BUDIDAYA RUMPUT LAUT

MARWA
NOMPOS.PI,M.SI
DINAS PERIKANAN KABUPATEN PANGKEP
2018
 Pendahuluan
 Teknologi budidaya yang cukup sederhana, telah
dikuasai oleh masyarakat, waktu budidaya cukup
singkat per siklus panen  30 hari
 Produk olahan yang beragam  dlm berbagai
aspek kebutuhan manusia
 Pemberlakuan MEA Desember 2015: CBIB, CPIB
 Model usaha dpt dilakukan dlm skala usaha kecil
& menengah (UKM) dan besar
 Pengembangan usaha RL = dgn kebijakan
pemerintah : Mendorong kesempatan kerja,
Pertumbuhan ekonomi, Kesejahteraan masyarakat.
 Pemerintah perlu industri rumput laut untuk
ekonomi masyarakat hususnya di pesisir.
 PERMASALAHAN
1. BELUM TERSEDIA BIBIT DENGAN MUTU TERJAMIN
2. MUTU HASIL PANEN RUMPUT LAUT
3. KENDALI HARGA DI TANGAN PEMBELI (BUYER
MARKET): Pengumpul membeli dengan harga yang
sama walaupun kualitas berbeda
4. BELUM JELAS STANDAR KUALITAS PRODUK -------
PETANI SULIT MENENTUKAN KUALITAS SEBAGAI
DASAR HARGA
5. SULIT MENDAPATKAN MODAL USAHA
6. ADANYA GULMA SEPERTI LUMUT YANG MENEMPEL,
SEHINGGA TERIKUT SAAT PENGEMASAN
MENURUNKAN PRODUKSI
Tidak tercampur dengan
benda-benda/bahan asing

Benda-benda/Bahan
yang sering ditemukan:
Sampah:Tali, puntung rokok,
kantong, kotoran binatang
Pasir: kandungan logam tinggi
Garam: garam yang sengaja
dicampur
KONDISI DAN POTENSI PENGEMBANGAN
Produksi Rumput Laut Nasional (Dalam Ton
basah) Target
Target produksi
produksi
10
10 juta
juta ton
ton rumput
rumput laut
laut basah
basah pada
pada
2014
2014
Mendorong
Mendorong industri hilir
industri hilir rumput
rumput laut
laut
dalam negeri dengan pembatasan
dalam negeri dengan pembatasan
eskpor
eskpor bahan
bahan baku
baku
Potensi lahan rumput laut mencapai
4,5 juta hektare (Indonesia bergaris
pantai lebih dari 81.000 km dan
terdapat sekitar 13.667 pulau.)

Jumlah ekspor rumput laut indonesia

140.000 ton tahun 2010
180.000 ton tahun 2011 (target)

Sumber: KKP, 2010

Saat ini sekitar 90 persen rumput laut yang dihasilkan
diekspor dalam bentuk kering, tanpa diolah. Dengan
tujuan, antara lain ke negara : China, Filipina, Hongkong,
Spanyol, Jepang, Amerika Serikat dan Denmark.
Sumber: Pusdatin KKP, 2015
 RUMPUT LAUT
Kappaphycus alvarezii (Eucheuma cottonii) = “cottonii”

cottonii Tambalang Sakol

Eucheuma spinosum Kappaphycus sp.

(E. denticulatum)

Strain Sumba
BIOLOGI (Eucheuma cottonii = Kappaphycus alvarezii)

• KLASIFIKASI :
JENIS :, Eucheuma cottonii , (Kappaphycus alvarezii), GENUS : Eucheuma
(Kappaphycus), FAMILI : Silieriaceae, ORDO : Gigartinales, KELAS :
Rhodopycea
• MEMPUNYAI THALUS (BATANG SEMU) YANG SILINDERIS DAN
BERDURI KECIL-KECIL, PERCABANGANNYA TIDAK TERATUR,
UJUNGNYA RUNCING, BERWARNA COKLAT UNGU ATAU HIJAU
KEKUNINGAN
• BERKEMBANG BIAK SECARA KAWIN (ANTAR GAMET) DAN TIDAK
KAWIN (VEGETATIF DAN PENYEBARAN SPORA). VEGETATIF DAPAT
DILAKUKAN DENGAN STEK (KEG. BUDIDAYA)
• HIDUP DIDAERAH PASANG SURUT, PADA KEDALAMAN 30 – 50 CM
PADA WAKTU SURUT DENGAN MENEMPELKAN TUBUHNYA PADA
SUBSTRAT (BATU KARANG, KULIT KERANG ATAU BENDA KERAS
LAINNYA)
 PEMILIHAN LOKASI
1. TERLINDUNG DARI GELOMBANG BESAR/BADAI/ANGIN MUSIM
2. TINGGI GELOMBANG (CM), YAITU, BAIK < 10, SEDANG 10 – 20,
KURANG : > 30
3. ARUS (CM/DETIK), YAITU, BAIK : 20 – 30 , SEDANG : 10 – 20,
KURANG : < 10 DAN > 30
4. KEDALAMAN AIR, YAITU, BAIK : 2,5 – 5 M, SEDANG : 1 – 2,5 ,
KURANG : < 0,5
5. DASAR PERAIRAN, YAITU, BAIK : BERKARANG, SEDANG : PASIR,
KURANG : LUMPUR
6. SALINITAS (PPT), YAITU, BAIK : 32 – 34, SEDANG : 30 – 32 ,
KURANG : < 30 DAN > 34
7. SUHU (o C), YAITU, BAIK : 24 – 30 , SEDANG : 20 – 24 , KURANG
: < 20 DAN > 30
8. KECERAHAN (CM), YAITU, BAIK : 110 – 60, SEDANG : 30 – 40 ,
KURANG : < 30
• METODA PEMELIHARAAN :
BERDASARKAN POSISI TANAMAN TERHADAP DASAR,
METODA PEMELIHARAAN DIBAGI 4 :
1. METODA DASAR
2. METODA LEPAS DASAR TERGANTUNG
3. METODA RAKIT APUNG PADA KONDISI
LOKASI
4. METODA LONG LINE

MRTODA YANG UMUM DIGUNAKAN ADALAH METODA LEPAS DASAR

PENYEDIAAN BIBIT
 KARAKTER BIBIT YANG BAIK

 Tahan terhadap penyakit

 Tahan terhadap perubahan
lingkungan
 Rendemen dan kualitas
karaginan yg tinggi
 Laju pertumbuhan sampai 3-
10%
SELEKSI BIBIT
CONTOH BIBIT
• PENGIKATAN / PEMELIHARAAN BIBIT
- BIBIT DIIKATKAN PADA TALI BENTANG DENGAN JARAK 20 – 30 CM.

- BERAT BIBIT ANTARA 50 – 100 g

- TALI BENTANG YANG SUDAH ADA BIBIT DIBENTANGKAN DAN
DIIKATKAN PADA TALI RIS UTAMA
- TALI RIS UTAMA DIIKATKAN PADA PATOK ATAU JANGKAR
- JARAK PATOK 3 – 5 M
- JARAK ANTARA TALI RENTANG 50 – 100 CM.
- BOTOL AQUA DIIKATKAN PADA TALI BENTANG
- SETIAP MIN. SEMINGGU SEKALI DI LAKUKAN PEMBERSIHAN BIBIT
(Menggoyang tali bentangan)
- PEMBERSIHAN BOTOL AQUA SEBAGAI PELAMPUNG
PEMELIHARAAN DAN PEMANTAUAN

 Pengamatan peubah kualitas perairan

diukur setiap 15 hari, yakni secara in-
situ yang meliputi : suhu, salinitas,
arus, dan kecepatan arus dan secara
exsitu dianalisis di laboratorium
meliputi : NO3-N, dan PO4-P.
Pemantauan biofouling juga harus
dilakukan untuk penanganan bibit
 PEMELIHARAAN

FAKTOR-FAKTOR PERTUMBUHAN RUMPUT

LAUT

FISIK:
Suhu, Cahaya, Salinitas, Arus, Gelombang

KIMIA:
Nutrient (N, P), Polutant

BIOLOGI:
Bibit (genetik), Epipit (Fouling Organism):
Lumut
• HAMA/ PENYAKIT
 Pengaruh pada: Survival rate = tingkat kehidupan

HAMA :
1. MENEMPEL PADA RUMPUT LAUT : LARVA BULU BABI,
PROTOZOA & LUMUT ( Air Keruh )
2. MEMAKAN PADA RUMPUT :
- TERIPANG ( Holothuria sp)
- IKAN BARONANG (Siganus sp.)
- PENYU HIJAU ( Chelonia mydas)
- IKAN KERAPU (Epinephellus sp.)

PENYAKIT :
DIKENAL PENYAKIT “ICE – ICE” (BERCAK PUTIH) :
- BINTIK – BINTIK PUTIH PADA SEBAGIAN THALUS
LAMA KELAMAN TALUS MENJADI PUTUS
 Penyakit pd rumput laut merupakan suatu gejala
gangguan fungsi atau terjadinya perubahan
fisiologis. pd tanaman,
 Terjadi akibat adanya perubahan faktor lingkungan
yang ekstrim.
 Ditandai dgn pertumbuhan lambat, terjadinya
perubahan warna, timbulnya bintik/bercak-bercak pd
sebagian thallus.
 Menurut Trono (1974) penyebab ice – ice ini adalah
perubahan lingkungan yg tdk sesuai utk
pertumbuhan yg menyebabkan menurunnya daya
tahan rumput laut.
 PENYAKIT
PENYEBAB UTAMA Stressor lingkungan al:
•Rendahnya kandungan unsur hara dlm perairan
(perairan sangat bening),
•Kadar garam yg kurang optimal (< 20 ppt; > 35 ppt),
•Fluktuasi suhu air tinggi,
•Arus perairan yg sangat lemah,
•Umumnya terjadi pd musim peralihan s/d puncak
musim kemarau
Perkembangan gejala (sindrom) ice-ice:

Sumber : BRPBAP Maros, 2011

 PANEN DAN PASCA PANEN
 RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII) DAPAT DIPANEN PADA
UMUR 40 – 45 HARI (KANDUNGAN KARAGENEN SUDAH BAIK)
 JIKA PANEN UNTUK BIBIT DAPAT DILAKUKAN PADA UMUR 25 –
35 HARI
 PANEN TOTAL DIANGKAT BERSAMA TALINNYA DIJEMUR DI
BAWAH SINAR MATAHARI
 ATA U RUMPUT LAUT YANG MASIH TERIKAT LANGSUNG
DIJEMUR BERSAMA TALI BENTANGAN DENGAN CARA
MENGGANTUNG TALI BENTANGAN
 PADA CUACA BAIK PENJEMURAN DAPAT BERLANGSUNG 2 – 3
HARI DENGAN KADAR AIR 30 -35 %.
 UNTUK LUAS AREAL 25 x 100 M2 (1 UNIT) BIASANYA
DIBUTUHKAN BIBIT 1 TON.
 DENGAN BIBIT 1 TON BASAH, DAPAT DIPEROLEH HASIL
PANEN 500 – 600 KG KERING DAN 1 TON BASAH UNTUK BIBIT.
Kontribusi BPBAP Takalar Terhadap
Pengembangan Rumput Laut:

I.Pengembangan Bibit: Spora, Kultur Jaringan, Kebun

Bibit
II.Pengembangan Budidaya: Alih Teknologi (Diseminasi
Teknologi), Pemantauan Kualitas Lingkungan Budidaya
III.Diversifikasi Komoditi Rumput Laut: Budidaya
Caulerpa (Lawi-lawi), Sargassum dll.
IV.Kerjasama Pengembangan Rumput Laut: ACIAR
(20012-Sekarang), BPPBAP Maros, PT. Agarindo,
BIOTROP, Koperasi, Kelompok Tani dll
V.Peningkatan Kemampuan SDM dibidang Rumput Laut
1. PENGEMBANGAN BIBIT YANG
BERASAL DARI SPORA

LATAR BELAKANG
Gracilaria sebagai sumber Agar sebelumnya
hanya dipelihara di Tambak
Tidak semua petani di pesisir pantai
mempunyai tambak, sehingga perlu alternatif
untuk memelihara Gracilaria di laut
Produksi di 1 kawasan pesisir Kab. Takalar
(Sulawesi Selatan) mencapai 300 Ton
kering/bulan
Perlu sumber bibit yang besar
 Permasalahan Budidaya Gracilaria sp. di laut:
 Pengikatan Bibit:
Batang semu (Thallus) Gracilaria sp. tidak sebesar
Kappahycus sehingga perlu 7-10 thalus per ikat.
 Sumber bibit alam:
• Terbatas pada daerah tertentu (di muara sungai),
untuk daerah lain perlu alternatif sumber bibit.
• Ketersediaan bibit sangat tergantung musim.

PRODUKSI BIBIT RUMPUT LAUT

Gracilaria sp. YANG BERASAL DARI
SPORA
Tujuan:
Untuk menghasilkan bibit Gracilaria
sp. yang berasal dari spora yang
menempel di tali polyethylene (PE)

Manfaat:
Petani dapat secara langsung
menggunakan tali PE yang sudah
mengandung bibit yang berasal dari
spora
Ukuran Gracilaria sp. yg dipelihara di laut

G. verucosa Gracilaria sp. K. alvarezii

Gracilaria sp. cultured in the sea
Koleksi Gracilaria sp. Fertil
Jenis:
-Gracilaria sp. Family Solieriaceae (Rhodophyta).
-Mengandung spora tipe carpospore (Carposporophyte).
-Hasil budidaya
Tempat: Desa Laguruda, Kab. Takalar, Sulawesi Selatan.

Gb. Thallus Gracilaria sp.

yang mengandung
Carpospore
(Carposporophyte)
COLLECTING OF FERTIL GRACILARIA CULTURING OF FERTIL THALUS OF
IN FARMING AREA GRACILARIA AS A STOCK IN
LABORATORY
Beberapa tempat
menempelnya
spora
Spora (carpospore)
yang melekat di
cawan petri (Umur
1 minggu). d = 20-
35 µ
Bibit Gracilaria sp.
(gracilaria muda)
yang berasal dari
spora (Carpospore)
Bibit Gracilaria yang berkembng di wadah
beaker glas dan di cawan petri yang
berasal dari spora (Umur 2 bln)
Spora yang menempel pada tali rapia (umur 1
minggu)
Spora yang menempel pada tali Polyethilene
(umur 1 minggu)
Spora yang berkembang menjadi thalus
muda di tali PE (umur 1 bln)
Spora yang Spora yang
berkembang di tali berkembang di tali PE
rapia (umur 1,5 bln) (umur 2 bln)
Serah terima bibit kepada kelompok
tani Kospermindo di lokasi
budidaya di laut di Desa Ujung Baji,
Kec. Sandrobone, Kab. Takalar
Bibit yang siap di Perkembangan bibit setelah 3 minggu
dibesarkan di laut dipelihara di laut
Perkembangan bibit spora
setelah 70 hari dipelihara di laut
2. PENGEMBANGAN BIBIT YANG
BERASAL DARI KULTUR JARINGAN

LATAR BELAKANG
Pemakaian bibit cottonii/spinosum tanpa
seleksi akan menurunkan kualitas
Mutu bibit yang berasal dari kultur jaringan
dapat dikotrol
Hasil pembesaran cottonii dengan bibit yang
berasal dari kultur jaringan lebih tinggi
Kultur Jaringan di
BIOTROP Bogor
Kegiatan:
Pengembangan Pemeliharaan
Bibit Kultur Jaringan hasil
Produksi BIOTROP

Perekayasaan Pengembangan
Kultur Jaringan Rumput Laut

Pembangunan Laboratorium
Kultur Jaringan Rumput Laut
3. PENGEMBANGAN KEBUN BIBIT

- Kerjasama dengan Diskan sebagai

Pendamping Teknis

4. DISEMINASI TEKNOLOGI BUDIDAYA

RUMPUT LAUT

- Kerjasama dengan kelompok tani di Desa

Laguruda, Kec. Sandrobone, Takalar
- Pengujian Bibit Kultur Jaringan di Lokasi
Budidaya
5. PEMANTAUAN KUALITAS AIR DI
AREAL PEMELIHARAAN RUMPUT
LAUT
- Pengukuran kandungan Nutrien (N, P)
- Pengukuran Suhu, Salinitas, pH dll

6. DIVERSIFIKASI KOMODITI RUMPUT

LAUT

- Pengembangan Budidaya Jenis-jenis Rumput

Laut baru yang bernilai ekonomis: Caulerpa,
Sargassum, Halymenia
7. KERJASAMA PENGEMBANGAN
INDUSTRI RUMPUT LAUT

- ACIAR (2012-Sekarang), BPPBAP Maros,

PT. Agarindo, BIOTROP, Koperasi, Kelompok
Tani, KP3RL, ARLI, ASPERLI, dll

8. PENINGKATAN KEMAMPUAN SDM

BIDANG RUMPUT LAUT

- Praktek kerja lapang dari berbagai lembaga

pendidikan
- Training tenaga teknis
 Diversifikasi produk ahir selain agar dan karagenan seperti
pupuk, pakan ternak dll.
 Certifikat CPIB dan CBIB untuk menghadapi persaingan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
 Perbaikan mutu rumput laut setelah dipanen sangat penting
karena rendahnya kualitas akan berdampak pada kinerja pabrik,
kualitas produk ahir, biaya produksi tinggi, pengembangan
pasar terhambat dan kehilangan pangsa pasa
 Perlunya Kolaborasi antara Pemerintah, Masyarakat,
Pengusaha, LSM & akademisi, ARLI dan ASTRULI
 Perlunya membangun pabrik agar-agar dan karagenan
 Perbaikan kualitas bibit dan monitoring lingkungan budidaya.
 Perlunya regulasi dlm pemasaran hasil panen, seperti bulog
dapat mengatur stok untuk mengendalikan harga