Anda di halaman 1dari 29

Bisukma Yudha Praditya

208.121.0025

Universitas Islam Malang


RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen
 Demam tifoid adalah penyakit sistemik
yang disebabkan oleh Salmonella Typhi.
 Sekitar400-500 kasus demam tifoid
dilaporkan tiap tahunnya di Amerika
Serikat, terutama para wisatawan yang
kembali dari daerah endemik.
 Didaerah endemik, S. Typhi lebih sering
ditularkan melalui air daripada makanan.
Sedangkan di negara berkembang
penularan terutama terjadi melalui
makanan yang terkontaminasi.
 Gejalanyadapat berupa:
- Demam tinggi
- Kelemahan
- Nyeri Abdomen
- Ruam yang berwarna seperti mawar
(Rose-colored rash)
 Onset biasanya bertahap, dengan
demam, sakit kepala, arthralgia,
faringitis, konstipasi, anoreksia, dan nyeri
perut.

 Gejalayang kurang umum diantaranya


disuria, batuk produktif dan epistaksis.
 Tanpa pengobatan, suhu tubuh meningkat
secara bertahap lebih dari 2-3 hari, tetap
tinggi (biasanya 39,4-40°C) selama 10-14
hari, mulai turun secara bertahap pada
akhir minggu ketiga dan mencapai level
normal pada minggu ke-4
 Demam yang berkepanjangan sering
disertai dengan bradikardi relatif dan
kelemahan.

 Gejala
SSP seperti delirium, stupor atau
koma terjadi pada kasus yang berat.
 Pada 10% pasien, discrete pink, blanching
lesion (rose spots) tampak pada dada dan
abdomen dalam minggu ke 2 dan sembuh
dalam 2-5 hari.

Rose Spots
 Infeksi lain dapat menunjukkan gejala yang
serupa, seperti infeksi salmonella jenis lain,
ricketsiosis, leptospirosis, TB disseminata,
malaria, brucellosis, tularemia, hepatitis,
psittacosis, infeksi yersinia enterocolitica
dan limfoma.
 Pada awal gejala klinis, demam tifoid dpat
menyerupai malaria.
 Kultur darah, feses dan urin harus
diperoleh. Kultur darah biasanya hanya
positif pada 2 minggu pertama dari
penyakit, namun kultur feses biasanya
positif selama minggu ke-3 sampai
minggu ke-5.
 Basil tifoid mengandung antigen (O dan H)
yang merangsang host untuk memproduksi
antibodi yang sesuai.
 Peningkatan 4 kali lipat titer antibodi O dan
H menunjukkan adanya infeksi S. Typhi.
Namun tes ini hanya 70% sensitif dan
kurang spesifik. Banyak terjadi reaksi
silang dari salmonella non-typhoid, dan
sirosis hati dapat menyebabkan false positif.
 Tanpa antibiotik angka kematian sekitar
12%, sedangkan dengan terapi yang
cepat, angka kematian menjadi 1%.
 Sebagian besar kematian terjadi pada
orang yang kekurangan gizi, bayi, dan
orang tua.
 Prognosis buruk terjadi pada pasien
stupor, koma atau syok.
 Antibiotik yang lebih disukai meliputi
ceftriaxone 1 gram IM atau IV (25-37,5
mg/kgBB pada anak) selama 14 hari dan
golongan fluoroquinolon seperti:
- ciprofloxacin 500 mg po 2 x sehari
selama 10-14 hari
- levofloxacin 500 mg po atau IV 1 x sehari
selama 14 hari
- Moxifloxacin 400 mg po atau IV 1 x
sehari selama 14 hari.
 Chloramphenicol 500 mg po atau IV
masih sering digunakan, namun
resistansinya meningkat.

 Fluoroquinolons dapat juga digunakan


pada anak-anak.
 Terapi alternatif, bergantung pada
sensitifitas secara in vitro, meliputi:
- Amoxicillin 25 mg/KgBB po 4 kali sehari
- Trimethoprim/sulfamethoxazole
(TMP/SMX) 320/1600 2 kali sehari atau
10 mg/kgBB 2 kali sehari
- Azitromisin 1 gram po pada hari pertama,
kemudian 500 mg satu kali sehari selama
6 hari
 Kortikosteroid
dapat diberikan untuk
mengobati toxisitas yang berat.

- Prednison 20-40 mg satu kali sehari po pada


3 hari pertama biasaya sudah cukup.
- Dosis kortikosteroid yang lebih tinggi
seperti dexamethasone 3 mg/kgBB IV pada
awal terapi 1 mg/kgBB, diikuti dengan 1
mg/kgBB (q 6 h) selama total 48 jam
digunakan pada pasien dengan delirium,
koma, atau syok.
 Nutrisi harus di perhatikan dengan
pemberian makan yang sering.
 Salisilat (yang dapat menyebabkan
hipotermia dan hipotensi), serta obat-
obat laxative (pencahar), dan enema
harus dihindari.
 Terapi cairan dan elektrolit mungkin
diperlukan.
 Carriers:
carriers dengan saluran empedu yang
normal diberikan antibiotik. Tingkat
kesembuhan sekitar 60% dengan
amoxicillin 2 gram po tiga kali sehari
selama 4 minggu.
 Padacarriers dengan penyakit kandung
empedu di terapi dengan TMP/SMX dan
rifampisin.

 Dalam kasus lain, kolesistektomi dengan


antibiotik 1-2 hari sebelum operasi dan
2-3 hari setelah operasi terbukti efektif.
- Air minum harus dimurnikan
- Limbah harus di buang secara efektif
- Susu harus di pasteurisasi
- Carriers harus menghindari menangani
makanan
- Wisatawan di daerah endemis harus
menghindari memakan sayuran mentah,
makanan lain yang disimpan atau disajikan pada
suhu kamar dan air yang tidak diobati. Kecuali
air tersebut memang aman, harus di rebus atau
di klorinasi sebelum diminum.
 Tersedia vaksin tifoid hidup yang
dilemahkan (strain Ty21a), 70% efektif.
Diberikan setiap hari dengan total 4
dosis.
 Karena vaksin megandung
mikroorganisme hidup S. Typhi, sehingga
merupakan kontraindikasi pada pasien
imunosupresi.
 Di Amerika vaksin Ty21a tidak
digunakan untuk anak <6 tahun.
 Utamanya disebabkan oleh Salmonella
enteridis.

 Diagnosa ditegakkan melalui kultur


darah, feses.

 Terapi: trimethoprim/sulfamethoxazole
atau ciprofloxacin.
 Gastrektomi subtotal
 Achlorhydria (atau konsumsi antasida)
 Sickle cell anemia
 Splenektomi
 Louse-borne relapsing fever
 Malaria
 Bartonellosis
 Sirosis
 Limfoma
 Infeksi HIV
 Gastroenteritis
 Enteric Fever (Demam tifus)
 Bakteremia
 Focal Disease
 Kultur

Diagnosa ditegakkan dengan mengisolasi


organisme dari feses atau tempat-tempat
lain yang terinfeksi.
 Supportive Care
 Ciprofloxacin atau Trimethoprim/
Sulfamethoxazole (TMP/SMX) hanya
untuk pasien yang beresiko tinggi dan
pasien dengan infeksi sistemik atau
fokal.
 Carriers:
Karier yang asimptomatik biasanya self-
limited, dan terapi antibiotik jarang
diperlukan.
 Yangterpenting adalah mencegah
kontaminasi bahan makanan dari hewan
atau manusia yang terinfeksi.

Anda mungkin juga menyukai