Anda di halaman 1dari 24

OLEH :

Ana Dwiyanti Candra 1607531034 Trianny Putri 1607531133


Menghitung PPN Keluaran Atas Penjualan ke
PKP Pemerintah dan ke Bonded Zone Area

Pajak keluaran ialah pajak yang dikenakan ketika subjek pajak melakukan
penjualanterhadap barang kena pajak (BKP) dan atau jasa kena pajak (JKP) yang
tergolong dalambarang mewah. Sebagai salah satu jenis pajak, Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) seringkalidisebut sebagai pajak objektif. Pada PPN, hal yang pertama kali
ditekankan adalah objekpajak yang akan dikenakan. Kemudian, subjek pajak yang
terkena. Misalnya, barang-barangmewah, kendaraan mewah, dan sebagainya. Dalam
pengenaan pajak terhadap subjek pajak tersebut, terdapat dua kategori. Yaitu,pajak
keluaran dan pajak masukan. Dalam hal ini, subjek pajak yang dimaksud
adalahpengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan transaksi jual beli barang
Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
Tarif PPN menurut ketentuan Undang-Undang Dasar No.42 tahun
2009 pasal 7 :

Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah


10% (sepuluh persen).

Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar


0% (nol persen)

Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat


berubah menjadi paling rendah5% (lima persen) dan
paling tinggi sebesar 15% (lima belas persen)
sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.
Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar


yang dipakai untuk menghitung pajak
yang terutang, berupa: Jumlah Harga
Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai
Ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
1.untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
2. untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
3. untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan
harga jual rata-rata.
4. untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
Nilai lain yang 5. untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual
ditetapkan eceran;
6. untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang
sebagai Dasar menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada
saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar;
Pengenaan Pajak 7. untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau
adalah sebagai sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah
harga pokok penjualan atau harga perolehan;
berikut : 8. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga
lelang;
9. untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10 % (sepuluh persen)
dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau
10. untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah
10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya
ditagih.
Pengusaha Kena Pajak Sebagai Pihak yang
Melapor dan Menyetorkan

PENGERTIAN PKP

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pihak yang wajib menyetor dan melaporkan
PPN. Setiap tanggal di akhir bulan adalah batas akhir waktu penyetoran dan
pelaporan PPN oleh PKP.
Contoh Cara Menghitung PPN dan PPnBM

PKP “A” menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp 25.000.000,00
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
= 10% x Rp25.000.000,00
= Rp2.500.000,00
PPN sebesar Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak “A”.
Menghitung PPN Keluaran Atas masukan yang
dapat dikreditkan

Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh
Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa
Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor
Barang Kena Pajak”
Menghitung PPN Keluaran Atas masukan yang
dapat dikreditkan

Mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran, Dalam rangka


penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, mempunyai beberapa cara penghitungan
tergantung dari kondisi tertentu yang terjadi pada Pengusaha Kena Pajak. Sama halnya
dengan metode pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran, pada metode
deemed Pajak Masukan penghitungan penghkreditan Pajak Masukan juga terdapat
beberapa cara yang berbeda tergantung kriteria dari Pengusaha Kena Pajak yang
bersangkutan.
Terdapat berbagai metode dan penghitungan pengkreditan
Pajak Masukan yang berlaku berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan :
1. Mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran :
Perhitungan:
Contoh 1 :
● Pengusaha Kena Pajak A yang bergerak di bidang usaha real estate yang menghasilkan
rumah yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dan rumah sederhana
yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
● Pada bulan Februari 2011 Pengusaha Kena Pajak A membeli barang modal berupa truk
dengan nilai perolehan Rp200.000.000,00 dan Pajak Pertambahan Nilai Rp 20.000.000,00.
● Pada saat perolehan truk tersebut, Pengusaha Kena Pajak A belum dapat menentukan
berapa penyerahan rumah yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan rumah sederhana
yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
● Berdasarkan perkiraan Pengusaha Kena Pajak A, jumlah rumah sederhana yang akan
dibangun pada tahun 2011 adalah sebanyak 30% dari total rumah yang dibangun.
● Berdasarkan data-data tersebut Pengusaha Kena Pajak A dapat mengkreditkan Pajak
Masukan atas perolehan truk dengan perhitungan sebagai berikut :
Rp 20.000.000,00 x 70% = Rp 14.000.000,00
Menghitung PPN Membangun sendiri, PPN
atas Penjualan Aset, PPN impor dan ekspor
PPN Membangun Sendiri
Landasan Peraturan Perpajakan

Berikut ini adalah peraturan perpajakan yang akan kita jadikan dasar acuan
dalam pembahasan kali ini, yaitu:
1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan
Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun
Sendiri.
2. Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2012 tentang
Perubahan Atas Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2012
tentang Penetapan Secara Jabatan atas Jumlah Biaya Yang Dikeluarkan Dan /
Atau Yang Dibayarkan Untuk Membangun Bangunan Dalam Rangka Kegiatan
Membangun Sendiri.
Menghitung PPN Membangun sendiri, PPN
atas Penjualan Aset, PPN impor dan ekspor
PPN Membangun Sendiri
Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri

`Kegiatan Membangun Sendiri itu terutang Pajak Pertambahan Nilai


(PPN), hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 1 dan Pajak Pertambahan Nilai
tersebut terutang bagi badan maupun orang pribadi yang melakukan
kegiatan membangun sendiri.
Menghitung PPN Membangun sendiri, PPN
atas Penjualan Aset, PPN impor dan ekspor
PPN Membangun Sendiri
Definisi Kegiatan Membangun Sendiri

Definisi Kegiatan Membangun Sendiri yang dikutip dari Peraturan


Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 3 adalah
“Kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan, yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain”.
Tarif Dan Dasar Pengenaan Pajak PPN atas
Kegiatan Membangun Sendiri
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 3
ayat 1 dan 2, diatur bahwa:

Kegiatan membangun sendiri akan dikenakan PPN dengan tarif sebesar 10 %


(sepuluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.

Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun sendiri adalah 20% (dua puluh
persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk
membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan
Membangun Sendiri
Jadi dengan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012
Pasal 3 yang disebutkan diatas, perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas
kegiatan membangun sendiri adalah sebagai berikut :

PPN = Tarif x DPP

PPN = 10% x (20% x Jumlah biaya yang


dikeluarkan dan/atau dibayarkan untuk
membangun bangunan)
Saat Dan Tempat dimana PPN atas Kegiatan Membangun
Sendiri Terutang

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 4 ditentukan


bahwa:
1.Saat yang menentukan PPN terutang adalah saat mulai dibangunnya bangunan.
2.Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan
satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut
tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
3.Tempat pajak terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan
tersebut didirikan.
Penyetoran Dan Pelaporan PPN atas Kegiatan
Membangun Sendiri
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 5, 7
dan 8 diatur bahwa:

Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri dilakukan
setiap bulan sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan 20% (dua puluh persen)
dikalikan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan pada setiap
bulannya

Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri wajib disetor ke kas negara
seluruhnya dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama orang pribadi atau badan
yang melaksanakan kegiatan membangun sendiri melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling
lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan
penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang
wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dengan mempergunakan lembar ketiga Surat
Setoran Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam
Penyetoran PPN atas Kegiatan Membangun
Sendiri
Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 5,7, dan 8
terdapat hal yang harus diperhatikan dalam penyetoran PPN atas kegiatan membangun
sendiri yaitu:
1. Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak
Pratama tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun
sendiri terdaftar, kolom NPWP yang tercantum pada Surat Setoran Pajak diisi dengan
NPWP orang pribadi atau badan tersebut.
2. Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak
Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau
badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar
3. Dalam hal orang pribadi yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki
NPWP
Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam
Pelaporan PPN atas Kegiatan Membangun
Sendiri
Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 8 terdapat hal yang harus
diperhatikan dalam proses pelaporan PPN atas kegiatan membangun sendiri yaitu:
* Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor
Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan
yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan lembar ketiga Surat Setoran
Pajak.
* membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan
berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak
tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan
membangun sendiri selain wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana
dimaksud pada Pasal 8 ayat (1), wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan fotokopi lembar ketiga Surat Setoran
Pajak.
* Dalam hal Pengusaha Kena Pajak terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya, Kantor Pelayanan Pajak
di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, atau Kantor Pelayanan Pajak
di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Pengusaha Kena Pajak tersebut
selain wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada
Pasal 8 ayat (1), wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan fotokopi lembar ketiga Surat Setoran Pajak.
Penetapan Secara Jabatan Untuk PPN terutang
atas Kegiatan Membangun Sendiri

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 6 disebutkan bahwa:


* Apabila orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri tidak atau
kurang menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai terutang ke kas negara, Direktorat Jenderal
Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar berdasarkan hasil
pemeriksaan atau verifikasi.
* Selanjutnya, jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau verifikasi, orang pribadi atau badan
yang melakukan kegiatan membangun sendiri :
tidak memberikan data atau bukti pendukung biaya yang dikeluarkan dan/atau yang
dibayarkan untuk membangun bangunan; atau
memberikan data atau bukti pendukung biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan
untuk membangun bangunan, namun tidak benar atau tidak lengkap,
* Penetapan secara jabatan berdasarkan nilai terendah dari data Harga Satuan Bangunan
Gedung Negara (HSBGN) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) huruf a
mengacu pada Pedoman Penggunaan Harga Satuan Bangunan Gedung Negara (HSBGN)
Dalam Rangka Penetapan Secara Jabatan Jumlah Biaya yang Dikeluarkan dan/atau yang
Dibayarkan untuk Membangun Bangunan yang Digunakan untuk Menghitung Kewajiban
Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri sebagaimana terdapat dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Penetapan Secara Jabatan Untuk PPN terutang atas Kegiatan
Membangun Sendiri

Jadi Cara Perhitungan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri yang ditentukan secara
jabatan adalah sebagai berikut :
PPN = Tarif x DPP
Tarif = 10%
DPP = 20% x Jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau dibayarkan untuk membangun
bangunan
PPN = 10% x (20% x Jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau dibayarkan untuk
membangun bangunan)
PPN Atas Penjualan Aset

Untuk penjualan aktiva atau penyerahan Barang Kena Pajak yang

menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan diatur lebih lanjut

dalam Pasal 16D Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak

Pertambahan Nilai (PPN). Dalam pasal 16D Undang-Undang PPN

dikatakan bahwa:

“Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena

Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk

diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan

aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.”


PPN Atas Eksport dan Import

Dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Impor merupakan proses pembelian barang atau
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai jasa asing dari suatu negara ke negara lain atau
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas setiap kegiatan memasukkan barang barang dari
Barang Mewah sebagaimana telah beberapa luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Pada prinsipnya semua kegiatan impor barang
Nomor 42 Tahun 2009 ditetapkan objek pajak dikenai PPN. Namun dalam rangka mendorong
PPN yang berkaitan dengan ekspor, meliputi : perkembangan dunia usaha Indonesia dan
Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh meningkatkan daya saing kita, maka Pemerintah
Pengusaha Kena Pajak. menetapkan jenis-jenis Barang Kena Pajak
Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan
oleh Pengusaha Kena Pajak. dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, yang
bertujuan untuk menjamin tersedianya barang-
Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha
barang yang bersifat strategis tersebut.
Kena Pajak.
Pemberian fasilitas perpajakan ini hanya bersifat
sementara.
That’s all. Thank you! 
Any Questions?

Anda mungkin juga menyukai