Anda di halaman 1dari 51

CHIKUNGUNYA

1
Definisi

 Infeksi akut yang disebabkan oleh alfavirus


dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus.
 Penyakit chikungunya disebabkan oleh
sejenis virus yang disebut virus chikungunya.
Virus ini masuk keluarga Togaviridae, genus
alphavirus.

2
Klasifikasi virus

 Grup : Grup IV ((+)ssRNA)


 Famili : Togaviridae
 Genus :Chikungunya virus
 Spesies: Chikungunya virus

3
Epidemiologi

Peta yang menunjukan epidemiologi chikungunya (2015)

4
Continue ...
 Penyakit ini pertama kali dicatat di Tanzania, Afrika
pada tahun 1952
 Uganda tahun 1963.
 Di Indonesia, kejadian luar biasa (KLB) chikungunya
dilaporkan pada tahun 1982
 demam chikungunya di Indonesia dilaporkan pertama
kali di Samarinda pada tahun 1973
 kemudian berjangkit di Kuala Tungkal, Martapura,
Ternate, Yogyakarta (1983)
 Muara Enim (1999)
 Aceh dan Bogor (2001)

5
 Wabah chikungunya ditemukan di Port Klang
di Malaysia pada tahun 1999, selanjutnya
berkembang ke wilayah-wilayah lain.
 Awal 2001, kejadian luar biasa demam
chikungunya terjadi di Muara Enim dan Aceh.
Disusul Bogor bulan Oktober. Setahun
kemudian, demam chikungunya berjangkit
lagi di Bekasi (Jawa Barat), Purworejo dan
Klaten (Jawa Tengah). Diperkirakan
sepanjang tahun 2001-2003 jumlah kasus
chikungunya mencapai 3.918 jiwa dan tanpa
kematian yang diakibatkan penyakit ini.

6
Pendekatan diagnosis

 Anamnesis
 Manifestasi atipikal
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang
 Kriteria diagnosis

7
Anamnesis
 Penyakit dapat bersifat akut, subakut, maupun kronis.
 Fase akut :
 Berlangsung 3-10 hari
 Demam tinggi mendadak (390C-400C)
 Nyeri sendi berat (pasien menjadi lemah, sembuh dalam
beberapa hari sampai minggu)
 Sakit kepala
 Nyeri seluruh punggung
 Mialgia
 Mual , muntah
 Poliartritis
 Bintik merah (rash)
 konjungtivitis
8
 Fase subakut dan kronis :
 Pembengkakan tangan disertai
deskuamasi halus
 Hiperpigmentasi wajah
 Tenosinovitis pada tangan, mata
kaki, higroma siku
 Bengkak dan kaku pada jari-jari
tangan.

9
Manifestasi atipikal

 Manifestasi umum berupa demam dan


artralgia.
 Manifestasi atipikal dapat terjadi akibat efek
langsung dari virus, respon imunologis tubuh
terhadap virus atau toksisitas obat.

10
Manifestasi atipik dari infeksi Chikungunya

Sistem Manifestasi klinis

Neurologis Meningoensefalitis, ensefalopati, kejang, sindrom guillain-barre, sindrom


serebelar, paresis, kelemahan saraf, neuropati

Okular Neuritis optik, uveitis, episkleritis, retinitis

Kardiovaskular Miokarditis, perikarditis, gagal jantung, aritmia, instabilitas hemodinamik

Dermatologis Hiperpigmentasi, fotosensitivitas, ulkus intertriginosa (bentuk seperti


sariawan), dermatosis vesikobulosa

Renal Nefritis, penyakit ginjal akut

Lainnya Perdarahan abnormal, pneumonia, gagal nafas, hepatitis, pankreatitis,


hipoadrenalisme. SIADH 11
Pemeriksaan fisik
 Demam 390C-400C berlangsung beberapa hari- 1 minggu,
bersifat kontinu atau intermitten, dapat disertai bradikardi
relatif.
 Nyeri sendi simetris, sering mengenai sensi-sendi kecil pada
tangan dan kaki . Pembengkakan sendi sering dikaitkan
dengan tenosinovitis.
 Bintik merah biasanya muncul 2-3 hari paska demam, dengan
karakteristik makulopapular pada batang tubuh dan
ekstremitas. Namun dapat juga ditemukan pada telapak
tangan, telapak kaki dan wajah.
 Bintik merah dapat juga berupa eritema difus yang
menghilang pada penekanan.
 Pada bayi, sering ditemukan lesi vesikulobulosa.

12
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan darah dapat ditemukan :
 Trombositopenia
 Leukopenia
 Peningkatan fungsi hati
 Peningkatan LED dan CRP

 Pemeriksaan spesifik lain :


 Tes serologis : Ig M Chikungunya (+)
 Isolasi virus chikungunya
 Nyamuk di lapangan
 Spesimen serum akut dari darah pasien pada minggu pertama
demam
 Spesimen dikirim ke laboratorium dalam waktu 48 jam,
dikonfirmasi dengan IFA (Immunofluorescence assay) , antiserum
spesifik CHIKV, atau RT-PCR (Reverse Transcriptase-Polymerase
Chain Reaction)
 RT-PCR

13
Spesimen lain yang dapat digunakan
untuk pemeriksaan laboratorium

 Cairan serebrospinal, pada kasus


meningoensefalitis.
 Cairan sinovial, pada kasus artritis disertai
efusi.
 Materi autopsi-serum atau jaringan yang
tersedia

14
Survailans laboratorium untuk CHIKV
menurut variasi epidemiologis
Skenario epidemiologis Tes yang diperlukan Sampel yang diperiksa

Tidak ada tanda ELISA IgM dan IgG Semua sampel dari pasien dengan
penularan/transmisi gambaran klinis yang serupa

Suspek penyakit CHIKV ELISA IgM dan IgG, RT- Semua sampel dari pasien dengan
PCR real time, isolasi gambaran klinis yang serupa
virus, PRNT
Transmisi berkelanjutan ELISA IgM dan IgG, RT- Sampel dari kasus CHIKV klasik yang
PCR real time, isolasi ditentukan oleh lab. Dan status
virus terbatas epidemiologis; sampel dari semua kasus
berat atau atipikal sebaiknya diperiksa

Kejadian luar biasa (KLB) ELISA IgM dan IgG, RT- Sampel dari kasus CHIKV klasik yang
periodik (CHIKV pernah PCR real time, isolasi ditentukan oleh lab. Dan status
terdeteksi pada daerah virus terbatas epidemiologis; sampel dari semua kasus
tersebut) atau survailans aktif berat atau atipikal sebaiknya diperiksa
pada area sekitar transmisi
CHIKV
15
Interpretasi hasil pemeriksaan CHIKV
menurut waktu paska infeksi

Hari paska onset Pemeriksaan


penyakit virusPemeriksaan
NTIBOD

Hari 1 - 3 RT-PCR : Positif IGM : Negatif


Isolasi : Positif PRNT : Negatif

Hari 4 - 8 RT-PCR : Positif IgM : Positif


Isolasi : Negatif PRNT : Negatif

> Hari 8 RT-PCR : Negatif IgM : Positif


Isolasi : Negatif PRNT : Positif

16
Kriteria Diagnosis

 Kasus suspek
 Demam akut >38,50C
 Artralgia berat atau artritis yang tidak dapat
dijelaskan oleh kondisi medis lain, dan telah
tinggal atau berkunjung ke daerah endemis atau
epidermis dalam 2 minggu terakhir sebelum
muncul gejala.

17
 Kasus terkonfirmasi (confirmed case)

 Pasien kasus suspek dengan salah satu hasil


pemeriksaan spesifik infeksi virus Chikungunya
(CHIKV) :
 Isolasi virus
 Deteksi virus RNA dengan RT-PCR
 Ig M positif pada satu sampel serum yang diambil
pada fase akut atau convalescent
 Kenaikan titer antibodi spesifik CHIKV sebanyak 4x
lipat dari sampel yang diambil dengan selang waktu
2 atau 3 minggu

18
Catatan :

 Apabila terjadi epidemi, semua pasien tidak


wajib dikonfirmasi dengan pemeriksaan spesifik
CHIKV.
 Evaluasi sensitivitas dan spesifisitas dari kriteria
klinis infeksi CHIKV dilakukan saat KLB terjadi
 Kombinasi demam dan poliartralgia memiliki
sensitivitas dan spesifisitas terbaik dengan nilai
84% dan 89%. Kriteria klinis tersebut mampu
menegakkan diagnosis pada 87% individu
dengan infeksi CHIKV yang konfirm secara
serologis.
19
Diagnosis banding

 Malaria
 Demam dengue
 Leptospirosis
 Demam rematik
 Demam typoid
 Influenza

20
Perbandingan gambaran klinis dan laboratorium pada infeksi
CHIKV dengan dengue
Gambaran klinis dan Infeksi CHIKV Infeksi virus dengue
laboratorium
Demam >390C +++ ++

Mialgia + ++
Artralgia +++ +/-
Sakit kepala ++ ++
Bintik-bintik merah ++ +
Perdarahan abnormal +/- ++
Syok - +
Leukopenia ++ +++
Neutropenia + +++
Limfopeni +++ ++
Peningkatan hematokrit - ++
Trombositopeni + +++
21
Tatalaksana

 Tidak ada terapi spesifik


 Tujuan : untuk meringankan gejala,
termasuk nyeri sendi.

22
Tatalaksana Demam Chikungunya
Fase Akut Fase subakut dan kronis
Rehidrasi (bila muntah, berkeringat, Nyeri sendi : kortikosteroid oral atau
insensible losses) injeksi intra artrikular atau NSAID oral

Antipiretik : asetaminofen (parasetamol) Alternatif : Metotrexat**

Anti radang* : ibuprofen, naproxen Fisioterapi : kasus artralgia lama dan


kaku sendi

Nyeri sendi berat yang tidak membaik


dengan NSAID, narkotik (morfin),
kortikosteroid durasi singkat

*Tidak dianjurkan memberikan aspirin karena risiko perdarahan dan sindroma


Reye pada anak <12 tahun.
**Pada fase subakut dan kronis , dapat dipertimbangkan bila terapi lain tidak
adekuat untuk mengatasi keluhan artralgia berulang (refractory joint symptoms)
23
Prognosis

 Sebagian besar sembuh sempurna.


 Pada beberapa kasus, terjadi nyeri sendi
persisten selama beberapa bulan sampai
beberapa tahun.
 Mortalitas pada usia >65 tahun lebih tinggi 50
kali lipat dibanding pada usia dewasa muda
(>45 tahun).

24
DENGUE HAEMORAGIC
FEVER (DHF)

25
Definisi

 Demam akut yang disebabkan oleh virus


dengue dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus
serta memenuhi kriteria WHO untuk demam
berdarah dengue (Dengue Haemoragic Fever)

26
Pendekatan Diagnosis

 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang
 Kriteria diagnosis

27
Anamnesis
 Demam mendadak tinggi
 Tipe demam bifasik
 Cenderung perdarahan (perdarahan kulit, gusi,
epistaksis, hematemesis, melena, hematuria)
 Sakit kepala, nyeri otot dan sendi
 Ruam
 Nyeri di belakang bola mata
 Mual dan muntah
 Pemanjangan siklus menstruasi
 Sesak nafas, lemah, penurunan kesadaran
 Riwayat adanya penderita DHF di sekitar tempat
tinggal, sekolah atau tempat bekerja pada waktu
yang sama
28
Pemeriksaan fisik

 Demam
 Gejala infeksi viral : injeksi konjungtiva,
mialgia, artralgia
 Tanda perdarahan : ptekie, purpura, ekimosis
 Hepatomegali
 Tanda-tanda kebocoran plasma : efusi pleura,
asites, edema

29
Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan darah rutin : lekopenia,


trombositopenia, hemokonsentrasi
 Serologi : IgG – IgM antidengue (+),
pemeriksaan ptotein virus NS-1 Dengue
 Foto thorax : penumpulan sudut
kostofrenikus (efusi pleura)
 USG abdomen : double layer pada dinding
kandung empedu, asites

30
Kriteria diagnosis

 Definisi kasus untuk Demam Dengue


 Probable
 Confirmed
 Reportable
 Kriteria diagnosis klinis Demam Berdarah
Dengue (DBD) WHO 1997
 Derajat keparahan DHF

31
Definisi kasus untuk Demam
Dengue
 Probable, demam akut disertai 2 atau lebih
gejala berikut :
 Sakit kepala
 Nyeri retro-orbital
 Mialgia
 Artralgia
 Ruam
 Manifestasi perdarahan
 Leukopenia; dan
 Hasil pemeriksaan serologi (+) atau adanya kasus
demam dengue di lokasi dan waktu yang sama

32
 Confirmed, kasus dikonfirmasi dengan kriteria
laboratorium
 Isolasi virus dengue dari serum atau sampel autopsi
 Kenaikan ≥ 4 kali titer antibodi IgG atau IgM pada
sampel plasma
 Terdapatnya antigen virus dengue pada sampel
otopsi jaringan , plasma atau cairan serebro spinal
(CSS) dengan teknik imunohistokimia,
imunofluoresens atau ELISA
 Deteksi sekuens genom virus dengue di sampel
jaringan atau CSS dengan cara PCR
 Reportable, setiap kejadian kasus probable atau
confirmed harus dilaporkan
33
Kriteria diagnosis klinis Demam
Berdarah Dengue (DBD) WHO 1997
 Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
 Terdapat minimal 1 dari manifestasi perdarahan berikut :
 Uji bendung positif
 Ptekie, purpura, ekimosis
 Perdarahan mukosa (tersering epistaksis dan perdarahan gusi) atau
perdarahan dari tempat lain
 Hematesis atau melena
 Trombositopenia (<100.000/ml)
 Terdapat minimal 1 tanda-tanda plasma leakage (kebocoran
plasma) sebagai berikut :
 Peningkatan hematokrit >20% dibanding standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin
 Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya
 Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites, hipoproteinemia
atau hiponatremia
34
Derajat keparahan DHF
 Derajat I
 Demam disertai gejala-gejala konstitusionalyang tidak spesifik;
satu-satunya manifestasi perdarahan adalah hasil uji tourniquet
yang positif.
 Derajat II
 Sebagai tambahan dari manifestasi pasien derajat I, terdapat
perdarahan spontan, biasanya dalam bentuk perdarahan kulit
dan/atau perdarahan lainnya.
 Derajat III
 Kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang lemah dan
cepat, menyempitnya tekanan nadi (20 mmHg atau kurang)
atau hipotensi, serta gelisah dan kulit teraba dingin.
 Derajat IV
 Renjatan/syok berat dengan nadi dan tekanan darah yang tidak
terdeteksi

35
DENGUE SHOCK SYDROME (DSS)

36
Definisi
 Semua gejala kriteria DBD ditambah bukti
adanya kegagalan sirkulasi seperti :
 Nadi lemah dan cepat
 Tekanan nadi sempit (< 20 mmHg)
 Atau adanya manifestasi :
 Hipotensi
 Akral dingin, lembab dan gelisah.

37
Diagnosis Banding
 Demam akut lain dengan trombositopenia
seperti :
 Demam typhoid
 Malaria
 Chikungunya

38
Pemeriksaan Penunjang

 Hb
 Hematokrit / Ht
 Trombosit
 Leukosit
 Serologi dengue
 Foto thorax
 Evaluasi Ht dan trombosit setiap 12 /24 jam
sesuai keadaan klinis
 USG abdomen , sesuai indikasi.
39
Diannosis Banding

Demam akut lain dengan trombositopenia


seperti :
Demam tyfoid
Malaria
Chikungunya

40
Tata Laksana

 Nonfarmakologis
 Istirahat, makanan lunak, tingkatkan asupan
cairan oral
 Pantau tanda-tanda syok, terutama pada
transisi fase febris (hari 4-6)
 Klinis : tingkat kesadaran, nadi, tekanan
darah
 Laboratorium, Hb, Ht trombosit, lekosit

41
 Farmakologis
 Simptomatis : antipiretik (parasetamol) bila demam
 Tatalaksana terinci pada lampiran protokol
tatalaksana DBD
 Cairan intra vena : Ringer Lactat atau Ringer Acetat 4-6
/ kolf. Evaluasi jumlah cairan, kondisi klinis,
perbaikan/perburukan hemokonsentrasi.
Koloid/plasmaekspander pada DBD stadium III dan IV
bila diperlukan
 Transfusi trombosit dan komponen darah sesuai
indikasi
 Pertimbangan heparinisasi pada DBD stadium III dan IV
dengan Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID)

42
Kriteria merujuk pasien ke RS / ICU
 Takikardia
 Capillary refill time < 2 detik
 Kulit dingin, lembab dan pucat
 Nadi perifer lemah atau hilang
 Perubahan status mental
 Oliguria
 Peningkatan mendadak hematokrit (Ht) atau
peningkatan kontinyu Ht setelah terapi cairan
diberikan
 Tekanan nadi sempit (< 20 mmHg)
 Hipotensi

43
Protokol Penatalaksanaan DBD
pada Pasien Dewasa
 Protokol 1 : Penanganan tersangka (probable)
DBD dewasa tanpa syok
 Protokol 2 :Pemberian cairan pada tersangka
DBD dewasa di ruang rawat
 Protokol 3 : Penatalaksanaan DBD dengan
peningkatan Ht > 20%
 Protokol 4 : Penatalaksanaan perdarahan
spontan pada DBD dewasa
 Protokol 5 : Tatalaksana sindroma syok dengue
pada dewasa
44
Protokol 1 : Penanganan tersangka
(probable) DBD dewasa tanpa syok

Keluhan DBD
(kriteria WHO 1997)

Hb, Ht meningkat,
Hb, Ht normal, Hb, Ht normal,
Hb, Ht, trombo trombo
trombo 100.000- trombo < 100.000
Normal normal/turun
150.000

Observasi
Observasi rawat jalan , Rawat Rawat
rawat jalan , periksa Hb,
periksa Hb, Ht, Ht, leuko, Penanganan protokol
leuko, trombo/24 rawat inap untuk DBD
trombo/24 jam jam (protokol 2)
45
Protokol 2 :Pemberian cairan pada
tersangka DBD dewasa di ruang rawat

Suspek DBD Perdarahan


spontan dan masif (-), syok
(-)

Hb, Ht normal, trombo Hb, Ht meningkat 10-20%,


<100.000, infus kristaloid , trombo < 100.000, infus Hb, Ht meningkat >20%,
periksa Hb, Ht, trombo / kristaoid trombo < 100.000
24 jam Cek Hb, Ht, trombo/12 jam

Protokol
pemberian cairan
DBD dengan Ht
meningkat ≥20%

46
 Volume cairan kristaloid yang diperlukan :
 Rumus : 1500 + 20 x Berat badan (Kg) – 20
 Volume rumatan untuk BB 55 kg :
1500 + 20 x ( 55 – 20 ) = 2200 ml
 Pemantauan disesuaikan dengan fase/hari
perjalanan penyakit dan kondisi klinis

47
 Setelah cairan diberikan dilakukan
pemeriksaan Hb, Ht, trombosit tiap 24 jam :
 Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit
<100.000 jumlah pemberian cairan tetap seperti
rumus , tetapi pemantauan Hb, Ht, trombosit
dilakukan tiap 12 jam
 Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit
<100.000 maka pemberian cairan sesuai protokol
penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht
>20%.

48
Protokol 3 : Penanganan DBD dengan peningkatan HT
>20% 5% defisit cairan

PERBAIKAN TIDAK MEMBAIK


Ht dan frek. Nadi turun , Terapi awal cairan IV Ht dan frek.nadi naik, TD
TD membaik, produksi kristaloid 6-7 turun <20 mmHg, produksi
urin meningkat ml/kg/jam urin menurun
Evaluasi 3-4
Kurangi infus kristaloid 5 jam Infus kristaloid 10
ml/kg/jam ml/kg/jam
TANDA VITAL & Ht
PERBAIKAN MEMBURUK TIDAK MEMBAIK

Kurangi infus Infus kristaloid 10


kristaloid 3 ml/kg/jam PERBAIKAN ml/kg/jam

PERBAIKAN Kondisi MEMBURUK,


tanda syok
Terapi cairan dihentikan 24-
48 jam Terapi sesuai protokol
PERBAIKAN
syok & perdarahan 49
Protokol 4 : Penatalaksanaan perdarahan
spontan pada DBD dewasa
Kasus DBD :
Perdarahaan spo ntan masif :
Epistaksis tidak terkendali, gross hematuria, hematemesis
dan atau melena, hematoskezia, perdarahan otak

Syok (-)

Hb, Ht, lekosit, trombosit , pemeriksaan


hemostasisi (KID), Golongan darah, uji cocok
serasi

KID (+)
Transfusi komponen darah : KID (-)
PRC (Hb <10 g%), FFP,Trombosit concentrat Transfusi komponen darah :
(Trombo <100.000) PRC (Hb <10 g%), FFP,Trombosit concentrat
Heparinisasi 5000 – 10000 / 24 jam drip (Trombo <100.000)
Pemantauan Hb, Ht, trombo tiap 4-6 jam Pemantauan Hb, Ht, trombo tiap 4-6 jam
Ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam kemudian Ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam
kemudian
Cek aPTT tiap hari, target 1,5 – 2,5 kali kontrol
50
Komplikasi

 Renjatan (syok)
 Ensefalopati dengue
 Perdarahan saluran cerna
 KID (koagulasi intravaskular diseminata)

51

Anda mungkin juga menyukai