paru dan toraks, normal
pengembangan paru adalah1.0 l/cmH2O.
Pengembangan paru (2)
 Peningkatan pengembangan paru terjadi
terjadi ketika paru kehilangan elastisitas dan
toraks mengalami overdistensi misalnya pada
empisema.
 Penurunan pengembangan paru terjadi ketika
paru dan toraks menjadi “kaku”. Kondisi yang
terkait seperti ini adalah pneumotoraks,
hemotoraks, efusi pleura, edema pulmonal,
atelektasis, fibrosis pulmonal, dan ARDS.
Kapasitas dan volume paru
 Volume paru terdiri dari :
1. Volume tidal (tidal volume= TV).
2. Volume cadangan inspirasi (inspiratory
reserve volume=IRV).
3. Volume cadangan ekspirasi (expiratory
reserve volume=ERV)
4. Volume sisa (residual volume=RV)
TV
 Volume udara yang dihirup dan dikeluarkan
setiap kali bernafas.
 Nilai normal : 500 ml atau 5-10 ml/kg BB.
IRV
 Volume Maksimal dari udara yang dapat
dihirup setelah inspirasi normal.
 Nilai normal adalah 3000 ml.
ERV
 Volume maksimal dari udara yang dapat
dikeluarkan sekuat-kuatnya setelah ekspirasi
normal.
 Nilai normal adalah 1100 ml.
RV
 Volume udara yang bersisa dalam paru
setelah ekspirasi.
 Nilai normal adalah 1200 ml.
Kapasitas paru-paru
 Kapasitas paru terdiri dari :
1. Kapasitas vital (vital capacity=VC).
2. Kapasitas inspirasi (inspiratory
capacity=IC).
3. Kapasitas sisa fungsional (functional
residual capacity=FRC).
4. Kapasitas paru total (total lung capacity).
VC
 Volume maksimal udara yang diekspirasikan
dari titik inspirasi maksimal.
 VC = TV + IRV + ERV.
 Nilai normal adalah 4600 ml.
IC
 Volume maksimal udara yang diinspirasikan
setelah ekspirasi normal
 IC = TV + IRV
 Nilai normal adalah 3500 ml.
FRC
 Volume udara yang bersisa dalam paru
setelah ekspirasi normal.
 FRC = ERV + RV.
 Nilai normal adalah 2300 ml.
TLC
 Volume udara dalam paru-paru setelah
inspirasi maksimal.
 TLC = TV + IRV + ERV + RV
 Nilai normal adalah 5800 ml.
Keseimbangan dan ketidakseimbangan ventilasi
dan perfusi (1)
 Ventilasi adalah aliran gas masuk dan keluar paru –
paru.
 Perfusi adalah pengisian kapiler paru – paru dengan
darah.
 Pertukaran gas yang adekuat bergantung pada
keadekuatan perbandingan ventilasi-perfusi.
 Perubahan perfusi terjadi dengan perubahan dalam
tekanan arteri pulmonal, tekanan alveoli, dan
gravitasi.
 Hambatan jalan nafas, perubanahn pengembangan
paru lokal dan gravitasi mempengaruhi ventilasi.
Keseimbangan dan ketidakseimbangan
ventilasi dan perfusi (2)
 Letidakseimbangan ventilasi-perfusi (V/Q)
terjadi dari ketidak adekuatan ventilasi,
ketidak adekuatan perfusi, atau keduanya.
 Ada 4 kemungkinan keadaan V/Q dalam
paru :
1. Normal perbandingan V/Q.
2. Rendahnya perbandingan V/Q. (shunt)
3. Tingginya perbandingan V/Q (dead space).
4. Tidak adanya ventilasi-perfusi (silent unit).
V/Q normal
 Kondisi paru sehat.
 Sejumlah darah yang melewati suatu
alveolus dan disesuaikan dengan sejumlah
gas .
 Perbandingan 1 : 1 (ventilation matches
perfusion).
Low Ventilation – Perfusion Ratio :
Shunts
 Disebut dengan shunt-producing disorders.
 Ketika perfusi lebih dari ventilasi terjadilah
“shunt”.
 Darah yang melewati alveolus tanpa
terjadinya pertukaran gas.
 Hal ini terlihat pada pasien pneumonia,
atelektasis, tumor paru atau penumpukan
mukus.
High Ventilation – Perfusion Ratio :
Dead Space
 Ketika ventilasi lebih dari perfusi, terjadilah
ruang kematian (dead space).
 Alveoli tidak memiliki penyediaan darah yang
adekuat.
 Hal ini ditemukan pada beberapa pasien
seperti emboli paru, infark paru, dan syok
kardiogenik
Silent Unit
 Pada kondisi dimana tidak adanya ventilasi
dan perfusi atau dengan ventilasi dan perfusi
terbatas.
 Suatu kondisi yang dikenal sebagai unit diam
(silent unit).
 Hal ini terlihat pada pasien pneumotoraks,
dan ARDS berat.
PATOFISIOLOGI
 Dibedakan dalam 2 bentuk :
1. Kegagalan ventilasi atau hiperkapnia.
2. Kegagalan oksigenisasi atau hipokemik/non
hiperkapnia.
Kegagalan ventilasi
 Gagal nafas umumnya disebabkan oleh
kegagalan ventilasi yang ditandai dengan
terjadinya retensi CO2 disertai dengan
penurunan pH yang abnormal, penurunan
PaO2, dengan nilai perbedaan tekanan O2
alveolus arteri (A-a) DO2 meningkat atau
normal
Penyebab ekstrapulmonal (1)
 Overdosis sedatif atau opiat.
 Stroke serebrovaskuler.
 Koma.
 Hipotiroid.
 Kerusakan primer pusat nafas.
 Trauma dada.
 Cedera medula spinalis.
 Miastenia gravis.
 poliomielitis.
 Amiotropik lateral sklerosis.
 Penyakit Gullain Barre.
Penyebab ekstrapulmonal (2)
 Sklerosis multipel.
 Paralisis diafragma.
 Distrofi muskuler.
 Gangguan keseimbangan elektrolit.
 Neurotoksin.
 Obesitas.
 Distensi abdomen.
 Deformitas dinding dada.
 Nyeri dada hebat.
 Onstruksi trakhea.
 Efusi pelura.
 Epiglolitis.
 Hipertropi tonsiler dan adenoid.
Penyebab intrapulmonal
 Asma bronkhial.
 PPOM
 Fibrosis kistik.
 Penyakit paru interstisial.
 Atelektasis.
 Konsolidasi paru.
 Fibrosis.
 Edem paru.
Kegagalan oksigenisasi
 Pada gagal nafas tipe hipolsemik/non hiperkapnia. PaCO2
adalah normal atau menurun, PaO2 menurun dan disertai
dengan peningkatan nilai (A-a) DO2.
 Gagal nafas tipe ini terjadi pada kelainan pulmonal dan tidak
disebabkan oleh kelainan ekstrapulmonal.
 Hipoksemia terjadi karena ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
dan pintasan darah kanan-kiri, sedangkam gangguan difusi
dapat merupakan faktor penyerta bukan sebagai faktor
dominan.
 Penderita dengan gagak nafas tipe hipoksemik dapat dibagi
dalam 3 kelompok :
1. Gangguan pulmonal non spesifik akut (ARDS).
2. Penyakit paru spesifik akut.
3. Penyakit paru progresif kronik.
 Penyebab :
1. Gangguan pulmonal non spesifik akut
- Syok karena berbagai sebab.
- Infeksi yang menyebabkan : sepsis gram negatif, pneumonia
viral,(ARDS).
pneumonia bakterial.
- Trauma : emboli lemak, cedera kepala, komtusio paru.
- Aspirasi cairam : cairan lambung, tenggelam, cairan
hidrokarbon.
- Overdosis obat : heroin, metadon, barbiturat.
- Inhalasi toksik, oksigen konsentrasi tinggi, asap, bahan limia
korosif (NO2, NH3)
- Kelainan hematologik : koagulasi intravaskuler, transfusi masif.
- Gangguan metabolik : pankreatitis, uremia.
- Lainnya : peningkatan tekanan intrakranial, eklampsia,
postkardioversi.
Patofisiologi ARDS
 Dapat dibagi 4 :
1. Mulai terjadi kerusakan membran alveolar kapiler yang
menimbulkan kebocoran cairan di jaringan interstisial.
2. Karena kebocoran cairan berlanjut, paru menjadi lebih kaku
dan pengembangan paru menurun. Hal ini akan
menyebabkan penurunan perbandingan ventilasi-perfusi
sehingga terjadi hipoksemia arterial.
3. Akhirnya masuk dan mengisi ruang alveolus, ventilasi sama
sekali tidak terjadi, perbandingan ventilasi-perfusi menjadi
nol, maka terjadilah “shunt” atau pintasan,, lebih banyak
ruang alveolus yang terisi, lebih berat pintasan intrapulmonal
yang terjadi, dan tekanan oksigen arterial menjadi semakin
menurun.
4. Terjadi penutupan ruang jalan nafas terminalis dengan akibat
terjadi atelektasis, penurunan volume paru terutama
kapasitas residu fungsional dan ini akan memperberat
penurunan tekanan oksigen arterial.
2. Penyakit Paru Spesifik Akut
 Termasuk dalam penyakit ini adalah
pneumonia, edem paru, dan atelektasis.
 Gangguan fisiologis utama pada penyakit ini
adalah pengisian alveoli dengan akibat
perbandingan ventilasi-perfusi menjadi nol.
 Pada pneumonia alveoli terisi material
peradangan, sedangkan pada edema terisi
cairan transudat, dan pada kasus atelektasis
tidak terjadinya ventilasi di unit respirasi distal
karena terjadinya kolaps jalan nafas.
3. Penyakit Paru Progresif Kronik
 Ada 2 kelainan yg termasuk kategori ini : fibrosis
interstisial dan karsinoma limfangitik.
 Gangguan fisiologis utama dari kelompok ini adalah
maldistribusi ventilasi regional yang menyebabkan
perbandingan ventilasi-perfusi menjadi rendah. Hal
ini karena peningkatan kekakuan paru akibat fibrosis
jaringan interstisial atau edema pembuluh getah
bening.
 Penurunan ventilasi regional menyebabkan
peningkatan PaCO2 regional dan mengakibatkan
hipoksemia.
 Karena kemampuan difusi CO2 lebih baik maka pada
keadaan ini akan terjadi hipoksemia.
Diagnosis ditegakkan dari :
 Riwayat penyakit.
 Pemeriksaan fisik.
 AGD arteri.
 Foto toraks.
 EKG.
Penatalaksanaan medis pada kegagalan ventilasi (penderita
gagal nafas akut tipe hiperkapnik karena ekstrapulmonal)

 Terapi pilihan adalah penggunaan ventilator.


 Intubasi dan pemasangan ventilator harus segera dilakukan bila
peningkatan PaCO2 tidak dapat diatasi (PaCO2 > 50 mmHg, pH < 7.25)
atau terjadi penurunan volume tidal dan kapasitas vital, atau sudah
terlihat tanda kelelahan. Biknat 1-2 ampul IV bila pH < 7.2
 Ventilator dipasang dg volume respirasi terkontrol sbb : VT = 12 – 15
nl/kg BB, frekuensi = 10 – 14 x/menut, FiO2 = 40 %, perbandingan
inspirasi-ekspirasi = 1:2.
 Ventilasi melanik dipertahankan sampai tercapai keadaan normal atau
mendekati normal yaitu PaCO2 36-44 mmHg, dan PaO2 70 – 100
mmHg.
 Parameter harus terus dipantau secara ketat.
 AGD selalu duperiksa setiap melakukan perubahan parameter
ventilator.
 Ventilator disapih kalau keadaan penderita stabil dan siap untuk
dilepas dari penggunaan ventilatotr mekanik.
Penatalaksanaan medis pada kegagalan ventilasi (penderita
gagal nafas akut dgn perbaikan distribusi ventilasi
regional)

 Terapi pilihan :
- Bronkhodilator.
- Mobilisasi sekret.
- Antibiotika.
- Steroid atas indikasi.
- O2 2-3 l/menit. Melalui binasal kanul atau 24-
28 % melalui sungkup venturi dengan
kelembaban yg cukup.
Penatalaksanaan medis pada kegagalan
Oksigenisasi
 Pemberian oksigen untuk mencapai PaO2 diatas 60
mmHg.
 Apabila tdk tercapai pd pernafasan spontan
dilakukan intubasi dan dipasang ventilasi mekanik
kontinu dg FiO2 100%, volume tidal 15-20 ml/kg BB.
 Utk mencegah timbulnya toksisitas oksigen FiO2
diturunkan secara bertahap menjadi 50 % atau lebih
rendah dalam waktu 24 – 36 jam.
 Apabila PaO2 belum mencapai 60 mmHg dg FiO2 50
% maka perlu segera dipasang PEEP dimulai dg 5
cm dan kemudian ditingkatkan 3-5 cm sampai
mencapai 20-30 cm.
Manfaat PEEP (positive end expiratory pressure) pd
kondisi diatas

 Membuka atelektasis pada unit paru sehingga dapat


mengurangi lebocoran cairan.
 Kalau atelektasis dapat diatasi, maka kelenturan paru
bertambah, kapasitas residu fungsional bertambah dan
penurunan derajat shunting.
 Akhirnya akan terjadi peningkatan tekanan oksigen arterial dan
penurunan perbedaan oksigen alveolar arteri.

Catatan : harus diwaspadai komplikasi dari pemasangan PEEP


yaitu barotrauma menimbulkan hipotensi. Pd penderita dg
keadaan hemodinamik yg terbatas mudah terjadi syok sehingga
sangat perlu diperhatikan keseimbangan cairan penderita
mungkin diperlukan pemasangan kateter vena sentral atai
kateter “Swan-Ganz” ke dalam arteri pulmonalis untuk
memantau hemodinamik jantung.
Penatalaksanaan medis pada gagal nafas akut tipe
hipoksemik karena penyakit paru spesifik akut.

 Pneumonia  antibiotika dan mobilitas


mukus.
 Edem paru  diuretik dan kardiotonik.
 Atelektasis  pernafasan tekanan poisitif
ontermitten,, spirometri intensif atau
pembersihan jalan nafas dg bronkoskopi.
 Karsinoma limfangitis  radiasi daerah hilus,
sitostatika, sterod, diuretik.
 Pd semua kasus tersebut oksigen tetap
diberikan
MK 1 : Kerusakan pertukaran gas b.d retensi CO2,
peningkatan sekresi, peningkatan kerja pernafasan, proses
penyakit

 Kaji AGD dan monitor oksigenisasi.


 Kaji bunyi nafas tiap 4 jam dan setelah
intervensi penghisapan atau inhalasi.
 Berikan O2 tambahan.
 Kaji mental tiap 4 jam atau bila perlu.
 Evaluasi thd letargi.
 Batuk dan nafas dalam tiap 2 jam.
 Siapkan dan bantu intubasi bila perlu.
MK 2 : Pola nafas tidak efektif b.d distensi dinding dada,
kelelahan, kerja pernafasan.

 Monitor frekuensi, irama, dan kedalaman


pernafasan.
 Berikan posisi utk memudahkan pernafasan.
 Hindari sedatif atau analgetik narkotik bila
mungkin.
 Minimalkan distensi gaster bila ada.
 Kaji pernafasan selama tidur atau adanya
pernafasan cheynes stokes.
 Yakinkan pasien dan beri dukungan selama
dispneu.
MK 3 : Kebersihan jalan nafas tidak efektif b.d
peningkatan sekresi, pemurunann mekanisme batuk,
kelelahan
 Kaji suara nafas tiap 4 jam
 Hisap lendir bila perlu.
 Gunakan sistem humidifikasi oksigen.
 Hondari sedatif dan narkotika bila memungkinkan.
 Pertahankan sistem hidrasi adekuat dg cairan IV bila
perlu sesuai indikasi.
 Hindari produk susu karena akan mengentalkan
sekret.
 Berikan bronkhodilator sesuai indikasi.
 Berikan terapi fisik(fisioterapi) dada sesuai indikasi.
 Siapkan dan bantu untuk intubasi bila diindikasikan.
ASKEP PADA PASIEN
TERPASANG VENTILATOR
TINJAUAN TEORI

PENGERTIAN

 Ventilasi mekanik / ventilator adalah suatu


alat yang digunakan untuk membantu
pernafasan secara mekanik. (Utami : 2003)
 Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu
mekanik yang memberikan bantuan nafas
dengan cara memberikan tekanan positif
melalui jalan nafas buatan. (Rokhaeni : 2001)
TUJUAN

Secara Fisiologis
1) Memperbaiki ventilasi alveolar (PCO2)
dan pH
2) Memperbaiki oksigenasi arteri
(PO2, saturasi dan PaCO2)
3) Meningkatkan inflasi paru akhir inspirasi
4) Meningkatkan FRC (Kapasitas Residu Fungsional)
5) Menurunkan kerja otot-otot pernafasan
Cont..
Secara Klinis
1) Koreksi asidosis respiratorik akut
2) Koreksi hipoksemia (meningkatkan PaO2, saturasi > 90% / PaO2
> 60 mmHg) untuk mencegah hipoksemia jaringan
3) Menghilangkan respiratori distres
4) Mencegah dan mengembalikan atelektasis
5) Menghilangkan kelelahan otot bantu nafas
6) Untuk fasilitasi akibat pemberian sedasi yang dalam / pelumpuh
otot
7) Menurunkan tekanan intra kranial (hiperventilasi) pada trauma
kepala tertutup
INDIKASI
a. Resusitasi g. Flail chest
kardiopulmonal h. Kegagalan
b. Gagal nafas akut dan ventrikel kiri
kronik i. Kegagalan pusat
c. Anestesi umum nafas (keracunan
d. Meningkatkan ekskresi obat-obatan)
CO2 j. Gangguan
e. Kegagalan sirkulasi neuromuskuler
f. Ventilasi profilaksis
setelah pembedahan
mayor di abdomen
atas, thorak, cedera
kepala berat
JENIS VENTILATOR
 Ventilator Tekanan Negatif
 Ventilator Tekanan Positif
 Siklus time ( Waktu )
 Siklus Volume
 Siklus Pressure
MODUS VENTILATOR
a. Continous Mechanical Ventilator (CMV)
b. Assist Controlled
c. Intermitten Mandatory Ventilator (IMV)
d. Synchronizes Intermitten Mandatory Ventilator
(SIMV)
e. Pressure Support (PS)
f. Positive End Expiratory Pressure (PEEP)
g. Continous Positive Airway Pressure (CPAP)
h. Adaptive Support Ventilation (ASV)
PARAMETER VENTILATOR
a. Fraksi oksigen inspirasi (FiO2)
b. Volume tidal (VT)
c. Frekuensi pernafasan
d. Rasio inspirasi dan ekspirasi (I : E
rasio), normalnya I:E = 1
e. Batas tekanan (pressure limit)
f. Sensitivitas
g. Alarm
h. PEEP
SETTING VENTILATOR
a. Volume Tidal (VT)
Diset 10 – 15 ml/kgBB, diset pula pernafasan
yaitu dalam setiap beberapa menit 2-3 x VT dengan
tujuan Untuk mencegah terjadinya kolaps paru.
b. Frekuensi nafas / Respiratory Rate
Dibuat 10-12 x/menit atau sesuai
VT. seting RR 12 x/menit digunakan untuk
mempermudah mengetahui terjadinya
hipoventiasi / hiperventilasi.
Cont ..
c. Minute Volume (MV)
Penentuan MV didasarkan pada hasil TV x RR
pasien.
d. FiO2
Diset dalam konsentrasi, berkisar antara 21 – 100%.
Pada awal penggunaan ventilator, oksigen
diberikan 100% selama 15 menit untuk mencegah
terjadinya keracunan oksigen yang dapat
menyebabkan perubahan struktur membran
kapiler alveoli. FiO2 dapat diset agar PaO2 selalu
berada diatas 60 mmHg atau agar derajat saturasi
O2 dapat lebih dari 90%.
Cont ..
e. Rasio Inspirasi dan Ekspirasi
f. Alarm Sistem
Alarm sistem ekspirasi minute volume diset
pada  20% dari minute volume. Hal ini
bertujuan agar alarm berbunyi jika jumlah
udara yang masuk ke paru- paru kurang
dari batas minimal atau melebihi batas maksimal.
PROSES PENYAPIHAN
WEANING
PENGERTIAN

Weaning adalah :proses untuk melepaskan


bantuan
ventilasi mekanik yang
dilakukan
secara bertahap.
KRITERIA WEANING

a. Pasien kooperatif (bisa kerja sama)


b. Hemodinamik stabil
c. Frekuensi pernafasan < 25 x/menit, tidak ada
dispnoe, tidak menggunakan otot-otot
aksesori pernafasan
d. Tidak ada suara nafas tambahanseperti
ronchi, wheezing, slym minimal
e. Reflek batuk dan menelan adekuat
f. Tekanan inspirasi negatif < -20
Cont ..
g. Tekanan positif ekspirasi > +30
h. Tidal volume 10 – 15 ml/kgBB
i. Kapasitas vital > 10 – 15 cc/kgBB
j. Hasil pemeriksaan AGD menunjukkan :
 1) pH : 7,30 – 7,45
 2) PaCO2 : 35 – 45
 3) PaO2 : ≥ 60 dengan FiO2 < 40%
k. Jika ada perbaikan / penyembuhan dari penyakit
yang menyebabkan pemasangan ventilator.
METODE PENYAPIHAN

1. Menggunakan T – Piece
2. Metode IMV / SIMV
3. Metode PSV
EKSTUBASI

Ekstubasi adalah : proses pengangkatan pipa


jalan napas ( ETT)

Indikasi :
1) Tidak terdapat shunting / pirau yang
berlebihan
2) Tidak ada bronkospasme dan hiperkarbia
Cont ..
3) Pada CPAP atau T – Piece terdapat pertukaran gas yang
normal selama 1 jam :
a) pH ≥ 7,35 (normal)
b) RR ≤ 28 x/menit
c) VT dan menit volume adekuat tanpa kerja nafas
yang berlebihan
d) Kemampuan mempertahankan FRC sesudah
ekstubasi :
- Status SSP ; sadar, kooperatif, tidak dalam
pengaruh obat-obatan narkotik.
- Status neuromuskuler ; genggaman tangan
yang adekuat,
KOMPLIKASI VENTILASI MEKANIK
a. Jalan Nafas
Aspirasi, dapat terjadi sebelum, selama atau
sesudah intubasi yang meliputi :
1) Intubasi lama dan rumit / sulit, dapat
meningkatkan hipoksia dan trauma
trakhea.
2) Intubasi bronkhus utama (biasanya
kanan) menyebabkan ventilasi tidak
seimbang.
3) Intubasi sinus piriformis, dapat
menyebabkan abses faringeal.
Cont ..
b. Selang endotrakheal, seperti selang terlipat atau
terjadi perlengketan, ruptur sinus piriformis,
stenosis trakheal, malaise trakheal, edema laring.
c. Mekanis, seperti malfungsi ventilator, hipoventilasi,
hiperventilasi.
d. Fisiologis, seperti retensi air dan NaCl, stres ulcer,
ileus paralitik, distensi gastrik.
e. Hipoventilasi / hiperventilasi alveolar
f. Penurunan cardiac output
g. Barotrauma
h. Atelektasis
SETTING VENTILATOR
 RESPIRATORY RATE / RR
 TIDAL VOLUME
 FRAKSI OKSIGEN
 INSPIRASI : EKSPIRASI
 PRESSURE LIMIT
 FLOW RATE
 SENSITIFITY/ TRIGGER
 PEEP
 ALARM
MODE VENTILASI
 CONTROL MODE
 ASSISTED MODE
 IMV
 SIMV
 PRESSURE SUPORT / SPONTAN MODE
 PEEP
 CPAP
CONTROL MODE
( CONTROL MANDATORY VENTILATION )

KARAKTERISTIK :
 Start / trigger berdasarkan waktu
 Target / limit bisa volume / pressure
 Volume/ pressure maupun RR dikontrol oleh
ventilator
 Jika ada usaha nafas tambahan pasien tidak
dibantu
Control Volume Cycled
(VC,IPPV,CMV)
Control mode
Control Time Cycled
(PC,P-CMV)
P

T
0
6 DETIK 6 DETIK 6 DETIK

RR pasien sesuai dengan yg disetting


Setting trigger > -2 (sensitivity = tidak sensitif)
Setiap ada trigger tidak akan dibantu ventilator
Tidak nyaman u/ pasien sadar, harus sedasi atau relaksasi
Biasa digunakan untuk resusitasi otak, dimana nilai PCO2 sudah
ditetapkan
INDIKASI
 Pasien yang fighting terhadap ventilator
 Pasien yang sama sekali tidak ada trigger
nafas.
 Jangan digunakan tanpa sedasi dan relaxan
KOMPLIKASI
 Pasien sangat tergantung pada ventilator
 Potensial apneu ( malas bernafas ).
ASSISTED MODE
KARAKTERISTIK:
 Start/ trigger oleh usaha nafas pasien yaitu
penurunan tekanan jalan nafas
 Target /limit bisa volume, pressure / time
 Disebut juga pasien trigger ventilation
 RR lebih dari yang diset, karena setiap usaha
nafas di bantu oleh ventilator
 Tidal volume sesuai yang diset
 Jika nafas bervariasi kadang pasien trigger,
kadang time trigger disebut asissted control
mode.
Assisted Volume Cycled

Assisted mode
Assisted Time Cycled

T
0
4 DETIK 3 DETIK 5 DETIK

1. RR pasien lebih dari setting


2. Trigger insp berdasar upaya nafas pasien (negative pressure)
3. Sensitivity dibuat < 0 (sensitif terhadap upaya nafas pasien)
4. Setiap trigger akan dibantu ventilator
5. Jika RR pasien lebih dari yg di setting disebut assisted mode, jika sama dgn
setting RR disebut control mode.
6. Komplikasi hiperventilasi (PCO2 <<)
IMV
INTERMITTEN MANDATORY VENTILATION

Mode dimana pasien menerima volume dan


frekwensi pernafasan dari ventilator. Diantara
pernafasan yg diberikan ventilator, pasien
diberikan kesempatan untuk bernafas sendiri.
INDIKASI
 Proses weaning ventilator
KERUGIAN
 Ventilator memberikan pernafasan dimana
saja shg mengakibatkan terjadinya benturan
antara nafas pasien dan mesin.
SIMV MODE
SYNCRONIZED INTERMITTENT MANDATORY
VENTILATION

Mode dimana ventilator memberikan nafas


control namun membiarkan pasien bernafas
spontan di antara nafas control tersebut.
KARAKTERISTIK
 Start/ trigger oleh pasien
 Target / limit oleh volume
 Cycled oleh volume
SETTING
 TV, SIMV RATE, PEEP, FIO2, LEVEL PS/
SPONTAN.
SIMV mode
P

T
0

Periode SIMV Periode spontan

Siklus SIMV
1. Contoh, Jika setting SIMV rate = 6. Berarti siklus SIMV = 60/6 = 10
detik
2. Jika RR pasien 20; maka periode SIMV dibuat sama dgn RR pasien
yaitu = 60/20 = 3 detik, bisa dengan menaikkan RR,flow rate antara
60-80 L/menit atau setting T inspirasi
3. Sisanya adalah periode spontan 10 – 3 = 7 detik untuk memberi
kesempatan pasien bernafas spontan tanpa dibantu.
4. Contoh, jika SIMV diberi PS 10 cmH2O, maka setiap nafas spontan
akan diberi support sebesar 10 cm H2O
PRESSURE SUPPORT/ SPONTAN
MODE
KARAKTERISTIK
 Start / trigger berdasarkan usaha nafas
pasien.
 Target/ limit berdasarkan pressure level yang
di set
 Berfungsi untuk mengatasi resistensi ETT,
dengan memberikan support pada inspirasi
saja.
 TV, RR dan ekspirasi ditentukan oleh pasien.
INDIKASI
 Untuk pasien yang sudah nafas spontan /
sudah ada trigger.
PEEP
POSITIF END EXPIRATORY PRESSURE
FUNGSI
Untuk mempertahankan tekanan jalan nafas
pada akhir ekspirasi, sehingga meningkatkan
pertukaran gas di dalam alveoli. Pemakaian
peep yg di anjurkan adalah 5 – 15 cmH2O
CPAP
CONTINOUS POSITIF AIRWAY PRESSURE
 Adalah pemberian tekanan positif pada jalan
nafas untuk membantu ventilasi selama
siklus pernafasan dan volume tidal dan
frekwensi nafas ditentukan oleh pasien
PENYAPIHAN
SYARAT PENYAPIHAN
 Fungsi paru baik
 Pasien sadar
 Hemodinamik stabil
 Pd FIO2 50 % PaO2 > 60 mmHg
 Pa CO2 < 45 mmHg.
 TV > 10- 15 ml/ kg
ASV
(ADAPTIVE SUPPORT VENTILATION )

 Di desain untuk memberikan ventilasi dgn


jaminan minimal minute ventilation.
 Pada setiap nafas yang diberikan ASV akan
secara otomatis menyesuaikan kebutuhan
ventilasi pasien berdasarkan setting minimal
minute ventilation dan berat badan ideal
pasien, sedangkan mecanic respiratory
ditentukan oleh ventilator.
 Merupakan kombinasi antara PC dan PS
PEMANTAUAN
 Status respirasi
 Status kaidiovaskuler
 Neurologis
 Renal
 Gastro intestrinal
 Immunologi
 Psikologis
Komplikasi ventilasi
mekanik
Mechanical Accidental disconnection, leaks in circuit, loss of
electrical power, loss of gas pressure
Airway Laryngeal edema, tracheal mucosal trauma
Pulmonary Barotrauma, O2 toxicity, atelectasis, nosocomial
pneumonia
Cardiovascular Decreased venous return & cardiac output,
hypotension
GI & GI bleeding, malnutrition
nutritional
Renal Decreased urine output, change in ADH & ANP
Neurologic Increased ICP
Acid-base Respiratory alkalosis

Respiratory care
PENATALAKSANAAN PERAWATAN

1. Perawatan jalan nafas


2. Perawatan slang endotrakheal (ETT)
3. Perawatan manset slang
4. Perawatan gastrointestinal
5. Dukungan nutrisi
6. Perawatan Mata
7. Perawatan Psikologis
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a. Status Respirasi
1) Jalan nafas seperti : tipe, ukuran dan posisi ETT
2) Pergerakan dada
3) Suara nafas
4) Sputum meliputi jumlah, warna dan konsistensi
5) Parameter pada ventilator, meliputi :
- Modus yang diberikan
- Volume tidal
- Frekuensi pernafasan
- FiO2
- PEEP
- Tekanan puncak saat inspirasi
- Alarm
Cont ..
6) Slang-slang ventilator seperti kebocoran
pada slang atau terdapat kondensasi
dan pada slang
7) Saturasi oksigen
8) Foto thoraks, dilakukan pada saat post
operasis, segera setelah pasien pindah
ke ICU untuk melihat posisi ETT, keadaan
paru dan alat-alat yang terpasang (kateter
CVP, Swan Ganz, drain).
9) Analisa gas darah (AGD)
Pemeriksaan AGD dikerjakan 20-30 mrnit
setiap ada perubahan pada pengaturan
ventilator atau tergantung pada keadaan
pasien.
Cont ..
b. Status Kardiovaskuler
1) Gambaran EKG
2) Frekuensi nadi
3) Parameter hemodinamik :
- Tekanan darah arteri sistemik
- Tekanan vena sentral
- Tekanan arteri pulmonalis
- Tekanan kapiler arteri pulmonalis
- Curah jantung
- Perfusi jaringan, capillary refill
Cont ..
c. Status Neurologi
d. Status Renal
e. Status Gastrointestinal
f. Status Immunologi
g. Psikologis
DIAGNOSA KEPERAWATAN

A.Diagnosa 1
Bersihan jalan tidak efektif berhubungan dengan adanya
jalan nafas buatan, masalah dengan posisi, akumulasi
sekret dan immobilisasi yang ditandai dengan suara
nafas abnormal, batuk, sekret, kental dn lengket.
B.Diagnosa 2
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan,
pengesetan ventilator yang tidak tepat, peningkatan
sekresi at au obstruksi slang endotrakheal.
Cont ..
C. Diagnosa 3
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
sekresi tertahan, proses penyakit atau pengesetan
ventilator.
D. Diagnosa 4
Resiko injuri berhubungan dengan kemungkinan
malfungsi mesin, diskoneksi, tidak mampu bernafas
tanpa bantuan, tidak sikron dengan ventilator,
pengesetan tidak sesuai untuk mempertahankan
ventilasi yang adekuat.
E. Diagnosa 5
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
penempatan slang endotrakheal.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Pertahankan kepatenan jalan napas :
 Kaji dengan auskultasi lapangan paru
 Atur Posisi
 Suction ETT dan Mulut
 Humifikasi

2. Evaluasi posisi ETT


 Foto thorax
 Auskultasi lapang paru
 Cek cuff ETT terhadap kebocoran
Cont ..

3. Monitor ventilator
 Setting Ventilator yang sesuai dengan kondisi klien
 Perhatikan Sirkuit dari keadaan terlepas, terlipat, bocor, adanya air
di sirkuit atau tersumbat

4. Suport Psikologis
 Kaji kondisi mental klien
 Orientasikan klien terhadap waktu, lingkungan, dan alat-alat yang
terpasang
 Jelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan
 Jelaskan pada klien selama ETT terpasang klien tidak dapat
berkomunikasi secara verbal dan yakinkan bahwa suaranya akan
kembali normal jika ETT sudah dilepas
 Berikan papan catatan, alat tulis, atau papan gambar untuk
komunikasi selama klien terpasang ETT

Anda mungkin juga menyukai