Anda di halaman 1dari 20

Kerangka aturan Ekonomi maritim

BINTAN SYAHPUTRA ANGGIT


170461201056

MOCHAMAD FACHRI ABDULLAH


170461201036

POLTAK SANDI DARWIN JOSUA MANALU


170461201062
EKONOMI
RAHMAT MARITIM
170461201012

SAFRIZAL
170461201071
KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 16 TAHUN 2017
TENTANG
KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
 bahwa Indonesia memiliki wilayah perairan yang sangat
luas dengan potensi sumber daya kelautan yang
melimpah sehingga perlu dikelola secara optimal dan
berkelanjutan;
 bahwa pengelolaan sumber daya kelautan dilakukan
dalam rangka mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai
Poros Maritim Dunia dan dalam upaya memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat;
 bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Mengingat :
• Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
• Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4421);
• Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun
2005- 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4700);
• Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 294, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5603);
• Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun
2015-2019 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 3);
KELOMPOK KLASIFIKASI PELABUHAN
Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani
kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat
angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah
menengah, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau
barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan
antarprovinsi.

Pelabuhan Pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya


melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan
laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal
tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan
dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi.
Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani
kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam
jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan Pelabuhan
Pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta
angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan provinsi.

Pelabuhan Laut adalah pelabuhan yang dapat digunakan untuk melayani kegiatan
angkutan laut dan/atau angkutan penyeberangan yang terletak di laut atau di
sungai.

Pelabuhan sungai dan Danau adalah pelabuhan yang digunakan untuk melayani
angkutan sungai dan danau yang terletak di sungai dan danau.
NEGARA BENDERA

Pelayaran di laut banyak mengandung resiko dan menyangkut


hubungan internasional. Untuk mewujudkan ketertiban lalu lintas
pelayaran internasional, maka setiap kapal yang berlayar dilaut
harus:
1. Memiliki identitas yang jelas (aspek status hukum).
2. Memenuhi syarat untuk dilayarkan (aspek keselamatan)
3. Dijalankan oleh orang yang memiliki kompetensi untuk
melayarkan kapal (aspek pengawakan).
Kapal yang memenuhi persyaratan ini disebut “Laik Laut”.
Identitas kapal secara fisik diperlihatkan dengan bendera
kebangsaan kapal.
Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 (KHI 1982/UNCLOS 1982) yang diratifikasi dengan
Undang Undang Nomor 17 Tahun 1985 mengatur :
1. Setiap negara baik berpantai atau tak berpantai dapat jadi negara bendera/flag state
(Psl.90).
2. Harus ada hubungan yang sungguh-sungguh antara negara bendera dengan kapal
yang mengibarkan benderanya sebagai bendera kebangsaan, karena itu harus menetapkan
persyaratan pendaftaran dan pemberian kebangsaan pada kapal. (Psl.91 ayat (1) ).
3. Negara bendera harus memberikan kepada kapal dokumen yang memberikan hak
untuk mengibarkan benderanya sebagai bendera kebangsaan kapal (Psl.91 ayat (2)).
4. Kapal hanya boleh berlayar dibawah bendera suatu negara saja, kecuali ditentukan
secara khusus dalam konvensi ini atau suatu perjanjian international (Psl.92 ayat (1)).
5. Perobahan atau penggantian bendera kebangsaan kapal hanya boleh dilakukan
berdasarkan perpindahan pemilikan yang nyata atau perpindahan pendaftaran. (Psl.92 (1) ).
6. Kapal yang berlayar dibawah bendera 2 (dua) negara atau lebih dan
menggunakannya berdasarkan kemudahan dapat dianggap sebagai kapal tanpa
kebangsaan. (Psl.92 ayat (2) ).
7. Setiap negara bendera harus melaksanakan secara efektif yurisdiksi, dan
pengawasannya dalam bidang administratif teknis dan sosial atas kapal yang mengibarkan
benderanya sebagai bendera kebangsaan. (Psl.94).
Aspek Dalam Bendera Kapal.

Tekan
disini Aspek Yuridis

Tekan
disini Aspek Ekonomis

Tekan
disini Aspek Politis
Kewajiban masing-masing negara untuk menetapkan
dalam hukum nasionalnya syarat-syarat
pendaftaran dan pemberian bendera kapal serta
melaksanakan secara efektif yurisdiksi dan
pengawasan dalam bidang administratif, teknis dan
sosial terhadap kapal-kapal yang mengibarkan
benderanya.

TEKAN
Karena kapal yang terdaftar merupakan
asset nasional, karenanya ia harus
diupayakan agar mendapatkan alokasi
muatan yang wajar (fair share) dalam
angkutan perdagangan dalam maupun luar
negeri. Peran pemerintah sangat penting
untuk menciptakan kondisi yang
menguntungkan bagi armada nasional,
antara lain pengaturan mengenai preferensi
muatan (cargo preference), pengaturan azas
cabotage dan lain-lain.
Karena kapal merupakan asset
nasional maka ia harus
mendapatkan perlindungan
dari negara dan negara
berkewajiban untuk
mengembangkan potensi
armada niaga nasional serta
menjaga agar bendera kapal
IDENTITAS KAPAL INDONESIA

Indonesia sebagai negara berdaulat dan anggota


masyarakat internasional, berkewajiban untuk memelihara
tata tertib pelayaran internasional antara lain dengan
memberikan identitas bagi kapal-kapalnya dan
meregistrasikannya dengan cermat. Identitas kapal
Indonesia secara fisik diperlihatkan dengan mengibarkan
bendera Indonesia sebagai bendera kebangsaan kapal dan
bukti kebangsaan kapal dituangkan dalam surat Tanda
Kebangsaan Kapal Indonesia.
PENGUKURAN KAPAL

1. Dasar hukum
a. Undang Undang No.17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran.
b. Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2002
tentang Perkapalan
c. Keputusan Presiden No.5 Tahun 1989 tentang
Ratifikasi Konvensi Internasional tentang Pengukuran
Kapal 1969 (TMS 1969)
d. Peraturan Menteri Perhubungan No
2. Tujuan
Setiap kapal sebelum dioperasikan wajib dilaksanakan
pengukuran oleh ahli ukur untuk memperoleh identitas fisik
kapal berupa :
a. Panjang (P)
b. Lebar (L)
c. Dalam (D)
d. Tonase kotor (GT) dan
e. Tonase bersih (NT),
yang akan digunakan untuk :
a. Memenuhi persyaratan pendaftaran dan penerbitan
surat tanda kebangsaan kapal.
b. Menetapkan pesyaratan keselamatan yang harus
Penetapan Kebangsaan Kapal
1. Dasar Hukum
a. Pasal 311 KUHD.
b. Undang-Undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
c. Peraturan Pemerintah No.51 Tahun Tahun 2002 tentang Perkapalan
d. Stbl 1924 No.78 tentang Penetapan Surat-Surat Laut dan Pas-Pas
Kapal.
e. Stbl 1935 No.492 tentang Ordonasi Surat-Surat Laut dan Pas-Pas
Kapal.
f. Stbl 1935 No.564 tentang Peraturan Surat-Surat Laut dan Pas-Pas
Kapal.
g. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.46 Tahun 1996 tentang
Sertifikasi Kelaiklautan Kapal Ikan.
h. Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 (UNCLOS 1982) yang
diratifikasi dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 1985.
2. Tujuan
Memberikan legalitas kepada kapal untuk mengibarkan bendera Indonesia sebagai
bendera kebangsaan melalui Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia.

3. Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia.


a. Surat Laut untuk kapal berukuran GT.175 atau lebih.
Diterbitkan oleh Ditjen Hubla Cq. Dirkapel.
b. Pas Besar untuk kapal berukuran GT.7 sampai dengan ukuran kurang dari GT.175.
Diterbitkan oleh Adpel / Kanpel yang telah ditunjuk.
c. Pas Kecil untuk kapal berukuran kurang dari GT.7.
Diterbitkan oleh Adpel / Kanpel yang memiliki Kode Pas Kecil.
Untuk kapal yang hanya berlayar diperairan Sungai atau Danau diberikan Pas Sungai dan Danau.
NEGARA PANTAI
Pengertian Geographically Disadvantaged State
Dalam mempelajari Hukum Laut Internasional, khususnya dalam materi tentang bentuk
geografis suatu negara, kita pasti mempelajari dan memahami tentang bentuk – bentuk
geografis suatu negara. Bentuk – bentuk geografis suatu negara terdiri dari :

Bentuk coastal state, artinya bentuk negara berpantai.


Contoh negara dalam bentuk ini adalah Indonesia, Malaysia, Australia;
Archipelago state, bentuk negara kepulauan.
Seperti Indonesia;
Land Locked, negara daratan.
Geographically Disadvantaged State, negara yang secara geografis tidak diuntungkan.
Pengertian dari Geographically Disadvantaged State adalah bentuk negara yang secara geografis
tidak diuntungkan. Maksudnya, bahwa negara tersebut memiliki bentuk geografis, namun
bentuk yang ada tersebut tidak menguntungkan bagi negara tersebut.
Konsep Geographically Disadvantaged State dalam Hukum Laut
Internasional
Di dalam Hukum Laut Internasional, khususnya jika mengkaji atau mempelajari
tentang bentuk geografis suatu negara, terdapat dua elemen utama, yaitu :
Hak dan kewajiban negara pantai ( coastal state ), meliputi :
Sumber daya alam non-hayati;
Sumber daya alam hayati;
Sumber daya ekonomis lainnya;
Pembangunan pulau buatan dan instalasi;
Penelitian ilmiah kelautan;
Kontrol terhadap pencemaran laut;
Hak dan kewajiban negara lain ( other state ), meliputi :
Navigasi;
Penerbangan ( overflight );

Anda mungkin juga menyukai