Kelompok 6 :
-Haidar Firdaus A.
M. Farkhan Khoir
Felix Andreran
Ezra Soterion N.
1. P E N D A H U LU A N
2. K A R A K T E R I S A S I K A S U S J A K A RTA
Outline : 3.
4.
KARAKTERISASI KASUS BANDUNG
C A R A K E R J A A L AT
6. KESIMPULAN
I. Pendahuluan
Latar Belakang
Penurunan tingkat air tanah seringkali menyebabkan penurunan tanah.
Penting untuk memantau baik perubahan gravitasi dengan perubahan ketinggian
dipengaruhi oleh densitas material
Sehingga memberikan informasi penting tentang mekanisme penurunan tanah.
Tujuan penelitian : melakukan monitoring penurunan tanah dengan observasi
gravitasi.
Menggunakan metode baru untuk memonitor isu lingkungan seperti variasi
groundwater, penurunan tanah, dengan menggunakan pengukuran absolute
gravity
Penelitian kali ini membahas bagaimana gravitimeter tipe LaCoste Inc. A10 telah
dilakukan di Jakarta dan Bandung.
Jakarta dan Bandung adalah dua contoh kota yang memilih masalah
penurunan tanah.
Penurunan tanah terjadi ketika sejumlah besar groundwater diambil dari
dalam aquifer.
Lapisan Clay pada aquifer bersifat kompak dan settle, mengakibatkan
penurunan lapisan permukaan di area dimana groundwater diambil.
Seringkali semakin banyak air diambil dari sedimen, permukaan akan turun,
dan menciptakan cone.
Ketika air sudah terambil dari sedimen, ia tidak bisa digantikan kembali.
Tipe Penurunan Tanah di
Jakarta dan Bandung
1. Penurunan akibat ekstraksi groundwater
2. Penurunan akibat beban konstruksi (pemukiman pada tanah dengan
kompresibilitas tinggi).
3. penurunan yang disebabkan oleh konsolidasi alami dari tanah alluvium,
dan penurunan geotektonik
Dampak Penurunan Tanah
1. Keretakan permanen pada konstruksi dan jalanan
2. Perubahan di kanal sungai, dan system aliran air
3. Area banjir yang lebih lebar
4. Malfungsi system drainase
5. Penambahan intrusi air laut kedalam daratan
6. peningkatan cakupan banjir pasang surut
pengukuran gravitasi yang presisi dapat memberikan informasi yang
berguna untuk memahami mekanisme pergerakan tanah, karena mereka
mencerminkan perubahan densitas bawah tanah atau pergerakan massa.
Sementara itu mengamati perubahan gravitasi adalah salah satu metode
yang paling kuat untuk mendeteksi redistribusi massa yang terkait dengan
bumi padat tektonik, seperti yang mengakibatkan gempa bumi dan
vulkanisme
Penelitian ini akan membahas tentang pengamatan penurunan tanah
menggunakan metode gravitasi di Jakarta (2008-2010) dan Bandung (2009-
2011) dengan tujuan untuk memahami fenomena reproduksi tanah
hidrogeologi
Perubahan gravitasi secara akurat dengan memonitor pengukuran dari
2008 hingga 2010 menggunakan absolute gravity meter (A-10).
A10, cocok untuk survei lapangan luar, lebih kecil dari FG-5 dan dapat
dioperasikan dengan daya 12VDC [9]. Sehingga sangat cocok untuk studi isu
yang berkaitan dengan lingkungan. Salah satu metode kuat untuk
mendeteksi redistribusi massal yang terkait dengan air tanah adalah
gravitasi
II. Karakterisasi Kasus Jakarta
Jakarta berada di kordinat sekitar -6˚15') dan
+106˚50' dan berlokasi di pantai utara jawa
barat.
Jakarta ini relative flat dengankemiringan
topografi 0 sampai 2 derajat dibagian utara
dan di pusat dan antara 0 sampai 5 di bagian
selatan.
Jakarta memiliki altitude 50 m diatas
permukaan laut
5 Pembentukan daratan Jakarta
Jakarta merupakan area dataran rendah dan memiliki lima
pembentukan daratan :
◦ Volcanic alluvial fan di bagian selatan
◦ Lanforms of marine-origin yang ditemukan di bagian utara
berdekatan dengan garis pantai
◦ Beach ridge landforms yang terletak di bagian barat laut dan
timur laut
◦ Lahan rawa rawa dan bakau, yang ditemui di pinggiran pantai
◦ Saluran lama, yang mengalir tegak lurus dengan garis pantai
Hidrogeologi Jakarta
Ada 13 Sungai alami dan buatan yang mengalir melewati Jakarta
(Ciliwung,Citarum,dll)
Geologi hidrologi setting di cekungan Jakarta memiliki ketebalannya dari 200
sampai 300 m dari quartenary deposit sampai sedimen tertiary
Tiga akuifer didalam di dalam sekuens lapisan 250 m sedimen dari cekungan
Jakarta, yaitu
Akuifer Atas,(akuifer bebas) terjadi pada kedalaman kurang dari 40 m;
Akuifer Tengah, (akuifer terbatas) terjadi pada kedalaman antara 40 dan 140
m;
Akuifer Bawah (akuifer terkurung), terjadi pada kedalaman antara 140 dan 250.
aquifer di sedimen tersier juga ditemukan namun kurang produktif dan kualitas
airnya jg buruk
III. Karakterisasi Kasus Bandung