Anda di halaman 1dari 22

DAKRIOSISTITIS

DEWI SETIANINGSIH
1102013079
PENDAHULUAN

 Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi dan sistem
ekskresi.
 sistem ekskresi lakrimal mengalirkan air mata dari kelenjar air mata menuju
ke cavum nasal.
 Tersumbatnya aliran air mata secara patologis menyebabkan terjadinya
peradangan pada sakus lakrimal yang disebut dengan dakriosistitis.
 Dakriosistitis dapat berlangsung secara akut maupun kronis, ada juga
dakriosistitis kongenital.
 Dakriosistitis umumnya terjadi pada anak-anak dan orang dewasa di atas 40
tahun.
ANATOMI APPARATUS LAKRIMALIS

 Sistem lakrimalis mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi


dan drainase air mata
 Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa
kelenjar lakrimalis dan sistem ekskresi yang terdiri dari kanalikuli, saccus
larkimalis, dan duktus nasolakrimalis.
 Sistem sekresi lakrimalis menghasilkan berbagai unsur pembentuk cairan air
mata yang disebarkan ke permukaan mata melalui kedipan mata, sedangkan
sistem eksresi lakrimalis mengalirkan sekret (air mata) ke dalam hidung.
DEFINISI DAKRIOSISTITIS

 Dakriosistitis merupakan penyakit sistem lakrimal yang sering ditemukan.


Dakriosistitis adalah inflamasi dari sakus lakrimal yang biasanya disebabkan
oleh obstruksi duktus nasolakrimal.
EPIDEMIOLOGI DAKRIOSOSTITIS

 Di Amerika Serikat dakriosistitis lebih sering terjadi pada wanita dibanding


pria
 Lebih banyak terjadi pada bayi dan orang dewasa dengan usia lebih dari 40
tahun.
 Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari
jumlah kelahiran
ETIOLOGI DAKRIOSISTITIS

 Dakriosistitis terjadi karena obstruksi duktus nasolakrimal.


 Obstruksi bisa disebabkan oleh stenosis inflamasi idiopatik atau akibat dari
trauma, infeksi, inflamasi, atau neoplasma

Bakteri penyebab dacryosistitis:


 Haemophilus influenza
 Staphylococcus aureus
 Streptococcus B-hemolyticus
 Streptococcus pneumonia
 Candida albicans
PATOFISIOLOGI DAKRIOSISTITIS

 Awalnya adanya obstruksi pada duktus nasolakrimalis.


 Obstruksi pada duktus nasolakrimalis menimbulkan penumpukan air mata,
debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media
pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
 Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis:
 Tahap obstruksi: terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang
keluar hanyalah air mata yang berlebihan.
 Tahap infeki: cairan yang keluar bersifat mukus, mukopurulen, atau
purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
 Tahap sikatrik: tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi, karena
sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk
suatu kista.
KLASIFIKASI DAKRIOSISTITIS

 Akut
Morbiditasnya yang berat namun jarang menimbulkan kematian.
 Kronis
Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan
dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.
 Kongenital
Morbiditas dan mortalitasnya sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara
adekuat, dapat menimbulkan selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis,
hingga kematian.
MANIFESTASI KLINIK DAKRIOSISTITIS

 Gejala utama dakriosistitis adalah mata berair dan belekan (bertahi mata).
 Pada dakriosistitis akut, di daerah saccus lacrimalis terdapat gejala radang
yaitu, sakit, bengkak, dan nyeri tekan. Apabila daerah saccus lacrimalis
ditekan maka akan keluar substansi purulen.
 Pada yang kronik, tanda satu-satunya adalah mata berair. Jika saccus
lacrimalis ditekan maka akan keluar substansi mukoid.
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING DAKRIOSISTITIS

 Anamnesis
Pada anamnesis pasien biasanya mengeluh mata berair, kadang disertai
dengan sekret yang lengket.

 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang digunakan adalah untuk memeriksa ada tidaknya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis adalah dye dissapearance
fluorescence test dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan
zat warna fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa
letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan anel test.
 Dye dissapearance fluorescence test
Dilakukan dengan meneteskan zat fluorescein 2% pada kedua mata, masing-
masing 1 tetes. Kemudian permukaan kedua mata dilihat dengan slit lamp.
 Jones dye test
Untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi lakrimal. Uji ini terbagi
menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II
 Jones Test I mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada
duktus nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-
2 tetes. Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke
meatus nasal inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang
dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak ada obstruksi pada duktus
nasolakrimalisnya.
 Jones Test II, caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika
pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau
maka dilakukan irigasi pada sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit
didapatkan zat warna hijau pada kapas, maka dapat dipastikan fungsi
sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila lebih dari 2 menit atau
bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah
dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya
sedang terganggu.
 Anel test
Pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air mata ke dalam rongga
hidung. Dilakukan dengan menggunakan larutan saline hangat yang
diinjeksikan melalui lubang pungtum lakrimalis di sudut mata dekat hidung.
Bila terlihat adanya reaksi menelan berarti garam fisiologik masuk
tenggorokan menunjukkan fungsi sistem ekskresi lakrimal normal, bila tidak
ada refleks menelan dan terlihat garam fisiologik keluar melalui pungtum
lakrimal atas berarti fungsi apparatus lakrimal tidak ada atau duktus
nasolakrimal tertutupl.

 Probing test
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada saluran
ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam saluran air
mata. Pada tes ini, pungtum lakrimal dilebarkan dengan dilator, kemudian
probe dimasukkan ke dalam sakus lakrimal. Jika probe yang bisa masuk
panjangnya lebih dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika
yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.
Pemeriksaan Penunjang

 CT scan
Berguna untuk mencari tahu penyebab obstruksi pada dakriosistitis
terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan.

 Dacryocystography (DCG)
Untuk mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal.
Dakriosistografi yaitu suatu pemeriksaan imaging dengan menggunakan
media kontras. Pemeriksaan dilakukan terlebih dahulu dengan meneteskan
pantokain pada mata dan kemudian dilakukan dilatasi pungtum lakrimal. Ke
dalam kantung lakrimal dimasukkan kontras sebanyak 0.5-1 ml dan ditunggu
selama 30 menit. Biasanya kontras akan mengalir ke dalam hidung dan akan
menghilang dari sakus setelah 20 menit pemeriksaan radiologik. Kontras
dapat dilihat dalam sistem ekskresi ini karena bersifat radioopak pada
pemeriksaan radiologik
DIAGNOSIS BANDING

 Dakrioadenitis
Biasanya disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Gejala termasuk mata
kering, merah atau merah muda kelopak mata, pembengkakan tutup atau di
sekitar mata dan ptosisSelulitis Orbita
 Selulitis orbita
Merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar intraorbita di
belakang septum orbita.
 Hordeolum
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata (kelenjar
Zeiss atau Moll). Gejalanya berupa kelopak yang bengkak dengan rasa sakit
dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan.
TATALAKSANA DAKRIOSISTITIS

Medikamentosa
 Pada anak (neonatus) dapat diberikan antibiotik amoxicillin/clavulanate atau
cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis dan dapat pula
diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin 0,5% atau
azithromycin 1%) atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari.
 Pada orang dewasa dengan dakriosistitis akut
 Kompres hangat
 Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam)
 Analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen)
 Bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian
antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam.
 Bila terjadi abses dapat dilakukan insisi dan drainase.
 Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat diterapi dengan cara
melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan duktus nasolakrimal dapat
diperbaiki dengan cara pembedahan jika sudah tidak radang lagi.
Non Medikamentosa
 Penatalaksaan dakriosistitis dapat juga dilakukan dengan pembedahan,
yang bertujuan untuk mengurangi angka rekurensi.
 Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis adalah
dacryocystorhinostomy (DCR).
 Pada DCR ini dibuat suatu hubungan langsung antara sistem drainase
lakrimal dengan cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada kantung
air mata.
 Dulu, DCR merupakan prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui
kulit di dekat pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan
teknik endonasal (Dakriosistorinostomi internal).
KOMPLIKASI DAKRIOSISTITIS

 Fistel
 Abses kelopak mata,
 Ulkus
 Selulitis orbita
 Komplikasi karena terapi bedah (perdarahan dan infeksi)
PROGNOSIS DAKRIOSISTITIS

 Jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat


prognosisnya adalah dubia ad malam.
 Akan tetapi, jika dilakukan pembedahan baik itu dengan
dacryocystorhinostomy eksternal atau dacryocystorhinostomy internal,
kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam.
KESIMPULAN

 Dakriosistitis adalah inflamasi dari sakus lakrimal yang biasanya disebabkan


oleh obstruksi duktus nasolakrimal.
 Dakriosistitis ditandai dengan gejala mata terasa nyeri, berwarna merah, dan
membengkak, berair, serta bisa mengeluarkan sekret purulen.
 Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3
jenis yaitu akut, kronik, dan kongenital.
 Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan fluorescein clearance test, John's
dye test, probing test dan anel test.
 Pada pemeriksaan penunjang, Dacryocystography (DCG) sangat berguna
untuk mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal.
 Prognosis dakriosistitis baik jika dilakukan pembedahan dakriositorinostomi
segera.
DAFTAR PUSTAKA

 Vaughan & Asbury. 2009. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: Widya Medika
 Taylor RS, Ashurst JV. 2017. Dacryosistitis, Treasure Island: Statpearls
 Dahlan MR, et al. 2017. Karakteristik Penderita Dakriosistitis di Pusat Mata
Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo. MKB: 49 (4); 281-286.
 Langston, Pavan D. 2012. Manual of ocular diagnosis and therapy. 5th
Edition. USA: Lippincott, Williams&Wilkins.
 Wagner P, Lang GK. 2010 Lacrimal system. In : ophtalmology. New York:
Thieme Stuttgart.
 Gilliland, G.D. 2017. Dacryocystitis. [serial online].
http://www.emedicine.com/.
 Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2015.p.1,107-9.

Anda mungkin juga menyukai