Anda di halaman 1dari 7

KASUS KORUPSI

GAYUS TAMBUNAN

YUSRIL ALMA HENDRA


X.2
GAYUS Halomoan Tambunan punya hidup bak sihir. Saat pertama kali
masuk kantor pajak, pemuda yang baru berumur 30 tahun ini masih
tinggal menumpang di rumah sederhana orangtuanya di pemukiman
padat penduduk di Warakas, Tanjung Priok, Jakarta. Ini sebuah rumah
sempit, bercat kusam, rusak pintunya, dengan plafon yang lapuk
dimakan cuaca. Lima tahun lalu, tiba-tiba saja ia sudah berumah mewah
di Kompleks Gading Park View, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Ini bukan
sembarang rumah. Menurut pengakuannya saat diperiksa jaksa, rumah
berlantai tiga di tanah seluas 436 meter persegi ini dibelinya seharga
Rp.3 miliar.Namun, apa lacur, kenikmatan tinggal di perumahan bermotto
“Yang Lebih Baik Bagi Kehidupan” itu cuma sekejap bisa dienyam
Gayus, petugas penelaah keberatan dan banding pajak di Direktorat
Jenderal Pajak. Hidupnya yang sedang di puncak dunia dijungkirkan
Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Markas Besar
Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Susno Duadji.
Yang lebih mencurigakan lagi, demikian Susno memaparkan, hasil
penyelidikan tim Bareskrim setelah ia lengser menyimpulkan uang yang
bermasalah hanyalah Rp.400 juta. Sisanya, sekitar Rp.24,6 miliar kini tak
tentu rimbanya. “Dua minggu saya keluar uang itu sudah dibagi-bagi,”
kata Susno.Tak kepalang tanggung, Susno menuding sejumlah jenderal
di Trunojoyo terlibat dalam praktek makelar kasus dalam penanganan
kasus pencucian uang Gayus. “Brigjen EI, yang kemudian digantikan
Brigjen RE, KBP E, dan Kompol A,” kata dia. Tak pelak, telunjuknya
mengarah langsung kepada dua jenderal, Brigjen Edmon Ilyas yang kini
menjabat Kepala Kepolisian Daerah Lampung dan Direktur II Ekonomi
Khusus Markas Besar Kepolisian RI Brigjen Raja Erizman.
Dan Jumat kemarin Gayus pun mengalami lompatan baru dalam
perjalanan hidupnya: ia menghilang. Tak segera dicekal aparat, Gayus
ditengarai terbang ke Singapura. Dalam pemeriksaan di Kejaksaan,
Gayus mengaku memiliki 23 rekening di lima bank: BCA, Panin, Mandiri,
BRI dan Bank DKI. Yang terakhir tercatat atas nama istrinya, seorang
pegawai di DPRD DKI Jakarta.
Data arus dana di berbagai rekening Gayus memperlihatkan berbagai indikasi
kuat bahwa duit segunung itu memang berkait dengan pekerjaannya sebagai
aparat pajak, yang mengurus keberatan dari wajib pajak tentang besaran uang
yang harus mereka setor ke kas negara. Tertera di situ, harta Gayus merupakan
akumulasi dari berbagai transfer bank dari banyak pihak, baik invidu maupun
perusahaan. Nilainya bervariasi, berkisar antara Rp 100 juta hingga miliaran
rupiah.
Fakta ini langsung menghancurkan sebuah alibi yang pernah coba dibangun
sindikat Gayus, bahwa kekayaan sebesar itu merupakan titipan dari seorang
pengusaha garmen bernama Andi Kosasih. Menurut dokumen pemeriksaan yang
dipelajari VIVAnews, kepada aparat yang menyidiknya, Gayus mengaku telah
meneken akta perjanjian bisnis dengan Andi Kosasih untuk membeli tanah seluas
dua hektar di Jakarta Utara.
Data yang ditelusuri VIVAnews itu juga telak menyanggah keterangan resmi
Kepolisian RI bahwa hasil penyidikan mereka hanya bisa membuktikan unsur
tindak pidana dari dua transaksi di rekening Gayus. Itu adalah yang berasal dari
PT. Megah Jaya Citra Garmindo dan konsultan pajak Roberto Santonius dengan
total nilai Rp.395 juta saja.
Yunus Husein, Kepala PPATK, mengkonfirmasikannya. “Dua rekening terlalu
sedikit,” katanya, “Dana di rekening Gayus berasal dari banyak sumber.”
Penelusuran VIVAnews mendapati fakta menarik. Ternyata, bukan hanya
Gayus aparat pajak yang pernah dilaporkan PPATK ke kepolisian,
kejaksaan, dan KPK. Ada sejumlah lainnya. Salah satunya, adalah
seorang mantan pejabat pajak kantor wilayah. Laporan tentang ini
dilayangkan pada pertengahan tahun lalu.
Pasalnya, PPATK bercuriga karena mendapati adanya “rekening tambun”
milik anggota keluarga sang pejabat pajak. Nilainya kurang lebih
mencapai Rp 70 miliar, yang pada November 2009 lalu telah
membengkak menjadi Rp.105 miliar. Asal-muasal uang bermacam
ragam, mulai dari pencairan dana investasi, deposito, Sertifikat BI, dan
berbagai produk perbankan lainnya.
Sumber utama dana ditrasir berasal dari dua rekening tabungan dan satu
rekening giro atas nama istrinya—antara lain di Bank BNI, BCA, dan
Bank Lippo. Selain itu, terlacak satu rekening lain atas nama seorang
putrinya. PPATK juga menemukan tak kurang 41 MMA (Money Market
Account) dan 11 deposito. Termasuk di sini adalah pembayaran premi
asuransi jiwa senilai Rp.13 miliar.
Kesahihan data ini dikonfirmasikan seorang perwira polisi. Menurutnya
rekening sang pejabat hanya berkisar Rp.200-an juta tapi “yang banyak
itu justru dari anak dan istrinya.” Dari hasil penelusuran polisi, total dana
yang terpendam di rekening anak dan istri sang pejabat pajak adalah
sebesar Rp.64 miliar. “Kami sedang selidiki setiap detil transaksi,” ia
menambahkan. Sampai saat ini penyelidikan masih terus berlangsung.
Polisi belum menyimpulkan apakah sang pejabat memperoleh
kekayaannya melalui korupsi atau dari hasil usaha keluarga, seperti yang
dijelaskan sang pejabat.
Kasus melibatkan pejabat pajak lain yang sudah lebih terang adalah
yang menyangkut Edi Setiadi, yang saat ini menjadi Kepala Kantor
Wilayah Pajak Sulawesi Selatan. Pada 20 Januari 2010 lalu, Edi ditahan
KPK atas tuduhan menerima suap saat menjabat Kepala Kantor
Pemeriksaan dan Penyidikan Bandung I. Edi diduga telah menerima
hadiah senilai Rp.2,6 miliar sebagai imbalan atas jasanya mengkorting
nilai kurang-bayar pajak Bank Jabar di tahun buku 2002.

Anda mungkin juga menyukai