Anda di halaman 1dari 40

TATALAKSANA DIFTERI

Dinas kesehatan kota


Tasikmalaya
Definisi
Penyakit infeksi akut, sangat menular disebabkan
oleh Corynebacterium diphtheriae yang
ditandai dengan pembentukan pseudomembran
pada permukaan mukosa atau kulit, dan dapat
menyebabkan komplikasi yang berat,
sehingga menimbulkan kematian
Etiologi
Corynebacterium diphtheriae:

 Bakteri aerob berbentuk batang


 Gram positif
 Gambaran pleomorfik,
 ujung bentuk tabuh
 Non-spora-pembentuk
 Tidak cepat asam
 Non-motil
5
Epidemiologi
 Tersebar luas di seluruh dunia
 Sekarang morbiditas
 Dapat terjadi outbreak :
 cakupan imunisasi

 kualitas dan ketersediaan vaksin

 Pengetahuan masyarakat kurang


Transmisi
 Sumber :
- Sekret dan duh (discharge) yang berasal
dari penderita atau carrier
- Manusia merupakan reservoar utama
 Cara penularan:
- melalui droplet (batuk, bersin, berbicara)
- kontak
 Portal of entry :
 Saluran pernafasan
 Konjungtiva, mukosa atau kulit yang tidak utuh
(luka)
Faktor Risiko
1. Nutrisi buruk
2. Wabah di masyarakat
3. Kondisi hidup yang ramai atau tidak sehat (padat)
4. Cakupan vaksin rendah di kalangan bayi dan anak-
anak
5. Kurangnya program imunisasi massal di kalangan
anak-anak dan orang dewasa berisiko tinggi
6. Informasi yang tidak mencukupi untuk masyarakat
umum mengenai bahaya penyakit dan manfaat
imunisasi
7. Kurangnya vaksin di banyak daerah
Pathogenesis of Exotoxins
Patogenesis/Patofisiologis
C. diphteriae

Mukosa (saluran nafas) / kulit

Eksotoksin Pseudomembran

Pembuluh limfe / darah

jantung saraf ginjal Organ lain


Manifestasi Klinis
 Masa inkubasi 2 – 5 hari ( 1 – 10 hri, 3 – 6 hari)
 Bervariasi : tanpa gejala toksemia berat / fatal
 Tergantung :
 imunitas pejamu
 virulensi/toksigenitas c.diphteriae
 lokasi penyakit
 anatomis
 umur
 penyakit sistemik penyerta
Difteri Tonsil Faring
(Faucial diphtheria)
 Anoreksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan
 Pseudomembran putih keabuan, sulit dilepaskan dari
dasarnya
 Dalam 1 – 2 hari pseudomembran melebar, dapat
menutupi tonsil / dinding faring, uvula, palatum
molle, laring, trakhea
 Usaha melepaskan membran perdarahan
 Limfadenitis servikalis / submandibularis
 Edema jaringan lunak leher Bullneck
Pharyngeal diphtheria
Pharyngeal diphtheria

BULLNECK

14
Difteri Laring
 Merupakan perluasan difteri faring

 Gejala obstruksi saluran nafas atas (OSNA) lebih mencolok

 Stridor (inspriratoir) progresif

 Retraksi supraklavikular / interkostal

 Membran lepas OSNA berat


perlu trakeostomi
Laryngeal diphtheria

Post trakeostomi
Difteri Hidung

 Awal menyerupai common cold


 Sekret hidung serosanguinus
mukopurulen
 Pseudomembran putih pada septum nasi
 Absorpsi fibrin lambat
Difteria Kulit, Konjungtiva,
Telinga, dan Vulvovaginal

 Tidak lazim
 Tukak di kulit dengan pseudomembran
pada dasarnya
 Lesi konjungtiva : kemerahan, edema,
pseudomembran pada konjungtiva palpebra
 Otitis eksterna: sekret purulen / bau
 Vulvovaginal : hygiene yang sangat buruk
Difteria Kulit
Difteri Konjungtiva

Lesi konjungtiva :
kemerahan, edema, pseudomembran pada
konjungtiva palpebra
Komplikasi
Myocarditis :
 Biasanya terjadi pada awal minggu kedua
 Takikardi atau bradikardi, bunyi jantung redup,
muntah, nyeri abdomen, dyspnea

Komplikasi Neurologis:
 Paralysis palatum ( akhir minggu ke-2)
 Polyneuritis umum ( minggu ke-3 – 6 )
 Gangguan akomodasi ( minggu ke-3 )

Komplikasi renal (nefritis):


 Oliguria dan proteinuria
Miokarditis dan AV block
Diagnosis
 Riwayat penyakit :
- Keluhan nyeri menelan, demam tidak tinggi
- Keluhan non spesifik
- Riwayat imunisasi dan kontak

 Pemeriksaan klinis :
- pseudomembran
- bullneck

 Diagnosis pasti :
isolasi C. diphteriae
Diagnosis Banding
Faucial diphtheria :

 Acute streptococcal membranous tonsillitis:


demam tinggi, penderita tampak kurang toksik

 Viral membranous tonsillitis :


demam lebih tinggi, membran mudah dilepaskan

 Herpetic tonsillitis ( Gingivitis dan stomatitis )

 Infectious mononeucleosis :
Disertai ruam kulit dan lymphadenopathy
Diagnosis Banding
Laryngeal diphtheria :
 Croup
 Acute epiglottitis
 Laryngotracheobronchitis
 Peritonsillar abscess
 Retropharyngeal abscess

Nasal diphtheria :
 Foreign body in nose
 Rhinorrhea
Prinsip Tatalaksana
1. Isolasi yang ketat

2. Netralisasi toksin bebas yang berhubungan dengan


sirkulasi antitoksin (ADS)

3. Pemberian Antibiotika untuk eradikasi kuman


penghasil toksin

4. Terapi Suportif dan simptomatik

5. Tatalaksana komplikasi
Antitoxin (Anti Difteri Serum/ADS)
 Bergantung kepada lokasi, waktu dan berat penyakit

Presentasi klinis Dosis ADS


Difteri faring atau laring < 48 jam 20,000 - 40,000 Unit

Nasofaringeal (meluas) 40,000 – 60,000 Unit

Lama sakit > 72 jam atau penyakit 80,000 – 100,000 units


berat (bull neck atau miokarditis)

Difteri kulit 20,000 - 40,000 Unit

Sumber : CDC September 2016

 Sebelum pemberian dilakukan uji kulit


Antibiotika
 Penisilin prokain: 50.000 – 100.000 IU/kgBB/hari,
dibagi dalam dua dosis, i.m., selama 14 hari

 Erythromycin: 40-50 mg/kg/hari, dibagi 4 dosis,


p.o., (maximum 2 g/hari), selama 14 hari

 Penderita dikatakan bebas dari kuman bila kultur


negatif 2 kali berturut-turut dalam interval 24 jam
(setelah pengobatan selesai).
Terapi Suportif dan simptomatik

 Tirah baring selama 2- 3 minggu


(bila ada miokarditis bisa sampai 4-6 minggu)
 Pemberian cairan / diet adekuat
 Dijaga kelembaban udara
 Bila diperlukan antipiretik dan sedatif
 Monitor frekwensi dan irama bunyi jantung
(untuk deteksi miokarditis)
Tatalaksana komplikasi
Obstruksi jalan nafas:
 Humidified oxygen
 Tracheostomy

Myocarditis :
 Fluids and salt restriction
 Sedation and oxygen supply
 Diuretics and digoxin, coticosteroid

Neurological complications :
 Palatal paralysis ( NG feeding )
 Generalised weakness (fisioterapi)
Tatalaksana epidemiologik
1. Isolasi ketat / barrier nursing: difteri sangat menular
2. Tatalaksana kontak untuk mencegah penyebaran:
1. Dewasa: identifikasi sebagai sumber penularan dan obati
bilamana kultur positif
2. anak/saudara:
1. Amati bila dalam masa inkubasi : penderita baru
2. Tanpa gejala, imunisasi lengkap: booster
3. Tanpa gejala, imunisasi tak lengkap/tak imunisasi: imunisasi
dasar dan booster
4. Kultur positif: obati
3. Erytromisin etilsuksinat untuk menekan circulating C diphtheria
4. Imunisasi penderita setelah sembuh .
Pencegahan

 Umum :
Menjaga kebersihan
Memberi pengetahuan tentang bahaya difteri

 Khusus :
Imunisasi DPT
Pengobatan karier
Prognosis

 Kematian biasanya disebabkan oleh:

 Obstruksi pernapasan

 Miokarditis

 Kelumpuhan pernafasan
Difteri
 infeksibakteri yang disebabkan oleh strain toksigenik
Corynebacterium diphtheria (C. difteri)

 paling sering menyebabkan infeksi saluran pernapasan bagian


atas dan mengarah ke sindrom klinis termasuk faringitis, naso-
faringitis, radang amandel, radang tenggorokan (atau kombinasi
dari keduanya)

 dan membran pseudo yang melekat pada amandel, faring, laring


dan / atau nares

 Pada kasus yang parah, infeksi dapat menyebar ke trakea yang


menyebabkan tracheiitis dan / atau adenopati serviks berat yang
menyebabkan obstruksi jalan nafas yang mengancam jiwa.
Kemungkinan Kasus

Seseorang dengan penyakit ditandai oleh


radang tenggorokan atau faringitis atau tonsilitis, dan
membran amandel amandel, faring dan / atau hidung
ATAU
limfadenopati bruto
Lima hal yang harus dilakukan dengan
kemungkinan kasus
 1. Isolasi pasien segera dan oleskan droplet standar dan
tindakan pencegahan kontak saat merawat pasien
 2. Berikan difteri antitoksin (ADS) sesegera mungkin jika
di rumah sakit lapangan
 3.Berikan antibiotik (penisilin atau eritromisin) mengikuti
ADS sesegera mungkin
 4.Pantau secara seksama dan berikan terapi suportif yang
parah Komplikasi (yaitu manajemen saluran napas,
jantung, neurologis dan gagal ginjal)
 5. Vaksinasi
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
 1.Tempatkan pasien dengan difteri yang dicurigai atau
dikonfirmasi di ruang isolasi (area)
 2.Lakukan tindakan pencegahan standar, termasuk
kebersihan tangan setiap saat
 3.Selain itu, juga berlaku tetesan dan tindakan pencegahan
kontak
 4.Penyakit ini biasanya tidak menular 48 jam setelah
perawatan
 5.Setelah keluar, batasi kontak dengan orang lain sampai
terapi antibiotik selesai.
Untuk semua kontak dekat yang teridentifikasi
1. Untuk semua kontak dekat yang teridentifikasi
2. Identifikasi semua kontak dekat
Berikan antibiotik profilaksis untuk kontak dekat: total 7 hari
IM benzathine penisilin: dosis tunggal
Untuk anak usia ≤ 5 tahun: kelola 600.000 unit
Bagi mereka> 5 tahun: kelola 1 200.000 unit
ATAU
azitromisin oral: 10-12 mg / kg sekali sehari (maks. 500mg / hari)
Dewasa: 500mg sekali sehari.
ATAU
erythromycin oral: 40 mg / kg / hari (dosis terbagi, setiap 6 jam)
Dewasa: 1 g / hari (250 mg per dosis setiap 6 jam)

3. Semua kontak yang teridentifikasi harus dipantau secara ketat selama


tujuh hari
dan mencari pengobatan jika bergejala
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai