Anda di halaman 1dari 58

PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA PENYAKIT SINONASAL

REFERAT
RATNA WINDYANINGRUM

SUPERVISOR:
dr. Arif Dermawan, M.Kes., SpTHT-KL(K)

D E PA R T E M E N T E L I N G A H I D U N G T E N G G O R O K
D A N B E D A H K E PA L A L E H E R
FA K U LTA S K E D O K T E R A N U N I V E RS I TA PA D J A D J A R A N
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN
BANDUNG
2018

1
PENDAHULUAN
• Sinusparanasal merupakan sinus atau rongga pada tulang
yang berada sekitar nasal atau hidung
•Tujuan dari pencitraan sinus paranasal adalah untuk
mengkonfirmasi diagnosis, melokalisasi penyakit,
mengkarakterisasi tingkat patologi dan menggambarkan variasi
anatomi.
• Ada tiga jenis pemeriksaan radiologi pada sinonasal yang
umumnya dilakukan yaitu foto polos, Computed Tomography
(CT) Scan, dan Magneting Resonance Imaging (MRI)
McAlister WM, Lusk R, Muntz HR. Comparison of plain radiographs and coronal CT scans in infants and children
with recurrent sinusitis 2
ANATOMI HIDUNG

Moore, K. 2002. Anatomi Klinis Dasar


3
Adapted from : Netter Atlas
4
Adapted from : Netter Atlas 5
Adapted from : Netter Atlas 6
Adapted from : Netter Atlas 7
8
Adapted from : Netter Atlas 9
Adapted from : Netter Atlas 10
Dhingra PL. 2002. Disease of Ear, Nose, and Throat 11
PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA SINONASAL

A. Foto Polos (Rontgen)


 Teknik pencitraan sinonasal yang paling lampau

Dapat dilihat empat buah sinus terpenting, yaitu pada


pemeriksaan foto polos Waters, Caldwell, Lateral, dan
Submentovertex.
pada pemeriksaan ini bisa menilai ukuran dan opasifikasi
dari sinus-sinus wajah, dan juga dapat mengindentifikasi
deviasi septum
ekonomis dan minimal radiasinya

Aribandi M.. McCoy VA. Bazan C III. Imaging features of invasive and noninvasive fungal sinusitis: a review. Radiographies
12
2007, Pruna X. Morpho-functional evaluation of ostiomeatal complex in chronic sinusitis by coronal CT
ketidakmampuan untuk memberikan informasi akurat
dalam mendiagnostik keadaan kompleks osteo meatal
(KOM), jaringan lunak sekitaranya dan variasi sinus
Karena jaringan yang signifikan dan tumpang tindih tulang,
foto polos tidak bisa memberikan informasi anatomi secara
rinci
indikasi untuk pemeriksaan foto polos pada sinus adalah
ketidakmampuan fasilitas kesehatan yang bersangkutan
untuk memperoleh pemeriksaan modalitas pencitraan
lainnya seperti CT Scan atau MRI.
13
FOTO POLOS WATERS

Barzilai G, Greenberg E, Uri N. Indications for the Caldwell-Luc approach in the endoscopic era. Otolaryngol Head
14
Neck Surg
B. Computed Tomography Scan (CT-Scan)
pemeriksaan penyakit radang maupun investigasi pada ada atau tidaknya massa, karena CT Scan
memiliki resolusi tulang yang bagus
CT Scan paling sering dilakukan untuk penegakan diagnosis rhinosinusitis akut berulang atau
rinosinusitis kronis
Kelebihan utama dari CT Scan yaitu dapat menggambarkan dengan detail tentang anatomi
tulang sinonasal
 CT Scan telah menjadi pemeriksaan gold standart untuk penyakit inflamasi dari sinus paranasal
satu syarat pemeriksaan rutin untuk perencanaan pra-operasi sebelum operasi sinus endoskopi
fungsional (FESS)

Bhattacharyya N, Fried MP. The accuracy of computed tomography in the diagnosis of chronic rhinosinusitis.
15
CT Scan menggambarkan anatomi tulang, tiingkat keparahan
penyakit sinus, dan obstruksi jalur drainase
Potongan koronal paling berguna untuk mengevaluasi kompleks
osteomeatal, sementara potongan sagital sangat relevan untuk
menganalisis saluran drainase sinus frontal inferior, resesus
sphenoethmoid, dan dinding posterior sinus sphenoid dan frontal

16
Bailey BJ. Head and Neck Surgery-otolaryngology. In Karen H.Calhoun.editors. Diagnostic Imaging. 5th ed 17
INDIKASI CT-SCAN
Penyakit Sinonasal Indikasi
Rinosinusitis Akut Komplikasi
Tingkat keparahan penyakit
Tidak membaik setelah diberikan terapi medikamentosa
Perburukan gejala klinis selama terapi medikamentosa
Pada kondisi penurunan sistem imun
Rhinosinusitis Kronik Kegagalan terapi medikamentosa
Rencara pre operatif
Neoplasma Untuk mengetahui ekstensi dari lesi (penentuan staging)
Trauma Kecurigaan fraktur sinus frontal
Kecurigaan adanya kebocoran cairan serebrospinal

Bailey BJ. Head and Neck Surgery-otolaryngology. In Karen H.Calhoun.editors. Diagnostic Imaging. 5th ed 18
PERBEDAAN POTONGAN CT SCAN
Potongan CT Informasi
Scan
Koronal Deviasi septum
Osteomeatal komples
Perlekatan prosesus unsinatus (tipe A,B,C)
Variasi konka medial
Anatomi lamina papirasea
Anatomi dasar tengkorak/ panjng lamella lateral
Anatomi arteri ethmoid anterior
Anatomi sphenoid/ sel spenoethmoid (sel odi)
Identifikasi nervus optikus dan arteri karotis.

Sagital Anatomi resesus frontalis


Celah dasar tengkorak
Pola pneumatisasi sphenoid
Axial
Anatomi sphenoid/perlekatan konka superior

19
C. Magneting Resonance Imaging (MRI)
Teknik pada pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) meliputi
penerapan efek magnetik yang kuat pada jaringan lunak, yang
menghasilkan magnetisasi atom
serangkaian proses radiofrekuensi akan berjalan, yang akan memacu
nuklei untuk memancarkan medan magnetik spesifik pada setiap
jaringan
Terdapat tiga rangkaian utama dari MRI yang menghasilkan informasi
penting, yaitu : T-weighted, T2-weighted, dan Tl-weighted dengan
kontras
Gadolinium intravena merupakan media kontras dengan hasil terbaik
yang dapat memberikan informasi mengenai vaskularisasi jaringan

20
Kombinasi dari intensitas sinyal pada perbedaan rangkaian
MRI (contoh T1 dan T2) dan dengan penggunaan kontras
intravena membantu untuk melihat bagian-bagian dari
suatu jaringan.
cairan dengan jumlah sedikit, digambarkan dengan
hipointensitas (lebih gelap) pada urutan T1, dan
hiperintensitas (putuh atau lebih terang) pada urutan T2
Kelebihan utama memberikan informasi tentang jaringan
lunak yang lebih detail, membedakan antara MRI meliputi:
sekresi cairan dan jaringan lunak, paparan radiasi yang
minimal, dan rekonstruksi multiplanar
21
memiliki resolusi jaringan yang tinggi, yang memungkinkan untuk
membedakan antara tiga kemungkinan penyebab gambaran opak
pada hasil CT Scan , yaitu massa padat, inflamasi pada mukosa, dan
obstruksi sinus yang berisi cairan.
Kelemahan:kurang memberikan informasi tentang tulang, waktu
akuisisi yang lama, biaya yang lebih tinggi, dan memiliki
kontraindikasi yaitu pada pasien yang memakai implan logam
(contoh alat pacu jantung, implan koklea
tidak ideal untuk memvisualisasikan struktur tulang dan umumnya
tidak berperan dalam membantu penegakan diagnosis penyakit
inflamasi tanpa komplikasi.
22
peran penting dari MRI adalah memberikan gambaran tentang
sesuatu yang dicurigai massa, penentuan derajat keganasan,
pemetaan lokasi tumor, surveilan pada kasus neoplasma yang
sedang dalam terapi pengobatan, evaluasi vaskularisasi dan
penilaian penyebaran orbital, infratemporal, intrakranial dan
perineural.

23
MRI NORMAL

24
PERBEDAAN MRI DAN CT SCAN
CT SCAN MRI
Prinsip fisika Sumber sinar x-ray berputar pada - Proton yang berputar padaatom
pasien dan memancarkan sinar x- hidrogen di dalam
ray ke berbagai sudut dari posisi tubuhdiselaraskan oleh medan
pasien. magnet berkekuatan tinggi. -
- Detektor yang berlawanan dari Gelombang radiofrekuensi
sumber sinar x-ray akan bekerja berfungsi untuk merangsang
setelah sebagian pancaran sinar x- proton. Bila gelombang
ray telah diserap oleh tubuh radiofrekuensi dimatikan,proton
pasien. yang berputar mulai melambat dan
- Pelemahan sinar x-ray yang memancarkan sinyal.
diterima oleh detektor akan -Setiap jaringan tubuh memiliki
dirubah menjadi gambar peerbedaan sinyal dan sinyal-sinyal
ini yang akan dirubah menjadi
gambar.

Bailey BJ. Head and Neck Surgery-otolaryngology. In Karen H.Calhoun.editors. Diagnostic Imaging. 5th ed 25
CT SCAN MRI
INDIKASI -Sinusitis akut dan sinusitis -MRI dan CT saling
kronis pada pasien dengan melengkapi untuk indikasi
imunodefisiens. sebagai berikut : - --Sinusitis
- Sinusitis akut dan sinusitis akut dan sinusitis kronis pada
kronis pada pasien dengan pasien dengan komplikasi
komplikasi orbita atau defisit orbita atau defisit neurologis
neurologis. -Obstruksi sinonasal, dicurigai
-Sinusitis akut dan sinusitis terdapat lesi massa
kronis yang berulang.
(Kemungkinan untuk calon
tindakan operatif) - Poliposis
sinonasal
.- Obstruksi sinonasal,
dicurigai terdapat lesi massa

26
CT SCAN MRI
INDIKASI -Sinusitis akut dan sinusitis -MRI dan CT saling
kronis pada pasien dengan melengkapi untuk indikasi
imunodefisiens. sebagai berikut : - --Sinusitis
- Sinusitis akut dan sinusitis akut dan sinusitis kronis pada
kronis pada pasien dengan pasien dengan komplikasi
komplikasi orbita atau defisit orbita atau defisit neurologis
neurologis. -Obstruksi sinonasal, dicurigai
-Sinusitis akut dan sinusitis terdapat lesi massa
kronis yang berulang.
(Kemungkinan untuk calon
tindakan operatif) - Poliposis
sinonasal
.- Obstruksi sinonasal,
dicurigai terdapat lesi massa

27
CT SCAN MRI
RESIKO -Menggunakan radiasi -- Pasien yang terpasang
pengion. Meinimalisasi peralatan implan sepertialat
paparan radiasi sangat penting pacu jantung, implan koklea,
pada dewasa muda dan anak- alat metalik intraokular dapat
anak. menghalangi pemindaian MRI.
- Kontras ter-iodinasi dapat - Penggunaan kontras
memperburuk kerusakan Gadolinium pada pasien
ginjal, menyebabkan asidosis dengan gagal ginjal dikaitkan
laktatpada pasien diabetes dengan risiko fibrosis sklerosis
yang sedang dalam terapi nefrogenik.
Metformin, dan memiliki risiko
reaksi anafilaktik yang sangat
kecil.

28
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS PADA
PENYAKIT SINONASAL
Penyakit Inflamasi
Anatomi sinus paranasal terkait erat dengan fisiologi fungsional. Pemahaman
tentang jalur drainase fungsional penting dalam membantu mengelompokkan
penyakit peradangan sinus.
Mukosa sinus normal tidak teridentifikasi pada pemeriksaan CT Scan . Namun
penebalan mukosa sinus paranasal belum tentu mewakili peradangan atau
infeksi karena edema submukosa asimtomatik dan sekresi lendir gambarannya
mirip dengan penebalan mukosa inflamasi
Secara umum penebalan mukosa seharusnya tidak terlihat pada sinus frontal
atau sphenoid pada pasien yang sehat

Stewart MG, Johnson RF. Chronic sinusitis: symptoms versus CT scan findings. Curr Opin Otoloaryngol Head
Neck Surg 29
penebalan mukosa kurang dari 4 mm di sinus maksilaris dan kurang
dari 2 mm pada sinus ethmoid dan rongga hidung telah terbukti
sering asimtomatik.
mukosa yang mengalami peradangan mungkin saja tidak tampak
menebal pada CT Scan

30
RHINOSINUSITIS
CT Scan merupakan pemeriksaan utama yang digunakan dalam pencitraan rhinosinusitis.
berguna juga untuk evaluasi tanda-tanda penyakit peradangan sinus, massa yang mendasari
komplikasi, dan variasi anatomis yang kedepannya mungkin akan menyulitkan tindakan
operatif
Penebalan mukosa ringan secara umum sering terjadi, tetapi secara nonspesifik tidak terlihat
pada gambaran CT Scan.
Penebalan mukosa nasoetmoid dapat juga menjadi bagian dari siklus hidung fisiologis. Oleh
karena itu,gambaran penebalan mukosa harus disesuaikan dengan gejala klinis dan
pemeriksaan fisik.

Hwang PH, Irwin SB, Griest SE, Caro JE, Nesbit GM.Radiologic correlates of symptom-based diagnostic criteria for
chronic rhinosinusitis. Otolaryngol Head Neck Surgery 31
Tanda-tanda rhinosinusitis yang lebih spesifik yaitu ditemukannya gambaran air-
fluid level dan sekresi yang berbuih atau berair
Temuan khas pada rhinosinusitis kronis yaitu penebalan mukosa yang signifikan
atau bayangan opak pada sinus yang tidak bercabang, biasanya dengan obstruksi
ostium
Dalam menghubungkan gejala klinis dengan pola penyakit pada pencitraan, lokasi
obstruksi saluran drainase menjadi perhatian utama saat merencanakan operasi
sinus endoskopi fungsional (FESS).
Ada tiga jalur drainase paranasal di setiap sisi yang perlu dievaluasi untuk obstruksi
dan penyebab obstruksi yaitu kompleks osteo meatal (KOM), resesus frontal, dan
resesus sphenoethmoidalis

32
Gambaran CT Scan sinusitis akut potongan
axial: (a) sinus maksilaris (b) sinus

Bailey BJ. Head and Neck Surgery-otolaryngology. In Karen H.Calhoun.editors. Diagnostic Imaging. 5th ed 33
(c) sinus frontalis

Bailey BJ. Head and Neck Surgery-otolaryngology. In Karen H.Calhoun.editors. Diagnostic Imaging. 5th ed 34
ambaran CT Scan potongan koronal
sinusitis maksilaris odontogenik

Bailey BJ. Head and Neck Surgery-otolaryngology. In Karen H.Calhoun.editors. Diagnostic Imaging. 5th ed 35
Gambaran MRI potongan koronal
menunjukkan sinusitis kronik

36
Poliposis Sinonasal
Poliposis sinonasal ditandai oleh lesi polipoid dengan kepadatan rendah yang
mengisi rongga hidung bilateral dan sinus.
Polip dapat menghalangi drainase dari beberapa lokasi yang menghasilkan
sekresi yang pada akhirnya akan tersumbat dan menyebabkan bayangan opak
pada sinus.
 Dalam kasus yang tidak terdiagnosis, polip dapat menyebabkan penekanan pada
struktur tulang yang mengarah ke ekspansi rongga sinonasal dan remodeling
tulang.
 PolipD engan pertumbuhan yang agresif dapat meluas ke struktur yang
berdekatan.
Dinding sinus ethmoid sering menjadi tipis dan hampir tidak terlihat.
Infundibulum maksilaris dan ostium menjadi lebar jika polip memanjang dari
sinus maksilaris.
Chung SK, Chang BC, Dhong HJ. Surgical radiologic and histologic findings of the antrochoanal polyp. Am J Rhinol
37
Gambaran CT Scan poliposis (a) axial (b)
koronal.

Bailey BJ. Head and Neck Surgery-otolaryngology. In Karen H.Calhoun.editors. Diagnostic Imaging. 5th ed 38
Gambaran MRI potongan koronal pada
polip kavum nasi

Bailey BJ. Head and Neck Surgery-otolaryngology. In Karen H.Calhoun.editors. Diagnostic Imaging. 5th ed 39
Mukosil dan Retensi kista
Mukosil adalah kista yang dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia pseudostratified
dan paling sering dijumpai di sinus frontal diikuti oleh ethmoidal, maksilaris dan
sinus sphenoid.
 Mukosil diyakini terbentuk karena obstruksi kronis dari ostium sinus, yang
menyebabkan drainase yang lambat dan akumulasi cairan di dalam rongga sinus
yang asimptomatiik.
 Pada pencitraan biasanya menunjukkan sinus yang membesar sepenuhnya
dengan gambaran opak dengan kontur membulat dan penipisan dinding sinus.
Tingkat kepadatan bayangan opak pada sinus biasanya rendah, mewakili
gambaran mukus, tetapi densitas sinus bisa juga meningkat semakin
mengentalnya mukus.

40
Semakin besar mukosil, dapat menyebabkan deformitas kosmetik
seperti proptosis orbital, dan menghalangi jalur drainase yang
berdekatan dengan lokasi mukosil
Komplikasi paling umum yang jarang terjadi pada obstruksi sinus
yang kronis adalah adalah involusi sinus, yang dikenal sebagai
atelektasis sinus atau silent sinus syndrome.
Gambaran pencitraan yang terlihat adalah dinding sinus yang lebih
tipis yang menekuk atau tertarik ke dalam pusat sinus. Mungkin ada
deformitas kosmetik atau enophthalmos akibat dari lantai orbital
yang menekuk
41
Retensi kista sering ditemukan secara insidental pada sinus maksilaris dan
sphenoid.
 Terjadi karena terkumpulnya cairan pada submukosa (retensi kista serosa) atau
terkumpulnya mukus dari kelenjar seromusin yang terobstruksi (retensi kista
mukus).
Lokasi yang sering didapatkan retensi kista adalah antrum sinus maksilaris yang
digambarkan berupa massa densitas jaringan lunak yang cembung.
 Sulit untuk membedakan gambaran CT Scan pada kista dan polip karena
keduanya memiliki densitas jaringan yang ringan.
Pada gambaran MRI, tidak ada peningkatan densitas kista kecuali permukaan
mukosa itu sendiri. Sedangkan untuk gambaran MRI polip yaitu mukosa yang
hipperplastik dan terdapat peningkatan kepadatan

42
Gambaran CT- Scan pada mukosil dengan
proptosis orbita dextra (a) potongan koronal
(b) potongan axial

Bailey BJ. Head and Neck Surgery-otolaryngology. In Karen H.Calhoun.editors. Diagnostic Imaging. 5th ed 43
Gambaran MRI pada mukosil sinus
ethmoid

King AD, Lei KI, Ahuja AT, Lam WW, Metreweli C. MR imaging of nasal T-cell/natural killer cell lymphoma. AJR
44
Am J
Sinusistis Jamur dan granuloma
Sinusitis jamur memiliki berbagai manifestasi, dari jenis yang relatif
tidak berbahaya hingga yang dapat berakibat fatal.
Infeksi jamur yang invasif harus difikirkan pada setiap pasien dengan
rinosinusitis kronis, terutama pada pasien dengan keadaan
immunocompromised atau memiliki gejala yang berat meskipun
telah diberikan terapi anti bakteri yang adekuat.
Pada pasien dengan keadaan immunocompromised dapat terjadi
sinusitis allergi jamur atau fungus ball. Pada jenis sinusistis jamur
yang invasif, yang bisa berupa akut maupun kronis yang sering terjadi
pada pasien immunocompromised
Orlandi RR. Terrell JE. Analysis of the adult chronic rhinosinusitis working definition. Am J Rhinol 45
Dan jenis yang terakhir dari sinusitis jamur yaitu granuloma
sinusitis jamur yang invasif, suatu kondisi yang jarang yang
sering didapatkan pada ras Afrikat Utara dan pada pasien
immunocompromised
CT Scan adalah pemeriksaan pencitraan utama untuk
mengevaluasi sinusitis jamur dengan pengecualian pada
sinusitis jamur yang invasif dimana MRI memiliki tingkat
akurasi yang lebih baik dalam melihat ada atau tidaknya
ekstensi ke orbital atau intrakrania
46
A. Gambaran pencitraan pada sinusitis jamur non invasif
Sinusitis jamur allergi memiliki gejala khas yaitu mengenai sinus secara multipel
dan juga kavum nasi, dan dapat berupa munculnya bayangan opak yang
inkomplit pada sinus, khususnya pada kasus pos operatif yang rekurens.
Tapi kemungkinan bisa terjadi hanya pada satu sinus dan tidak terdapat pada
kavum nasi. Pada CT Scan, terdapat bayangan opak pada sinus yang merupakan
gambaran densitas tinggi dari musin.
 Karakteristik struktur tulang yang berubah yaitu ekspansi tulang sinus,
remodeling, dan ketipisan tulang. Pada MRI, didapatkan intensitas sinyal yang
rendah pada pancaran T2

47
Fungus ball biasanya terbatas pada satu sinus dan banyak
terjadi pada sinus maksilaris. Pada CT Scan, terlihat sebagai
massa dengan densitas tinggi pada lumen sinus dengan atau
tidak adanya titik kalsifikasi.
Dapat terjadi penebalan sklerotik pada tulang akibat dari
obstruksi kronis karena ekspansi dan penipisan akibat dari
tekanan jaringan nekrosis. Pada MRI. Fungus ball berefek
hipointensitas terhadap pancaran T1- dan T2

48
Gambaran CT Scan potongan axial
sinusitis jamur allergi

Bailey BJ. Head and Neck Surgery-otolaryngology. In Karen H.Calhoun.editors. Diagnostic Imaging. 5th ed 49
Gambaran MRI pada Sinusitis Jamur allergi
potongan axial : (a) sinus ethmoid (b) sinus
maxilaris

King AD, Lei KI, Ahuja AT, Lam WW, Metreweli C. MR imaging of nasal T-cell/natural killer cell lymphoma. AJR
50
Am J
B. Gambaran pencitraan pada sinusitis jamur invasif

Infeksi akut jamur yang invasif disebabkan oleh organisme


contohnya aspergillus atau Zygomicetes.
 Berbeda dengan sinusitis jamur non invasif yang menginvasi
mukosa, tulang, pembuluh darah dan jaringan lunak. Infeksi invasif
cenderung unilateral dan biasanya dimulai dari kavum nasi. Pada CT
scan ditemukan densitas yang rendah pada jaringan lunak sinus
. Pada MRI, elemen dari jamjur menyebabkan sinyal hipointens pada
T2

51
Sinusitis jamur invasif yang kronik ditandai dengan hifa
jamur pada mukosa dan sekitarnya, tetapi waktu terajdi
penyakit ini berbulan-bulan sampai tahunan dan pasien
biasanya dalam keadaan immunocompromised

52
Gambaran MRI sinusitis jamur invasif potongan
axial : terdapat massa isointensitas pada sinus
maxilla kiri dan kavum nasi

King AD, Lei KI, Ahuja AT, Lam WW, Metreweli C. MR imaging of nasal T-cell/natural killer cell lymphoma. AJR
53
Am J
C. Gambaran pencitraan pada sinusitis granuloma
Etiologi utama dari sinusitis granuloma adalah Wegener
granulomatosis.
 Pada CT Scan, penemuan awal adalah nodul jaringan lunak non-
spesifik yang meliputi septum nasi yang ditandai dengan penebalan
mukosa.
Selanjutnya akan terjadiperforasi dari kartilago septum nasi yang
diikuti dengan destruksi dari tulang hidung dan dinding sinus
berjalaan dengan progresifitas penyakit tersebut

54
Penyebab lain dari sinusitis granulomatosa dapat
diklasifikasikan sebagai infeksi dan noninfeksi.
Etiologi noninfeksi termasuk sarkoidosis dan reaksi benda
asing dari berilium, garam krom, dan kokain. Penyakit infeksi
jarang terjadi di negara berkembang, contohnya
actynomycosis, tuberkulosis, sifilis, rhinoskleroma dan lepra.
Pemeriksaan histopatologi dibutuhkan untuk membedakan
granulomatosis sinusitis jamur invasif dengan kronik sinusiti
jamur invasif, karena tidak dapat perbedaan dari gambaran
radiolog
55
Gambaran CT Scan granulomatosis

King AD, Lei KI, Ahuja AT, Lam WW, Metreweli C. MR imaging of nasal T-cell/natural killer cell lymphoma. AJR
56
Am J
KESIMPULAN
Tujuan pencitraan sinus paranasal adalah untuk mengkonfirmasi
diagnosis, melokalisasi penyakit, mengkarakterisasi tingkat patologi
dan menggambarkan variasi anatomi yang terjadi
CT Scan merupakan jenis pencitraan awal pilihan untuk pasien
dengan gejala penyakit inflamasi pada sinus paranasal
Pemahaman tentang anatomi penting untuk perencanaan bedah.
Pemeriksaan MRI bertujuan untuk melengkapi pemeriksaan CT
Scan. T2 weighted imaging digunakan untuk membedakan tumor
dan sekresi mukosa inflamasi. Penyebaran orbital, infratemporal,
intrakranial penting untuk diketahui dan dapat dilihat dari gambaran
pencitraan pada sinonasal
57
TERIMA KASIH

58

Anda mungkin juga menyukai