Anda di halaman 1dari 33

Kelompok 7

Ketua : Muhammad Juhendra


Anggota : - Kris Hermawan
- Agung Dwi Akbar
- M Hermawan Nazori
- M Taufik Firmansyah
- Firmansyah
- Wulan Retno
Hubungan

Negara Konstitusi

Hubungan
Pengertian

Negara Elemen

Teori
Kedaulatan
Negara merupakan suatu organisasi di antara
sekelompok atau beberapa kelompok manusia
yang secara bersama-sama mendiami suatu
wilayah (territorial) tertentu dengan mengakui
adanaya suatu pemerintahan yang mengurus
tata tertib dan keselamatan sekelompok atau
beberapa kelompok manusia yang ada di
wilayahnya.Organisasi negara dalam suatu
wilayah bukanlah satu-satunya organisasi, ada
organisasi-organisasi lain (keagamaan,
kepartaian, kemasyarakatan dan organisasi
lainnya yang masing-masing memiliki kepribadian
Masyarakat Wilayah

Pemerintahan
Teori kedaulatan
Teori kedaulatan Tuhan Negara

Teori kedaulatan Teori Kedaulatan


hukum Rakyat
Konstitusi

Pengertian Klarifikasi

Tujuan
 Kata “Konstitusi” berarti “pembentukan”,
berasal dari kata kerja yaitu “constituer”
(Perancis) atau membentuk. Yang dibentuk
adalah negara, dengan demikian konstitusi
mengandung makna awal (permulaan) dari
segala peraturan perundang-undangan tentang
negara. Belanda menggunakan istilah
“Grondwet” yaitu berarti suatu undang-
undang yang menjadi dasar (grond) dari segala
hukum. Indonesia menggunakan istilah
Grondwet menjadi Undang-undang Dasar.
 1. Berbagai lembaga-lembaga kenegaraan
dengan wewenang dan tugasnya masing-
masing.
 2. Hubungan antar lembaga Negara
 3. Hubungan antar lembaga
negara(pemerintah) dengan warga negara
(rakyat).
 4. Adanya jaminan atas hak asasi manusia
 5. Hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai
dengan tuntutan jaman.
 1. Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak
tertulis (written constitution and unwritten
constitution)
 2. Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid
(flexible and rigid constitution)
 a) Sifat elastis, artinya dapat disesuaikan
dengan mudah .
 b) Dinyatakan dan dilakukan perubahan adalah
mudah seperti mengubah undang-undang.
 c) Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat
tidak derajat tinggi (Supreme and not supreme
constitution). Konstitusi derajat tinggi, konstitusi
yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam
negara (tingkatan peraturan perundang-
undangan). Konstitusi tidak derajat tinggi adalah
konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan
seperti yang pertama.
 d) Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan
pemerintahan Parlementer (President Executive
and Parliamentary Executive Constitution).
Pandangan Terhadap
Hubungan
Amandemen UUD 1945

Pancasila dan Kostitusi Catatan – Catatan Terhadap


Hasil Perubahan

Pandangan Penolakan
Sejarah ketatanegaraan terhadap Amandemen
UUD 1945
 Berhubungan sangat erat, konstitusi lahir
merupakan usaha untuk melaksanakan dasar
negara. Dasar negara memuat norma-norma
ideal, yang penjabarannya dirumuskan dalam
pasal-pasal oleh UUD (Konstitusi) Merupakan
satu kesatuan utuh, dimana dalam Pembukaan
UUD 45 tercantum dasar negara Pancasila,
melaksanakan konstitusi pada dasarnya juga
melaksanakan dasar negara.
 Seperti yang kita ketahui dalam kehidupan bangsa
Indonesia, Pancasila merupakan filosofische
grondslag dan common platforms atau kalimatun
sawa. Pada masa lalu timbul suatu permasalahan
yang mengakibatkan Pancasila sebagai alat yang
digunakan untuk mengesahkan suatu kekuasaan
dan mengakibatkan Pancasila cenderung menjadi
idiologi tertutup. Hal ini dikarenakan adanya
anggapan bahwa pancasila berada di atas dan
diluar konstitusi. Pancasila disebut sebagai norma
fundamental negara (Staatsfundamentalnorm)
dengan menggunakan teori Hans Kelsen dan Hans
Nawiasky.
 Saat founding fathers menerima diberlakukannya
UUD 1945 yang dicetuskan Prof Soepomo pada sidang
PPKI 18 Agustus 1945 telah menyadari, UUD 1945
hanya bersifat sementara atau istilah Bung Karno
"undang-undang dasar kilat". Mereka semua
berkomitmen jika kelak keadaan mengizinkan, bangsa
Indonesia akan melaksanakan pemilu untuk membuat
UUD baru yang definit berasas kedaulatan
rakyat.Sejarah ketatanegaraan kita yang menggunakan
konstitusi UUD 1945 sebagai landasan struktural telah
menghasilkan berbagai sistem pemerintahan yang
berbeda-beda, bahkan pernah bertolak belakang secara
konseptual.
 Hasil perubahan UUD 1945 tidak menunjukkan
perubahan yang mendasar bagi bangunan negara
Indonesia yang demokratis kedepan. Mengingat peran
konstitusi sebagai sumber dari segala sumber hukum
dan sebagai kerangka kerja demokrasi yang mengatur
dan menentukan posisi serta hubungan lembaga
presiden, legeslatif dan yudikatif, juga pemerintahan
yang bersifat desentralistik, hasil perubahan-
perubahan UUD 1945 belum memberikan jaminan soal
itu. Lebih dari itu, hasil perubahan UUD 1945 belum
menjadikan identitas nasional baru yang sesuai dengan
kebutuhan, aspirasi dan semangat yang berkembang
saat ini.
Hak Asasi Manusia Sistem Pemerintahan
(HAM) Pemerintahan Daerah

Warga Negara dan Pertahanan dan


Wilayah Negara Penduduk Keamanan
 Salah satu persoalan-kelemahan yang terdapat dalam rumusan HAM ini adalah:

 § Rumusan-rumusan HAM ini, bila dijabarkan keseluruhan, secara substansial


rumusan-rumusan yang dihasilkan tidak mengelaborasi secara rinci seluruh hak
asasi manusia, sehingga terkesan bahwa Anggota MPR tidak dilandasi
pemahaman yang mendalam tentang esensi HAM yang harus diatur dalam UUD.
Hal ini terlihat pula dalam contoh hak yang diberikan untuk warga negara dalam
pasal 28 D (3) “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama
dalam pemerintahan “ hanya diatur dalam satu pasal. Padahal masih banyak lagi
sesungguhnya hak-hak yang hakikatnya diberikan kepada warga negara sebagai
konsekuensi kalau UUD adalah hukum dasar yang substansinya antara lain
mengenai bagaimana hubungan antara negara dan warga negara. Apabila ditinjau
dari tujuan negara sebagaimana diatur dalam Pembukaan UUD maka ada hak-hak
yang secara khusus hanya dimiliki dan diberikan oleh negara hanya untuk
warganegara. Oleh karena itu, ketentuan hak asasi warga negara ini harus diatur
serta dalam mengelaborasi ketentuan mengenai hak asasi manusia perlu kiranya
dibedakan antara hak yang diberikan kepada setiap orang dengan hak yang
diberikan kepada warga negara.
 § Perubahan-perubahan dalam konteks sistem
pemerintahan itu nampaknya cenderung memberi
penguatan – terutama fungsi kontrolnya -- kepada
DPR dengan melakukan pemangkasan terhadap peran
dan kewenanangan presiden. Perubahan itu ditambah
lagi dengan adanya Ketetapan MPR No.
VII/MPR/2000 yang mengaharuskan adanya
persetujuan DPR jika Presiden mengangkat Panglima
TNI dan Kapolri, yang sebelumnya merupakan hak
prerogatif presiden sebagaimana diatur dalam pasal 10
UUD 1945. Rumusan –rumusan ini dapat dikatakan
masih menggunakan sebagian sistem presidensiil dan
sebagian sistem parlementer, yang amat rentan
menimbulkan konflik antara Presiden dan DPR.
 § Secara umum perumusan yang terkandung dalam pasal 18 ini
tidak mensistematisir apa yang sesungguhnya harus diatur dalam
UUD perihal otonomi daerah. Hampir semua obyek yang
merupakan proporsi undang-undang diatur dalam pasal ini.
Seperti soal, pembagian wilayah (ps 18 ayat 1), pemilihan kepala
daerah dan DPRD (ps 18 ayat 3&4), sampai soal pengakuan
terhadap masyarakat hukum adat (ps. 18B ayat 2). Kalaupun itu
mau diatur dalam UUD, persoalan kemudian adalah bias apa
yang hendak ditekankan karena harus diatur (atribusi) lagi dalam
undang-undang, dan apa yang hendak dikonsepsikan dalam
konstitusi ini perihal pemerintahan daerah (otonomi daerah). Hal
ini berkenaan dengan adanya beragam format pengaturan
perundang-undangan tentang pemerintahan daerah/otonomi
daerah, yakni di Amandemen Kedua UUD 1945, TAP MPR No.
IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan UU No. 22/1999 tentang
Pemerintahan Daerah.
 Masalah wilayah negara dirumuskan dalam Bab
IX A pasal 25 E yang menyatakan bahwa “Negara
Kesatuan RI adalah sebuah negara kesatuan yang
berciri Nusantara dengan wilayah dan hak-haknya
ditetapkan dengan UU”. Disini ada ketidakjelasan
apa yang dimaksud dengan “yang berciri
Nusantara” itu? apa yang kemudian menjadi tolak
ukurnya? Bagaimana penentuannya yang
meskipun akan diatur kembali lewat UU, namun
tetap seharusnya dari penentuan wilayah ini,
dengan mengacu hukum internasional, untuk
mencegah terulangnya kembali “ekspansi” dalam
kasus Timur-Timor.
 Dalam pasal 27 (3) bab tentang warga negara
disebutkan bahwa, setiap warga negara berhak
dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
negara. Seharusnya hal mengenai pembelaan
negara ini cukup menjadi hak dan bukan menjadi
kewajiban warga negara. Dengan kewajiban itu
akan memudahkan siapapun yang mempunyai
kewenangan (dalam hal ini alat negara yang
bernama TNI) untuk melakukan mobilisasi secara
paksa terhadap warga negara. Upaya ini amat
rentan terhadap kemungkinan terjadinya konflik
horizontal yang dapat menimbulkan kerusuhan-
kekerasan dalam skala yang luas.
 Dalam pasal 35 ayat 1 amandemen II UUD 1945 disebutkan bahwa “Tiap-tiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan negara.” Dalam
hal usaha pertahanan negara ini seharusnya bukan menjadi kewajiban tetapi
menjadi hak dan kehormatan bagi warga negara. Bila hal ini menjadi suatu
kewajiban bagi warga negara, maka terlihat adanya paksaan dari negara kepada
warga negaranya untuk ikut serta dalam usaha pertahanan negara.
 Ketentuan pasal 35 amandemen II UUD 1945 (tentang Pertahanan dan Keamanan
Negara) ini memperbaharui ketentuan dari pasal 30 UUD 1945 (tentang
Pertahanan Negara). Dalam ketentuan pasal 35 Amandemen UUD 1945 ini
dipisahkan antara kekuatan pertahanan dan keamanan negara yang semula berada
dalam satu sistem (Sistem HANKAMARATA), dimana sistem Pertahanan
dipegang oleh kekuatan TNI dan sistem keamanan yang dipegang oleh POLRI.
Dari pemisahan kedua sistem ini, yang perlu dicermati kemudian adalah siapa
yang berwenang untuk menengahi apabila suatu saat terjadi persinggungan antara
kekuatan pertahanan dan keamanan. Dengan adanya ketentuan pasal 35 ini berarti
pula harus pula diperhatikan ketentuan peraturan-peraturan dibawah UUD yang
berkaitan dengan TNI dan POLRI, (misalnya RUU Kepolisian) agar antara
peraturan satu dengan lainnya tidak saling bertentangan.
 Dari UUD 1945, masih ada ketentuan pasal yang
menimbulkan kendala. Misalnya dari ketentuan pasal 7
UUD 1945 yang mensyaratkan bahwa Presiden memegang
kekuasaan tertinggi atas AD, AL, dan AU. Dengan
demikian kewenangan untuk mengangkat Panglima AD,
AL, dan AU pun berada di tangan Presiden. Sehingga
kedudukan Panglima TNI sejajar atau bahkan diatas
kedudukan menteri, bila mengingat pula Ketetapan MPR
No. VII/MPR/2000 bahwa untuk penentuan Panglima
TNI/Kapolri harus melalui persetujuan DPR.. kebijakan itu
amat bertentangan dengan kehendak tuntutan dicabutnya
dwifungsi TNI dan penempatan kontrol militer dibawah
sipil. Nampaknya masih ada upaya konsolidasi militer dan
menarik-narik kembali militer kekancah politik. Jadi hanya
tinggal dua negara didunia ini yang Panglima TNI berada
tidak di bawah Menhankam, yaitu Indonesia dan Myanmar.
 Adanya pro dan kontra amandemen UUD 1945
dilihat dari perspektif konstitusionalisme
adalah karena belum jelasnya konsep
kenegaraan (staatsidee) yang kita anut, apakah
paham kenegaraan integralistik atau
demokrasi konstitusional.
 Antara lain,,
 Pertama, terkait dengan masalah konseptual. MPR
tidak memiliki konsep atau desain ketatanegaraan
yang jelas tentang arah dan tujuan yang hendak
dicapai melalui serangkaian amandemen itu.
 Kedua, menyangkut masalah teknik yuridis, yakni
lemahnya kemampuan legal drafting dalam
merumuskan dan menyusun pasal-pasal, yang
tampak dari segi sistematika yang rancu maupun
bahasa hukum yang dipergunakan. Akibatnya,
banyak pasal hasil amandemen yang tumpang
tindih, kontradiktif, dan memungkinkan
multitafsir. Namun, adanya kelemahan tersebut
tidak berarti kita harus kembali kepada UUD 1945.
 Amandemen Undang-Undang Dasar 1945
dinilai belum transformatif.
 Dibuat Majelis Permusyawaratan Rakyat,
bukan oleh komisi independen.
 Amandemen UUD 1945 ini juga tak memiliki
content draft yang utuh, penjelasan mengenai
pasal-pasal yang diamandemen pun minim
 Amandemen yang telah dilakukan masih
meninggalkan tiga hal yang penting dilihat
dari segi kedaulatan :
 Hilangnya Kemampuan rakyat sebagai pem
 Kurangnya kemampuan rakyat sebagai
pemegang kedaulatan melakukan koreksi atas
pihak yang dititipi kedaulatan, yakni
DPR.Rakyat pemilih tidak dapat melakukan
impeachment pada wakil rakyat yang tidak
menjalankan aspirasi mereka. egang
kedaulatan.
 o tiadanya kemampuan rakyat pemilih
menarik kedaulatan mereka
 o tidak dicantumkan supremasi otoritas sipil
terhadap militer
 o tidak tercantumnya otonomi khusus Aceh
dan Papua maupun Yogyakarta, sehingga
peraturan di bawah konstitusi dapat
mengurangi arti kekhususan otonomi.
 1. Negara merupakan suatu organisasi di antara sekelompok atau
beberapa kelompok manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu
wilayah (territorial) tertentu dengan mengakui adanaya suatu
pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok
atau beberapa kelompok manusia yang ada di wilayahnya.

 2. Konstitusi diartikan sebagai peraturan yang mengatur suatu negara,


baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Konstitusi memuat aturan-
aturan pokok (fundamental) yang menopang berdirinya suatu negara.
 3. Antara negara dan konstitusi mempunyai hubungan yang sangat
erat. Karena melaksanakan konstitusi pada dasarnya juga melaksanakan
dasar negara.
 4. Pancasila merupakan filosofische grondslag dan common platforms
atau kalimatun sawa. Pancasila sebagai alat yang digunakan untuk
mengesahkan suatu kekuasaan dan mengakibatkan Pancasila cenderung
menjadi idiologi tertutup, sehingga pancasila bukan sebagai konstitusi
melainkan UUD 1945 yang menjadi konstitusi di Indonesi.
 5. Permasalahan pokok yang mengakibatkan terjadinya
perdebatan adalah perumusan amandemen UUD 1945 yang
multitafsir., yakni lemahnya kemampuan legal drafting dalam
merumuskan dan menyusun pasal-pasal, yang tampak dari segi
sistematika yang rancu maupun bahasa hukum yang
dipergunakan. Akibatnya, banyak pasal hasil amandemen yang
tumpang tindih, kontradiktif, dan memungkinkan multitafsir
 6. Perbedaan perdapat yang terjadi pula terkait dengan masalah
konseptual. MPR tidak memiliki konsep atau desain
ketatanegaraan yang jelas tentang arah dan tujuan yang hendak
dicapai melalui serangkaian amandemen itu.
 7. Keempat amandemen yang telah dilakukan masih
meninggalkan tiga hal yang penting dilihat dari segi kedaulatan.
Pertama, tiadanya kemampuan rakyat pemilih menarik
kedaulatan mereka. Kedua, tidak dicantumkan supremasi otoritas
sipil terhadap militer. Ketiga, tidak tercantumnya otonomi khusus
Aceh dan Papua maupun Yogyakarta, sehingga peraturan di
bawah konstitusi dapat mengurangi arti kekhususan otonomi.
Ada Pertanyaan

Anda mungkin juga menyukai