Anda di halaman 1dari 43

HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS

(HIV)
Pendahuluan
Human immunodeficiency virus (HIV)

 Penyebab Acquired Immune Deficiency


Syndrome (AIDS).

 1981  AIDS pertama kali dilaporkan

 Virus diisolasi pada akhir tahun 1983  AIDS


telah menjadi epidemik di seluruh dunia.
Morfologi dan Struktur Virus
 HIV viruses are members of the Lentivirus
genus of the family Retroviridae related to the
Simian Immunodeficiency Virus SIV.
ORIGIN
 HIV pada manusia berasal dari simian virus di
pedesaan Afrika  kemungkinan karena
kontak langsung manusia dengan darah
primata terinfeksi.
 Transmisi ke manusia terjadi berulang kali dari
masa ke masa  perubahan sosial, ekonomi,
tingkah lak pertengahan abad ke 20 
penyebaran HIV.
Gambar. Struktur HIV
HIV merupakan virus dengan envelope, dengan genome single-stranded RNA,
linear, positive sense, 9-10 kb. Virus mengandung 3 gen utama yaitu gag, pol, dan
env. Selubung virus terdiri dari glikoprotein yaitu gp 120, dan gp 41.
Gambar . Susunan dan struktur genetik HIV.
HIV mempunyai RNA yang terdiri dari dua subunit identik (9200 pasang basa)
dengan tiga gen utama (gag, pol, dan env) serta beberapa gen tambahan (LTR,
tat, rev, vif, vpr, vpu, dan nef).
Klasifikasi
Ada 2 jenis HIV, yaitu :
1. HIV type 1 (HIV-1)
2. HIV type 2 (HIV-2)
Perbedaan berdasarkan susunan genom dan
hubungan filogenetik dengan lentivirus
primata lainnya.
HIV-1

Terdiri dari 3 grup:

"major" group (or group M)  majority of globally prevalent HIV strains

"outlier" group (or group O)

"non-M/non-O) group (or group N).


Each of these "groups" is thought to be the result of a separate chimpanzee-
to-human transmission event, with intra-group diversification into the
"subtype" clades resulting in the human population after each transfer
event.
HIV-2
 In 1986, a second HIV virus, HIV-2, was isolated from patients with AIDS
in West Africa.
 The HIV-2 virus is similar to the HIV-1 virus in its morphology, cell
tropism, interaction with the CD4 cellular receptor, in vitro cytopathic
effect on CD4 cells, overall genomic structure, transmission route, and its
ability to cause AIDS.
 However, HIV-2 is LESS PATHOGENIC than HIV-1, and HIV-2
infections have a longer latency period with slower progression to disease,
lower viral titers, and lower rates of vertical and horizontal transmission.
 HIV-2 is endemic to West Africa but HIV-2 infections, at a low frequency
compared to HIV-1, have been identified in the USA, Europe, Asia, and
other regions of Africa.
 HIV-2 is classified into 7 genetic subtypes A-G with most infections
caused by subtypes A and B.
Clinical implications of genetic
diversity of HIV
 The genetic diversity has major impact on the diagnostic and therapy of
HIV:
 diagnostic tests have to identify all strains, subtypes and CRFs of HIV to ensure safe
diagnostic.
 Also antiviral drugs need to be equally effective for the different HIV strains.
 The genetic variability of HIV is one reason vaccine development has been such a
scientific challenge.
 However, as well as variation between populations, HIV is constantly
mutating within individuals, and this has important clinical and public
health implications.
 Since 1995/96, when antiretrovirals were widely introduced, an increase in
resistance mutations in newly infected people has been reported in the
Americas and Europe. New multidrug-resistant strains are now beeing
documented.
Reseptor

 Molekul CD4
 Jadi HIV menginfeksi semua sel yang
memiliki molekul CD4 di permukaannya 
sel Th, monosit, makrofag, sel Langerhans, sel
dendritik folikular dan mikroglia.
Replikasi Virus
 Infeksi HIV dimulai dengan adsorpsi virion dimana virus bebas dan
yang terinfeksi dengan HIV masuk ke tubuh.
 Envelope virus gp120 menempel pada CD4 receptors, dengan
bantuan coreceptor, CCR-5 atau CXCR4  virus menembus sel,
isinya masuk ke sel
 Envelope berfusi dengan membran sel plasma  nti yang bagian
dalam dipindahkan, membebaskan retroviral RNA
 terjadi reverse transcriptase, partikel subviral dalam sel yang
terinfeksi dan produk double-stranded DNA ditransportasikan ke
dalam nukleus
 terjadi integrasi dengan DNA kromososm sel host
 terjadi transkripsi yaitu sel yang terinfeksi terpisah, DNA virus
membaca dan memulai pembentukan mRNA yang ditranslasi
menjadi protein virus dalam sitoplasma dan sel yang terinfeksi
 assembly yauti terjadi rangkaian ikatan protein virus
 partikel virus mulai budding dari sel dan lepas sebagai partikel
imatur
 virus imatur bebas dan menginfeksi sel
Patogenesis
Perjalanan Infeksi HIV
 Stadium-stadium yang terjadi antara lain :
 infeksi primer
 penyebaran virus ke organ-organ limfoid
 masa laten klinis
 peningkatan ekspresi HIV
 timbul gejala klinis
 kematian
 Lama waktu antara infeksi primer dan perkembangan
penyakit klinik rata-rata sekitar 10 tahun
 Kematian biasanya terjadi dalam 2 tahun setelah mulai
timbul gejala klinik.
Patogenesis
 Setelah infeksi primer  infeksi mukosal sampai
mulainya viremia (4 – 11 hari)  viremia terdeteksi
selama sekitar 8-12 minggu
 Virus tersebar secara luas di seluruh tubuh selama
waktu ini, termasuk organ limfoid.
 Sindroma seperti mononukleosis akut dapat terjadi
pada banyak pasien (50-75%) dalam waktu 3-6
minggu setelah infeksi primer
 Terjadi penurunan jumlah sel T CD4 sirkulasi yang
cukup bermakna pada waktu awal ini.
Patogenesis
 Respons imun terhadap HIV terjadi 1 minggu sampai
3 bulan setelah infeksi (antibody-dependent cellular
cytotoxicity activity and HIV-specific cytotoxic T-
lymphocytes become detectable sooner than do
neutralizing antibodies)  penurunan viremia plasma
jumlah sel CD4 kembali naik
 Namun demikian, respons imun tidak dapat
mengatasi infeksi secara keseluruhan, dan sel yang
terinfeksi HIV menetap dalam kelenjar getah bening.
Patogenesis
 Masa laten klinik dapat berlangsung selama 10 tahun.
 Masa laten  replikasi virus dalam jumlah besar  10 milyar
partikel HIV dihasilkan dan dihancurkan tiap harinya 
sistem mun mengalami kerusakan secara berlahan-lahan 
peningkatan jumlah virus dan penurunan sel CD4 dalam
sirkulasi.
 Terjadi pula gangguan sistem imun  hipersensitifitas tipe
lambat kulit hilang, aktivitas sel natural killer dan sel T
sitotoksik menurun, dan gangguan aktivasi poliklonal oleh sel
B.
 Akhirnya  gejala klinis (infeksi oportunistik atau
neoplasma).
Patogenesis
 Mekanisme infeksi HIV  imunosupresi  masih
belum jelas:
 Sel Th dihancurkan langsung oleh virus
 Th diinduksi untuk bunuh diri (apoptosis, programmed cell
death) oleh HIV
 Th dibuat rentan terhadap serangan imunitas oleh sel Tc
 Kerusakan kelenjar limfoid, timus dan stem cell
 Infeksi sel dendritik  gangguan antigen presentation
 Molekul imunosupresif yang dikode oleh virus
Patogenesis
 Monosit dan makrofag otak dapat pula
terinfeksi disertai dengan:
 Pelepasan sitokin  toksik terhadap sel neuron
 Pelepasan chemotactic factor  infiltrasi sel otak
oleh sel-sel inflamatori
 Ensefalopati HIV, neuropati perifer dan kompleks
demensia AIDS
Patogenesis
Gambar. Perjalanan infeksi HIV yang khas.
Selama masa awal setelah infeksi primer, terjadi penyebaran virus yang luas
dan penurunan tajam jumlah sel T CD4 di darah tepi. Respons imun terhadap
HIV, dengan penurunan viremia yang dapat terdeteksi, akan diikuti dengan
masa laten klinik yang panjang. Hitung sel T CD4 terus menurun selama
tahun-tahun selanjutnya sampai tercapai kadar kritis di bawah kadar di mana
terdapat resiko substansial terhadap penyakit oportunistik.
Gejala Klinis
 Gejala infeksi akut:
 Mononukleosis ringan
 Gejala tidak khas
 demam, mual, sakit kepala, malaise, limfadenopati,
maculopapular rash dan keringat malam.
 AIDS ditandai dengan supresi hebat sistem
imun dan timbulnya berbagai infeksi
opotunistik berat dan neoplasma yang tidak
lazim (sarkoma Kaposi).
Gejala Klinis
 Pada dewasa gejala yang lebih serius sering kali
didahului oleh gejala prodormal:
 fatigue
 malaise
 penurunan berat badan
 demam
 napas pendek
 diare kronik
 bercak putih pada lidah (leukoplakia berambut, kandidiasis oral)
 Limfadenopati
 Gejala penyakit pada saluran pencernaan mulai dari
esofagus sampai kolon merupakan penyebab utama
dari debility
Gejala Klinis
 Gangguan neurologis:
 Sering terjadi
 40 – 90%  menunjukkan gejala neurologis
 Ensefalitis suakut, vakuolar mielopati, meningitis aseptik dan neuropati
perifer
 Demensia AIDS kompleks  25 – 65% pada manifestasi akhir AIDS
 memori jelek, susah konsentrasi, apati, retardasi psikomotor dan
perubahan perilaku. Angka tahan hidup rata-rata setelah demensia berat
 < 6 bulan.
 Infeksi oportunis yang merangsang sistem saraf  toxoplasma,
cryptococcus.
Gejala Klinis
 Infeksi oportunistik:
 Morbiditas dan mortalitas pada pasien AIDS 
infeksi opportunistik  karena rendahnya sistem
imun humoral dan seluler dari pasien.
 Infeksi bukan karena infeksi baru tapi oleh karena
reaktivasi mikroorganisme yang selama ini
dormant didalam tubuh host selama bertahun-
tahun.
 Terjadi bila: CD4 turun menjadi < 200 sel/l
Infeksi oportunistik
1. Bacterial dan Mycobacterial : 4. nfeksi Virus
 Mycobacterium Avium Complex  Cytomegalovirus (CMV)
(MAC, MAI)  Hepatitis
 Salmonellosis  Herpes Simplex (HSV, genital herpes)
 Syphilis and Neuroshyphilis  Herpes Zoster (HZV, shingles)
 Turberculosis (TB)  Human Papiloma Virus (HPV, genital
 Bacillary angiomatosis (cat scratch warts, cervical cancer)
disease)  Molluscum Contagiosum
2. Infeksi Fungi  Oral Hairy Leukoplakia (OHL)
 Aspergillosis  Progressive Multifocal
 Candidiasis (thrush, yeast infection) Leukoencephalopathy (PML)
 Coccidioidomycosis
 Cryptococcal Meningitis
 Histoplasmosis
 Pneumocystis Carinii Pneumonia (PCP)
3. Infeksi Protozoal
 Cryptosporidiosis
 Isosporiasis
 Microsporidiosis
 Toxoplasmosis
Gejala klinis
 Hubungan immunodeficiency  keganasan  banyak
ditemukan.
 30-40% pasien dengan HIV akan menderita kanker selama
sakit.
 Tahun 1987, (direvisi tahun 1993) CDC keganasan yang
berhubungan dengan AIDS menjadi :
 Kaposi’s sarcoma (KS)

 non-Hodgkin’s lymphomas (NHL)

 primitive cerebral lymphoma

 invasive squamous carcinoma of the uterine cervix.


Sarkoma Kaposi
 KS-associated herpes virus (KSHV) atau
Herpes virus 8 (HHV-8)
 ditemukan tahun 1994
KS kutaneus
 Mulai pada ekstremitas  telapak tangan dan telapak kaki
 berbentuk infiltrat
 lesi berwarna coklat atau anggur yang tidak hilang bila ditekan ,kadang-kadang
sangat nyeri.
 Membran mukosa sisi dimana lesi pertama berada, seperti palatum (langit-
langit).
 Pada bentuk lanjut lymphedema terdapat pada ekstremitas bawah atau muka
KS Visceral
 Semua organ  saluran cerna dan paru-paru.
 Lesi digestif : mucous dan nodular  pada 50-70%
pasien
 Hemorrhaging dan gejala enteropathic kadang-kadang
tidak aktif.
 Lokasi pulmonar  20-50% pasien sering diragukan
dengan infeksi opportunistik.
 Diagnosis  CT Scan dada.
 Perubahan ditandai perdarahan repetitif dan asfiksia
yang cepat, menyebabkan kematian .
 Bentuk pulmonar ini resisten terhadap chemotherapy.
Diagnosis Laboratorium
 Isolasi virus
  dari limfosit darah perifer
 Serologi
 Serokonversi setelah 3 -4 mg  window period
 Kebanyakan baru terdeteksi setelah 6 – 12 mg
 Semua positif setelah 6 bulan
 Metode : enzymed-linked immunoassay (EIA) & western blot
(konfirmasi)
 Sensitifitas dan spesifisitas > 98%
 Deteksi asam nukleat atau antigen virus
 RT-PCR, DNA PCR,
 Sangat sensitif
Perjalanan Infeksi HIV Tanpa
Pengobatan
Epidemiologi
 tahun 1981 pertama kali ditemukan di AS
homoseksual
 20 tahun kemudian, AIDS telah menjadi
epidemik yang terus meluas
Gambar. Peta jumlah total populasi penderita HIV/AIDS akhir tahun 2003
Epidemiologi
 HIV ditularkan melalui :
 kontak seksual (termasukgenital-oral sex)
 Meningkat pada homoseksual
 Berganti pasangan
 pemaparan darah atau produk darah yang
terkontaminasi dengan cara parenteral (efektif)
 dari ibu ke anaknya selama masa perinatal.
 13 -40% (tanpa terapi)
 Intautero, saat kelahiran, menyusui
Epidemiologi
 Adanya penyakit yang ditularkan secara
seksual, seperti sifilis, gonoroe, atau
chancroid, meningkatkan resiko penularan
HIV seksual sebanyak seratus kali lipat
 Diduga, proses peradangan dan ulkus akan
memudahkan pemindahan sel yang terinfeksi
Epidemiologi
 HIV tidak ditularkan dengan cara
 kontak langsung (bersentuhan)
 memeluk
 berciuman
 batuk
 bersin
 gigitan serangga
 air
 makanan
 perabotan (utensils)
 kamar mandi
 kolam renang
 kamar mandi umum.
Epidemiologi
 Tranfusi darah atau produk darah yang infeksius
merupakan jalur efektif untuk penularan virus
 Sebagai contoh, lebih dari 90% pasien hemofili
yang menerima faktor pembekuan terkonsentrat yang
terkontaminasi di AS (sebelum HIV dideteksi)
membentuk antibodi terhadap HIV
 Pengguna obat narkotika seringkali terinfeksi melalui
penggunaan jarum yang terkontaminasi.
Pencegahan Infeksi HIV
 Vaksin: masih dalam penelitian
 Semua pasien tetap terinfeksi seumur hidup
 Menghindari kontak seksual dengan penderita atau
tersangka AIDS dan orang dengan riwayat IVDU
 Tidak berbagi sikat gigi, pencukur dan alat lain
yang terkontaminasi cairan tubuh
 Mitra seksual multipel atau hubungan seksual
dengan orang yang mempunyai banyak teman
kencan seksual, memberikan kemungkinan lebih
besar mendapat AIDS
Pencegahan Infeksi HIV
 Cara hubungan seksual tertentu terutama yang dapat
merusak selaput lendir rektal dapat memperbesar
kemungkinan mendapat AIDS.
 Memberantas penggunaan IVDA dan melarang
menggunakan jarum suntik bersama.
 Screening darah pendonor
 Semua orang yang termasuk resiko tinggi AIDS tidak
menjadi donor
 Para dokter harus ketat mengetahui indikasi medis
transfusi darah.

Anda mungkin juga menyukai