Anda di halaman 1dari 22

Miastenia gravis

A. Definisi
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang
ditandai oleh suatu kelemahan abnormal dan progresif pada
otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan
disertai dengan kelelahan saat beraktivitas
Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari
synaptictransmission atau pada neuromuscular junction.
Gangguan tersebut akan mempengaruhi transmisi
neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya dibawah
kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang muncul
berupa kelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi
kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi
oleh fungsi saraf cranial (Dewabenny,2008).
• Myastenia gravis merupakan gangguan yang
mempengaruhi trasmisi neuromuskuler pada
otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran
seseorang (volunteer) . Karakteristik yang
muncul berupa kelemahan yang berlebihan
dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-
otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh
fungsi saraf cranial (Brunner and Suddarth
2002).
B. Etiologi
Penyebab miastenia gravis masih belum diketahui
secara pasti, diduga kemungkinan terjadi karena
gangguan atau destruksi reseptor asetilkolin
(Acetyl Choline Receptor(AChR)) pada
persimpangan neoromuskular akibat reaksi
autoimun. Etiologi dari penyakit ini adalah:
• Kelainan autoimun: direct mediated antibody,
kekurangan AChR, atau kelebihan kolinesterase.
• Genetik: bayi yang dilahirkan oleh ibu MG
• Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya miastenia gravis adalah:
a) Infeksi (virus)
b) Pembedahan
c) Stress
d) Perubahan hormonal
e) Alkohol
f) Tumor mediastinum
g) Obat-obatan
· Antibiotik (Aminoglycosides, ciprofloxacin, ampicillin,
erythromycin)
· B-blocker (propanolol)
· Lithium
· Magnesium
· Procainamide
· Verapamil
· Chloroquine
· Prednisone
C. Gejala-gejala Myasthenia Gravis
Melemahnya otot adalah gejala utama penyakit myasthenia gravis.
Indikasi tersebut memiliki kecenderungan untuk menjadi makin parah
jika otot yang lemah sering digunakan.

Karena gejala myasthenia gravis biasanya akan membaik setelah otot


diistirahatkan, kelemahan otot ini akan hilang dan timbul secara
bergantian, bergantung aktivitas penderita. Namun semakin lama,
penyakit ini akan semakin parah, dan akan mencapai puncaknya pada
beberapa tahun setelah gejala awal muncul.

Kelemahan otot ini biasanya tidak terasa sakit, tapi terdapat sebagian
penderita yang merasa nyeri saat gejala kambuh, terutama ketika
melakukan aktivitas fisik.
Otot yang paling sering diserang penyakit ini adalah otot mata, otot
wajah, dan otot yang mengendalikan proses menelan
Gejala-gejala myasthenia gravis meliputi:

•Salah satu atau kedua kelopak mata penderita akan turun dan susah dibuka.
•Penglihatan ganda atau kabur.
•Ekspresi wajah yang terbatas, misalnya sulit tersenyum.
•Perubahan kualitas suara, misalnya menjadi sengau atau pelan.
•Sulit menelan dan mengunyah. Gejala ini akan menyebabkan penderita
mudah tersedak.
•Sulit bernapas, terutama saat beraktivitas atau berbaring.
•Melemahnya otot tangan, kaki, dan leher. Gejala ini akan memicu gangguan
mobilitas, seperti pincang atau kesulitan mengangkat barang.
D. Klasifikasi
• Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), miastenia
gravis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
• Kelas I
• Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat menutup mata
dan kekuatan otot-otot lain normal
• Kelas II
• Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya
kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular.
• Kelas IIa
• Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga
terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan
• Kelas IIb
• Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya.
Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan
dibandingkan klas IIa.
Kelas III
Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot lain selain otot-
otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang
Kelas III a
Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya secara predominan.
Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan
Kelas III b
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya secara predominan.
Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dalam derajat
ringan.
Kelas IV
Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat yang berat,
sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat
Kelas IV a
Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-otot aksial. Otot
orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan
Kelas IV b
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya secara predominan.
Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau
keduanya dengan derajat ringan. Penderita menggunakan feeding tube tanpa dilakukan
intubasi.
• Kelas V
• Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa
ventilasi mekanik.
E. Patofisiologis
F. Manifestasi Klinis
1. Kelemahan otot mata dan wajah (hampir selalu
ditemukan)
a) Ptosis
b) Diplobia
c) Otot mimik
2. Kelemahan otot bulbar
a) Otot-otot lidah
Suara nasal, regurgitasi nasal
Kesulitan dalam mengunyah
Kelemahan rahang yang berat dapat menyebebkan rahang terbuka
Kesulitan menelan dan aspirasi dapat terjadi dengan cairan batuk dan
tercekik saat minum
b) Otot-otot leher
Otot-otot fleksor leher lebih terpengaruh daripada otot-otot ekstensor
LANJUTAN
• 3. Kelemahan otot anggota gerak
• 4. Kelemahan otot pernapasan
• a) Kelemahan otot interkostal dan difragma
menyebabkan retensi CO2. Hipoventilasi menyebabkan
kedaruratan neuromuskular.
• b) Kelemahan otot faring dapat menyebabkan gagal
saluran napas atas.
KOMPLIKASI
• 1. Miatenia crisis atau cholinergic crisis akibat terapi yang
tidak diawasi
• 2. Pneumonia
• 3. Bollous Death

• Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien


termasuk riwayat penyakit sebelumnya (misalnya, infeksi virus
pada pernapasan), pasca operasi, pemakaian kortikosteroid
yang lenyap secara cepat, aktivitas berlebih (terutama pada
cuaca yang panas), kehamilan, dan stress emosional
(Widagdo, 2007).
PENATALAKSANAN
Obat anti kolinestrase
• diberikan untuk meningkatkan respon otot terhadap impuls
saraf dan meningkatkan kekuatan otot, hasil diperkirakan
dalam 1 jam setelah pemberian.
Terapi imunosupresif
• ditujukan pada penurunan pembentukan antibody
antireseptor atau pembuangan antibody secara langsung
dengan pertukaran plasma.
• kortikostreoid menekan respon imun, menurunkan jumlah
antibody yang menghambat
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
• B1 (Breating) Inspeksi apakah klien kemampuan atau pengurangan batuk
efektif, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan
peningkatan frekuensi pernafasan pada pasien yang mengalami gangguan
otot-otot pernafasan
• B2 (Darah) Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan
untuk aktifkan status kardiovaskular, terutama yang kemudian secara
progresif akan berubah sesuai dengan kondisi tidak membaiknya status
pernafasan.
• B3 (Otak) Kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi mata,
jatuhnya kelopak mata atau dislopia intermien, jelas klien mungkin
disatrik.
• B4 (Kandung Kemih) Pengkajian secara khusus pada sistem
perkemihan.Biasanya terjadi kondisi dimana fungsi kandung kemih
menurun, retensi urine, bersama saat berkemih.
LANJUTAN
• B5 (Usus) Ditunjukkan dengan kesulitan
menelan-mengunyah, disfagia, otot
kelemahan diafragma dan peristaltik usus
turun.
• B6 (Bone) Pengkajian ini bertujuan untuk
mengetahui aktivitas atau mobilitas fisik,
kelemahan otot yang berlebihan.
DIAGNOSA
• 1. Ketidakefektifan pola nafas dengan kelemahan
otot pernapasan.
• 2. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan
dengan kelemahan fisik umum, keletihan.
• 3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan
dengan disfonia, gangguan pengucapan kata,
gangguan neuromuskular, gangguan otot tonus
otot fasial atau oral.4.
• 4. Gangguan citra diri berhubungan dengan
ptosis, ketidakmampuan berkomunikasi secara
verbal.
CONTOH INTERVENSI
• DG :Ketidakefektifan pola nafas berhubungandengan kelemahan
otot pernapasan
T : Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi untuk
klien kembali efektif
H : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalambatas
normal, bunyi nafas terdengar jelas, respiratorterpasang
dengan optimal
R : 1. Kaji kemampuanventilasi
Untuk Klien DENGAN Penurunan Kapasitas ventilasi,
PERAWAT mengkaji Frekuensi pernapasan, Kedalaman, da n
Bunyi nafas, Pantau hasil temuan tes fungsi fungsi paru- paru
(volume
2. Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, yang
terjadi.
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dankedalaman
pernapasan, kita dapatmengetahui atas cak kondisinya.
LANJUTAN
• 3. Baringkan klien dalam posisi yang nyaman
Dalam posisi dudukPenurunan
diafragmaKembangkan daerahdadaUlang,
perluasan paru bisa maksimal.
• 4. Observasi tanda-tandavital (nadi, RR).
Peningkatan RR dan takikardi adalahindikasi saat
penurunan fungsi paru
SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA
SEMOGA AMAL IBADAH KITA DAPAT BERNILAI
PAHALA DISISI ALLAH SWT
AMIIIN!!!

Anda mungkin juga menyukai