Anda di halaman 1dari 65

MANAGEMEN KEGAWATAN PADA

STROKE, CEDERA KEPALA DAN CEDERA


MEDULA SPINALIS

OLEH
TARWOTO
10/27/2018 Cidera Kep_SUnardi 2
Fungsional otak

10/27/2018 Cidera Kep_SUnardi 3


10/27/2018 Cidera Kep_SUnardi 4
10/27/2018 Cidera Kep_SUnardi 5
Tindakan resusitasi ABC (Kegawatan)
a.Jalan nafas (airway)
Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun kebelakang
dengan posisi kepala ekstensi, kalau perlu pasang pipa
oropharing (OPA )/ endotrakheal, bersihkan sisa muntah,
darah ,lendir, atau gigi palsu. Isi lambung dikosongkan
melalui pipa NGT untuk menghindari aspirasi muntahan
dan kalau ada stress ulcer
b. Pernafasan (breathing)
_ Ggn sentral : lesi medula oblongata, nafas cheyne
stokes, dan central neurogenik hiperventilasi
_Ggn perifer: aspirasi, trauma dada, edema paru, DIC,
emboli paru, infeksi.
_Tindakan Oksigen, cari dan atasi faktor penyebab, kalau
perlu ventilator
10/27/2018 Cidera Kep_SUnardi 6
Kegawatan

3. Sirkulasi (circulation)
_Hipotensi– iskemik—kerusakan sekunder otak.
Hipotensi jarang akibat kelainan intrakranial,
sering ekstrakranial, akibat hipovolemi,
perdarahan luar, ruptur organ dalam, trauma
dada disertai tamponade jantung atau
pneumotorak, shock septik.
_Tindakan: hentikan sumber perdarahan,
perbaiki fungsi jantung ,menggantidarah yang
hilang dengan plasma, darah
10/27/2018 Cidera Kep_SUnardi 7
Kegawatan
• Tekanan Intra Kranial meninggi
_Terjadi akibat vasodilatasi, udem otak,
hematom
_Untuk mengukurnya sebaiknya dipasang
monitor TIK. TIK normal adalah 0-15 mmHg.
Diatas 20 mmHg sudah harus diturunkan
dengan:
1. Hiperventilasi
2. Setelah resusitasi ABC lakukan hiperventilasi
terkontrol dengan pCO2 27-30 mmHg.
Dipertahankan selama 48-72 jam lalu dicoba
dilepas, bila TIK naik lagi diteruskan selama 24-
48 jam. Bila tidak turun periksa AGD dan CT
scan untuk menyingkirkan hematom
10/27/2018 Cidera Kep_SUnardi 8
Lanjutan Penatalaksanaan

• Pasien dalam keadaan sadar (GCS 15)


1. Simple head injury
Pasien tanpa diikuti ggn kesadaran,
amnesia, maupun gejala serebral lain hanya
perawatan luka, Ro hanya atas indikasi,
keluarga diminta observasi kesadaran
2. Kesadaran terganggu sesaat.
Riwayat penurunan kesadaran sesaat
setelah trauma tetapi saat diperiksa sudah
sadar kembali : Ro kepala, penatalaksanaan
selanjutnya seperti simple head injury

10/27/2018 Cidera Kep_SUnardi 9


Lanjutan Penatalaksanaan

• Pasien dalam keadaan menurun


1. Cedera kepala ringan (GCS 15-13)
Kesadaran disorientasi, atau not obey
command, tanpa defisit neurologi fokal:
Peratan luka, Ro kepala
CT scan: bila dicurigai adanya lucid interval
(hematom intrakranial), follow up kesadaran
semakin menurun, timbul lateralisasi
Observasi: keadaran (GCS), tanda vital, pupil,
gejala fokal serebral

10/27/2018 Cidera Kep_SUnardi 10


Lanjutan Penatalaksanaan
2. Cedera kepala sedang GCS 9-12
Biasanya mengalami ggn kardiopulmoner
a. Periksa dan atasi ggn jalan nafas, pernafasan,
sirkulasi
b.Pemeriksaan keadaran, pupil, tanda fokal
serebral, dan cedera organ lain
c. Fiksasi leher dan patah tulang ekstremitas jika
ada.
d.Ro kepala, bila perlu bagian tubuh yang lain
e. CT scan bila dicurigai hematom intrakranial
f. Observasi tanda vital, kesadaran, pupil, defisit
fokal serebral
10/27/2018 Cidera Kep_SUnardi 11
Lanjutan Penatalaksanaan

3. Cedera kepala berat GCS 3-8


Biasanya disertai cedera multipel,
disamping kelainan serebral juga ada
kelainan sistemik
a. Resusitasi jantung paru (airway,
breathing, circulation/ABC). Pasien CK
berat sering dalam keadaan hipotensi,
hipoksia, hiperkapnea akibat ggn
pulmoner. Tindakan resusitasi ABC

10/27/2018 Cidera Kep_SUnardi 12


Lanjutan penatalaksanaan
• Keseimbangan elektrolit
_Pada saat awal masuk dikurangi untuk mencegah udem otak,
1500-2000 ml/hari parenteraldengan cairan koloid , kristaloid
Nacl 0,9%, ringer laktat. Jangan diberikan yang mengandung
glukosa – hiperglikemi, menambah udem otak
_ Pantau keseimbangan cairan, elektrolit darah.
• Profilaksis: diberikan pada CK berat dengan fraktur impresi,
hematom intrakranial, PTA yang panjang
• Komplikasi sistemik
_Demam, Kelanan gastrointestinal, kelainan hematologis perlu
ditanggulangi segera.
• Obat Neuroprotektor
_Manfaat obat pada CK berat masih diteliti manfaatnya seperti
lazaroid, antagonis kalsium, glutamat, citikolin
10/27/2018 Cidera Kep_SUnardi 13
Diagnosa Keperawatan
1. Resti tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d akumulasi skret.
2. Perubahan perfusi jaringan cerebral b.d perdarahan dan edema
cerebral
3. Resiko peningkatan TIK b.d proses desak ruang akibat edema cerebral
4. Resti gangguan pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit kurang
dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak adequate: penurunan
kesadaran (soporokoma)
5. Resti gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d intake tidak adequate: penurunan kesadaran (soporokoma)
6. Kerusakan integritas kulit b.d adanya luka lacerasi
7. Deficit perawatan diri b.d kelemahan/keterbatasan gerak
8. Resti terbatasnya pengetahuan (kebutuhan belajar) keluarga
mengenai proses penyakit, prognosis dan penatalaksanaannya b.d
terbatasnya informasi

10/27/2018 Cidera Kep_SUnardi 14


Implementasi
1.Resti tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d
akumulasi skret.
Intervensi keperawatan
Mandiri:
 Memonitor suara paru tiap 8 jam dan observasi adanya
roncki/penumpukan skret
 Memberikan posisi semi atau elevasi kepala 30 derajat
dan kepala miring 1 sisi bergantian
 Mempertahankan hidrasi cairan 2-3 liter/hari, melalui
asupan parenteral yang diberikan.
 Memonitor dan melakukan karakterisitik sekret, warna,
jumlah, dan konsistensinya bila terdapat skret yang
keluar melalui hidung/mulut.
Kolaborasi :
 Memberikan obat Antibiotik:
10/27/2018 Cidera Kep_SUnardi (Cefriaxon 2 x 2 g (tiap 15
12
2. Perubahan perfusi jaringan cerebral dan resiko peningkatan TIK b.d
perdarahan dan edema cerebral
Intervensi keperawatan
Mandiri :
 Memonitor/obs tanda vital tiap 4 jam dan memonitor/obs kesadaran / GCS setiap 4
jam
 Memberikan posisi Elevasi kepala 30 derajat setiap 4 jam
 Menentukan faktor2 penyebab penurunan perfusi jaringan otak/resiko TIK
meningkat.
 Memantau/mencatat status neurologis secara teratur dan membandingkan dg nilai
normal
 Mempertahankan tirah baring miring kiri/kanan dengan posisi kepala netral
 Mengkaji kondisi vaskular (suhu, warna, pulsasi dan capillary refill) tiap 8 jam
 mencatat intake dan output.
 menurunkan stimulasi eksternal yang dapat meningkatkan TIK dan berikan
kenyamanan dengan menciptakan lingkungan tenang dan suhu ruangan dalam
kondisi normal (mengatur suhu ruangan menyalakan AC). Memasang pagar
pengaman tempat tidur dan memasang retrain pada daerah ekstermitas
 Penkes pada keluarga dan selalu bicara dan komunikasi dengan pasien.
Kolaborasi :
 Memberikan O2 kanul 4 l/mnt
 Memberi pertimbangan pemeriksaan AGD, LED, Leukosit setelah 3 hari perawatan
 Pemasangan cairan IV NaCl 0,9% /12 jam
 Memberikan obat-obatan injeksi Cidera
10/27/2018
: Kep_SUnardi 16
 - Citicolin 2 x 500 mg - Ranitidin 2 x 1 ampl
3. Resti gangguan pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit kurang dari
kebutuhan tubuh b.d intake tidak adequate: penurunan kesadaran
(soporokoma).
Intervensi keperawatan
Mandiri:
• Monitor tanda-tanda vital, termasuk Mengukur JVP setiap 8 jam
• Mencatat peningkatan suhu dan durasi demam.
• Memberikan kompres hangat saat temperatur meningkat (Demam),
dan mempertahankan pakaian tetap kering
• Mempertahankan suhu ruangan yang nyaman (mengatur suhu
ruangan dengan AC).
• Mengkaji turgor kulit, membran mukosa bibir
• Mengukur intake dan output cairan dan menghitung balance cairan
setiap hari selama 24 jam.
• Memberikan cairan minimal 2.5 lt/hari dengan pemberian sedikit-
dikit dan melibatkan keluarga saat pasien sudah dapat minum per
oral.
Kolaborasi :
• Memberikan cairan infus NaCl 0,9% /12 jam
• Memberikan manitol 20% (bila kondisi TD sudah normal dan stabil)
10/27/2018 Cidera Kep_SUnardi 17
4. Resti gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak
adequate: penurunan kesadaran (soporokoma)
Intervensi keperawatan
Mandiri:
• Mengkaji status nutrisi saat masuk rumah sakit/ruangan dengan menimbang BB/mengukur LL.
• Mengkaji kemampuan menelan ; refleks menelan, gerakan lidah dan bibir dan kesulitan-
kesulitan asupan nutrisi dan mendengarkan bising usus, catat adanya
penurunan/hilangnya/suara yang hiperaktif
• Melatih makan peroral dikit-demi sedikit dengan melibatkan keluarga
• Memberikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dan teratur dalam bentuk
cair
• (Ignatavicius, 1999)
• Menjaga keamanan saat memberikan makan; tinggikan kepala tempat tidur selama makan
peroral.
• Mengkaji pola BAB dan feses, cairan lambung, muntahan darah dan lainnya lalu mencatat hasil.
Kolaborasi :
• Memberikan pertimbangan untuk konsultasi dengan ahli gizi
• Memberikan nutrisi parenteral: Triofusin 500 ml/24 jam
• Memberi pertimbangan dan memantau hasil pemeriksaan laboratorium: albumin, transferin,
asam amino, zat besi, ureum/kreatinin, glukosa, elektrolit setelah 3 hari perawatan.

10/27/2018 Cidera Kep_SUnardi 18


Pen-Kes
keluarga diberikan penkes tentang perawatan pasien dengan masalah cedera
kepala, diantara yaitu :
• Penjelasan tentang pengertian, penyebab, pengobatan dan komplikasi
cidera kepala termasuk gangguan fungsi luhur dari pasien, oleh karena itu
perlu control dan berobat secara teratur dan lanjut.
• Mengajarkan bagaimana cara pemenuhan nutrisi dan cairan selama
dirawat dan dirumah nantinya
• Mengajarkan pada keluarga dan melibatkan keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari pasien
• Mengajarkan melatih mobilisasi fisik secara bertahap dan terencana agar
tidak terjadi cidera pada neuromuskuler
• Mempersiapkan keluarga untuk perawatan pasien dirumah bila saatnya
pulang, kapan harus istirahat, aktifitas dan kontrol selama kondisi masih
belum optimal terhadap dampak dari cidera kepala pasien dan sering
pasien akan mengalami gangguan memori maka mengajarkan pada
keluarga bagaimana mengorientasikan kembali pada realita pasien.

10/27/2018 Cidera Kep_SUnardi 19


REHABILITASI
 Berbaring lama dan inaktiviti bisa menimbulkan
komplikasi gerakan seperti kontraktur, osteoporosis,
dekubitus, edema, infeksi, trombophlebitis, infeksi
saluran kencing.
 Goal jangka pendek
_Meningkatkan spesifik area seperti kekuatan,
koordinasi, ROM, balans, dan posture untuk mobilitas
dan keamanan.
_Pengobatan tergantung kondisi pasien kestabilan
kardiopulmoner, fungsi musculoskletal, defisit neurologi

10/27/2018 Cidera Kep_SUnardi 20


REHABILITASI
• Rehabilitasi dini pada fase akut terutama untuk menghindari
komplikasi seperti kontraktur dengan terapi fisik pengaturan posis,
melakukan gerakan ROM (pergerakan sendi) dan mobilisasi dini
• Terapi ini kemudian dilanjutkan dengan home program terapi yang
melibatkan lingkungan dirumah
• Pada pasien tidak sadar dilakukan dengan strategi terapi coma
management dan program sensory stimulation
• Penanganan dilakukan oleh tim secara terpadu dan terorganisis :
dokter ,terapis, ahli gizi, perawat, pasien dan keluarga.
• Melakukan mobilisasi dini, rehabilitasi termasuk stimulasi, suport
nutrisi yang adekuat, edukasi keluarga.

10/27/2018 Cidera Kep_SUnardi 21


ASUHAN KEPERAWATAN STROKE
CEREBROVASCULAR ACCIDENT

Oleh
Tarwoto
PENGERTIAN

• Stroke adalah suatu sindroma yang mempunyai


karakteristik suatu serangan yang mendadak,
nonkonvulsif yang disebabkan karena gangguan
peredaran darah otak non traumatik.
• Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala
gangguan fungsi otak secara fokal dan atau glogal
yang berlangsung 24 jam atau lebih yang dapat
mengakibatkan kematian atau kecacatan yang
menetap lebih dari 24 jam tanpa penyebab lain
kecuali gangguan pembuluh darah otak (WHO,
1983)
PATOFISIOLOGI
• Otak merupakan bagian tubuh yang sangat
sensitif karena jaringan yang lunak maupun
karena fungsinya yang sangat vital. Untuk
melidungi otak ada dua mekanisme tubuh yang
berperan yaitu mekanisme anastomosis dan
mekanisme autoregulasi.
• Mekanisme anastomosis berhubungan dengan
suplay darah ke otak untuk pemenuhan
kebutuhan oksigen dan glukosa.
• Sedangkan mekanisme autoregulasi adalah
bagaimana otak melakukan mekanisme/usaha
sendiri dalam menjaga keseimbangan. Misalnya
jika terjadi hipoksemia otak maka pembuluh
darah otak akan mengalami vasodilatasi.
1. Mekanisme anastomosis
Otak diperdarahi melalui arteri karotis dan
arteri vertebralis. Arteri karotis terbagi
menjadi karotis interna dan karotis eksterna.
Karotis interna menperdarahi langsung
kedalam otak dan bercabang kira-kira
setinggi kiasma optikum menjai arteri serebri
anterior dan media. Karotis eksterna
memperdarahi wajah, lidah dan faring.
• Arteri vertebralis berasal dari arteri subclavia.
Arteri vertebralis mencapai dasar tengkorak
melalui jalan tembus dari tulang yang
dibentuk oleh prosesus transverse dari
vertebra servikal mulai dari C6 sampai dengan
C1. Masuk ke ruang kranial melalui foramen
magnum, dimana arteri-arteri vertebra
bergabung menjadi arteri basilar. Arteri basilar
bercabang menjadi dua arteri serbral
posterior yang memenuhi kebutuhan darah
permukaan medial dan inferior baik bagian
lateral lobus temporal dan occipital.
• Meskipun arteri karotis interna dan
vertebrabasilaris merupakan 2 sistem arteri yang
terpisah yang mengalirkan darah ke otak, tetapi
keduanya disatukan oleh pembuluh dan
anastomosis yang membentuk sirkulasi wilisi.
• Arteri serebri posterior dihubungkan dengan
arteri serebri media dan arteri serebri anterior
dihubungkan oleh arteri komunikan anterior
sehingga terbentuk lingkaran yang lengkap.
Normalnya aliran darah dalam arteri konumikans
hanyalah sedikit Arteri ini merupakan penyelamat
bilamana terjadi perubahan tekanan darah arteri
yang dramatis.
2. Mekanisme Autoregulasi

• Oksigen dan glukosa adalah dua elemen yang


penting untuk metaboliesme serebral yang
dipenuhi oleh aliran darah secara terus
menerus. Aliran darah serebral dipertahankan
dengan kecepatan konstan 750 ml/menit.
• Kecepatan secara konstan ini dipertahankan
oleh suatu mekanisme homeostatis sistemik
dan lokal dalam rangka mempertahankan
kebutuhan nutrisi dan darah secara adekuat.
2. Penyebab stroke
• Trombosis
• Emboli
• Hypoperfusi global
• Perdarahan Subarachnoid
• Perdarahan Intracerebral.
KLASIFIKASI STROKE
1. Klasifikasi stroke berdasarkan keadaan patologis

a. Stroke Iskemia
Iskemia terjadi akibat surplay darah ke jaringan otak
berkurang, hal ini disebabkan karena obstruksi total atau
sebagian pembuluh darah otak.

b. Stroke Haemoragik
Stroke yang terjadi karena perdarahan subarachnoid,
mungkin disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak tertantu. Biasanya terjadi pada saat pasien
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun juga pada
kondisi istrirahat.
2. Klasifikasi stroke berdasarkan perjalanan
penyakit
a. Transient Iskemic Attack (TIA)
Merupakan gangguan neurologi fokal yang
timbul secara tiba-tiba dan menghilang dalam
beberapa menit sampai beberapa jam. Gejala
yang muncul akan hilang secara spontan dalam
waktu kurang dari 24 jam.
b. Progresif (Stroke in Evolution)
Perkembangan stroke terjadi berlahan-lahan
sampai akut, munculnya gejala makin memburuk.
Proses progresif beberapa jam sampai beberapa
hari.
c. Stroke Lengkap (Stroke Complete)
Gangguan neurologik yang timbul sudah
menetap atau permanen, maksimal sejak awal
MANIFESTASI KLINIS
• Manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau
bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran
lesi dan adanya sirkulasi kolateral. Pada stroke akut
gejala klinis meliputi :
• Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah
(hemiparesis) yang timbul secara mendadak.
• Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota
badan
• Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor
atau koma)
• Afasia ( kesulitan dalam bicara )
• Disartria ( bicara cadel atau pelo)
• Gangguan penglihatan, diplopia
• Ataksia
TEST DIAGNOSTIK
• Computerized Tomografi Scaning (CT Scan) : Mengetahui area
infark, edema, hematoma, struktur dan sistem ventrikel otak.
• Magnetic Resonance Imaging (MRI) : Menunjukkan daerah yang
mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena.
• Elektro Encephalografi (EEG) : Mengidentifikasi masalah didasrkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi
yang spesifik.
• Angiografi Serebral : Membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri, adanya titik
oklusi atau ruptur.
• Sinar X tengkorak : Mengetahui adanya kalsifikasi karotis interna
pada trombosis cerebral.
• Pungsi Lumbal : Menunjukkan adanya tekanan normal, Jika tekanan
meningkat dan cairan mengandung darah menunjukkan hemoragik
subarachnoid atau perdarahan intrakranial. Kontraindikasi pada
peningkatan tekanan intrakranial.
PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Pada fase akut
• Pertahankan jalan napas , pemberian oksigen, penggunaan
ventilator.
• Monitor peningkatan tekanan intrakranial
• Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah
• Monitor Jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG.
• Evaluasi status cairan dan elektrolit
• Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan,
dan cegah resiko injuri.
• Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi
lambung dan pemberian makanan.
• Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan
antikoagulan.
• Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran,
keadaan pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial
b. Fase rehabilitasi
• Pertahankan nutrisi yang adekuat
• Program managemen bladder dan bowel
• Mempertahankan keseimbangan tubuh
dan rentang gerak sendi (ROM)
• Pertahankan integritas kulit
• Pertahankan komunikasi yang efektif
• Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
• Persiapan pasien pulang.
2. Pembedahan
• Dilakukan jika perdarahan serebrum
diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih
dari 50 ml untuk dekompresi atau
pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal
bila ada hidrosefalus obstruktif akut.
3. Terapi obat-obatan
• Manitol : 20 %
• Antihipertensi
• Anti konvulsi
INTERVENSI
Rencana Tindakan
1. Kaji status neurologik setiap jam

2. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS

3. Kaji pupil, ukuran, raspon terhadap


cahaya, garakan mata.
4. Kaji refleks kornea dan refleks gag

5. Evaluasi keadaan motorik dan


sensori pasien.
Rencana Tindakan

6. Monitor Tanda vital setiap 1 jam


7. Hitung irama denyut nadi,
auskultasi adanya murmur.

8. Pertahankan pasien bedrest,


berikan lingkungan tenang, batasi
pengunjung, atur waktu istirahat
dan aktivitas.
9. Pertahankan kepala tempat tidur
30 – 45 derajat dengan posisi
leher tidak menekuk.
10. Anjurkan pasien untuk tidak mene
kuk lututnya/ fleksi, batuk, bersin,
feses yang keras atau mngedan.
Rencana Tindakan

11. Pertahankan suhu normal


12. Monitor kejang dan berikan obat
anti kejang.

13. Lakukan aktivitas keperawatan


dan aktivitas pasien seminimal
mungkin.
14. Pertahankan kepatenan jalan
napas, suction jika perlu, berikan
oksigen 100 % sebelum suction
dan suction tidak lebih dari
15 detik.
15. Monitor AGD, PaCO2 antara 35 -
45 mmHg dan PaO2 >80 mmHg
Rencana Tindakan

16. Berikan obat sesuai program dan


monitor efek samping.
 Antikoagulan : Heparin

 Antifibrolitik : Amicar
 Antihipertensi
 Steroid, dexametason
 Fenitoin, fenobarbital
 Pelunak feses
17. Bantu pasien untuk pemeriksaan
diagnostik.
TRAUMA MEDULA SPINALIS
PENGERTIAN

• Merupakan keadaan patologi akut pada


medula spinalis yang diakibatkan terputusnya
komunikasi sensori dan motorik dengan
susunan saraf pusat dan saraf perifer.
• Tingkat kerusakan pada medula spinalis
tergantung dari keadaan komplet atau
inkomplet.
ISTILAH GANGGUAN TRAUMA MS
• Quadriplegia adalah keadaan paralisis/ kelumpuhan pada
semua ekstremitas dan terjadi akibat trauma pada
segmen thorakal 1 (T1) ke atas. Kerusakan pada level ini
akan merusak fungsi sistem saraf otomom khususnya
saraf simpatis misalnya adanya gangguan pernapasan.
• Komplit quadriplegia adalah gambaran dari hilangnya
fungsi medula karena kerusakan di atas segmen cervikal 6
(C6).
• Inkomplit quadriplegia adalah hilangnya fungsi neurologik
karena kerusakan dibawah segmen cervikal 6 (C6).
• Respiratori Quadriplegia (pentaplagia) adalah kerusakan
yang terjadi pada cervikal bagian atas ( C1 – C4) sehingga
terjadi gangguan pernapasan.
• Paraplegia adalah paralisis ekstremitas bagian bawah,
terjadi akibat kerusakan pada segmen thorakal 2 (T2) ke
bawah
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
• Faktor resiko terjadinya cedera medula
spinalis adalah mengkonsumsi alkohol atau
obat-obatan saat mengendarai mobil atau
sepeda motor.
• Sedang etiologi cedera kepala dikelompokkan
akibat trauma misalnya kecelakaan lalu lintas,
terjatuh, kegiatan olah raga, luka tusuk atau
tembak dan akibat non trauma seperti
spondilitis servikal dengan myolopati, myelitis,
osteoporosis, tumor.
PATOFISIOLOGI
• Mekanisme utama terjadinya cedera vertebra
adalah karena hiperekstensi, hiperfleksi,
trauma kompresi vertikal dan rotasi, bisa
sendiri atau kombinasi.
• Cedera karena hiperekstensi paling umum
terjadi pada area cervikal dan kerusakan
terjadi akibat kekuatan akselerasi-deselerasi
KLASIFIKASI

• Komosio medula spinalis adalah suatu keadaan dimana fungsi


medula spinalis hilang sementra tanpa disertai gejala sisa atau
sembuh secara sempurna. Kerusakan pada komosio medula spinalis
dapat berupa edema, perdarahan verivaskuler kecil-kecil dan infark
pada sekitar pembuluh darah.
• Kompresi medula spinalis berubungan dengan cedera vertebra,
akibat dari tekanan pada medula spinalis.
• Kontusio adalah kondisi dimana terjadi kerusakan pada vertebra,
ligamen dengan terjadinya perdarahan, edema, perubahan neuron
dan reaksi peradangan.
• Laserasio medula spinalis merupakan kondisi yang berat karena
terjadi kerusakan medula spinalis. Biasanya disebabkan karena
dislokasi, luka tembak. Hilangnya fungsi medula spinalis umumnya
bersifat permanen.
TANDA DAN GEJALA

1. Tergantung tingkat dan lokasi kerusakan


• Tanda dan gejajala cedera medula spinalis
tergantung daerah tingkat kerusakan dan
lokasi kerusakan.
• Dibawah garis kerusakan terjadi misalnya
hilangnya gerakan volunter, hilangnya sensasi
nyeri, temperatur, tekanan dan propriosepsi,
hilangnya fungsi bowel dan bladder dan
hilangnya fungsi spinal dan refleks autonom.
2. Perubahan refleks
• Setelah cedera medula spinalis terjadi edema medula spinalis
sehingga stimulus refleks juga terganggu misalnya refleks pada
bladder, aktivitas viseral, refleks ejakulasi.

3. Spasme otot
• Gangguan spasme otot terutama terjadi pada truma komplit
tranversal, dimana pasien terjadi ketidakmampuan melakukan
pergerakan.

4. Spinal shock
• Tanda dan gejala spinal shock meliputi flacid paralisis dibawah garis
kerusakan, hilangnya sensasi, hilangnya refleks-refleks spinal,
hilangnya tonus vasomotor yang mengakibatkan tidak stabilnya
tekanan darah, tidak adanya keringat dibawah garis kerusakan dan
inkontinensia urine dan retensi feses.
5. Autonomic dysreflexia
• Autonomic dysreflexia terjadi pada cedera
thorakal enam keatas, dimana pasien
mengalami gangguan refleks autonom seperti
terjadinya bradikardia, hipertensi paroksimal,
distensi bladder.

6. Gangguan fungsi seksual


• Banyak kasus memperlihatkan pada laki-laki
adanya impotensi, menurunnya sensasi dan
kesulitan ejakulasi. Pasien dapat ereksi tetapi
tidak dapat ejakulasi.
KOMPLIKASI
• Neurogenik shock
• Hipoksia
• Gangguan paru-paru
• Instabilitas spinal
• Orthostatic hypotensi
• Ileus paralitik
• Infeksi saluran kemih
• Batu saluran kemih
• Kontraktur
• Dekubitus
TEST DIAGNOSTIK

• Foto Rongen : Adanya fraktur vertebra


• CT Scan : Adanya edema medula spinalis
• MRI : Kemungkinan adanya kompresi, edema
medula spinalis
• Serum kimia : Adanya hiperglikemia atau
hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit,
kemungkinan menurunnya Hb dan
hemotokrit.
• Urodinamik : Proses pengosongan bladder.
PENATALAKSANAAN MEDIK
Prinsip penatalaksanaan adalah :
• Segera dilakukan imobilisasi
• Stabilisasi daerah tulang yang mengalami cedera seperti dilakukan pemasangan
collar servical, atau dengan menggunakan bantalan pasir.
• Mencegah progresivitas gangguan medula spinalis misalnya dengan pemberian
oksigen, cairan intravena, pemasangan NGT.
• Terapi pengobatan :
– Kortikosteroid seperti deksametason untuk mengontrol edema
– Antihipertensi seperti diazoxide untuk mengontrol tekanan darah akibat autonomik
hyperrefleksia akut.
– Kolinergik seperti bethanechol chlorida untuk menurunkan aktivitas bladder.
– Antideprasan seperti imipramine hydrochrorida untuk meningkatkan tonus leher bladder
– Antihistamin untuk menstimulus beta-reseptor dari bladder dan uretra.
– Agen antiulcer seperti ranitidine
– Pelunak feses seperti docusate sodium
• Tindakan operasi, lakukan dengan indikasi tertentu seperti adanya fraktur
servikal dengan fragmen yang menekan lengkung saraf.
• Rehabilisasi dilakukan untuk mencegah komplikasi, mengurangi cacat dan
mempersiapkan pasien untuk hidup dimasyarakat.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

• Keseimbangan cairan
• Ggn eliminasi
• Body image
• Ggan mobilisasi
• Nutrisi
• dll
ASKEP HNP

Anda mungkin juga menyukai