Anda di halaman 1dari 129

REFERAT

konjungtivitis

Pembimbing:
Dr.dr. Arti Lukitasari,SpM

Oleh:
Fifa Yuniarmi

SMF Mata RS Bhayangkara Kediri


Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang
2018
Konjungtivitis  peradangan pada konjungtiva (lapisan
luar mata dan lapisan dalam kelopak mata) (Iliyas, 2015)

Konjungtivitis
konjungtivitis infeksius non infeksius  alergi,
 Virus dan bakteri toksik dan sikatrik.
Indonesia (2014)  185
.863 kunjungan ke poli
mata.

Konjuntivitis  10 besar
penyakit rawat jalan
terbanyak pada tahun
2015

(KEMENKES RI, 2015)


lokasi anatomi  >> terekspos mikroorganisme dan faktor stress lingkungan.

Mekanisme perlindung permukaan mata  lapisan film permukaan, komponen


akueus, pompa kelopak mata, dan air mata.

Pertahanan konjungtiva adanya tear film  melarutkan kotoran dan bahan yang
toksik  mengalirkannya melalui saluran lakrimalis ke meatus nasi inferior.

tear film mengandung beta lysine, lisosim, IgA, IgG  menghambat pertumbuhan
kuman.

Apabila kuman mampu menembus pertahanan  proses infeksi konjungtiva


TUJUAN
1. Membahas mengenai konjungtivitis, gambaran klinis,
klasifikasi dan tatalaksana konjungtivitis.

2. Memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti


kegiatan Kepaniteraan Klinik (Koass) di RS Bhayangkara
Kediri, Departemen Mata, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang.
ANATOMI DAN FISIOLOGI
ANATOMI
KONJUNGTIVA
Konjungtiva berasal dari kata conjoin yang
berarti hubungan, yang dimana disini
menghubungkan antara palpebra dan bola mata.
ANATOMI
CONJUNGTIVA:
• KONJUNGTIVA BULBI  cover anterior
sclera
• KONJUNGTIVA PALPEBRA  from margin
mucocutaneous junction-tarsal plate
• KONJUNGTIVA FORNIKS
KONJUNGTIVA
PALPEBRA

Marginal Tarsal Orbital


FORNIX KONJUNGTIVA
VASKULARISASI KONJUNGTIVA
INNERVASI KONJUNGTIVA

LIMBUS N. Siliaris Longus

KONJUNGTIVA N. Lakrimal

N. Infratrokeal

N. Supratrokeal

N. Supraorbital

N. Frontal
HISTOLOGI
KONJUNGTIVA
LAPISAN KONJUNGTIVA
LAPISAN KONJUNGTIVA
ANATOMI
HISTOLOGIS
• EPITEL KONJUNGTIVA  sel kuboid di tarsus, kolumnar di forniks, dan
skuamous di bola mata
• STROMA / SUBST. PROPRIA  jaringan ikat longgar dan vaskularisasi.
Dipisahkan dengan membran basalis.

KELENJAR
• SEKRESI MUSIN  sel goblet, crypts of Henle, kelenjar Manz
• KELENJAR LAKRIMAL ASESORIA  kel. Krause dan Wolfring
APPARATUS
LAKRIMALIS
Glandula Glandula
Lakrimalis Lakrimalis
Utama Aksesorius

Saluran
Lakrimalis
GLANDULA LAKRIMALIS UTAMA
GLANDULA LAKRIMALIS AKSESORIUS

GLANDULA GLANDULA
KRAUSE WOLFRING
SALURAN LAKRIMALIS
Lapisan air mata atau tear film  lapisan yang
menutupi epitel kornea dan konjungtiva, tebalnya
sekitar 7-10 mikro meter
FUNGSI TEAR FILM
Menjaga kornea dan konjungtiva tetap lembab.

Memberikan oksigen ke epitel kornea.

Membersihkan debris dan iritasi dari bahan yang berbahaya.

Mencegah infeksi oleh karena adanya zat antibakterial.

Membantu pergerakkan palpebra.


LAPISAN TEAR FILM
SEKRESI AIR MATA
GLANDULA GLANDULA
LAKRIMALIS LAKRIMALIS
UTAMA AKSESORIUS

Reflex Secretion Sekresi Basal

N. V1 (afferen)
INNERVASI
N. parasimpatis (efferen)
ALIRAN AIR MATA
KONJUNGTIVITIS
Definisi

Konjungtivitis  radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang
kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis (Iliyas & Yulianti, 2015).

Konjungtivitis  inflamasi jaringan konjungtiva disebabkan oleh invasi mikroorganisme,


reaksi hipersensitivitas atau perubahan degeneratif di konjungtiva (Sitompul, 2017).

Konjungtivitis merupakan infeksi atau inflamasi dari konjungtiva dan dikarakteristikan


dengan dilatasinya pembuluh darah konjungtiva yang menghasilkan hiperemi dan edema
konjungtiva, biasanya berhubungan dengan sekret (Azari & Barney, 2013).
Epidemiologi bakteri
Sales
virus , jamur , parasit

20%

20% 60%

(López et al., 2011).


KONJUNGTIVITIS BAKTERIAL
ETIOLOGI
Kontak langsung dengan sekret yang infeksius

SERING JARANG
Streptococcus pneumoniae Neisseria gonorrhoeae
Staphylococcus aureus Neisseria meningitidis
Haemophilus influenzae
Moraxella catarrhalis
PATOFISIOLOGI

Konjungtiva  berhubungan dengan dunia luar  terinfeksi dengan


mikroorganisme

Pertahanan konjungtiva  tearfilm  melarutkan kotoran dan bahan toksik


 dialirkan keluar melalui saluran lakrimalis menuju meatus inferior.

Tearfilm  enzim lisozim, laktoferin dan betalisin yang merupakan


antibakteri.
PATOFISIOLOGI

bakteri  inflamasi  sel inflamasi (neutrofil, eosinofil, limfosit, basofil, dan sel
plasma) bertujuan pertahanan terhadap bakteri  sel sel tsb merusak konjungtiva.
Sel-sel tsb + fibrin + mukus (sel goblet)  eksudat konjungtiva  Eksudat
mengering dan menimbulkan perlengketan pada kelopak mata atas dan bawah.

peradangan  pelebaran pembuluh darah konjungtiva posterior hiperemi


(tampak paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus )
KLASIFIKASI

Konjungtivitis Hiperakut (purulen)


• N gonorrhoeae, N kochii dan N mengitidis.
• Ditandai oleh eksudat purulen yang banyak.

Konjungtivitis Mukopurulen (Cattharal) Akut


• Sering : Streptococcus pneumoniae pada iklim sedang dan Haemophilus aegyptus
pada iklim tropis.
• Jarang : Stafilokokus dan Streptokokus lain.
• Ditandai dengan hiperemia konjungtiva akut dan sekret mukopurulen berjumlah
sedang, kadang-kadang disertai perdarahan subkonjungtival.
KLASIFIKASI

Konjungtivitis Subakut
• Disebabkan oleh H influenza, kadang-kadang E coli dan spesies proteus.
• Ditandai dengan eksudat tipis, berair dan berawan.

Konjungtivitis Kronik
• Terjadi pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis dan dakriosistitis
kronik, yang biasanya unilateral.

(Voughan & Asbury, 2012)


GEJALA KLINIS

Muncul kemerahan, rasa terbakar dan adanya sekret.

Biasanya terjadi bilateral, meskipun awalnya hanya muncul salah satu mata tetapi 1-2 hari
kemudian matu satunya muncul keluhan.

Pada saat bangun tidur, kelopak mata sering menempel dan susah membuka.

Gejala sistemik biasanya muncul pada pasien dengan konjungtivitis berat yang berhubungan
dengan gonokokus, meningokokus, H influenza. Pada anak-anak harus selalu dipikirkan bahwa
akan terjadi perkembangan menjadi sistemik.
PEMIRAKSAAN FISIK

EDEMA DAN ERITEMA PALPEBRA


PEMIRAKSAAN FISIK

CVI +
PEMIRAKSAAN FISIK

SEKRET MUKOPURULEN
PEMIRAKSAAN FISIK

SEKRET PURULEN
PEMIRAKSAAN FISIK
Erosi epitel pungtata korneal perifer  infeksi gonokokal
dan meningokokal, dan bisa berkembang secara cepat
menyebabkan porforasi.
Limfadenopati  biasanya tidak ada, kecuali pada infeksi
gonokokal dan meningokokal yang parah.
PEMIRAKSAAN PENUNJANG

Swab dan
scraping Kultur
konjungtiva

Polymerase chain
reaction (PCR)
TATALAKSANA
ANTIBIOTIK TOPIKAL
TATALAKSANA
ANTIBIOTIK SISTEMIK

Gonokokus  sefalosporin generasi 3 (seftriakson; quinolon dan beberapa mikrolid


sebagai alternatif)

H influenza  amoksisilin oral dengan asam klavulanik.

Meningokokkal  i.m. benzylpenicillin, seftriakson atau sefotaksim, atau oral


siprofloksasin.
TATALAKSANA
ANTI-INFLAMASI & ANALGETIK

IRIGASI

KACAMATA HITAM

KONTAK LENSA TIDAK BOLEH


TRAKOMA
ETIOLOGI
CHLAMYDIA TRACHOMATIS
GEJALA KLINIS

Mata merah unilateral atau bilateral

Mata berair

Mengeluarkan sekret mukopurulen


TANDA KLINIS
Tanda Konjungtival
• Kongesti pada tarsal superior dan forniks konjungtiva
• Folikel pada konjungtiva
• Hiperplasi papillari
• Conjunctival scarring
• Concreations
Tanda Kornea
• Keratitis superior
• Follikel harbert
• Pannus
• Ulserasi kornea
• Herbert pits
• Opasitas kornea
STADIUM

Trachomatous inflammation-Follicular (TF)

• 5/> folikel (berdiameter 0,5 mm atau lebih) yang harus ada pada konjungtiva
tarsal superior.
• Pembuluh darah tarsal bagian dalam harus terlihat melalui folikel dan papilla

1
STADIUM
Trachomatous inflammation-Intense (TI)

• Penebalan inflamasi dari konjungtiva tarsal superior


• Mengaburkan lebih dari setengah pembuluh darah profunda tarsal

2
STADIUM
Trachomatous Scarring (TS)

• Terdapat jaringan parut pada konjungtiva tarsal.

3
STADIUM
Trachomatous Trichiasis (TT)

• Minimal ada satu bulu mata yang mengarah dan menggesek ke


arah bola mata.

4
STADIUM
Corneal Opacity (CO)

• Terlihat opasitas pada kornea yang berada diatas pupil.


• Menyebabkan gangguan pengelihatan yang signifikan (<6/18).

5
PEMERIKSAAN PENUNJANG

SITOLOGI KONJUNGTIVA

ELISA
TATALAKSANA
ANTIBIOTIK TOPIKAL

Treatment of choice  Azithromycin dosis tunggal (20 mg/kg, maksimal


1g).

Erythromycin 500 mg diberikan 2 kali selama 14 hari atau doxycycline


100 mg 2 kali sehari selama 10 hari.

Salep tetracycline 1% topikal efektifitasnya lebih sedikit dibandingkan


terapi oral.
TATALAKSANA

Kebersihan wajah

Perbaikan lingkungan

Pembedahan Menghilangkan entropion dan


trichiasis dan mempertahankan
penutupan kelopak mata lengkap,
terutama dengan rotasi tarsal
bilamellar.
KONJUNGTIVITIS VIRUS
KLASIFIKASI
Konjungtivitis Folikular Viral Akut

Pharyngoconjunctival Fever (PCF)

• Disebabkan oleh adenovirus serotype 3, 4, dan 7.


• 3 tanda utama: demam (38,3oC-40oC), faringitis dan konjungtivitis akut
folikular.
• Munculnya keratitis superfisial pungtata (30%).
• Limfadenopati preaurikular tidak nyeri tekan.
KLASIFIKASI
Konjungtivitis Folikular Viral Akut

Epidemic Keratoconjunctivitis (EKC)

• Disebabkan oleh adenovirus serotype 8, 19, dan 37.


• Ditularkan melalui kontak langsung dengan alat-alat yang sudah
terkontaminasi virus.
• Masa inkubasi sekitar 8 hari, biasanya mengenai usia muda.
KLASIFIKASI
Konjungtivitis Folikular Viral Akut

Epidemic Keratoconjunctivitis (EKC)


• 3 fase:
1. Konjungtivitis serous akut (hiperemia konjungtiva non spesifik, kemosis ringan, dan
mata berair),
2. Konjungtivitis folikular tipikal akut (ditandai dengan folikel pada konjungtiva palpebra
inferior),
3. Konjungtivitis pseudomembran akut (ditandai dengan terbentuknya pseudomembran
pada permukaan konjungtiva).
• Munculnya keratitis superfisial pungtata setelah 1 minggu (80%).
• Terdapat limfadenopati preaurikular.
KLASIFIKASI
Konjungtivitis Folikular Viral Akut

Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks


• Disebabkan oleh HSV.
• Biasanya terjadi unilateral dengan masa inkubasi selama 3-10 hari.
• Dapat terjadi 2 gambaran klinis, yaitu:
1. Tipikal, konjungtivitis folikular bersamaan dengan lesi dari infeksi primer seperti lesi
vaskular pada wajah dan palpebra.
2. Atipikal, konjungtivitis folikular tidak dengan lesi pada wajah dan palpebra dan
kondisi ini menyerupai EKC.
• Sering disertai dengan keratitis denditrik.
• Limfadenopati preaurikuler kecil yang nyeri tekan.
KLASIFIKASI
Konjungtivitis Folikular Viral Akut

Konjungtivitis Penyakit Newcastle

• Disebabkan oleh virus Newcastle.


• Sering terjadi dalam bentuk epidemi kecil diantara pekerja perternakan
unggas yang menangani burung yang sakit.
• Manifestasi klinis: rasa terbakar, gatal, nyeri, merah, mata berair dan
pengelihatan kabur (jarang).
• Manifestasi klinis sama dengan PCF.
KLASIFIKASI
Konjungtivitis Folikular Viral Akut

Acute Haemorrhagic Conjunctivitis

• Disebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan coxsackievirus A24, ditularkan melalui kontak
langsung.
• Biasanya terjadi di daerah tropis.
• Masa inkubasi yang pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari).
• Gejala konjungtivitis virus umumnya.
• Tanda khas: perdarahan subkonjungtiva. Awalnya muncul bintik-bintik yang lama-
kelamaan difus dari konjungtiva bulbaris superior menyebar ke bawah.
• Limfadenopati preaurikular, folikel konjungtiva, dan keratitis epitel.
KLASIFIKASI
Konjungtivitis Viral Kronik

Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum

• Infeksi yang disebabkan oleh human specific double stranded DNA


poxvirus.
• Biasanya mengenaik anak pada usia 2 dan 4 tahun, insidensi sedikit.
• Nodul molluscum pada kulit palpebra dan alis mata dapat menimbulkan
konjungtivitis folikular kronik unilateral, keratitis superior, dan pannus
superior dan mungkin menyerupai trakoma.
KLASIFIKASI
Konjungtivitis Viral Kronik

Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster

• Disebabkan oleh virus varicella-zoster.


• Mengenai syaraf trigeminal cabang oftalmikus.
• Gejalanya dimulai dari unilateral neuralgia, yang diikuti oleh adanya ruam vaskular pada
distribusi syaraf yang dapat menyebabkan konjungtivitis yang sangat nyeri.
• Konjungtivitis biasanya berupa papiler, namun pernah ditemukan folikel, pseudomembran
dan vesikel temporer yang kemudian berulserasi.
• Keratitis pseudodendritik.
• Limfadenopati preaurikular nyeri.
KLASIFIKASI
Konjungtivitis Viral Kronik

Keratokonjungtivitis Campak

• Enantema khas campak sering kali mendahului erupsi kulit. Pada tahap awal ini, tampilan
konjungtiva mirip kaca , yang dalam beberapa hari diikuti oleh pembengkakan plika
semilunaris (tanda Meyer). Beberapa hari sebelum erupsi kulit, timbul konjungtivitis
eksudatif dengan sekret mukopurulen; dan saat muncul erupsi kulit, timbul bercak-
bercak Koplik pada konjungtiva dan terkadang padz kurunkel. Pada saat tertentu (masa
kanak-kanak dini, masa dewasa lanjut), keratitis epitelial akan mengikuti.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

PEWARNAAN GIEMSA

PCR

KULTUR VIRUS

IMMUNOCHROMATHOGRAPHY TEST (ICT)


TATALAKSANA

Biasanya terjadi resolusi spontan 2-3 minggu dari infeksi adenovirus.

Menjaga kebersihan tangan, menghindari menggosok-gosok mata dan


menghindari penggunaan handuk yang bersaman.

Steroid topikal seperti prednisolone 0.5% 4 kali sehari bisa digunakan


untuk konjungtivitis adenovirus membranosa atau pseudomembran
(Bowling, 2016).
TATALAKSANA
KONJUNGTIVITIS ALLERGIKA
PATOFISIOLOGI
Konjungtivitis alergi  reaksi hipersensitivitas tipe I (cepat).

Alergen  sensitisasi  tubuh memproduksi respon antigen spesifik.

Sel T  sel TH2  melepaskan sitokin  merangsang produksi antigen spesifik


imunoglobulin E (IgE).
IgE  berikatan IgE reseptor pada permukan sel mast  memicu pelepasan sitokin
(prostaglandin dan platelet activating factor, dan histamin)
Histamin  berikatan dengan H1 dan H2 pada pembuluh darah konjungtiva 
vasodilatasi dan rasa gatal.
Prostaglandin  vasodilatasi dan meningatkan permeabilitas vaskuler.
SIMPLE ALLERGIC CONJUNCTIVITIS
KLASIFIKASI

Hay Fever Conjunctivitis


• Umumnya berhubungan dengan hay fever (rinitis alergika).
• Alergen yang umum biasanya serbuk sari, rumput dan ketombe hewan.

Seasonal Allergic Conjunctivitis (SAC)


• SAC merupakan respon terhadap alergen musiman, seperti serbuk sari rumput.

Perennial Allergic Conjungtivitis (PAC)


• Respon terhadap alergen yang selalu ada setiap harinya, seperti debu rumah dan
tungau.
DIAGNOSIS
GEJALA & TANDA
Gejalanya yaitu:
• Gatal dan rasa terbakar pada mata
• Sekret cair
• Fotofobia ringan
Tandanya yaitu:
• Hiperemia dan kemosis yang memberikan gambaran swollen juicy appearance pada
konjungtiva.
• Pada konjungtiva juga akan tampak reaksi papilari ringan.
• Edema kelopak mata.

EOSINOFIL SEKRET ↑
TATALAKSANA

Eliminasi alergen jika bisa.

Tindakan paliatif lokal yang dapat langsung diberikan, yaitu:


• Vasokonstriktor, seperti adrenalin, epedrin dan napazolin.
• Tetes sodium kromoglikat, efektif digunakan untuk mencegah kasus
atopik rekurensi.
• Tetes mata steroid harus dihindari. Namun bisa diberikan untuk durasi
singkat pada pasien yang non-responsif dan parah.
• Obat antihistamin sistemik, berguna pada serangan akut dengan gejala
gatal-gatal.
VERNAL KERATOCONJUNCTIVITIS (VKC)
EPIDEMIOLOGI
>> anak laki-laki usia 5 tahun keatas.

Remisi pada saat remaja  95% kasus dan sisanya biasanya


berkembang menjadi atopic keratoconjunctivitis.

>> iklim yang kering  Mediterranean, Afrika dan Asia Tengah.

90% pasien memiliki kondisi atopik lain  asma dan ekzema


dan 2/3 memiliki riwayat keluarga yang atopi.
Insiden tertinggi VKC pada musim panas dan semi (Bowling,
2016).
KLASIFIKASI

PALPEBRAL
LIMBAL VKC MIXED VKC
VKC
DIAGNOSIS

GEJALA
• Gatal yang terus-menerus
• Lakrimasi
• Fotofobia
• Sensasi benda asing, terbakar
• Sekret mukoid yang tebal
DIAGNOSIS
PALPEBRAL VKC

Hipertrofi papillari difus


DIAGNOSIS
PALPEBRAL VKC

Makropapilla dengan infiltrat


inflamasi fokal
DIAGNOSIS
PALPEBRAL VKC

Makropapilla dengan infiltrat


inflamasi difus
DIAGNOSIS
PALPEBRAL VKC

Giant papilla
Tersusun cobble stone – pavement
ston
DIAGNOSIS
PALPEBRAL VKC

Mukus diatara giant papilla


DIAGNOSIS
PALPEBRAL VKC

CVI (+) ringan dengan


sedikit mukus
DIAGNOSIS
LIMBAL VKC

Papilla Limbal
BULBAR VKC

Tranta’s spots
DIAGNOSIS
KERATOPATI

Erosi Epitel Pungtata


Superfisial
TATALAKSANA

TOPIKAL

Cell Mast
Steroid Antihistamin Siklosporin Asetil Sistein
Stabilizer
SISTEMIK

Antihistamin
Steroid Oral
Oral

PAPILLA YANG
SANGAT BESAR

Injeksi steroid
eksisi
long acting
TATALAKSANA

Menggunakan
kaca mata hitam Kompres air
untuk mencegah dingin.
fotofobia.
ATOPIC KERATOCONJUNCTIVITIS (AKC)
EPIDEMIOLOGI

Puncak insiden usia 30-50 tahun.

Predominan pada laki-laki.

Riwayat dermatitis atopik (ekzema).


DIAGNOSIS
Gejala, sama seperti VKC, namun lebih berat dan sukar berhentinya.

Kulit palpebra; tipikal ekzematoid: eritema, mengering dan menebal,


kadang sampai terbentuknya fisura dan ekskoriasi oleh karena
garukan.
TATALAKSANA

Obati ekzema pada kulit sekitar.

Tetes mata sodium kromoglikat, steroid dan suplemen dapat


membantu penyembuhan lesi konjungtiva (Khurana, 2007).
GIANT PAPILLARY CONJUNCTIVITIS (GPC)
etiologi

Respon alergi lokal terhadap permukaan fisik


yang kasar (lensa kontak, prostesis, jahitan
nilon yang tertinggal) (Khurana, 2007).
diagnosis
Gejala, gatal-gatal dan stringy discharge yang akan berkurang jika alergen
dihindari.

Tanda, hipertrofi papilla (diameter 1 mm) konjungtiva tarsal superior, mirip


dengan bentukan palpebral VKC dengan hiperemia menjadi tanda utamanya.
TATALAKSANA
Penyebab pencetus harus dihilangkan. menghentikan penggunaan
lensa kontak atau artificial eye atau mengangkat jahitan yang terbuat dari
nilon, papilla akan menghilang selama sekitar satu bulan.

Disodium kromoglikat diketahui bisa meringankan gejala dan


meningkatkan waktu penyembuhan.

Steroid tidak banyak digunakan pada kondisi ini (Khurana, 2007)


PHLYCTENULAR KERATOCONJUNCTIVITIS (PKC)
etiologi
Respon terhadap protein mikrobial endogenous.

Alergen kausatif.
• Protein Tuberkulosis, penyebab paling umum.
• Protein Stafilokokus, akhir-akhir ini menjadi penyebab umum juga.
• Alergen lainnya, seperti protein Moraxella, Axenfeld bacillus dan beberapa parasit.
Faktor predisposisi:
• Usia, banyak pada usia 3-15 tahun.
• Jenis kelamin, insiden pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
• Kekurangan gizi, banyak menyerang pada anak kekurangan gizi.
• Kondisi lingkungan, tidak higiene.
• Musim, terjadi pada semua musim, namun insiden tertinggi pada musim semi dan panas.
MANIFESTASI KLINIS
Rasa tidak nyaman
Gejala
pada
PKC: Iritasi dan mata berair

Biasanya berhubungan dengan konjungtivitis


mukopurulen karena adanya infeksi bakteri sekunder.
Tanda pada PKC:

Simple phlyctenular conjunctivitis

Necrotizing phlyctenular conjunctivitis

Miliary phlyctenular conjunctivitis


TERAPI
Steroid topikal, dalam bentuk tetes mata atau salep
(dexamethasone dan betamethason).

Antibiotik tetes dan salep harus diberikan untuk infeksi


sekunder (konjungtivitis mukopurulen).

Salep mata atropin (1%) harus digunakan 1 kali sehari jika


kornea terkena.
CONTACT DERMATOCONJUNCTIVITIS (CDC)
etiologi

Respon terhadap kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan.

Beberapa obat topikal mata yang diketahui menghasilkan


dermokonjungtivitis kontak  atropin, penisilin, neomisin,
soframycin dan gentamycin.
DIAGNOSIS
Gejala dan tanda klinis
• Keterlibatan kulit dalam pembentukan reaksi ekzematous, yang melibatkan
semua area yang kontak dengan obat-obatan.
• Respon konjungtival dalam bentuk hiperemia dengan papilla yang mengenai
forniks inferior dan konjungtiva palpebra inferior dibanding bagian superiornya.

Sitologi konjungtival yang memperlihatkan respon limfositik dan


eosinofil.

Skin test untuk mengetahui penyebab alergen.


TATALAKSANA

Menghentikan pemakaian obat penyebab CDC.

Tetes mata steroid topikal dapat digunakan untuk


meringankan gejala, dan

Salep steroid digunakan di kulit yang terkena.


KESIMPULAN
Konjungtivitis  peradangan konjungtiva.

disebabkan oleh bakteri, trakoma, virus, dan hipersensitifitas tipe I.

Gejala umum konjungtivitis adalah mata merah, sekret, visus tidak menurun.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menentukan etiologi infeksinya.

Konjungtivitis dapat dideteksi, diobati dan dievaluasi sesuai dengan


penyebabnya. Konjungtivitis berprognosis

baik jika cepat ditangani dengan benar dan tepat.


DAFTAR PUSTAKA
• Azari A. A. & Barney N.P., 2013, Conjunctivitis A Systematic Review of Diagnosis and
Treatment, JAMA, Vol. 310, No. 16.
• Bowling, B., 2016, Kanski’s Clinical Ophthalmology A Systematic Approach Eight
Edition, China: Elsevier.
• Haq, Wardak, Karaskian, 2013, Infective Conjunctivitis – Its Pathogenesis, Management
and Complication, inTECH.
• Ilyas, S. & Yulianti, S.R., Sidarta, 2015, Ilmu Penyakit Mata, Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
• Khurana, A.K., 2007, Comprehensive ophthalmology fourth edition, New Delhi: New
Age International (P) Limited Publisher.
• López H.M., Meléndez C.A.P., Flores A.C., Lucio V.M.B., 2011, Epidemiological
Aspects of Infectious Conjungtivitis, inTECH.
• Sitompul, R., 2017, Konjungtivitis Viral: Diagnosis dan Terapi di Pelayanan Kesehatan
Primer, eJKI, Vol. 5, No. 1.
• Voughan & Asbury, 2012, Oftalmologi Umum, Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai