PENGHASILAN
17
PENGHASILAN
AKUNTANSI PAJAK
Kenaikan manfaat Tambahan kemampuan
ekonomi selama satu ekonomis yang diterima
periode akuntansi dalam atau diperoleh Wajib
bentuk pemasukan atau Pajak, baik yang berasal
penambahan aktiva atau dari Indonesia maupun
penurunan kewajiban dari luar Indonesia yang
yang mengakibatkan dapat dipakai untuk
kenaikan ekuitas yang konsumsi dan atau untuk
tidak berasal dari menambah kekayaan
penanaman modal Wajib Pajak ybs dengan
Meliputi revenues dan nama dan dalam bentuk
gain apapun
Ada Obyek Pajak dan
Bukan Obyek Pajak
18
EXPENSES & LOSS
AKUNTANSI PAJAK
Revenue Deductible Expenses
Expenditure (Pengurang
(Expenses) Penghasilan)
Loss Nondeductible
Expenses (Bukan
Pengurang
Penghasilan)
19
LAPORAN LABA RUGI
20
KOREKSI FISKAL
Rekonsiliasi fiskal adalah usaha mencocokkan
perbedaan yang terdapat dalam laporan laba rugi
komersial dan laporan laba rugi fiskal.
Ada dua jenis koreksi fiskal
Koreksi positif yang menyebabkan Penghasilan
Kena Pajak membesar
Koreksi negatif yang menyebabkan Penghasilan
Kena Pajak mengecil
21
LAPORAN LABA RUGI
Financial Income Taxable Income
23
MEKANISME PAJAK PENGHASILAN
WAJIB
PAJAK
MEMBAYAR
MENGHITUNG
UANG MUKA
PPH TAHUNAN PPH BULANAN
DIPOTONG PAJAK
MEMBAYAR ATAS PENGHASILAN
ANGSURAN BULANAN YANG DIBAYAR OLEH PIHAK LAIN
(WITHHOLDING TAX) 24
MEKANISME PAJAK PENGHASILAN
WAJIB
PAJAK
MENYETORKAN
KE PEMERINTAH
25
MEKANISME PAJAK PENGHASILAN
MEMBAYAR PAJAK
ATAS PENGHASILAN
SENDIRI
MENGHITUNG MEMBAYAR
PPH TAHUNAN UANG MUKA
(PPH TERUTANG) PPH BULANAN
DIPOTONG PAJAK
MEMBAYAR ATAS PENGHASILAN
ANGSURAN BULANAN YANG DIBAYAR OLEH PIHAK LAIN
(WITHHOLDING TAX)
3. Warisan
4. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh
badan sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal;
5. penggantian atau imbalan sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib
Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh
bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan
pajak secara final atau Wajib Pajak yang
menggunakan norma penghitungan khusus (deemed
profit)
BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN
(3)
6. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang
pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa;
7. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri,
koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha
milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat:
a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara
dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen)
dari jumlah modal yang disetor;
BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN
(4)
8. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik
yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
9. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana
pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan;
10. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak
investasi kolektif;
11. penghasilan yang diterima atau modal ventura
BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN
(5)
12. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
13. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau
lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang
pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi
yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam
bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka
waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya
sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan; dan
BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN
(6)
14. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak
tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
Objek PPh : Laba Usaha (Penghasilan
Netto) menurut ketentuan fiskal
LABA FISKAL
Penghasilan Netto = Penghasilan
Bruto yang Merupakan Objek Pajak –
Beban yang Boleh Dikurangkan dari
Penghasilan Bruto
PENENTUAN PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
EXPENSES
NON DEDUCTIBLE
DEDUCTIBLE EXPENSES
EXPENSES
PASAL 6 AYAT 1
PASAL 9 AYAT 1
DEDUCTIBLE EXPENSES
1. biaya yang secara langsung atau tidak langsung
berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
a. biaya pembelian bahan;
b. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi,
dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang
c. bunga, sewa, dan royalti;
d. biaya perjalanan;
e. biaya pengolahan limbah;
f. premi asuransi;
g. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
h. biaya administrasi; dan
DEDUCTIBLE EXPENSES
2. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh
harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran
untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A
3. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan;
4. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta
yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau
yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan;
5. kerugian selisih kurs mata uang asing;
6. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang
dilakukan di Indonesia;
7. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
DEDUCTIBLE EXPENSES
8. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan
syarat:
a. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi
komersial;
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak
dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan telah
diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri
atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara;
c. atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur
yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam
penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan
dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah
utang tertentu;
d. syarat sebagaimana dimaksud pada HURUF C tidak berlaku
untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil
DEDUCTIBLE EXPENSES
1. Handphone
a. Cost diakui 50%, disusutkan sebagai aktiva Kelompok I
b. Abonemen, Pulsa (voucher isi ulang), dan Perbaikan
dibebankan 50% pada tahun pengeluaran
2. Bus/Minibus untuk Antar Jemput Karyawan
a. Cost (termasuk perbaikan besar) diakui 100%, disusutkan
sebagai aktiva Kelompok II
b. Pemeliharaan rutin dibebankan seluruhnya pada tahun
pengeluaran
3. Sedan/Sejenisnya untuk Pegawai dengan Jabatan/Pekerjaan
Tertentu
a. Cost (termasuk perbaikan besar) diakui 50%, disusutkan
sebagai aktiva Kelompok II
b. Pemeliharaan rutin dibebankan 50% pada tahun
pengeluaran
DEDUCTIBLE EXPENSES :
PENYUSUTAN
Infomasi penting untuk menghitung
penyusutan berdasarkan pajak adalah:
Penyusutan dalam peraturan perpajakan
ditentukan berdasarkan tarif sesuai dengan
metode penyusutan yang di pilih
Tarif penyusutan berdasarkan pengelompokkan
barang yang diatur dalam peraturan perpajakan.
Penyusutan dengan menggunakan saldo
menurun, nilai sisa pada akhir masa masa
manfaat harus disusutkan sekaligus.
Penyusutan dimulai pada bulan saat barang
tersebut siap untuk di pakai.
TARIF & METODE PENYUSUTAN
Contoh Menghitung Biaya
Penyusutan
2012 NIHIL
Sisa Rugi Fiskal 2009 Rp 1.000.000
Sisa Rugi Fiskal 2011 Rp 300.000
2013 Laba Fiskal Rp 100.000
Sisa Rugi Fiskal 2009 Rp 900.000
Sisa Rugi Fiskal 2011 Rp 300.000
WAJIB
PAJAK
SEDARAH SEMENDA
LURUS:
KE SAMPING:
ORANGTUA LURUS:
SAUDARA KE SAMPING:
ANAK MERTUA,
(KAKAK IPAR
KANDUNG ANAK TIRI
& ADIK)
ISTILAH DALAM PTKP
PENGHASILAN NETTO WP OP
PEMBUKUAN
NORMA PERHITUNGAN
PENGHASILAN NETTO WP BADAN:
PEMBUKUAN
NORMA PERHITUNGAN
Hanya untuk WP Orang Pribadi
Peredaran bruto dalam satu tahun <
Rp 4,8 milyar
Memberitahukan kepada DJP dalam 3
bulan pertama dari tahun pajak yang
bersangkutan
Wajib menyelenggarakan pencatatan
CONTOH : PENGGUNAAN NORMA
WP Orang Pribadi
WP Badan
C
HUBUNGAN KELUARGA
WAJIB
BEDAKAN DENGAN PAJAK
KETENTUAN UNTUK
TANGGUNGAN
SEDARAH SEMENDA
LURUS:
KE SAMPING:
ORANGTUA LURUS:
SAUDARA KE SAMPING:
ANAK MERTUA,
(KAKAK IPAR
KANDUNG ANAK TIRI
& ADIK)
Penguasaan Manajemen
WP menguasai WP lainnya atau dua/lebih
pengusaha.
Terjadi karena penguasaan manajemen atau
teknologi, kendati tidak ada hubungan
kepemilikan
Pajak Penghasilan Kurang Bayar
/Lebih Bayar Untuk WPOP
Pajak Penghasilan Kurang/Lebih
Bayar Untuk WP OP dengan Norma
Pajak Penghasilan Kurang/Lebih
Bayar Untuk WP Badan
JENIS-JENIS PEMBAYARAN PPh YANG DAPAT
DIKREDITKAN BAGI WPDN/BUT