PERAWAT – DOKTER
DISUSUN OLEH
Asep
Erna
Sari
Nia
Kolaborasi merupakan istilah umum yang
sering digunakan untuk menggambarkan suatu
hubungan kerja sama yang dilakukan pihak
tertentu. Sekian banyak pengertian
dikemukakan dengan sudut pandang beragam
namun didasari prinsip yang sama yaitu
mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi
tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan
tanggung gugat. Namun demikian kolaborasi
sulit didefinisikan untuk menggambarkan apa
yang sebenarnya yang menjadi esensi dari
kegiatan ini.
Seperti yang dikemukakan National Joint Practice
Commision (1977) yang dikutip Siegler dan
Whitney (2000) bahwa tidak ada definisi yang
mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan
kompleknya kolaborasi dalam kontek perawatan
kesehatan.
Berdasarkan kamus Heritage Amerika (2000),
kolaborasi adalah bekerja bersama khususnya
dalam usaha penggambungan pemikiran.
American Medical Assosiation (AMA), 1994,
setelah melalui diskusi dan negosiasi yang
panjang dalam kesepakatan hubungan
professional dokter dan perawat, mendefinisikan
istilah kolaborasi sebagai berikut ; Kolaborasi
adalah proses dimana dokter dan perawat
merencanakan dan praktek bersama sebagai
kolega, bekerja saling ketergantungan dalam
batasan-batasan lingkup praktek mereka dengan
berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan
menghargai terhadap setiap orang yang
berkontribusi untuk merawat individu, keluarga
dan masyarakat.,)
Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi
meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide
yang memberikan perspektif kepada seluruh
kolaborator. Efektifitas hubungan kolaborasi
profesional membutuhkan mutual respek baik
setuju atau ketidaksetujuan yang dicapai dalam
interaksi tersebut. Partnership kolaborasi
merupakan usaha yang baik sebab mereka
menghasilkan outcome yang lebih baik bagi
pasien dalam mecapai upaya penyembuhan dan
memperbaiki kualitas hidup.
• Kolaborasi merupakan proses komplek yang
membutuhkan sharing pengetahuan yang
direncanakan dan menjadi tanggung jawab
bersama untuk merawat pasien. Bekerja bersama
dalam kesetaraan adalah esensi dasar dari
kolaborasi yang kita gunakan untuk
menggambarkan hubungan perawat dan dokter.
Tentunya ada konsekweksi di balik issue
kesetaraan yang dimaksud. Kesetaraan
kemungkinan dapat terwujud jika individu yang
terlibat merasa dihargai serta terlibat secara fisik
dan intelektual saat memberikan bantuan kepada
pasien. Pertanyaannya apakah kolaborasi dokter
dan perawat telah terjadi dengan semestinya?
Trend dan Issue yang Terjadi
Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk
hubungan interaksi yang telah cukup lama
dikenal ketika memberikan bantuan kepada
pasien. Perspektif yang berbeda dalam
memandang pasien, dalam prakteknya
menyebabkan munculnya hambatan-hambatan
teknik dalam melakukan proses kolaborasi.
Kendala psikologis keilmuan dan individual, factor
sosial, serta budaya menempatkan kedua profesi
ini memunculkan kebutuhan akan upaya
kolaborasi yang dapat menjadikan keduanya
lebih solid dengan semangat kepentingan pasien.
• Berbagai penelitian menunjukan bahwa
banyak aspek positif yang dapat timbul jika
hubungan kolaborasi dokter-perawat
berlangsung baik. American Nurses
Credentialing Center (ANCC) melakukan
risetnya pada 14 rumah sakit melaporkan
bahwa hubungan dokter-perawat bukan hanya
mungkin dilakukan, tetapi juga berdampak
langsung pada hasil yang dialami pasien
(Kramer dan Schamalenberg, 2003). Terdapat
hubungan korelasi positif antara kualitas
hubungan dokter-perawat dengan kualitas
hasil yang didapatkan pasien.
. Inti sesungguhnya dari konflik perawat
dan dokter terletak pada perbedaan sikap
profesional mereka terhadap pasien dan
cara berkomunikasi diantara keduanya.
Dari hasil observasi penulis di rumah sakit
nampaknya perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan belum dapat
melaksanakan fungsi kolaborasi
khususnya dengan dokter. Perawat bekerja
memberikan pelayanan kepada pasien
hanya berdasarkan intruksi medis yang
juga didokumentasikan secara baik,
sementara dokumentasi asuhan
keperawatan yang meliputi proses
keperawatan tidak ada
Disamping itu hasil wawancara penulis dengan
beberapa perawat rumah sakit pemerintah dan
swasta, mereka menyatakan bahwa banyak kendala
yang dihadapi dalam melaksanakan kolaborasi,
diantaranya pandangan dokter yang selalu
menganggap bahwa perawat merupakan tenaga
vokasional, perawat sebagai asistennya, serta
kebijakan rumah sakit yang kurang mendukung.
Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar
dan proporsional dikhawatirkan dapat menghambat
upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat
yang membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, serta
menghambat upaya pengembangan dari keperawatan
sebagai profesi.
Pemahaman kolaborasi
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi
dapat menjadi kurang berdasar jika hanya
dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan
bagaimana proses kolaborasi itu terjadi justru
menjadi point penting yang harus disikapi.
Bagaimana masing-masing profesi
memandang arti kolaborasi harus dipahami
oleh kedua belah pihak sehingga dapat
diperoleh persepsi yang sama.
Seorang dokter saat menghadapi pasien pada
umumnya berfikir, ” apa diagnosa pasien ini dan
perawatan apa yang dibutuhkannya” pola pemikiran
seperti ini sudah terbentuk sejak awal proses
pendidikannya. Sulit dijelaskan secara tepat
bagaimana pembentukan pola berfikir seperti itu
apalagi kurikulum kedokteran terus berkembang.
Mereka juga diperkenalkan dengan lingkungan klinis
dibina dalam masalah etika, pencatatan riwayat medis,
pemeriksaan fisik serta hubungan dokter dan pasien.
mahasiswa kedokteran pra-klinis sering terlibat
langsung dalam aspek psikososial perawatan pasien
melalui kegiatan tertentu seperti gabungan bimbingan
– pasien. Selama periode tersebut hampir tidak ada
kontak formal dengan para perawat, pekerja sosial
atau profesional kesehatan lain. Sebagai praktisi
memang mereka berbagi lingkungan kerja dengan para
perawat tetapi mereka tidak dididik untuk
menanggapinya sebagai rekanan/sejawat/kolega.
(Siegler dan Whitney, 2000)
Dilain pihak seorang perawat akan berfikir;
apa masalah pasien ini? Bagaimana
pasien menanganinya?, bantuan apa yang
dibutuhkannya? Dan apa yang dapat
diberikan kepada pasien?. Perawat dididik
untuk mampu menilai status kesehatan
pasien, merencanakan intervensi,
melaksanakan rencana, mengevaluasi
hasil dan menilai kembali sesuai
kebutuhan. Para pendidik menyebutnya
sebagai proses keperawatan.
Inilah yang dijadikan dasar
argumentasi bahwa profesi
keperawatan didasari oleh disiplin
ilmu yang membantu individu sakit
atau sehat dalam menjalankan
kegiatan yang mendukung kesehatan
atau pemulihan sehingga pasien bisa
mandiri.
Sejak awal perawat dididik mengenal
perannya dan berinteraksi dengan pasien.
Praktek keperawatan menggabungkan
teori dan penelitian perawatan dalam
praktek rumah sakit dan praktek
pelayanan kesehatan masyarakat. Para
pelajar bekerja diunit perawatan pasien
bersama staf perawatan untuk belajar
merawat, menjalankan prosedur dan
menginternalisasi peran.
Kolaborasi merupakan proses komplek
yang membutuhkan sharing pengetahuan
yang direncanakan yang disengaja, dan
menjadi tanggung jawab bersama untuk
merawat pasien. Kadangkala itu terjadi
dalam hubungan yang lama antara tenaga
profesional kesehatan. (Lindeke dan
Sieckert, 2005).
• Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi
keperawatan atau perawat klinik bekerja dengan
dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan
dalam lingkup praktek profesional keperawatan,
dengan pengawasan dan supervisi sebagai
pemberi petunjuk pengembangan kerjasama
atau mekanisme yang ditentukan oleh peraturan
suatu negara dimana pelayanan diberikan.
Perawat dan dokter merencanakan dan
mempraktekan bersama sebagai kolega, bekerja
saling ketergantungan dalam batas-batas
lingkup praktek dengan berbagi nilai-nilai dan
pengetahuan serta respek terhadap orang lain
yang berkontribusi terhadap perawatan individu,
keluarga dan masyarakat.
•
Anggota Tim interdisiplin
Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan
sekolompok profesional yang mempunyai aturan
yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian.
Tim akan berfungsi baik jika terjadi adanya
konstribusi dari anggota tim dalam memberikan
pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim
kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter,
fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan
apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi
hendaknya memiliki komunikasi yang efektif,
bertanggung jawab dan saling menghargai antar
sesama anggota tim.
Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi
pasien dalam pengambilan keputusan akan menambah
kemungkinan suatu rencana menjadi efektif. Tercapainya tujuan
kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien
sebagai pusat anggota tim.