Anda di halaman 1dari 64

LBM 3 THT-KL

Azda A. Fajri
Anatomi Faal dan Histo Telinga
 mekanisme hidrolik perbandingan luas membrane tymphani
dan foramen ovale adalah 20 : 1, akan tetapi yang efektif
menghantarkan suara adalah pars tensa yang merupakan 2/3
bagian dari luas membrane tymphani sehingga perbandingan
efektifnya menjadi 14 : 1 dan total penguatan suara menjadi
1,3 x 14 = 18, 2 kali
 Telinga tengah yang berisi udara dan berhubungan dengan
nasofaring melalui tuba auditorius (tuba eustachius) yang
dalam keadaan normal tertutup, namun sewaktu menelan
akan terbuka. Sewaktu terbuka tekanan di sebelah dalam dari
membrane tymphani menjadi sama dengan tekanan di luar.
ini penting karena membrane tymphani baru akan bergetar
baik kalau tekanan pada kedua sisinya sama. Kalau tidak sama
maka akan timbul ketulian. ini bisa juga disebabkan karena
tersumbatnya tuba auditorius misalnya oleh mucus pada
influenza
 Telinga dalam yang berisi cairan encer dan susunannya
sedemikian rupa mengubah getaran udara yang besar tetapi
lemah menjadi getaran kecil tapi lebih keras.Mekanisme
inilah yang disebut impedance matching. Mekanisme Impedance
Matching ini sendiri merupakan mekanisme ungkit dan
mekanisme hidrolik yang akan memperbesar impuls suara
menjadi 18,2 kali (setara dengan 25 dB). Dari mekanisme
ungkit antara manubrium malei dan krus longus inkudis
dengan perbandingan luas 1,3 : 1 akan memperbesar impuls
suara pada membrane tymphani sebesar 1,3 kali pada
foramen ovale.
Hubungan 5 hari yang lalu batuk dan
pilek dengan nyeri telinga
 Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas
seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke
telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui
saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di
saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar
saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah
putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan
membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka
sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga
tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran
Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di
telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.
 Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat
terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil
penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga
dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang
dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan
yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran
hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga
juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu
banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena
tekanannya. OMA dapat berkembang menjadi otitis media
supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal
ini berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi
yang terlambat, pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan
tubuh yang kurang baik.
 Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, FK UI
Apa hubungan umur dengan gejala di
skenario
 Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa
karena beberapa hal.1
 § sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.
 § saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan
lebih pendek sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga
tengah.
 § adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian
atas yang berperan dalam kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih
besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan dengan
muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat
mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu adenoid
sendiri dapat terinfeksi di mana infeksi tersebut kemudian
menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
 Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang
dewasa. Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan
kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran
pernapasan atas lebih mudah menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang
dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm
(Djaafar, 2007). Ini meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring
menganggu drainase melalui tuba Eustachius. Insidens terjadinya otitis media
pada anak yang berumur lebih tua berkurang, karena tuba telah berkembang
sempurna dan diameter tuba Eustschius meningkat, sehingga jarang terjadi
obstruksi dan disfungsi tuba. Selain itu, sistem pertahanan tubuh anak masih
rendah sehingga mudah terkena ISPA lalu terinfeksi di telinga tengah. Adenoid
merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam
kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar dibanding orang dewasa.
Posisi adenoid yang berdekatan dengan muara tuba Eustachius sehingga adenoid
yang besar dapat menggangguterbukanya tuba Eustachius. Selain itu, adenoid
dapat terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke telinga tengah melalui tuba
Eustachius (Kerschner, 2007).
Kenapa didapatkan membran timpani
merah membara, hiperemis
 Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran
timpani, yang ditandai oleh membran timpani mengalami
hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang
sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang
berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme
piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran
timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi
bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga
rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau
terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses
hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang
meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua
belas jam sampai dengan satu hari (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).
Mengapa telinga kanan anak pada
skenario kurang dapat mendengar
 Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif,
sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli saraf, yang terbagi atas tuli
koklea dan tuli retrokoklea .
 Sumbatan tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah dan akan
terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare berupa aneurisma akan
menyebabkan telinga berbunyi sesuai dengan denyut jantung.
 Antara inkus dan maleus berjalan cabang n. fasialisis yang disebut korda timpani.
Bila terdapat radang di telinga tengah atau trauma mungkin korda timpani
terjepit, sehingga timbul gangguan pengecap.
 Di dalam telinga dalam terdapat alat keseimbangan dan alat pendengaran. Obat-
obat dapat merusak stria vaskularis, sehingga saraf pendengaran rusak, dan
terjadi tuli saraf. Setelah pemakaian obat ototoksik seperti streptomisin, akan
terdapat gejala gangguan pendengaran berupa tuli saraf dan gangguan ke-
seimbangan.
 Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli saraf (sensorineural deafness) serta tuli campur
(mixed deafness).
 Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh kelainan
atau penyakit di telinga luaratau di telinga tengah. Pada tuli saraf (perseptif,
sensorineural) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam, nervus VIII atau di
pusat pendengaran), sedangkan tuli campur, disebabkan oleh kombinasi tuli
konduktif dan tuli saraf. Tuli campur dapat merupakan satu penyakit, misalnya
radang telinga tengah dengan komplikasi ketelinga dalam atau merupakan dua
penyakit yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII (tuli saraf) dengan radang
telinga tengah (tuli konduktif).
 Jadi jenis ketulian sesuai dengan letak kelainan.
 Suara yang didengar dapat dibagi dalam bunyi, nada murni dan bising ..
 Bunyi (frekuensi 20 Hz . 18.000 Hz) merupakan frekuensi nada murni yang
dapat didengar oleh telinga norma!.
 Nada murni (pure tone), hanya satu frekuensi, misalnya dari garpu tala, piano.
 Bising (noise) dibedakan antara : NB (narrow band), terdiri atas beberapa
frekuensi, spektrumnya terbatas dan WN (white noiise), yang terdiri dari banyak
frekuensi. (Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, FKUI
 Tuli konduktif  Pada tuli konduktif terdapat gangguan
hantaran suara, disebabkan oleh kelainan atau penyakit di
telinga luar atau di telinga tengah.
 Etiologi :
 Sumbatan tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah dan
akan terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare berupa
aneurisma akan menyebabkan telinga berbunyi sesuai dengan denyut
jantung.
 Antara inkus dan maleus berjalan cabang n. fasialisis yang disebut korda
timpani. Bila terdapat radang di telinga tengah atau trauma mungkin
korda timpani terjepit, sehingga timbul gangguan pengecap.
 Tuli saraf (sensorineural deafness)  Pada tuli saraf
(perseptif, sensorineural) kelainan terdapat pada koklea
(telinga dalam), nervus VIII atau di pusat pendengaran.
Terbagi atas tuli koklea dan tuli retrokoklea.
 Etiologi :
 Di dalam telinga dalam terdapat alat keseimbangan dan alat
pendengaran. Obat-obat dapat merusak stria vaskularis, sehingga saraf
pendengaran rusak, dan terjadi tuli saraf. Setelah pemakaian obat
ototoksik seperti streptomisin, akan terdapat gejala gangguan
pendengaran berupa tuli saraf dan gangguan keseimbangan.
 Tuli campur (mixed deafness) disebabkan oleh kombinasi
tuli konduktif dan tuli saraf. Tuli campur dapat merupakan
satu penyakit, misalnya radang telinga tengah dengan
komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit
yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII (tuli saraf) dengan
radang telinga tengah (tuli konduktif).
Pemeriksaan apa saja yang dilakukan
 Cara Pemeriksaan Pendengaran
 Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan
hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan memakai
garpu tala atau audiometer nada murni.
 Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kualitatif dengan
mempergunakan garpu tala dan kuantitatif dengan
mempergunakan audiometer.
 Tes Penala
 Berbagai macam tes penala sebagai berikut :
 Tes Rinne ialah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan
hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa.
o Cara pemeriksaan :
• Penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoid, setelah
tidak terdengar penala dipegang di depan telinga kira-kira 2 1/2 cm.
Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+). bila tidak terdengar
disebut Rinne negatif.
 Tes Weber ialah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang
telinga kiri dengan telinga kanan.
o Cara Pemeriksaan :
• Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus
mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala
segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang
pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar
disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat
mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala
diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila
pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang
dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya
disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa.
 Tes Schwabach : membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa
dengan p emeriksa yang pendengarannya normal.
o Cara Pemeriksaan :
• Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus
mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala
segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang
pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar
disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat
mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala
diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila
pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang
dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama
o mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa.
 Tes Bing (tes Oklusi)
o Cara pemeriksaan :
• Tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup liang telinga,
sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB. Penala digetarkan
dan diletakkan pada pertengahan kepala (seperti pada tes Weber).
o Penilaian :
• Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga
tersebut normal atau tuli saraf. Bila bunyi pada telinga yang ditutup
tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli
konduktif.
 Tes Stenger: digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-
pura tuli).
o Cara pemeriksaan :
o menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seseorang yang berpura-
pura tuli pada telinga kiri. Dua buah penala yang identik digetarkan dan
masing-masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan, dengan cara
tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Penala pertama digetarkan dan
diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas
terdengar. Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan
diletakkan di depar telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua
telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang mendengar
bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila telinga
kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi.

 Tes Berbisik
 Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal yang perlu diperhatikan
ialah ruangan cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter. Pada nilai normal tes berbisik: 5/6 - 6/6
 Audiometri Nada Murni
 Pada pemeriksaan audiometri nada murni perlu dipahami hal-hal seperti ini, nada murni, bising NB (narrow band)
dan WN (white noise), frekuensi, intensitas bunyi, ambang dengar, nilai nol audiometrik, standar ISO dan ASA,
notasi pada audiogram, jenis dan derajat ketulian serta gap dan masking. Untuk membuat audiogram diperlukan alat
audiometer.
 Ambang dengar ialah bunyi nada mumi yang terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh
telinga seseorang. Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara (AC) dan menurut konduksi tulang (BC). Bila
ambang dengar ini dihubunghubungkan dengan garis, baik AC maupun BC, maka akan didapatkan audiogram. Dari
audiogram dapat diketahui jenis dan derajat ketulian. Notasi pada audiogram. Untuk pemeriksaan audiograrn,
dipakai grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus penuh (Intensitas yaN diperiksa antara 125 - 8000 Hz) dan grafik
BC yaitu dibuat dengan garis terputus-putus (Intensitas yang diperiksa: 2504000 Hz).
 Derajat ketulian ISO :
 0 -25dB:normal
 26 - 40 dB tuli ringan
 41 - 60 dB tuli sedang
 61 - 90 dB tuli berat
 90 dB sangat berat
 ( Telinga-Hidung-Tenggorok- Kepala Leher FKUI, Jakarta; 2001 )
DD
OMA
 DEFINISI
Otitis Media Akut adalah infeksi telinga tengah oleh bakteri atau virus.

 penyebab dasar pada OMA : Obstruksi tuba eustachius sehingga


hilanglah sawar utama terhadap invasi bakteri dan spesies bakteri yang
tidak biasanya patogenik, dapat berkolonisasi dalam telinga tengah,
menyerang jaringan dan menimbulkan infeksi
 Ditambah dengan saluran tuba pada anak lebih pendek, lebih lebar dan
lebih horizontal
 sebagian besar infeksi OMA disebabkan oleh bakteri piogenik
 bakteri yang sering ditemukan antara lain Streptococcus
pneumoniae(tersering pada semua kelompok umur), Haemophilus
influenza(patogen yang sering ditemukan pada anak dibawah usia 5
tahun) dan streptococcus beta – hemolitikus
 Bakteri patogen pada anak dengan OMA
 Streptococcus pneumoniae
 Haemophilus influenzae (tipe tak dapat ditentukan)
 Streptococcus grup A
 Branhamella catarrhalis
 Staphyllococcus aureus
 Staphylococcus epidermidis
 Bayi
 Chlamydia trachomatis
 Escherichia coli
 Spesies Klebsiella

 Biasanya penyakit ini merupakan komplikasi dari infeksi saluran


pernafasan atas (common cold).
 Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus
ditemukan pada 25% kasus dan kadang menginfeksi telinga tengah
bersama bakteri.
 penyebab dasar pada OMA : Obstruksi tuba eustachius
sehingga hilanglah sawar utama terhadap invasi bakteri dan
spesies bakteri yang tidak biasanya patogenik , dapat
berkolonisasi dalam telinga tengah , menyerang jaringan dan
menimbulkan infeksi
 Sumber : BOIES Buku Ajar Penyakit THT edisi 6 Adams , Boies , Higler
 GEJALA
 Anak-anak muda dengan otitis media mungkin menjadi teriritasi, rewel, atau
mempunyai persoalan-persoalan makan dan tidur. Anak-anak yang lebih tua
mungkin mengeluh tentang nyeri dan kepenuhan dalam telinga (sakit telinga).
Demam mungkin hadir pada anak dari segala umur. Gejala-gejala ini sering
dihubungkan dengan tanda-tanda dari infeksi pernapasan bagian atas seperti
hidung yang meler atau mampat, atau batuk.
 Terbentknya nanah dalam telinga tengah menyebabkan nyeri dan mengurangi
vibrasi-vibrasi (getaran-getaran) dari gendang telinga (jadi biasanya ada
kehilangan pendengaran sementara selama infeksi).
 Infeksi-infeksi telinga yang parah mungkin menyebabkan gendang telinga pecah.
Nanah kemudian mengalir dari telinga tengah kedalam kanal telinga. Lubang
pada gendang telinga dari kerobekan biasanya sembuh dengan perawatan medik.

 Stadium 1:
 Salphingitis ( radang tuba eustachii)
 Telinga terasa tersumbat (oklusio tuba)
 Gembrebeg (tinitus low frequency)
 ‹ dengar (tipe chl)
 Otofoni (mendengar suara sendiri)
 Otoskopi → membran timpani normal
 Otalgia (kadang)
 Stadium 2 : Pre supuratif (radang mukoperios telinga tengah)
 Gejala stadium 1 bertambah hebat
 Panas/otalgia
 Membran timpani merah (vaskularisasi jelas)
 Manubrium malei ke perifer
 Stadium 3 : Supurasi / pustulasi → perforasi
 Gejala stadium 1 lbh hebat lagi
 Anak-anak : sering rewel / kejang
 Membran Timpani bullging (otalgia)
 Gejala mereda
 Keluar discharge purulen
 Membran Timpani merah membara
 Stadium 4 : Resolusi
 MT utuh : sakit/panas hilang, berlanjut menjadi OME
 MT perforasi : dpt menutup kembali → sikatrik, tanpa stratum
fibrosum, menjadi OMK (otitis media kronik)
 Ilmu Penyakit THT FK UNDIP
 Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.6
 1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)
 2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu
rongga tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya
salah satu di antara tanda berikut:
 a. menggembungnya gendang telinga
 b. terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
 c. adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga
 d. cairan yang keluar dari telinga
 3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang
dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:
 a. kemerahan pada gendang telinga
 b. nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal
 Patofofisiologi OMA:
 Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan
atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui
saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga
terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel
darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan
mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga
tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir
yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.
 Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang
telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran
di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami
umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat
menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal).
Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak
tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.
 Pemeriksaan Penunjang :
 Pemeriksaan rontgen mastoid : untuk melihat perluasan infeksi dari telinga
tengah ke daerah tulang mastoid, serta adanya gambaran kolesteatoma
 Pemeriksaan CT scan kepala : untuk melihat kelainan di intrakranial. Sebelum
ada CT scan, dilakukan pemeriksaan angiografi dan pemeriksaan
ventrikulografi untuk mendiagnosis kelainan intrakranial. Tetapi, pemeriksaan
ini sangat infasif
 Pungsi lumbal : diperlukan untuk melihat adanya infeksi di likuor serebrospinal,
susunan kimiawi, dan peninggian tekanan likuor, serta untuk pemeriksaan
mikroresistensi kuman. Pungsi lumbal sebaiknya tidak dilakukan bila terdapat
tanda tekanan intrakranial yang tinggi, terutama bila terdapat sakit kepala yang
hebat, serta kesadaran yang menurun. Pada keadaan demikian harus dikonsulkan
ke dokter ahli saraf
 Pemeriksaan mikroresistensi kuman yang diambil dari sekret telinga
 ( Panduan Penatalaksanaan Gawat Darurat Telinga Hidung Tenggorok, FKUI )
 KOMPLIKASI
komplikasi telinga tengah
 ketulian sensorineural
 setiap kali ada infeksi dalam telinga tengah , terutama bila dibawah tekanan ,
maka ada kemungkinan produk2 infeksi akan menyebar melalui membrana
fenestra rotundum ke telinga dalam, mengakibatkan ketulian
sensorineural.Infeksi biasanya terbatas pada lengkung basal koklea , yaitu bagian
yang tidak rutin diuji pada pemeriksaan pendengaran.Namun dengan
berjalannya waktu, ketulian dapat meluas sehingga akhirnya menimbulkan
masalah.Hal ini menekankan pentingnya terapi yang lebih agresif guna
mencegah kemungkinan ketulian sensorineural permanen pada pasien2 OMA
yang tidak menyembuh dalam 48 jam dengan terapi antibiotik yang sesuai
 paralisis saraf fasialis
 saraf fasialis dapat cedera pada otitis media akut ataupun kronik.Pada kasus otitis
akut, saraf terkena akibat kontak langsung dengan materi purulen.Dengan
adanya celah2 tulang alami yang menyebabkan hubungan antara saraf dengan
telinga tengah , maka produk2 infeksi toksik dapat menimbulkan paralisis wajah
 komplikasi telinga dalam
 fistula labirin dan labirintitis
 suatu fistula pada labirin memungkinkan penyebaran infeksi ke telinga
dalam , menimbulkan labirintitis yang akan menyebabkan ketulian.pasien
dengan fistula biasanya mengalami vertigo disamping gejala2 lain
 labirintitis supuratif
 Dapat disebabkan perluasan ke dalam fistula, suatu infeksi yang
menyerang fenestra rotundum atau meningitis akibat otitis
media.Labirintitis generalisata dapat menyerang seluruh bagian rongga
telinga dalam, menimbulkan vertigo berat dan akhirnya ketulian
lengkap.Jika terlokalisir dapat menimbulkan gejala2 dan disfungsi
koklear atau vestibular saja.Labirintitis diakibatkan perluasan infeksi ke
dalam ruang perilimfa.Terdapat dua labirintitis : serosa, dimana toksin
kimia menimbulkan disfungsi, dan supuratif , dimana pus menginvasi dan
menyebabkan destruksi telinga dalam
 komplikasi ekstradural
 petrositis
 hampir 1/3 tulang temporal memiliki sel2 udara dalam apeks petrosa.Sel2 ini
menjadi terinfeksi melalui perluasan langsung dari infeksi telinga tengah dan
mastoid.
 tromboflebitis sinus lateralis
 Invasi infeksi pada sinus sigmoideus dalam perjalanannya melalui mastoid,
menimbulkan tromboflebitis sinus lateralis.fragmen2 kecil trombus akan pecah,
menciptakan semburan emboli yang infeksius.Tanda invasi pertama adalah
demam.Demam cenderung berfluktuasi dan setelah penyakit berkembang
penuh, terbentuk pola septik atau ”tiang pancang” menyerupai paku.
 abses ekstradural
 adalah kumpulan pus di antara dura dan tulang yang menutupi rongga mastoid
atau telinga tengah.Gejala2 antara lain nyeri telinga dan kepala yang berat
 abses subdural
 dapat timbul akibat perluasan langsung abses ekstradural atau perluasan suatu
tromboflebitis lewat saluran2 vena.
 komplikasi sistem saraf pusat
 meningitis
 disebabkan otitis media kronik atau akut, dan terbatas atau generalisata.gambaran klinis :
kaku kuduk , suhu meningkat , mual dan muntah (terkadang proyektil) dan nyeri
kepala.Pada kasus2 lanjut , timbul koma dan delirium.Ada tahanan terhadap fleksi leher
dan tanda kernig positif pada pemeriksaan klinis.Kadar gula cairan spinal biasanya rendah
, sedangkan kadar protein meningkat
 abses otak
 dapat timbul pada serebelum di fossa kranii posterior atau pada lobus temporal di fossa
kranii media.Abses otak biasanya terbentuk sbg akibat perluasan langsung infeksi telinga
atau tromboflebitis.Gejala abses serebelum : ataksia , disdiadokokinesis, intention
tremor, dan past pointing.Gejala2 fokal termasuk toksisitas, nyeri kepala, demam,
muntah dan keadaan letargi yang memberi kesan keterlibatan serebrum.
 hidrosefalus otitik
 berupa peningkatan tekanan intrakranial dengan temuan cairan serebrospinal yang
normal.Gejala2nya adalah nyeri kepala hebat yang menetap , diplopia, pandangan kabur,
mual dan muntah
 sumber : BOIES Buku Ajar Penyakit THT edisi 6 Adams , Boies , Higler
 Penatalaksanaan
 Stadium Oklusi
 Pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius,
sehinggan tekanan negative di telinga tengah hilang.
 Maka diberikan :
 HCL efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak < 12 tahun
 HCL efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk usia > 12 tahun
 Stadium Presupurasi/Hiperemis
 Antibiotika
o Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya
dilakukan miringotomi.
o Antibiotika yang dianjurkan adalah gologan penisilin atau ampisilin.
o Terapi awal diberikan penisilin intramuskularcegah mastoiditis yang
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan
kekambuhan.
o Bila pasien alergi penisilin, diberikan eritromisin.
 Pada anak:
 Ampisilin diberikan dengan dosis 50-100mg/BB per hari dibagi dalam 4
dosis.
 Amoksisilin 40 mg/BB per hari dibagi dalam 3 dosis.
 Eritromisin 40 mg/BB per hari.
 Stadium Supurasi
o Antibiotika disertai dengan miringotomi, bila membran timpani
masih utuh.
 Stadium Perforasi
o Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3 hari disertai antibiotika.
o Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali
dalam waktu 7-10 hari.
 Stadium Resolusi
o Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada dan
perforasi membran timpani menutup.
o Bila tidak terjadi resolusi tampak sekret mengalir di liang telinga
luar melalui perforasi di membran timpani, maka antibiotika dapat
dilanjutkana sampai 3 minggu.
 Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, FK UI
 Prognosis
 Sembuh setelah std. Resolusi
 sembuh spontan tanpa perforasi
 sembuh dg perforasi→ bila menutup → sikatrik
 sembuh setelah parasentesis
 TIDAK sembuh
 tanpa perforasi → OME → sekret kental → Glue ear
 dg. perforasi → OMK → bila sembuh dan tetap perforasi →
Dry ear
 Ilmu Penyakit THT FK UNDIP
OMK
 DEFINISI

Otitis media kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah.


PENYEBAB
Otitis media kronis terjadi akibat adanya lubang pada gendang
telinga (perforasi). Perforasi gendang telinga bisa disebabkan oleh:
otitis media akut penyumbatan tuba eustakius cedera akibat
masuknya suatu benda ke dalam telinga atau akibat perubahan
tekanan udara yang terjadi secara tiba-tiba luka bakar karena panas
atau zat kimia.
 GEJALA

Gejalanya bervariasi, tergantung kepada lokasi perforasi gendang telinga:


 Perforasi sentral (lubang terdapat di tengah-tengah gendang telinga). Otitis media kronis
bisa kambuh setelah infeksi tenggorokan dan hidung (misalnya pilek) atau karena telinga
kemasukan air ketika mandi atau berenang. Penyebabnya biasanya adalah bakteri. Dari
telinga keluar nanah berbau busuk tanpa disertai rasa nyeri. Bila terus menerus kambuh,
akan terbentuk pertumbuhan menonjol yang disebut polip, yang berasal dari telinga
tengah dan melalui lubang pada gendang telinga akan menonjol ke dalam saluran telinga
luar. Infeksi yang menetap juga bisa menyebabkan kerusakan pada tulang-tulang
pendengaran (tulang-tulang kecil di telinga tengah yang mengantarkan suara dari telinga
luar ke telinga dalam) sehingga terjadi tuli konduktif.
 Perforasi marginal (lubang terdapat di pinggiran gendang telinga). Bisa terjadi tuli
konduktif dan keluarnya nanah dari telinga.
 Terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya
tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau hygiene buruk dapat menyebabkan OMA
menjadi OMSK
 Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, FK UI
 Klassifikasi OMK:
 Berdasarkan peradangan:
 OMSK tipe benigna:
 Proses peradangannya terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak
mengenai tulang.
 Perforasi terletak di sentral.
 Tidak terdapat kolesteatom
 Jarang menimbulkan komplikasi
 OMSK tipe maligna
 Proses peradangannya mengenai tulang.
 Perforasi terletak di marginal atau atik kadang sampai subtotal.
 Terdapat kolesteatoma ( suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi
epitel / keratin).
 Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar:
 OMSK aktif: OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum
timpani secara aktif.
 OMSK tenang: Keadaan kavum timpani terlihat basah atau
kering.
 Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, FK UI
 Komplikasi yang serius adalah:
 DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan telinga dengan otoskop. Untuk mengetahui
organisme penyebabnya, dilakukan pembiakan terhadap
cairan yang keluar dari telinga. Rontgen mastoid atau ct scan
kepala dilakukan untuk mengetahui adanya penyebaran
infeksi ke struktur di sekeliling telinga.
 PENGOBATAN
 membersihkan saluran telinga dan telinga tengah dengan
menggunakan penghisap dan kapas kering
 masukkan cairan asam asetat dan hydrocortisone.
 Serangan yang lebih hebat diatasi dengan antibiotik per-oral
(melalui mulut). Biasanya dilakukan timpanoplasti untuk
memperbaiki gendang telinga dan jika rantai tulang
pendengaran mengalami kerusakan, bisa diperbaiki secara
bersamaan. Kolesteatoma diangkat melalui pembedahan. Jika
kolesteatoma tidak dibuang, maka perbaikan telinga tengah tidak
dapat dilakukan.

 Pada OMSK tipe benigna:
 Bila sekret keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci
telinga, berupa larutan H2O2 3 % selama 3-5 hari. Setelah sekret
berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes
telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid (jangan lebih
dari 2 minggu/hentikan jika OMSK sudah tenang).
 Secara oral diberikan antibiotika dari jenis ampisilin atau eritromisin.
 Bila sekret sudah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi
selama 2 bulan maka idealnya dilakukan miringoplasti atau
timpanolasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikkan infeksi
secara permanent, memperbaiki membrane timpani yang perforasi,
mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang
lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. . Jikaada infeksi maka
infeksi disembuhkan dahulu mungkin juga perlu melakukan
adenoidektomi dan mastoidektomi.
 Pada OMSK tipe maligna:
 Prinsipnya yaitu pembedahan (mastoidektomi). Bila terdapat
abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan
mastoidektomi.
 Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, FK UI

Anda mungkin juga menyukai