Mahar Musamma
Mahar yang telah disepakati oleh calon suami
dan calon istri
Mahar Mitsil
Mahar yang belum ditentukan jumlah dan
bentuknya pada saat ijab kabul
Ketentuan pembayaran mahar
Al Baqarah ayat 237
“Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu
bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu
sudah menentukan maharnya itu, maka bayarlah seperdua
dari mahar yang telah kamu tentukan itu”
Pasal 35 KHI
Suami yang mentalak isterinya dalam keadaan qobla
dukhul, ia wajib membayar setengah mahar yang telah
ditentukan dalam akad nikah
Suami yang meninggal dunia dalam keadaan qobla dukhul,
seluruh mahar menjadi hak isterinya
Perceraian terjadi qobla dukhul dan mahar belum
ditetapkan, suami wajib membayar mahar mitsil.
Syarat sahnya perkawinan menurut
Undang-Undang No.1 tahun 1974
tentang Perkawinan
• Pasal 2 ayat (1): perkawinan adalah sah
apabila dilakukan menurut hukum masing-
masing agamanya dan kepercayaannya itu.
• Penjelasan Pasal 2: tidak ada perkawinan di
luar hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaanya itu.
• Berarti untuk Orang Islam maka yg berlaku
adalah hukum perkawinan Islam.
Syarat sahnya perkawinan menurut
Undang-Undang No.1 tahun 1974
tentang Perkawinan
1. Persetujuan kedua calon mempelai (Pasal 6).
2. Harus berusia 16 (enam belas) tahun bagi wanita
dan berusia 19 (sembilan belas) tahun bagi pria
(Pasal 7).
3. Tidak terikat tali perkawinan dengan orang lain
kecuali dalam hal yang diizinkan (Pasal 9).
4. Bagi yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun
harus mendapat izin kedua orang tua (Pasal 6 ayat
(2)).
5. Tidak merupakan pihak-pihak yang dilarang untuk
menikah seperti tercantum dalam Pasal 8, 9, 10.
Menurut Hukum Islam
Tidak ada ketentuan yang jelas di al Qur’an dan
Hadits Rasul tentang pencatatan perkawinan
Tidak diatur secara tegas kewajiban mencatat
perkawinan (nikah) dalam kitab fikih;
Q.S. al-Baqarah (2): 282 menjelaskan tentang
bermuamalah secara : “….Jika kamu
bermuamalah, maka catat dan hadirkan 2
orang saksi…..”
Menurut Hukum Islam
Menurut M. Idris Ramulyo bukti autentik terjadinya
perkawinan sesuai dengan analogi (qiyas)
ketentuan dalam Q. S. 2: 282.
Namun sebagian ahli berpendapat bahwa ayat ini
hanya untuk utang piutang.
Perjanjian utang piutang yang bersifat sementara
saja diatur apalagi akad nikah yang seumur hidup.
Menurut hukum Islam pencatatan perkawinan
hanya proses administrasi saja, tidak
mempengaruhi sahnya perkawinan.
Menurut Hukum Islam
Hadits Rasul, yang diriwayatkan oleh al-
Tirmidzy berasal dari Siti Aisyah: “I’lanun
nikaaha wadhribu alaihi bil gaarbaali”,
artinya: “umumkanlah perkawinan itu dan
pukullah gendang dalam hubungan
dengan pengumuman itu”
Manfaatnya untuk memberi tahu
masyarakat bahwa telah terjadi
perkawinan sehingga dapat terhindar dari
fitnah.
UU Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk
UU No. 22 tahun 1946 yang mulai berlaku di
seluruh Indonesia pada tanggal 2 Nov. 1954
melalui UU No. 32 tahun 1954:
Pasal 1 ayat (1): nikah yang dilakukan menurut
agama Islam diawasi oleh Pegawai Pencatat
Nikah (PPN) yang diangkat oleh menteri agama
atau pegawai yang ditunjuk olehnya.
Pasal 3 ayat (1): yang melakukan akad nikah
dengan seorang perempuan tidak di bawah
pengawasan PPN atau wakilnya, dihukum
denda.
SK Mahkamah Islam Tinggi tahun 1953
No. 23