Anda di halaman 1dari 23

PENGUKURAN TEKNIK

Proses pengukuran merupakan pembandingan


kuantitatif antara standar yang telah ditentukan
sebelumnya dengan yang diukur.
Diukur artinya menunjuk parameter fisik tertentu
yang diamati, yaitu kuantitas masukan ke proses
pengukuran.
Kegiatan pengukuran akan memberikan hasil
pengukuran.
Standar pembanding harus mempunyai sifat sama
dengan yang diukur, diatur oleh lembaga:
- National Bureau Standards (NBS)
- International Organisation for Standardization (ISO)
- American National Standards (ANSI)
- JIS
- Standard Indonesia
- dsb.
Besaran-besaran yang diukur:

- Suhu
- Regangan
- Parameter aliran fluida
- Akustik dan Getaran
- Massa
- Waktu
- Besaran-besaran listrik
Pemakaian teknologi elektronika sangat membantu
mempermudah untuk mengubah besaran mekanis menjadi
besaran listrik yang sesuai.
ARTI PENGUKURAN TEKNIK

1. Pengukuran memberikan landasan untuk penelitian dan


pengembangan. Seluruh rancangan mekanis yang rumit
selalu terdiri dari:

Empiris, yang didapat berdasar pada pengalaman dan


akal sehat rekayasa
Rasional, tunduk pada prinsip rekayasa dan hukum fisika.
Eksperimental, berdasar pada pengukuran bermacam
besaran yang berhubungan dengan operasi, unjuk kerja
atau proses yang baru dikembangkan.
2. Pengukuran merupakan elemen dasar setiap proses
pengendalian, dimana proses pengendalian
memerlukan penyimpangan pengukuran antara unjuk
kerja sebenarnya dengan yang diharapkan. Bagian
pengendali harus mengetahui besar dan arah
perbedaan agar dapat bereaksi dengan benar.
3. Berbagai operasi harian membutuhkan pengukuran
agar didapat unjuk kerja yang benar. (Interkoneksi,
penentuan biaya; energi, daya, waktu, tenaga).

4. Pengukuran harus dapat dipercaya (hasil pengukuran


tidak ada yang sempurna). Hasil pengukuran harus
dapat ditafsirkan dengan benar, hindari pemberian
toleransi yang tanpa dasar.
METODE DASAR

Pembandingan langsung, yaitu mengukur suatu besaran dengan sebuah


alat ukur standard. (Contoh: panjang sebuah batang).

Pembandingan tak-langsung, yaitu mengukur dengan menggunakan


suatu alat pengubah yang dikopel dengan alat penghubung. Rangkaian alat
mengubah bentuk dasar masukan menjadi bentuk analog yang kemudian
diproses dan disajikan di bagian keluaran sebagai fungsi masukan yang
diketahui. Sinyal analog dapat berbentuk amplitudo atau berbentuk daya.
Proses pengolahan sinyal adalah dengan penguatan, penyaringan,
pemrosesan, pencampuran (dengan frekuensi radio dsb.), perekaman
kemudian keluaran.
SISTEM PENGUKURAN UMUM

Tingkat pengukuran ada tiga fase yaitu :


Pertama, tingkat detektor atau pengindera, dimana alat mendeteksi benda yang
diukur (transduser  pengubah sifat sinyal)
Kedua, tingkat penyiapan sinyal, yaitu bertugas mengubah informasi agar
informasi tersebut dapat diterima pada tingkat ketiga (menyaring, menguatkan,
memisahkan, mengukur jarak jauh dsb.)
Ketiga, tingkat pembacaan, memberikan informasi dalam bentuk yang dapat
diterima salah satu indera manusia atau pengendali.
Keluaran ini dapat pula berbentuk sebagai :

1. Perpindahan relatif, misalnya perpindahan tangan penunjuk,


perpindahan jalur osiloskop dsb.

2. Digital, sebagai disajikan oleh suatu alat cacah, (mis. odometer pada
kendaraan atau sejenis voltmeter digital dsb.)

Sebagai contoh adalah alat pengukur tekanan ban motor atau mobil (contoh
pada gambar).
Pegas menahan gerakan piston dan Stem (Batang) batang
berskala.
Gaya yang dihasilkan menekan pegas sampai terjadi
keseimbangan.
Batang yang sudah dikalibrasi tetap tinggal ditempatnya
setelah pegas menekan piston kembali.
Kombinasi piston silinder merupakan alat penjumlah gaya,
yang mengindera dan mengubah tekanan menjadi gaya.
Sebagai transduser sekunder, pegas mengubah gaya ke
perpindahan.
Contoh lain, sebuah pengukur kecepatan kendaraan.

Pertama, akselerometer memberi tegangan listrik analog.

Kedua, penguat tegangan menyaring komponen frekuensi tinggi yang


tidak dikehendaki. Sinyal analog ini juga diintegrasi terhadap, waktu
(hubungan antara kecepatan vs waktu).

Ketiga, sinyal dinaikkan agar dapat dibaca pada osilograf atau alat jenis
galvanometer.
ISTILAH-ISTILAH

Readability (kemampubacuaan), menunjukkan berapa teliti skala suatu


instrumen dapat dibaca (skala 12 inci > skala 6 inci). Least Count (Cacah
terkecil) ialah beda terkecil antara dua penunjukan yang dapat dideteksi pada
skala instrumen. (semua tergantung pada ukuran jarum penunjuk, kesalahan
paralaks).

Sensitivity (kepekaan) instrumen adalah perbandingan antara gerakan linear


jarum penunjuk dengan perubahan variabel yang diukur yang menyebabkan
gerakan tersebut. Perekam 1 mV mempunyai skala 25 cm, kepekaannya adalah
25 cm/mV. (Avometer dengan skala 10, 100, 1k).
Hysteresis, adalah perbedaan bacaan bila nilai besaran didekati dari atas atau
dari bawah. Penyebabnya efek magnetik, deformasi elastis, efek termal dsb.
Accuracy (ketelitian) biasanya dalam persen bacaan skala penuh.
(Pengukur tekanan 100 kPa dengan ketelitian 1 % mampu membaca
teliti sampai sekitar 1 kPa).

Precision (ketepatan/ketaksamaan) suatu peralatan menunjukkan


kemampuan peralatan tersebut menghasilkan kembali pembacaan
tertentu dengan ketelitian tertentu.

Deviasi, penyimpangan atau kesalahan.


Kalibrasi
Setiap sistem pengukuran harus dapat dibuktikan keandalannya dalam mengukur.
Pembuktian keandalan inilah yang disebut sebagai kalibrasi (peneraan). Kalau
terbukti sistem adalah linear kalibrasi satu titik sudah cukup. Jika tidak linear
beberapa nilai harus ditinjau atau diamati hasilnya.
Kalibrasi instrumen terhadap standar sangat penting, agar diketahui penyimpangan
dan kesalahan dapat dikurangi.
Prosedur kalibrasi melibatkan perbandingan instrumen itu dengan:
Standar primer, misalnya dengan membandingkan sebuah meter-aliran dengan
fasilitas pengukuran standar National Bureau of Standards (USA).
Standar sekunder yang mempunyai ketelitian yang lebih tinggi dari instrumen yang
dikalibrasi.
Melakukan kalibrasi langsung dengan pengukuran primer seperti menimbang
sejumlah air dalam tanki dan mencatat waktu yang digunakan untuk mengalirkan
kuantitas tersebut melalui meter itu.
SIFAT UMUM ALAT UKUR

Alat ukur adalah alat yang dibuat manusia, dengan demikian ketidak sempurnaan
adalah merupakan ciri utama, meskipun alat ukur direncanakan dan dibuat
dengan cara yang paling seksama. Ketidak sempurnaan tidak bisa dihilangkan
sama sekali dan hanya dalam batas-batas tertentu mereka dianggap sebagai
cukup baik untuk digunakan dalam suatu proses pengukuran. Untuk menyatakan
sifat-sifat alat ukur digunakan beberapa istilah teknik yang sewajarnya harus kita
ketahui supaya jangan timbul salah penafsiran. Bebarapa. istilah yang akan kita
bahas antara lain adalah rantai kalibrasi, kepekaan, kemudahan baca,
histerisis, kepasifan, kestabilan nol dan pengambangan (floating).
Istilah-istilah yang digunakan untuk menyatakan ketidak sempurnaan dari sistem
optis mungkin dapat dipelajari dari buku referensi mengenai optis.
Rantai kalibrasi / mampu usut
Meskipun hubungan antara perubahan jarak yang terjadi pada sensor dan
perubahan harga yang ditunjukkan pada penunjuk atau pencatat dapat dihitung
dan direncanakan secara teoritis, alat ukur yang selesai dibuat harus melalui
proses kalibrasi/peneraan yaitu mencocokkan harga-harga (bukan satu harga)
yang tercantum pada skala alat ukur dengan harga standar (harga "sebenarnya").
Kalibrasi bukan saja diharuskan untuk alat ukur yang baru selesai dibuat, akan
tetapi diwajibkan pula bagi alat ukur yang telah lama dipakai. Hal ini perlu untuk
menghindari "penipuan" oleh alat ukur, karena kesalahan mungkin bisa
disebabkan oleh keausan komponen.
Untuk menjamin hubungannya dengan satuan standar panjang maka alat ukur
yang dugunakan oleh operator mesin perkakas (alat ukur kerja) dapat diperiksa
melalui suatu rantai kalibrasi sebagai berikut:
Tingkat I, Kalibrasi alat ukur kerja dengan alat ukur standar kerja.
Tingkat II, Kalibrasi alat ukur standar kerja dengan alat ukur standar.
Tingkat III, Kalibrasi alat ukur standar dengan alat ukur standar dari tingkatan
yang lebih tinggi (standar nasional atau yang telah ditera secara nasional).
Tingkat IV, Kalibrasi alat ukur standar nasional dengan alat ukur standar
meter (Internasional).
Tingkatan-tingkatan kalibrasi, sering disebut sebagai mampu usut (traceability)
dari ketelitian suatu alat ukur. Tingkat I dan mungkin juga tingkat Il dapat
dilakukan oleh industri mesin yang bersangkutan, sedangkan tingkat III dan IV
dilaksanakan oleh beberapa laboratorium metrologi industri yang diberi
wewenang. Cara kalibrasi bertingkat dimaksudkan untuk menghindari
peneraan alat ukur kerja langsung dengan standar internasional.
Kepekaan (sensitivity)
Setiap alat ukur mempunyai suatu kepekaan tertentu, yaitu kemampuan alat
ukur untuk merasakan suatu perbedaan yang relatif kecil dari hari harga yang
diukur. MisaInya dua alat ukur yang sejenis A dan B digunakan untuk memeriksa
perbedaan panjang yang kecil, apabila alat ukur A lebih jelas menunjukkan suatu
perbedaan pada skalanya daripada apa yang ditunjukkan oleh alat ukur B, maka
dikatakan alat ukur A lebih peka daripada alat ukur B. Kepekaan suatu alat ukur
ditentukan oleh mekanisme pengubahnya dan harganya dapat diketahui dengan
cara membuat grafik antara harga yang diukur dengan pembacaan skala.
Dalam segala hal dikehendaki suatu hubungan yang linier antara penunjukkan
dan harga yang diukur. Oleh karena itu skala pada alat ukur hanya dibuat
sepanjang daerah yang linier dan diluar itu mungkin hubungan tersebut tidak linier
lagi (karena konstruksi alat ukur tidak memungkinkan untuk mendapatkan daerah
kerja yang sangat lebar).
Y A

YA B
(pembacaan skala)
Penunjukkan

YB

X

Daerah kerja alat ukur A

Daerah kerja alat ukur B

Grafik penentuan kepekaan alat ukur (Beckwith, 1987)

Kepekaan = dy/dx; Kepekaan alat ukur A = ΔyA/Δx; Kepekaan alat ukur B= ΔyB/Δx
Kemudahan baca (readability)
Kemampuan sistem penunjukkan dari alat ukur untuk memberikan suatu angka
yang jelas dan berarti dinamakan "kemudahan baca". Dengan membuat skala
nonius yang dan atau membuat garis-garis skala yang tipis dengan jarak yang
kecil serta jarum penunjuk yang tipis memungkinkan kemudahan baca dari
penunjuk alat ukur yang dipertinggi. Akan tetapi cara pembuatan skala seperti
diatas memungkinkan kesalahan baca. Inilah alasannya mengapa penunjuk digital
elektronis akhir-akhir ini menggeser kedudukan sistem penunjuk skala dengan
jarum atau garis indeks.
Histerisis
Histerisis adalah penyimpangan yang timbul sewaktu dilakukan pengukuran
secara kontinyu dari 2 arah yang berlawanan, yaitu mulai dari skala nol hingga
skala maksimum kemudian diulangi dari skala maksimum sampai skala nol.
Pada beberapa alat ukur sering timbul sifat yang merugikan ini terutama
pada jam ukur (dial). Suatu jam ukur dapat kita gunakan untuk mengukur
ketinggian yang secara kontinyu menurun misalnya pada gambar berikut ini.
Seharusnya hasil pengukuran adalah sama, artinya kurva pembacaan naik
harus berimpit dengan kurva pembacaan turun.
Pada kondisi jam ukur seperti diatas histerisis disebabkan karena pada waktu
gerak pengukuran keatas, poros melawan gaya gesek serta gaya pegas (jam
ukur), sedang sewaktu pengukuran dilakukan kearah bawah, poros menerima,
gaya pegas dan melawan gaya gesek. Untuk mengurangi atau menghilangkan
histerisis sama sekali, gesekan pada poros sebaiknya dibuat seminim mungkin
(dengan bantalan yang memenuhi) agar pengaruhnya dapat diabaikan.
Pengaruh histerisis (seandainya ada) dapat diperkecil, apabila pengukuran
dilakukan sedemikian rupa sehingga hanya sebagian kecil skala ukur tersebut
digunakan (perubahan posisi jarum penunjuk hanya melewati beberapa garis
skala). Inilah salah satu alasan, mengapa sewaktu melakukan pengukuran
dengan cara tak langsung, tinggi alat ukur standar (susunan blok ukur) kurang
lebih harus dibuat sama dengan tinggi obyek ukur sehingga selisih ketinggian
yang ditunjukkan oleh komparator hanya sedikit (dalam beberapa mikron).
Dial Indicator

Blok Ukur

Meja Pendatar

Cara pengujian histerisis sebuah alat ukur (Beckwith, 1987)

Anda mungkin juga menyukai