menjadi 8,5% pada tahun 2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Hal ini menunjukan
kualitas diagnosis TB anak masih sangat bervariasi pada level provinsi. (Juknis
Manajemen Anak, 2013).
Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat terutama di Kota
Cirebon angka kejadian TB paru tahun 2012 kasus baru ada 769 orang, kasus
lama ada 9 orang. Angka kematian berjumlah 4 orang. Pada jenis penyakit
rawat inap 10 teratas yaitu TB paru pada urutan ke 8 yaitu sebanyak 2,57% tahun
2011 untuk usia 5-44 tahun (Profil Kes. Pov. Jabar, 2012).
Berdasarkan observasi di Ruang Kemuning RSUD Gunung Jati Kota Cirebon
masalah keperawatan yang sering muncul pada kasus TB paru yaitu masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas ditandai dengan terdapat batuk yang
disertai suara nafas tambahan (crackles), adanya perubahan irama dan
frekuensi nafas, terdapat kesulitan mengeluarkan dahak dan dypsnea
(NANDA,2012).
Ada berbagai intervensi untuk menurunkan dypsnea pada masalah
keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas, baik dengan tindakan
farmakologis dan non farmakologis. Pada tindakan farmakologis dengan
kolaborasi pemebrian obat intravena dengan golongan theophyline
ethilenodiaminie (aminopilin), nebulizer (via inhalasi) dan bronkodilator. Pada
tindakan non farmakologis dengan mengatur posisi semi fowler, latihan nafas
dalam, batuk efektif, fisioterapi dada dengan teknik postural drainase perkusi
dan fibrasi dada, serta steam inhalation. (Doenges, 2005).
Tujuan penelitian
› Tujuan umum
› Tujuan khusus
Manfaat penelitian
› Aplikatif
› Keilmuan
› Metodologi
An. R (8 th) dirawat di ruang kemuning RSUD Gunung Jati Cirebon pada
tanggal 16 April 2016 dengan diagnosa medis DSS (Down Shock Syndrome)
perbaikan dan Suspek TB paru. Riwayat keluhan utama yaitu pasien demam
sudah 5 hari, demam naik turun, sudah berobat ke dokter namun masih saja
demam dan menggigil kemudian keluarga mempunyai inisiatif untuk membawa
ke Rumah Sakit Gunung Jati untuk mendapatkan penanganan langsung.
Riwayat kesehatan sebelum sakit pasien saat usia 9 bulan pernah mengalami sakit
flek paru (TB paru) dan sudah menjalani pengobatan 3 bulan dan dinyatakan
sudah sembuh. Didalam anggota keluarga pasien pernah ada yang menderita TB
paru dan tinggal 1 rumah dengan pasien. Setelah itu pasien hanya sakit biasa
seperti batuk, flu, diare jika makan jajanan yang bebas di warung sekolah. Saat
pengkajian pasien sudah dirawat selama 2 hari dan pada diagnosa medis DSS
sudah mengalami perbaikan, dan saat pengkajian terdapat diangnosa
keperawatan yang belum ada perubahan signifikan yaitu pada bersihan jalan
nafas ditandai dengan pasien mengatakan batuk berdahak sudah 2 hari dan
belum minum obat, 2 minggu yang lalu pasien juga batuk dan sudah minum obat
dan sembuh. Saat ini pasien mengalami susah untuk bernafas karena pasien flu,
hidung terasa tersumbat. Pasien mengalami penurunan nafsu makan, pasien
hanya makan 4 sendok 3x sehari dan minum 7 gelas sehari. Pasien terlihat
lemas. Pasien terpasang infus RL 2 jalur.
Data yang diperoleh saat pengkajian di Ruang Kemuning, An.R
demam dengan Suhu 38,4°C, pasien terlihat lemas, bibir kering,
kesadaran composmentis. Pada pengkajian nutrisi Antropometri
BB 20 Kg, TB 122 cm, Z score -2,055 (Berat Badan rendah/gizi
kurang). Biokimia pada hasil laboratorium darah WBC 5.6x103/ul
(N), RBC 4.22x106/ul (N), HGB 10.7 g/dl (↓), PLT 154.103/ul (N).
Clinical sign meliputi turgor kulit baik, membran mukosa kering,
pasien terlihat lemas. Diet yang diberikan bubur kasar, diet
Tinggi Kalori Tinggi Protein. Tanda-tanda vital Nadi 110 kali/menit,
RR 26 kali/menit irama reguler, auskultasi crackles, dypsnea
tingkat 2 ditandai dengan An. R merasa sesak saat pergi ke
kamar mandi, An. R melakukan aktivitas diatas bed.
Evaluasi tanggal 20 April 2016 untuk diagnosa ketidakefektifan pembersihan jalan nafas
yaitu auskultasi paru crackels masih ada, jumlah berkurang, pasien terlihat nyaman, N
110 kali/menit, RR 22 kali/menit, dypsnea tingkat 1 ditandai dengan An. R dapat pergi
ke kamar mandi tanpa sesak, mulai dapat melakukan makan dan minum sendiri, T
36,1°C. Keluarga mengatakan pasien batuk berdahak berkurang, keluarga mampu
melakukan steam inhalation secara mandiri.
Pemberian steam inhalation terbukti efektif pada An. R dengan dikolaborasikan
dengan pemberian cairan infus RL 2 jalur 15 tpm, ceftriaxon (iv) 2x500 mg,
ranitidin (iv) 2x ½ ampul, paracetamol (iv) 250 mg k/p, ambroxol (syr) 3x1 cth,
latihan batuk efektif, memberikan pendkes tentang lingkungan yang bebas asap
rokok dan menganjurkan untuk minum air putih hangat dengan hasil penurunan
dypsnea dari tingkat 2 menjadi dypsnea tingkat 1 dengan An. R dapat pergi ke
kamar mandi tanpa sesak, mulai dapat melakukan makan dan minum sendiri.
Intervensi yang dilakukan untuk mengurangi dypsnea pada An. R yaitu dengan
steam inhalation. Sebelum dilakukan steam inhalation peneliti mengauskultasi
paru terlebih dahulu, menanyakan tentang sumbatan jalan nafas dan mengeluarkan
dahak. Setelah itu menyiapkan baskom yang berisi air panas dan diberi menthol 5
tetes, membuat corong menggunakan handuk, menyuruh An. R untuk menghirup
uap dari baskom selama 10 menit. Hal ini berbeda dengan pendapat Wong (2008)
bahwa teknik pemberian steam inhalation yang terlebih dahulu membuat corong
dari sebuah kertas yang digulung, adalah cara yang baik untuk menghirup uap dari
mangkuk. kemudian menempatkan air mendidih dengan suhu 42°C-44°C dalam
mangkuk, dihirup selama 10-15 menit dilakukan 2-4 kali sehari dan minyak kayu
putih ditambahkan ke air panas tersebut untuk meningkatkan efektifitas.
Hough (2001) yang menyatakan bahwa lendir akan mudah
keluar dari saluran pernapasan dengan penggunaan
penguapan atau steam inhalation untuk mengencerkan dahak,
sehingga seseorang akan merasa lendir atau dahak di saluran
napas hilang dan jalan nafas akan kembali normal.
Steam inhalation yang menggunakan uap air panas yang dicampur dengan menthol,
kemudian dihirup, uap air panas yang sudah ditetesi menthol dapat membuat
pernafasan menjadi lega, dypsnea berkurang, hidung yang tersumbat, namun pada
pasien yang mengalami batuk berdahak dapat menggunakan steam inhalation dan
dimodifikasi dengan latihan batuk efektif.
Bagi Orang Tua
Dengan diberikannya pengetahuan dan pendidikan kesehatan tentang steam
inhalation diharapkan keluarga mampu menerapkan steam inhalation dengan
kombinasi obat bronkodilator serta pengobatan rutin lainnya untuk dapat mengurangi
dypsnea pada anak dengan TB Paru, dan teknik steam inhalation dapat digunakan
pada anggota keluarga lain sebagai pertolongan pertama dalam mengurangi
dypsnea.