Anda di halaman 1dari 37

ABORSI

Annisa Aryani Tarigan (1102014030)


Annisa Fitri Bumantari (1102014032)
Gemia Clarisa Fathi (1102014114)
1. Pengertian Abortus
• Aborsiberasal dari bahasa Inggris; abbortion, artinya
pengguguran kandungan.
Beberapa definisi:
• Berbagai buku teks kedokteran: “Lahirnya embrio atau fetus
sebelum dia mampu hidup (viable) diluar kandungan, dengan
berat badan fetus dibawah 500 gram.”
• Menurut Wignjosastro: “Berhentinya (mati) dan
dikeluarkannya kehamilan sebelum usia 20 minggu (dihitung
dari haid terakhir) atau berat janin kurang dari 500 gram atau
panjang janin kurang dari 25cm. Pada umumnya aborsi terjadi
sebelum kehamilan tiga bulan”
• Dalam bahasa Arab pengguguran kandungan disebut al-Ijhadl,
bentuk mashdar dari ajhadla, yang berarti perempuan yang
melahirkan janinnya secara paksa dalam keadaan belum
sempurna penciptaannya.
2. Pembagian Aborsi
Dilihat dari sudut kejadiannya, dibedakan menjadi
dua kelompok:

2. Abortus provocatus, abortus yang disengaja


(induced abortion) yaitu aborsi yang memerlukan
1. Abortus spontan, abortus intervensi dari luar. Terbagi lagi atas dua kelompok:
yang terjadi secara spontan
a. Abortus provocatus medicinalis yaitu abortus
(spontaneous abortion) yaitu
yang sengaja dilakukan oleh tenaga medik karena
terhentinya kehamilan tanpa
alasan medik
intervensi apapun dari luar.
b. Abortus provocatus criminalis yaitu abortus
yang dilakukan bukan karena alasan medik.
3. Sebab Melakukan Aborsi
Diluar konteks pembahasan tentang hukum
melakukannya, Jurnalis Uddin mencatat
sekurangnya ada 10 alasan orang melakukan aborsi.
Diantaranya:
• KB gagal walau cara KB-nya telah dikonsultasikan
dengan dokter secara intens
• Si ibu menderita sakit fisik dan jiwa berat, sehingga
jika kehamilan dilanjutkan, menurut dokter yang
menanganinya akan membahayakan nyawanya
• Kehamilan terjadi karena perkosaan
• Kehamilan karena incest
• Karena himpitan tekanan ekonomi yang berat
• Kelahiran yang dapat mengundang resiko kepada siibu
hamil seperti usia ibu hamil yang makin menua atau
kehamilan dengan komplikasi
• Janin yang dikandung mempunyai cacat genetik
• Anak gadis hamil diluar nikah
• Perempuan hamil pada usia yang sudah tua atau terlalu
muda yang mengakibatkan kelainan kehamilan dan
persalinan yang bisa berakibat tidak baik
• Si perempuan belum mau hamil karena sedang
menyelesaikan pendidikan atau ingin mengejar karier
yang lebih baik.
4. Aborsi dalam UU dan Etika Kedokteran

Dalam praktik kedokteran adakalanya abortus


memang perlu dilakukan, namun dalam sumpah
dokter dinyatakan bahwa “dokter wajib
menghormati kehidupan sejak saat pembuahan”
teks inilah yang sering dijadikan sebagai dasar
bahwa tindakan aborsi itu dilarang.
Di Indonesia aturan tentang pengguguran kandungan diatur dalam Kitab
UU Hukum Pidana (KUHP),
Pasal 346: “yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya
atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.”
Pasal 347:
1) “Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.”
2) “Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
Pasal 348:
1) “Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.”
2) “Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”
Pasal 349: “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, 347 dan 348 maka pidana yang ditentukan dapat ditambah
dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian”

Selanjutnya dalam UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 Pasal 15 disebutkan bahwa dalam
keadaan darurat untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat
dilakukan tindakan medis tertentu. Tindakan tersebut dilakukan dengan empat syarat,
yaitu:

a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan


tersebut

b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk


itu sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan
Tim Ahli

c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau


keluarganya

d. Pada sarana kesehatan tertentu

Berdasarkan pasal dan ayat diatas, sebagaimana disebutkan dalam KUHP diancam 1-15
tahun hukuman penjara dan UU no. 23 tahun 1992 (yang mengancam hukum penjara 15
tahun dan denda Rp. 500.000.000)
5. Hukum Aborsi
5.1. Hukum Aborsi Menurut Ulama Klasik
1. Golongan yang mengharamkan pengguguran pada setiap
tahap pertumbuhan janin sebelum diberi nyawa (Nuthfah,
‘alaqah dan mudhghah. Alasannya antara lain, hadist Nabi
yang menyatakan:
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ra., ia berkata:
“Rasulullah SAW pernah menceritakan kepada kami,
beliau seorang yang benar serta dapat dipercaya (beliau
bersabda) bahwa kejadian kalian dikumpulkan didalam
perut ibunya selama empat puluh hari. Kemudian ia
menjadi alaqah selama empat puluh hari dan kemudian
menjadi mudghah selama empat puluh hari, kemudian
Allah SWT. Mengutus malaikat untuk meniupkan
roh...”(HR. Al-Bukhari)
2. Golongan yang membolehkan pengguguran pada salah satu
tahap dan melarang pada tahap yang lain. Atau melarang pada
satu tahap dan membolehkan pada tahap yang lain.
• Makruh pada tahap nuthfah dan haram pada ‘alaqah dan
mudlghah. Ini adalah pendapat Ulama Malikiyah dan
Ulama al-Syafi’iyyah menyebutnya sebagai makruh tanzih
dengan syarat pengguguran itu dilakukan seizin suami
• Dibolehkan pada tahap nuthfah dan haram pada tahap
‘alaqah dan mudlghah
• Boleh pada tahap nuthfah dan a’laqah dan haram pada
tahap mudlghah
Ada juga ulama yang membagi hukum abortus berdasarkan usia
kehamilan yang tidak termasuk dalam kategori darurat syar’iyyah usia
kehamilan, yaitu sebagai berikut:
• Abortus pada usia kehamilan 40 hari. Hukum abortus pada tahap ini
ada dua pendapat:
Hukumnya haram, tidak boleh dilakukan.
Diperbolehkan
• Abortus pasca usia kandungan 40 hari , sebelum 120 hari. Hukum
abortus pada fase ini terdapat beberapa pendapat:
Haram mutlak.
Hukumnya boleh
• Pasca peniupan ruh

Ulama sepakat mengharamkan pengguguran kandungan saat


janin telah ditiupkan ruh, pada usia empat bulan.
Alasan Ulama yang membolehkan abortus pada fase
nuthfah, haram pada fase ‘alaqah dan mudlghah, berdalil
pada hadits Nabi: “Apabila nuthfah telah melalui masa 42
malam, Allah akan mengutus kepadanya Malaikat untuk
memberi bentuk, menciptakan pendengaran, penglihatan,
kulit,daging dan tulang-belulang...”(HR Muslim)
3. Golongan yang membolehkan abortus pada setiap
fase sebelum pemberian nyawa. Diantara alasannya
adalah:
a. Setiap yang belum diberi nyawa tidak akan
dibangkitkan Allah dihari kiamat. Setiap yang tidak
dibangkitkan berarti keberadaannya tidak
diperhitungkan sehingga tidak ada larangan untuk
menggugurkannya.
b. Janin yang belum diberi nyawa tidak tergolong
sebagai manusia.
Dari beberapa pendapat para Ulama dapat disimpulkan bahwa aborsi
sebelum peniupan ruh, sebelum berusia empat bulan adalah:
1. boleh, dengan alasan belum ada makhluk bernyawa
2. makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan
3. haram, karena dianggap merampas hak hidup
Adapun aborsi yang dilakukan setelah usia kandungan empat bulan,
semua Ulama sepakat bahwa perbuatan tersebut hukumnya haram.
Namun jika darurat, misalnya secara medis diketahui bayi yang berada
alam kandungan akan mengancam keselamatan hidup ibunya, maka
boleh dilakukan aborsi demi menyelamatkan nyawa si ibu sesuai dengan
kaidah Islam “memilih risiko yang lebih ringan diantara dua risiko.”
5.2 Pendapat ulama kontemporer tentang aborsi
• Aborsi sebelum nidasi adalah boleh, namun hukum aborsi setelah nidasi
adalah haram. Semua sepakat aborsi setelah nafkh al-ruh adalah haram.
• Menururt Syeikh Mahmud Syaltut, Yusuf Al-Qaradhawi dan sejumlah ulama
mesir ; aborsi pasca nafkh al-ruh adalah dipandang sebagai tindak pidana (
bagi sang ibu maupun perkerja medis)
• Menururt Sa’id Ramadhan al-Buthi ; seluruh ulama menyatakan abortus
sesudah usia kandugan 120 adalah haram kecuali berdasarkan alasan
tertentu seperti anak terancam cacat, terancam nya nyawa ibu, merugikan
anak yg sedang menyusui dll.
1. Hak janin : sebelum 40 hari / produk kehamilan masih merupakan tetes
benih kehidupan (tanpa nyawa). Setelah penyawaan aborsi dilarang.
2. Hak orang tua : mereka berhak menentukan untuk melanjutkan atau
mengakhiri kandungan dalam 40 hari atas persetujuan bersama. Tetapi
kalau aborsi membhayakan si ibu, tidak diperbolehkan.
3. Hak masyarakat : masyarakat boleh turun tangan apabila kelaziman
melampaui batas.
Majlis Haiah Kibar al- Ulama Arab Saudi tahun 1407 H.
mengeluarkan fatwa :
• Tidak boleh melakukan abortus pada semua fase kehamilan
• Diperbolehkan abortus bila kandungan berusia kurang dari
40 hari dengan alasan kemashlahatan secara syar’I. Namun
untuk sebatas kekhawatiran ekonomi, pendidikan atau
masa depan maka tidak diperbolehkan.
• Tidak boleh melakukan aborsi bila kandungan sudah pada
fase alaqah, mudghah kecuali membahayakan si ibu.
• Tidak boleh mengggugurkan kandungan bila usia
kehamilan sudah lebih dari 4 bulan kecuali untuk
kemashlahatan.
5.3 Pendapat Ulama Indonesia terhadap Hukum Aborsi

Fatwa dari MUI : “pengngguguran kandungan


termasuk MR (menstrual Regulation) dengan cara
apapaun dilarang oleh jiwa dan semangat ajaran
islam (haram) baik dikala janin sudah bernyawa
maupun belum bernyawa (kurang dari 4 bulan)
karena perbuatan itu merupakan pembunuhan
terselubung yang dilarang oleh syariat islam kecuali
untuk menyelamatkan nyawa si ibu”
Pada 21 Mei 2005, MUI kembali mengeluarkan fatwa tentang aborsi,
secara khusus ada tambahan pembolehan nya:
Pertama : ketentuan umum
1. Darurat : suatu keadaan dimana seseorang apabila tidak
melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mati atau
hampir mati.
2. Hajat : suatu keadaan dimana seseorang apabila tidak melakukan
sesuatu yang diharamkan maka ia akan mengalami kesulitan
besar.
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Aborsi adalah haram hukum nya sejak terjadinya implantasi
blastosis pada dinding Rahim ibu (nidasi)
2. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat
maupun hajat.
a. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan
aborsi adalah:
• Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut,
TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lain nya yang harus
ditetapkan oleh tim dokter
• Dalam keadaan dimana kehamilan mengancam nyawa si ibu.

b. Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat memboleh


kan aborsi adalah ;
• Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang bila lahir sulit
disembuhkan
• Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh tim yang berwenang yang
didalam nya terdapat antara lain keluarga korban, dokter dan ulama.
c. Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan
sebelum janin berusia 40 hari. Alasan MUI menjadikan usia kandungan 40
hari sebagai batas waktu pembolehan aborsi adalah karena janin telah
lengkap saat berusia 42 hari, 6 hari minggu, sesuai dengan pandangan
para embriologi modern. Fase kandungan usia 40 hari: nuthfah, 40 hari
kedua: alaqah, 40 hari ketiga mudghah dan roh ditiupkan setelah janin
berusia 4 bulan tersebut
Aborsi haram hukum nya dilakukan pada kehamilan yang terjadi
akibat zina.
Namun demikian, sekiranya yang bersaangkutan dapat bersabar dan
dan tawakal maka lebih baik sebagimanan disebutkan dalam surat
al- zumar ayat 10:

Katakanlah : “Hai hamba-hamba Ku yang beriman bertakwalah


kepada Tuhan mu. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini
memperoleh kebaikan dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguh
nya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala
mereka tanpa batas”
6. Berbagai Alasan Aborsi dalam Perspektif Islam
6.1 Aborsi Karena Darurat

• Ulama sepakat, diperbolehkan abortus jika benar-benar


dalam keadaan darurat, dengan syarat kedaruratan nya
itu pasti, bukan sekedar dugaan, sesuai dengan kaidah
hukum islam bahwa sesuatu yang diperbolehkan karen
darurat diukur sesuai dengan kadar kedaruratan nya.
• Dokter dibolehkan melakukan abortus dan mengupayakan
penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan
kehidupan adalah sesuatu yang sangat dianjurkan
dalam Islam, abortus dalam kondisi seperti ini
termasuk upata pengobatanm sebagaimana Nabi
menganjurkan untuk berobat.
6.2. Aborsi Akibat Zina
Dalam al-quran ditegaskan bahwa setiap orang tidak
menanggung dosa orang lain. Untuk menetapkan hokum
pengguguran kandungan akibat perbuatan zina, perlu
dilihat motif yang mendorong wanita (pezina) untuk
menggugurkan kandungannya pada umumnya untuk
menutup aibnya, dan janin menjadi korban atas
perbuatan dosanya, sedangkan si janin sendiri tidak
mempunyai andil didalamnya. Ajaran islam tidak
membolehkan mengorbankan kehidupan yang suci demi
menutupi dosa yang diperbuat orang lain.
Bila ada legalisasi hokum untuk melepaskan aibnya,
maka hilanglah efek yang dapat mencegahnya dari
perbuatan buruk, dan terbukalah jalan untuk terus
berbuat. Maka, dalam islam kehamilan akibat dari seks
bebas harus dipertahankan sampai waktu kelahiran tiba.
6.3. Aborsi Akibat Perkosaan
Ulama berbeda pendapat tentang hukum abortus akibat
perkosaan.
Perlu dipertimbangkan beberapa hal yang berkaitan dengan
terjadinya perkosaan. Jika kandungan tetap dipelihara, siapkah
si ibu menerima kelahiran bayi dari seorang pemerkosa?
Dalam kasus ini Abul Fadl Mohsin Ebrahim berrpendapat,
aborsi bisa dibenarkan, mengikuti pendapat para ulama klasik
berdasarkan kaidah hukum islam:
“Melaksanakan darurat yang lebih ringan dari dua darurat
adalah wajib”
Bagi korban aborsi akibat perkosaan dapat mengakibatkan
stress berat, kalau tidak digugurkan akan mengalami sakit jiwa
atau gila sebagai dampak psikologis, maka hukumnya
diperbolehkan.
Said Muhammad Ramadhan al-Buthi tetap berpendirian bahwa
menggugurkan kandungan karena zina termasuk perkosaan tetap
haram. Keharaman ini berlaku dalam keaadaan apapun, baik
sebelum atau sesudah pemberian roh dalam tahap pertumbuhan
janin, berdasarkan ayat al-Qur’an:
“….dan seseorang tidak akan memikul dosa orang lain..” (QS. Al-
Isra: 15)

Dalam majalah al-Buhuts al-Islamiyah al-mu’shirah tahun 5, nomor


17, dikemukakan bahwa wanita hamil di luar nikah atau akibat
perkosaan menghadapi persoalan besar. Karena ia dihadapkan
pada dua masalah:
• Untuk menutupi aib dan rasa malu kepada masyarakat

• Mempertahankan kandungannya, dengan menanggung rasa malu


da naib terhadap masyarakat seumur hidupnya
6.4. Kemungkinan Bayi Lahir Cacat
Dalam menentukan hukumnya, ulama diperhadapkan berbagai
kemungkinan:
• Terdapat kemungkinan janin lahir dengan membawa
penyakit yang diturunkan secara genetis
• Dicurigai adanya cacat bawaan lahir

• Suatu diagnosis kandung kemih terhadap janin menunjukkan


adanya kelainan parah yang tidak sesuai dengan kehidupan
Para ulama berpendapat aborsi karena alasan indikasi cacat pada
si janin tetap tidak diperbolehkan. Sesuai dengan fatwa Darul Ifta
di Riyadh yang secara meyakinkan menyatakan bahwa aborsi
dengan alasan-alasan diatas tidak dibolehkan.
Dalam pandangan islam, janin cacat dipandang tetap
mulia, meski pada umumnya setiap wanita tidak siap
menerima kenyataan kelainan pada anak yang
dilahirkannya. Di sisi lain, jika tindakan aborsi
terhadap anak yang diduga cacat diperbolehkan,
dampaknya akan muncul pembenaran tindakan
mengakhiri kehidupan terhadap orang-orang cacat
atau terhadap orang tua yang sudah tidak produktif
lagi, jelas ini bertentangan dengan prinsip-prinsip
islam.
Dalam buku kumpulan Fatwa Al-Hashr (Syeikh Al-Azhar)
dikemukakan bolehnya aborsi janin yang menurut medis akan
membawa cacat dan penyakit bawaan yang berbahaya dengan
syarat:
• Penyakit/cacat tersebut tidak mungkin lagi diobati secara
medis
• Didasarkan pada analisis tim medis yang akurat dan
kaidah-kaidah ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan
• Akan menyalahi kehidupan biasa yang berlaku umum

Dalam majalah al-Buhuts al-Islamiyah al-Mu’ashirah tahun 5,


nomor 17, disebutkan pula boleh abortus pada kehamilan
sebelum berusia 120 hari karena cacat. Alasannya janin belum
dapat dikategorikan sebagai makhluk manusia karenaa belum
ditiupkan ruh
7. Hukuman bagi Pelaku Abortus

Semua mazhab sepakat diitetapkan hukumannya dalam bentuk al-


Ghurrah maupun Diyat kamilah dengan kaffarah, bergantung pada
usia janin pada saat penyerangan terjadi.
Hukum islam mewajibkan membayar diyat secara sempurna
kepada seseorang yang memukul perut wanita hamil, jika
menyebabkan melahirkan bayinya dalam keadaan hidup namun
kemudian mati akibat pukulan tersebut.
Sedangkan jika ia lahir mati maka wajib membayar ghurrah
sebagai denda atas kelengahannya. Di samping membayar diyat
atau ghurrah, si pemukul diwajibkan membayar kaffarah, yaitu
memerdekakan budak yang beriman.
8. Sanksi Aborsi Pasca Peniupan Ruhh

a. Diyat
Empat mazhab sepakat bahwa setiap serangan yang
ditujukan kepada janin digolongkan sebagai setengah
sengaja bila penyerang sengaja melakukannya, dan
merupakan kekhilafan jika ia tidak sengaja. Pembayar
diyat kamilah dapat dilakukan terhadap keluarga korban
dalam bentuk 100 ekor unta, atau 1000 dina, atau 12.000
dirham. Jika pihak wanita hamil sendiri yang menjadi
penyeranag, maka dia bertanggungjawab untuk membayar
uang tebusan lengkap kepada ahli waris janin, dan dia
sendiri tidak berhak mendapatkannya, ia telah kehilangan
hak waris karena membunuh.
b. Ghurrah
• Ulama sepakat bahwa melakukan pemukulan terhadap
wanita hamil yang mengakibatkan keguguran, kejahatan
seperti itu dipandang sebagai kejahatan terhadap janin,
maka al-Ghurrah disini sama dengan diyat al-qathil
(pembunuh). Artinya, ghurrah menjadi hak janin yang
harus dibagikan kepada ahli warisnya. Jika yang
melakukan aborsi adalah si perempuan itu sendiri maka
ia diwajibkan membayar Ghurrah.
• Jika pengguguran dilakukan setelah janin bernyawa,
para ulama empat mazhab sepakat mewajibkan denda
(diyat) sempurna. Dengan catatan jika kehidupan janin
pada waktu digugurkan dapat dipastikan hidupnya.
c. Al-Kaffarah

• Sanksi bagi pembunuh, di samping kompensasi yang harus


dberikan juga harus membebaskan seorang budak sahaya
muslim. Tindakan ini disebut kaffarah yang berarti
penebusan dosa atau tobat. Jika tidak ada budak atau
hamba sahaya, orang yang bersalah diharuskan berpuasa
dua bulan berturut-turut.
• Mazhab Syafi’I dan Hambali menyatakan, kaffarah perlu
dibayarkan dalam kasus serangan terhadap janin bersama
pembayaran diyah kamilah. Dalam konteks dewasa ini,
kaffarah adalah puasa selama 2 bulan berturut-turut
d. Dokter dan Pihak-Pihak yang Membantu Abortus

Pertama, yang meminta supaya dilakukan pengguguran.


Kedua, yang melakukan pengguguran. Persoalan ini
terkait dalam ajaran islam yang menganjurkan
bekerjasama dalam kejahatan dan permusuhan, yakni
ayat:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al-Maidah:2)

Berdasarkan batasan diatas, maka hukuman akibat


kejahatan pengguguran dikarenakan kepada pelaku dan
juga yang membantu pelaksanaannya.
• Dari segi hukum pidana islam, seorang dokter, ahli kebidanan,
bidan, dukun bayi, atau siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan
aborsi harus bertanggungjawan. Jika aborsi dilakukan oleh dokter
setelah bulan keempat karena alasan non-teurapeutik maka dia
harus bertanggung jawab membayar sebagian dari jumlah diyah
kamilah dan harus bertobat atas perannya dalam kejahatan.
• Bila dokter melakukan aborsi itu sebelum bulan keempat dengan
alasan non-teurapeutik maka dia harus membayar ghurrah sebagai
kompensasi.
• Jadi, mereka yang terlibat dalam pelaksanaan aborsi janin untuk
alasan non-teurapeutik harus berbagi dalam membayar ghurrah
atau diyah kamilah sesuai kasusnya dan harus menanggung
kaffarah bila aborsi dilakukan setelah peniupan roh janin.
Kesimpulan
• Penghilangan nyawa hanya dibenarkan dalam rangka menegakkan hokum-
hokum Allah, atau haqq, seperti dalam rangka menjalankan hukuman
terhadap tindakan terhadap penyebar fitnah dan pembuat keonaran social,
murtad, jihad, dan menjalankan eksekusi (qishas) bagi terpidana mati.
• Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum abortus sebelum usia janin 120
hari. Perbedaan tersebut karena perbedaan pemahaman periodisasi
perkembangan janin, persoalannya, saat-saat itu sudahkah dapat disebut
dengan kehidupan atau baru tahap perkembangan. Pada periode setelah
ditiupkannya ruh, menurut kesepakatan ulama haram menggugurkannya,
kecuali ada alasan medis demi mempertahankan hidup si ibu
• Dalam konteks menghadapi berbagai persoalan social ekonomi, atau kasus
berat lain seperti perkosaan, pendapat-pendapat para imam tersebut dapat
dirujuk, sehingga kesulitan menyangkut kelahiran bayi dapat dipelihara
sebaik-baiknya, namun untuk melakukannya terlebih dahulu meminta saran
kepada dokter atau ahli dan juga ulama
• Untuk memberi peringatan agar tidak terjadi tindak kejahatan, berupa upaya
penghilangan nyawa, Islam memberikan ancaman yang berat bagi pelakunya,
baik di dunia maupun di ahirat. Balasan atau denda di dunia dapat berupa
qashash, diyat, kaffarah, ta’zir, membayar ghurrah, dan di akhirat diancam
dengan azab neraka

Anda mungkin juga menyukai