Anda di halaman 1dari 34

Oleh: Yoga Pratayoga Misbahudin

Pembimbing: dr Nasrudin Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI – RSUD PASAR REBO
JAKARTA
Identitas pasien
Nama : Tn. B
Usia : 57th
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pekerjaan : Pengangguran
Alamat : jl.r.santek
Tanggal pemeriksaan : 02 mei 2018
Anamnesis
 Keluhan Utama :
Mata tenang visus turun mendadak pada mata kiri
sejak ± 1 bulan yang lalu

 Keluhan Tambahan :
Mata kiri terasa buram,nyeri dan terganjal sejak ± 1
bulan yll
Anamnesis
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD PASAR REBO pada tanggal 2 mei 2018
dengan keluhan mata tenang visus turun mendadak pada mata kiri sejak ± 1
bulan sebelum ke poliklinik. Keluhan ini disertai dengan buram dan tidak
jelas pandangan penglihatannya pada mata kiri sejak ± 1 bulan yll. Menurut
pasien mata kabur dikatakan pasien muncul setelah kecolok tangan sendiri.
Besoknya pasien merasakan mata kiri buram, tidak jelas bila melihat dan
terasa ada yang mengganjal di mata kirinya, jika terkena cahaya maka
bayangan cahaya terasa pecah dan silau. Mata kabur yang dirasakan
membuat pasien pasien tidak merasa nyaman dan terganggu penglihatannya
dalam beraktivitas sehari-hari. Sebelumnya pasien berobat selama ±1 bulan
di harapan bunda. Namun keluhan pasien tidak membaik maka pasien di
rujuk ke RSUD PASAR REBO.
Anamnesis
 Riwayat Penyakit Dahulu :
Menurut pengakuan pasien sebelumnya pasien mempunyai
riwayat penyakit hipertensi. Riwayat penyakit mat dan sistemik lain
seperti DM disangkal oleh pasien. Riwayat alergi, pemakaian kontak
lensa dan pemakaian kacamata disangkal oleh pasien

 Riwayat Penyakit Keluarga :


Pasien mengakatan tidak ada anggota keluarga yang mengalami
keluhan serupa.
Pemeriksaan fisik
 Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis

Tanda vital :
Tekanan Darah : 140/85 mmHg
Nadi : 90x/menit
Suhu : 36,5˚C
Napas :20x/menit

Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, ptosis -/- Pupil bulat,
Isokor, reflex cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak langsung +/+
Leher : Pembesaran KGB (-) , kaku kuduk (-), nyeri (-).
Thoraks : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
Cor : BJ I-II irregular, Gallop (-), Murmur (-)
Pulmo : VBS ka=ki, Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen : Datar, simetris, nyeri tekan - , bising usus +
Pinggang : nyeri ketok CVA -/-, nyeri tekan +/-,
Ekstremitas : Akral hangat (-), edema (-), sianosis (-).
Pemeriksaan fisik
STATUS OFTALMOLOGI
Gerakan bola mata ODS : Baik ke segala arah

Posisi : Ortoforia
Pemeriksaan fisik
PEMERIKSAAN OD OS

Visus 6/20 S-1.00 6/6 add s+275 3/60 s-2.00 5/60 add s+275

TIO 18,7 19,7

Segmen Anterior
Inspeksi :
1.Super sillia Simetris, rambut tumbuh teratur, Simetris, rambut tumbuh teratur,
madarosis (-)sikatrik (-). madarosis (-)sikatrik (-).
2.Palpebra
a. superior Udem (-), trikiasis (-), entropion (-), Udem (-), trikiasis (-), entropion (-),
hordeolum (-), chalazion(-). hordeolum (-), chalazion (-).
b.inferior
c. fisura Simetris, Udem (-), trikiasis (-), Simetris, Udem (-), trikiasis (-),
d. margo entropion (-), hordeolum (-), entropion (-), hordeolum (-),
chalazion(-). chalazion(-).
3. Konjungtiva
a. tarsal superior Normal Normal
b.tarsal inferior Normal Normal
c.bulbi Hiperemis (-), udem (-), hordeolum (- Hiperemis (-), udem (-), hordeolum (-
), chalazion (-), folikel (-) ), chalazion (-), folikel (-)
Pemeriksaan fisik
PEMERIKSAAN OD OS

4.kornea Jernih, sikatrik (-), Jernih, sikatrik (-),


infiltrat (+), ulkus (-), infiltrat (+), ulkus (-),
udem (-). udem (-).

5. COA Hifema (-), hipopion (-), Hifema (-), hipopion (-),


flare (+). flare (+).

6. Iris Sinekia anterior dan Sinekia anterior dan


posterior (-). posterior (-).

7. Pupil Bulat, sentral, isokor. Bulat, sentral, isokor.

8. Lensa Shadow test (-). Shadow test (-).


Pemeriksaan fisik
PEMERIKSAAN OD OS

Segmen Posterior :
1.Refleks Pundus Positif merah kekuningan. Positif merah kekuningan.

Bulat, batas tegas, warna Bulat, batas tegas, warna


2. papil saraf optik merah kekuningan, CDR 0,3 hiperemis (+), CDR 0,3

3. pembuluh darah arteri/ vena 2:3 2:3

4. makula Refleks popea (+), sikatrik (-), Refleks popea (+), sikatrik (-),
eksudat (-). eksudat (-).

5.Retina Merah orange, udem (-), Merah orange, udem (-),


perdarahan (-), sikatrik (-), perdarahan (-), sikatrik (-),
eksudat (-), ablasio retina (-), eksudat (-), ablasio retina (-),
udem (-). udem (-).
RESUME
Tn.B usia 57 th datang ke poliklinik rsud pasar rebo pada tgl 2 mei 2018
dengan keluhan mata tenang visus turun mendadak pada mata kiri. buram (+)
sejak ± 1 bulan yll. terasa ada yang mengganjal, terasa silau, cahaya pecah-
pecah sejak ± 1 bulan yll. keluhan nyeri dirasa ringan, sensasi benda asing (+),
silau melihat cahaya (+), penglihatan buram (+), penglihatan bayangan
pecah(+). Pasien memiliki riwayat dirawat hipertensi.Pasien berobat ke klinik
dan mendapatkan terapi tetes mata Alletrol (Dexamethasone, hyalube). Pada
pemeriksaan oftalmologi, didapatkan flare pada kornea os, pada papil saraf
optik warna hiperemis os
DIAGNOSIS
 DIAGNOSIS KERJA :
Optic dise swelling e.c papilitis

 DIAGNOSIS BANDING :
Iskemik optik neuropati
Edema papil
Ablasi retina
Oklusi arteri sentral
Obstruksi vena retina sentral
Toksik neuropati.

 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada indikasi sehingga tidak dilakukan
TATALAKSANA
 PENATALAKSANAAN
Levofloxcacin 2x1
Metilprednison 1x1
Tobrosan tetes 6jam 1x
hyalub

 PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : ad bonam
Ad cosmeticam : ad bonam
PAPILITIS
ANATOMI DAN FISIOLOGI

RETINA
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semi
transparan yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata.
Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus siliare dan berakhir
pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata. Ketebalan retina kira-kira 0,1
mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior.
Lapisan retina
Vaskularisasi nervus opticus
 Permukaan optic disk didarahi oleh kapiler-kapiler dari
arteri retina
 Daerah prelaminar terutama di suplai dari sentripetal
cabang cabang dari peripailari koroid dan sebagian
kontibusi dari pembuluh darah dari lamina cribrosa.
 Lamina kribrosa disuplai dari cabang arteri siliaris
posterior dan arteri circle of zinn
 Bagian retrolaminar nervus optikus di suplai dari
sentirfugal cabang-cabang arteri retina sentral dan
sentripetal cabang-cabang pleksus yang dibentuk dari
arteri koroidal, circle of zinn, arteri retina sentral, dan
arteri oftalmika.
PAPILITIS

DEFINISI
Papilitis adalah inflamasi diskus optikus. Papilitis disebut juga neuritis optik,
ditandai dengan peradangan dan kerusakan di bagian saraf optik yang dikenal
dengan diskus optikus yang juga disebut dengan bintik buta. Diskus optikus adalah
bagian dari saraf optik yang memasuki mata dan bergabung dengan membran saraf
yang kaya lapisan mata (retina). Dengan kata lain, papilitis merupakan radang pada
serabut retina saraf optik yang masuk pada papil saraf optik yang yang berada dalam
bola mata.
EPIDEMIOLOGI
Sekitar 35% kasus neuritis optik ditemukan adanya inflamasi pada anterior
serabut saraf optikus, udema papil, dan tanda-tanda peradangan papil. Neuritis optik
sering terjadi unilateral, pada usia dewasa muda (18 - 45 tahun), dengan usia rata-
rata 30 – 35 tahun, dan lebih sering pada wanita . Insidensi neuritis optik per tahun
adalah 5 per 100.000 penduduk sedangkan prevalensinya 115 per 100.000.
ETIOLOGI
Papilitis atau neuritis optik dapat disebabkan oleh:
1. Demielinatif
2. Diperantarai imun
3. Infeksi langsung
4. Neuropati optik granulomatosa
5. Penyakit peradangan sekitar
FAKTOR RESIKO
Faktor risiko dapat timbul karena kelainan autoimun, termasuk :
1. usia, sering terjadi pada usia 20 – 40 tahun, rata-rata 30 tahun
2. jenis kelamin, (pria : wanita = 2 : 1)
3. ras, lebih sering terjadi pada ras kulit putih
4. mutasi gen.
KLASIFIKASI

 Neuritis optikus secara anatomi dapat diklasifikasikan


menjadi tiga jenis, yaitu:
 Papilitis. Hal ini mengacu pada keterlibatan optik disk
akibat gangguan inflamasi dan demielinasi. Kondisi ini
biasanya unilateral tapi kadang-kadang mungkin bilateral.
 Neuroretinitis mengacu pada keterlibatan gabungan optik
disk dan retina sekelilingnya pada area macula.
 Retrobulbar neuritis ditandai dengan keterlibatan saraf
optik di belakang bola mata. Gambaran klinis neuritis
retrobulbar akut dasarnya mirip dengan akut papillitis
kecuali untuk perubahan fundus dan perubahan okular.
PATOFISIOLOGI
Dasar patologi penyebab Neuritis optikus paling sering adalah inflamasi
demielinisasi dari saraf optik. Patologi yang terjadi sama dengan yang terjadi pada
multipel sklerosis (MS) akut, yaitu adanya plak di otak dengan perivascular cuffing,
edema pada selubung saraf yang bermielin, dan pemecahan mielin.
Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului demielinisasi
dan terkadang terlihat sebagai retinal vein sheathing. Kehilangan mielin dapat melebihi
hilangnya akson.
Dipercaya bahwa demielinisasi yang terjadi pada Neuritis optikus diperantarai
oleh imun, tetapi mekanisme spesifik dan antigen targetnya belum diketahui. Aktivasi
sistemik sel T diidentifikasi pada awal gejala dan mendahului perubahan yang terjadi
didalam cairan serebrospinal. Perubahan sistemik kembali menjadi normal mendahului
perubahan sentral (dalam 2-4 minggu). Aktivasi sel T menyebabkan pelepasan sitokin
dan agen-agen inflamasi yang lain. Aktivasi sel B melawan protein dasar mielin tidak
terlihat di darah perifer namun dapat terlihat di cairan serebrospinal pasien dengan
Neuritis optikus. Neuritis optikus juga berkaitan dengan kerentanan genetik, sama
seperti MS. Terdapat ekspresi tipe HLA tertentu diantara pasien Neuritis optikus6.
GEJALA KLINIS
Gambaran akut6,8
 Tanda dan gejala :
 Gejala neuritis optik biasanya monokular.
 Hilangnya penglihatan terjadi dalam periode jam-hari, mencapai puncak dalam 1-2 minggu.
 Nyeri pada mata yang semakin memberat bila bola mata digerakkan.
 Defek pupil aferen (afferent pupillary defect) selalu terjadi pada neuritis optik bila mata yang lain
tidak ikut terlibat. Adanya defek pupil aferen ini ditunjukkan dengan pemeriksaan swinging light test
(Marcus-Gunn pupil).
 Defek lapang pandang pada neuritis optik ditandai dengan skotoma sentral.
 Papilitis dengan hiperemia dan edema diskus optik sehingga membuat batas diskus tidak jelas.
 Enam puluh persen pasien memiliki neuritis retrobulbar dengan pemeriksaan funduskopi yang
normal.
 Perdarahan peripapil, sering menyertai papilitis karena neuropati optik iskemik anterior.
 Fotopsia sering dicetuskan oleh pergerakan bola mata.
 Buta warna pada mata yang terkena, terjadi pada 88% pasien .
 Tanda lain adanya inflamasi pada mata yang terdeteksi pada pemeriksaan funduskopi atau slit lamp,
yaitu: perivenous sheathing, periflebitis retina (risiko tinggi terkena MS), uveitis, sel di bilik mata
depan, atau pars planitis menandakan adanya infeksi atau penyakit autoimun yang lain.

Gambaran Kronik6,8
Walaupun telah terjadi penyembuhan secara klinis, tanda neuritis
optik masih dapat tersisa. Tanda kronik dari neuritis optik yaitu:
 Kehilangan penglihatan secara persisten. Kebanyakan pasien neuritis
optik mengalami perbaikan penglihatan dalam 1 tahun.
 Defek pupil aferen relatif tetap bertahan pada 25% pasien dua tahun
setelah gejala awal.
 Desaturasi warna, terutama warna merah. Pasien dengan desaturasi
warna merah akan melihat warna merah sebagai pink, atau orange bila
melihat dengan mata yang terkena.
 Fenomena Uhthoff yaitu terjadinya eksaserbasi temporer dari
gangguan penglihatan yang timbul dengan peningkatan suhu tubuh.
Olahraga dan mandi dengan air panas merupakan pencetus klasik.
 Diskus optik terlihat mengecil dan pucat, terutama didaerah temporal.
Pucatnya diskus meluas sampai batas diskus ke serat retina peripapil.
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

 PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSA


Anamnesa
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Tambahan atau Penunjang

 DIAGNOSIS BANDING
Iskemik optik neuropati
Edema papil
Ablasi retina
Oklusi arteri sentral
Obstruksi vena retina sentral
Toksik neuropati.
PENATALAKSANAAN
Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis
optikus :
Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi
demielinasi tipikal :
Regimen selama 2 minggu :
 3 hari pertama diberikan Methylprednisolone 1kg/kg/hari i.v
 11 hari setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolone
1mg/kg/hari oral
 Tappering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari
pertama ( hari ke 15 sejak pemberian obat ) dan 10 mg
prednisone oral pada hari ke 2 sampai ke 4
 Dapat diberikan Ranitidine 150 mg oral untuk profilaksis
gastritis
PENATALAKSANAAN
Dari hasil MRI bila 2 atau lebih lesi demielinasi :
 Menggunakan regimen yang sama dengan yang di atas
 Merujukan pasien ke spesialis neurologi untuk terapi interferon β-1α
selama 28 hari
 Tidak menggunakan oral prednisolone sebagai terapi primer karena
dapat meningkatkan resiko rekuren atau kekambuhan

Dengan tidak ada lesi demielinasi dari hasil MRI :


 Risiko terjadi MS rendah, kemungkinan terjadi sekitar 22% setelah 10
tahun kemudian
 Intravena steroid dapat digunakan untuk mempercepatkan pemulihan
visual
 Biasanya tidak dianjurkan untuk terapi kecuali muncul gangguan
visual pada mata kontralateral
 MRI lagi dalam 1 tahun kemudian
 KOMPLIKASI
Kehilangan penglihatan pada neuritis optik dapat
terjadi permanen. Neuritis retrobulbar mungkin
terjadi walaupun merupakan suatu neuritis optik yang
terjadi cukup jauh di belakang diskus optikus4.
Neuritis optik yang disebabkan oleh sklerosis
multipel memiliki ciri khas kekambuhan dan remisi.
Disabilitas yang menetap cenderung meningkat pada
setiap kekambuhan. Peningkatan suhu tubuh dapat
memperparah disabilitas (fenomena Uhthoff)
khususnya gangguan penglihatan.6
PROGNOSIS
 Tanpa terapi, penglihatan mulai membaik setelah 2-3
minggu sejak timbulnya gejala, kadang-kadang dapat
membaik dalam beberapa hari. Perbaikan visus
biasanya terjadi perlahan hingga beberapa bulan.
Visus yang jelek sewaktu episode akut biasanya akan
menunjukkan hasil perbaikan visus yang jelek6.
DAFTAR PUSTAKA

 Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan, Neuritis
Optik. Kapita Selekta Kedokteran FKUI. Jilid I. Ed. III. Jakarta, Penerbit, Media Aesculapius: 2001.
hal; 65 – 66
 Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp. M, Neuritis Optik. Ilmu Penyakit Mata. Ed. III. Jakarta, Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran UI: 2006. hal; 179 -182
 Paul Riordan-Eva, John P. Whitcher, Neuritis Optik. Vaughan & Asbury Ophtamologi Umum. Ed. 17,
EGC: 2009. p; 266 – 274
 A.K. Kurana. Comprehensip Ophthalmology 4th Edition dalam Chapter 12– New Age International
2007. P 288-96.
 Froetscher M & Baehr M. Duus Topical Diagnosis in Neurology. 4th edition. 2005. Stuttgart : Thieme.
p 130 – 137.
 Guyton AC, Hall JE. Neurofisiologi Penglihatan Sentral. Dalam : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi 9. 1997. Jakarta : EGC. p 825.
 Erhan Ergene, MD. Adult Optic Neuritis. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1217083 tanggal 29 maret 2011.
 Osborne B, Balcer LJ. Optic neuritis: Pathophysiology, clinical features, and diagnosis. Disitasi pada
tangal 29 Maret 2011. Dapat diperoleh dari URL: http://www.uptodate.com/opticneuritis.
 The Wilis Eye Manual : Office and Emergency Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. 2008. P
250-52.
 American academy of ophthalmology. Section 5 Neuro-Opthalmology. San Fransisco : LEO. 2008-
2009. Page 25-26.

Anda mungkin juga menyukai