Anda di halaman 1dari 24

Kelompok 5

1. Meliani Dwi L (181236


2. Noviana Alif K (18123638A)
3. Cininta Dea A (18123639A)
4. Claudia M T (18123640A)
5. Lalu Januar A (18123641A)
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit kuno, dan bukti TB muncul
kembali dari zaman prasejarah dengan bukti yang ditemukan dari sisa-
sisa orang sebelum Mesir dan Columbia. Namun, TB tidak menjadi
masalah sampai abad ke-17 dan ke-18 ketika kondisi hidup seseorang
yang sesak dari revolusi industri berkontribusi sebagai epidemik di
Eropa dan Amerika Serikat. Awalnya dokter menyebut TB sebagai
penyakit paru-paru, berasal dari istilah Yunani ‘pemborosan’, karena
presentasi klinis terdiri dari penurunan berat badan, batuk, demam, dan
hemoptisis. Meskipun karakteristiknya yang terkenal, agen etiologi tidak
jelas sampai 1882 ketika Robert Koch terisolasi dan kultur
Mycobacterium tuberculosis menunjukkan sifat menular. Dengan
pengetahuan ini, pengobatan dini pada pertengahan 1800-an ke 1900-
an terdiri dari menghilangkan pasien TB dari masyarakat dan
menempatkan mereka di sebuah sanatorium untuk bedrest dan udara
segar. Dengan munculnya film radiografi, lesi kavitas paru yang
ditemukan menjadi penting dalam evolusi penyakit. Terapi kemudian
dimasukkan prosedur seperti pneumoperitoneum, thoracoplasty, dan
plombage untuk mengurangi ukuran lesi kavitas. Beberapa terapi ini
dapat terus digunakan untuk kasus yang parah dan tahan api.
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis).
Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
• infeksi primer diinisiasi oleh implantasi organisme di alveolar melalui
droplet nuklei yang sangat kecil (1-5 mm) untuk menghindari sel
epithelial siliary dari saluran pernafasan atas.
• Makrofag yang teraktivasi dalam jumlah besar akan mengelilingi
daerah yang ditumbuhi M.tuberculosis yang dapat seperti keju atau
daerah nekrotik sebagai bagian dari imunitas yang dimediasi oleh sel.
• Keberhasilan dalam menghambat pertumbuhan M.tuberculosis
membutuhkan aktivasi dari limfosit CD4 subset yang dikenal dengan sel
Th-1, yang mengaktivasi makrofag melalui sel dari interferon G.
• Sekitar 90% pasien yang pernah menderita penyakit primer tidak
memiliki manifestasi klinik selain uji kulit yang positif dengan atau tanpa
kombinasi dengan adanya granuloma stabil yang diperoleh dari hasil
radiografi.
• Sekitar 5% pasien (biasanya anak-anak orag tua atau penurunan sistem
imun) mengalami penyakit primer yang berkembang pada daerah
infeksi primer (biasanya lobus paling bawah) dan lebih sering dengan
diseminasi, menyebabkan terjadinya infeksi meningitis dan biasanya
juga melibatkan lobus paru-paru paling atas.
Pasien yang tidak terinfeksi HIV
1. Manifestasi klinis dari Tb pulmoner tidak spesifik, indikasi hanya
terjadi pada proses infeksi yang berjalan lambat.
2. Pemeriksaan fisik non spesifik, dugaan perkembangan penyakit
pulmoner
3. Manifestasi klinis berhubungan dengan Tb ekstra pulmuner
bervariasi tergantung pada sistem organ yang terlibat tetapi
mengandung perkembangan yang lambat dari fungsi organ
dengan tingkat rendah dan symptom lainya.
Pasienn yang terinfeksi HIV
1. Manifestasi klinis dari pasien dengan infeksi HIV yang memiliki TB
berbeda dengan pasien yang tidak terinfeksi HIV (pada penderita
AIDS, b muncul dalam bentuk primer yang berkembang, yang
melibatkan daerah ekstra pulmuner dan melibatkan lobus paru-
paru).
2. Tb pada pasien AIDS sepertinya kurang terlibat dalam penyakit
kavitari, yang dihubungkan dengan uji kulit positif, atau
dihubungkan dengn demam.
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
• Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan
obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
• Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.
• Organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
• Hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung: BTA
positif atau BTA negatif;
• Riwayat pengobatan sebelumnya: baru atau sudah pernah
diobati;
• Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
• Berdasarkan tempat/organ yang diserang oleh
kuman, maka tuberkulosis dibedakan menjadi :
Tuberkulosis Paru, Tuberkulosis Ekstra Paru.
• Sedangkan berdasarkan riwayat pengobatan
penderita, dapat digolongkan atas tipe
Kasus baru, kambuh, pindahan, lalai, gagal dan
kronis.
Gejala TB pada orang dewasa umumnya
penderita mengalami batuk dan berdahak terus-
menerus selama 3 minggu atau lebih, batuk darah atau
pernah batuk darah. Adapun gejala-gejala lain dari TB
pada orang dewasa adalah sesak nafas dan nyeri
dada, badan lemah, nafsu makan dan berat badan
menurun, rasa kurang enak badan (malaise),
berkeringat malam, walaupun tanpa kegiatan, demam
meriang lebih dari sebulan.
• Diagnosis TB paru pada orang dewasa yakni dengan
pemeriksaan sputum atau dahak secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2 dari 3
spesimen SPS BTA hasilnya positif. Apabila hanya 1 spesimen
yang positif maka perlu dilanjutkan dengan rontgen dada atau
pemeriksaan SPS diulang.
• Sementara diagnosis TB ekstra paru, tergantung pada organ
yang terkena. Misalnya nyeri dada terdapat pada TB pleura
(pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada
limfadenitis TB dan pembengkakan tulang belakang pada
Sponsdilitis TB. Seorang penderita TB ekstra paru kemungkinan
besar juga menderita TB paru, oleh karena itu perlu dilakukan
pemeriksaan dahak dan foto rontgen dada.
• Kategori 1 diobati dengan INH, Rifampisin, pirazinamid, dan
etambutol selama 2 bulan (fase intensif) setiap hari dan
selanjutnya 4 bulan (fase lanjutan) dengan INH dan rifampisin
3x dalam seminggu (2HRZE/4H3R3).

• Kategori 2 diobati dengan INH, rifampisin, pirazinamid,


etambutol, dan streptomisin selama 2 bulan setiap hari dan
selanjutnya dengan INH, rifampisin dan etambutol selama 5
bulan seminggu 3x (2HRZES/HRZE/5H3R3E3). Jika setelah 2
bulan BTA masih positif, fase intensif ditambah 1 bulan sebagai
sisipan atau dengan HRZE.
Ibu Ina (26 th) sejak 1 bulan yang lalu didiagnosa tekena
TBC dan diberi terapi dengan isoniazid, rifampisin, pirazinamid
dan etambutol. Di sisi lain, Ibu Ina juga memiliki riwayat
penyakit gastritis dan untuk mengatasinya, ia mengkonsumsi
simetidin. Penggunaan simetidin berlangsung sejak lama sampai
sekarang karena gastritisnya sering kambuh. Setelah beberapa
bulan, bu Ina melakukan pemeriksaan lab untuk monitoring
terapi dan ESO. Dari hasil lab, didapatkan bahwa kadar
AST/ALT dari bu Ina melebihi kadar normal.
• Pertanyaan :
Apakah yang menjadi penyebab peningkatan kadar AST/ALT
tersebut? Apa saran anda sebagai seorang famasis untuk
pengobatan pasien ini?
Informasi umum pasien (General Information)
• Nama : Ibu Ina
• Umur : 26 tahun
• Jenis kelamin : Wanita
• Riwayat penyakit Lalu : Gastritis
• Riwayat sosial :-
• Riwayat keluarga :-
• Alergi :-
• Riview of Sistem
-
• Pemeriksaan Fisik
-
• Hasil test laboratorium dan diagnosa
• Laboratorium
Kadar AST/ALT melebihi kadar normal.
• Berdasarkan hasil laboratorium yang menunjukkan ALT dan AST
menunjukkan bahwa adanya gangguan pada hati. Dikarenakan
penyakit TBC yang diderita ibu INA yang mendapatkan
kombinasi obat TBC INH, pirazinamid, Rifampisin, dan
etambutol tetapi ibu UNA sudah lama mengonsumsi SIMETIDIN.
• Mengganti Simetidin dengan famotidin karena adanya interaksi
antara simetidin dan INH yang meningkatkan efek dari
simetidin dan mempengaruhi metabolisme Enzim hati
CYP2C19.
• Sehingga diduga interaksi ini menyebabkan meningkatkan nya
ALT dan AST.
• Famotidin 20 mg 3 x sehari
• Indikasi :
• Peringatan:
• ISO farmakoterapi jilid I Hal.838

Anda mungkin juga menyukai