Anda di halaman 1dari 66

PERATURAN NARKOTIKA,

PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR

Dosen Pengampu:
Erniza Pratiwi Ramlan, M.Farm,apt

KELOMPOK 5:
Adha Dinda
Cahya Purwaningsih
Dian Sanita Putri
Felly Cahyana
Guswan Ferdiansyah
Nia Daaiatul Israq
Riska Wahyuni
Siti Nurjannah
Widiandri Ramadhana
Yoni Adriani Edra
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 2009
TENTANG
NARKOTIKA

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan

Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan


kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika
Ketergantungan Penyalah Guna adalah
Narkotika adalah kondisi yang orang yang menggunakan
ditandai oleh dorongan untuk Narkotika tanpa hak atau melawan
menggunakan Narkotika hukum
secara terus-menerus dengan
takaran yang meningkat agar
menghasilkan efek yang sama
dan apabila penggunaannya Transito Narkotika adalah
dikurangi dan/atau dihentikan pengangkutan Narkotika dari suatu
secara tiba-tiba, menimbulkan negara ke negara lain dengan
gejala fisik dan psikis yang melalui dan singgah di wilayah
khas Negara Republik Indonesia yang
terdapat kantor pabean dengan atau
tanpa berganti sarana angkutan
TUJUAN

Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan:

1. Menjamin ketersediaan Narkotika untuk


kepentingan
2. Pelayanan kesehatan dan/atau
pengembangan ilmu, pengetahuan dan
teknologi;
3. Mencegah, melindungi, dan
menyelamatkan bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan Narkotika
4. Memberantas peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika
5. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi
medis dan sosial bagi Penyalah Guna
dan pecandu Narkotika
Narkotika Golongan I dilarang
digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan. Dalam jumlah terbatas, Narkotika
Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia
laboratorium setelah mendapatkan persetujuan
Narkotika sebagaimana Menteri atas rekomendasi Kepala Badan
dimaksud dalam Pasal 5 Pengawas Obat dan Makanan
digolongkan ke dalam:

a. Narkotika Golongan I
b. Narkotika Golongan II
c. Narkotika Golongan III
PENGGOLONGAN
DAFTAR NARKOTIKA
GOLONGAN I

Opium mentah: Papaver


Somniferum L
Tanaman koka DAFTAR
Heroina NARKOTIKA
MPPP GOLONGAN II
AMFETAMINA DAFTAR
Tiofentanil Alfentanil NARKOTIKA
Fentanil GOLONGAN III
Metadona
Morfina Dihidrokodeina
Nikomorfina Kodeina
Petidina Etilmorfina
Dekstropropoksifena
Propiram
PENGADAAN
 Menteri menjamin ketersediaan narkotika untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
 Untuk keperluan ketersediaan narkotika sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), disusun rencana kebutuhan
tahunan narkotika

o Rencana kebutuhan tahunan narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) disusun berdasarkan data pencatatan dan pelaporan rencana dan
realisasi produksi tahunan yang diaudit secara komprehensif dan menjadi
pedoman pengadaan, pengendalian, dan pengawasan narkotika secara
nasional
o Narkotika untuk kebutuhan dalam negeri diperoleh dari impor, produksi
dalam negeri, dan/atau sumber lain dengan berpedoman pada rencana
kebutuhan tahunan Narkotika
Produksi
Menteri memberi izin khusus untuk memproduksi Narkotika
kepada Industri Farmasi tertentu yang telah memiliki izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
setelah dilakukan audit oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan

Menteri melakukan pengendalian terhadap produksi Narkotika


sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan Narkotika

Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan pengawasan


terhadap bahan baku, proses produksi, dan hasil akhir dari
produksi Narkotika sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan
Narkotika
CON’T

 Narkotika Golongan I dilarang diproduksi dan/atau


digunakan dalam proses produksi, kecuali dalam
jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
 Pengawasan produksi Narkotika Golongan I untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara ketat oleh Badan Pengawas Obat
dan Makanan
IMPOR NARKOTIKA

Menteri memberi izin kepada 1 (satu) perusahaan


pedagang besar farmasi milik negara yang telah memiliki
izin sebagai importir

Surat Persetujuan Impor Narkotika diberikan


berdasarkan hasil audit Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan terhadap rencana kebutuhan dan realisasi
produksi dan/atau penggunaan Narkotika

Pelaksanaan impor Narkotika dilakukan atas


dasar persetujuan pemerintah negara pengekspor dan
persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang
sah
EKSPOR NARKOTIK

Menteri memberi izin kepada


1 perusahaan pedagang besar Eksportir Narkotika harus memiliki
farmasi milik negara yang Surat Persetujuan Ekspor dari
telah memiliki izin sebagai Menteri, Untuk memperoleh Surat
eksportir Persetujuan Ekspor Narkotika
pemohon harus melampirkan surat
persetujuan dari negara pengimpor

Pelaksanaan ekspor Narkotika dilakukan


atas dasar persetujuan pemerintah negara
pengimpor dan persetujuan tersebut
dinyatakan dalam dokumen yang sah
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di negara pengimpor
Transito

Dokumen atau Surat Persetujuan


Ekspor Narkotika dari pemerintah
Transito Narkotika harus negara pengekspor dan dokumen atau
dilengkapi dengan dokumen Surat Persetujuan Impor Narkotika
atau Surat Persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Ekspor Narkotika yang sah
sekurang-kurangnya memuat
dari pemerintah negara
pengekspor dan dokumen keterangan tentang:
atau Surat Persetujuan a. Nama dan alamat pengekspor dan
Impor Narkotika yang sah pengimpor Narkotika;
dari pemerintah negara b. Jenis, bentuk, dan jumlah
pengimpor sesuai dengan Narkotika; dan
ketentuan peraturan c. Negara tujuan ekspor Narkotika
perundang-undangan yang
berlaku di negara
pengekspor dan pengimpor
Pemeriksaan
Pemerintah melakukan pemeriksaan atas kelengkapan dokumen
impor, ekspor, dan/atau Transito Narkotika

Importir Narkotika dalam memeriksa Narkotika yang diimpornya


disaksikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan dan wajib
melaporkan hasilnya kepada Menteri paling lambat 3 (tiga) hari kerja
sejak tanggal diterimanya impor Narkotika di perusahaan

Berdasarkan hasil laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


Menteri menyampaikan hasil penerimaan impor Narkotika kepada
pemerintah negara pengekspor
PREKURSOR NARKOTIKA

Pengaturan prekursor dalam


Undang-Undang ini bertujuan:
 a. Melindungi masyarakat dari
bahaya penyalahgunaan
Prekursor Narkotika
 b. Mencegah dan memberantas
peredaran gelap Prekursor
Narkotika
 c. Mencegah terjadinya
kebocoran dan penyimpangan
Prekursor Narkotika
Penggolongan:
TABEL II
TABEL I 1. Acetone.
 Acetic Anhydride 2. Anthranilic Acid.
 N-Acetylanthranilic Acid 3. Ethyl Ether.
 Ephedrine 4. Hydrochloric Acid.
 Ergometrine 5. Methyl Ethyl Ketone.
 Ergotamine
6. Phenylacetic Acid.
 Isosafrole
 Lysergic Acid
7. Piperidine.
 3,4-Methylenedioxyphenyl-2- 8. Sulphuric Acid.
propanone 9. Toluene.
 Norephedrine
 1-Phenyl-2-Propanone
 Piperonal.
 Potassium Permanganat
 Pseudoephedrine.
 Safrole
CON’T
 Pengadaan Prekursor Narkotika
dilakukan melalui produksi dan
impor.
 Pengadaan Prekursor Narkotika
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya dapat digunakan untuk
tujuan industri farmasi, industri
nonfarmasi, dan ilmu pengetahuan
dan teknologi
PENGOBATAN DAN REHABILITASI

Pengobatan

• Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis,


dokter dapat memberikan Narkotika Golongan II atau Golongan
III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien

• Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memiliki,


menyimpan, dan/atau membawa Narkotika untuk dirinya
sendiri

• Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mempunyai


bukti yang sah bahwa Narkotika yang dimiliki, disimpan,
dan/atau dibawa untuk digunakan diperoleh secara sah
Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika
wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial

Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup
umur dan Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur

Wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada


pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh
Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan
melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
Rehabilitasi Medis adalah suatu
proses kegiatan pengobatan secara terpadu
untuk membebaskan pecandu dari
ketergantungan Narkotika

Rehabilitasi Sosial adalah suatu


proses kegiatan pemulihan secara terpadu,
baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas
pecandu Narkotika dapat kembali
melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan
masyarakat
CON’T

(1) Rehabilitasi medis Pecandu Narkotika


dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh
Menteri.
(2) Lembaga rehabilitasi tertentu yang
diselenggarakan oleh instansi pemerintah
atau masyarakat dapat melakukan
rehabilitasi medis Pecandu Narkotika
setelah mendapat persetujuan Menteri
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pembinaan meliputi upaya:


Memenuhi ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Mencegah penyalahgunaan Narkotika

Mencegah generasi muda dan anak usia sekolah dalam


penyalahgunaan Narkotika

Mendorong dan menunjang kegiatan penelitian dan/atau


pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
Pengawasan
 Pengawasan meliputi:
 Narkotika dan Prekursor Narkotika
untuk kepentingan pelayanan
 Produksi
kesehatan dan/atau pengembangan
 Impor dan ekspor
ilmu pengetahuan dan teknologi
 Peredaran
 Alat-alat potensial yang dapat  Pelabelan
disalahgunakan untuk melakukan  Informasi
tindak pidana Narkotika dan  Penelitian
Prekursor Narkotika  Pengembangan ilmu
 Evaluasi keamanan, khasiat, dan pengetahuan dan
mutu produk sebelum diedarkan teknologi.
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN

Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan


penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika, dengan Undang-Undang ini
dibentuk Badan Narkotika Nasional, yang selanjutnya
disingkat BNN

BNN merupakan lembaga pemerintah


nonkementerian yang berkedudukan di bawah
Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden

BNN berkedudukan di ibukota negara dengan


wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Negara
Republik Indonesia, BNN mempunyai perwakilan
di daerah provinsi dan kabupaten/kota
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1997
TENTANG PSIKOTROPIKA

Psikotropika adalah zat atau obat, baik


alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktivitas mental dan perilaku
Tujuan Pengaturan Di
Bidang Psikotropika
Adalah :

1. Menjamin ketersediaan psikotropika guna


kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu
pengetahuan
2. Mencegah terjadinya penyalahgunaan
psikotropika;
3. Memberantas peredaran gelap psikotropika
Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma
ketergantungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digo-longkan
menjadi: :

• Psikotropika golongan I
• Psikotropika golongan II
• Psikotropika golongan III
• Psikotropika golongan IV
CON’T
Psikotropika golongan I
adalah psikotropika yang hanya
dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi, serta mempunyai
potensi amat kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan

Contoh: Ekstasi (MDMA = 3,4-Methylene-


Dioxy Methil Amphetamine), LSD (Lysergic
Acid Diethylamid), dan DOM
CON’T
Psikotropika golongan II adalah
psikotropika yang berkhasiat pengobat-an
dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan ilmu penge-tahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan

Contoh: amfetamin, metamfeamin


(sabu), dan fenetilin
CON’T

Psikotropika golongan IV adalah


psikotropika yang berkhasiat pengobat-
Psikotropika golongan III adalah
an dan sangat luas digunakan dalam
psikotropika yang berkhasiat
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengobat-an dan banyak digunakan
pengetahuan serta mempunyai potensi
dalam terapi dan/atau untuk tujuan
ringan mengakibatkan
ilmu pengetahuan serta mempunyai
sindroma ketergantungan
potensi sedang mengakibatkan
sindroma ketergantungan
Contoh: diazepam, nitrazepam, lexotan
(sering disalahgunakan), pil koplo
Contoh: amorbarbital, brupronorfina,
(sering disalahgunakan), obat
dan mogadon (sering disalahgunakan)
penenang (sedativa), dan obat tidur
(hipnotika)
EKSPOR DAN IMPOR

EKSPOR IMPOR

 Ekspor psikotropika hanya dapat  Impor psikotropika hanya dapat


dilakukan oleh pabrik obat atau dilakukan oleh pabrik obat atau
pedagang besar farmasi yang pedagang besar farmasi yang
telah memiliki izin sebagai telah memiliki izin sebagai
eksportir importir
 Harus memiliki surat persetujuan  Harus memiliki surat
ekspor untuk setiap kali persetujuan impor untuk setiap
melakukan kegiatan ekspor kali melakukan kegiatan impor
psikotropika psikotropika
CON’T

Untuk dapat memperoleh surat persetujuan ekspor


atau surat persetujuan impor psikotropika, eksportir atau
importir mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Menteri
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG
PERUBAHAN PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA

Daftar psikotropika golongan II dan


golongan IV tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini
Daftar Psikotropika
Golongan II

 Amineptina Daftar Psikotropika Golongan IV


 Metilfenidat
 Sekobarbital o Allobarbital
o Alprazolam
o Bromazepam
o Diazepam
o Fenobarbital
o Fludiazepam
o Ketazolam
o Klordiazepoksida
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEREDARAN,
PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN NARKOTIKA,
PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI

PEREDARAN

Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi


dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah
mendapatkan izin edar dari Menteri

Untuk mendapatkan izin edar Narkotika,


Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi
harus melalui pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan
Makanan
Izin khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa:
 Izin Khusus Produksi Narkotika
 Izin Khusus Impor Narkotika
 Izin Khusus Penyaluran Narkotika
Penyaluran
Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi wajib memenuhi Cara Distribusi Obat yang Baik

Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan


Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan
berdasarkan:
a. Surat pesanan; atau
b. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan
Obat (LPLPO) untuk pesanan dari Puskesmas
• Surat pesanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
hanya dapat berlaku untuk masing-masing Narkotika,
Psikotropika, atau Prekursor Farmasi

• Surat pesanan Narkotika hanya dapat digunakan


untuk 1 (satu) jenis Narkotika

• Surat pesanan Psikotropika atau Prekursor Farmasi


hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) atau beberapa
jenis Psikotropika atau Prekursor Farmasi
Penyaluran Narkotika Golongan I hanya dapat
dilakukan oleh perusahaan PBF milik Negara yang
memiliki Izin Khusus Impor Narkotika kepada Lembaga
Ilmu Pengetahuan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, termasuk untuk kebutuhan
laboratorium.

Penyaluran Narkotika sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) hanya dapat dilakukan berdasarkan surat
pesanan dari Apoteker penanggung jawab dan/atau
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan
Penyaluran Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi Dalam Bentuk Bahan Baku

Hanya dapat
Hanya dapat
dilakukan oleh PBF yang
dilakukan oleh perusahaan
memiliki izin sebagai IT
PBF milik Negara yang
Psikotropika kepada Industri
memiliki Izin Khusus Impor
Farmasi dan/atau Lembaga
Narkotika
Ilmu Pengetahuan

Penyaluran Prekursor Farmasi berupa


zat/bahan pemula/bahan kimia atau produk
antara/produk ruahan hanya dapat dilakukan oleh
PBF yang memiliki izin IT Prekursor Farmasi
kepada Industri Farmasi dan/atau Lembaga Ilmu
Pengetahuan
Penyaluran Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi Dalam Bentuk Obat Jadi

Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan


Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi hanya dapat
dilakukan oleh:
1. Industri Farmasi kepada PBF dan Instalasi
Farmasi Pemerintah
2. PBF kepada PBF lainnya, Apotek, Instalasi
Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik,
Instalasi Farmasi Pemerintah dan Lembaga Ilmu
Pengetahuan
3. PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus
Impor Narkotika kepada Industri Farmasi, untuk
penyaluran Narkotika;
4. Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat kepada Instalasi Farmasi
Pemerintah Daerah, Instalasi Farmasi Rumah Sakit milik
Pemerintah, dan Instalasi Farmasi Tentara Nasional Indonesia
atau Kepolisian
5. Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah kepada Instalasi Farmasi
Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah, Instalasi Farmasi
Klinik milik Pemerintah Daerah, dan Puskesmas
CON,T

Pengiriman Narkotika, Psikotropika, dan


Prekursor Farmasi yang dilakukan oleh
Industri Farmasi, PBF, atau Instalasi
Farmasi Pemerintah harus dilengkapi
dengan:
a. Surat pesanan
b. Faktur dan/atau surat pengantar
barang
Kekuatan
Nama Narkotika,
Psikotropika, dan
Bentuk
Prekursor sediaan
Farmasi

FAKTUR

Kemasan Nomor batch


Tanggal
Jumlah kadaluarsa
Penyerahan
Penyerahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
hanya dapat dilakukan dalam bentuk obat jadi

Dilaksanakan oleh apoteker di fasilitas pelayanan


kefarmasian

Dikecualikan penyerahan Prekursor Farmasi yang termasuk


golongan obat bebas terbatas di Toko Obat dilakukan oleh
Tenaga Teknis Kefarmasian
Penyerahan
Narkotika dan
Psikotropika

Apotek sebagaimana hanya


Penyerahan Narkotika dan/atau dapat menyerahkan Narkotika
Psikotropika hanya dapat dan/atau Psikotropika kepada:
dilakukan oleh: 1. Apotek lainnya
 Apotek; 2. Puskesmas
 Puskesmas 3. Instalasi Farmasi Rumah
 Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Sakit 4. Instalasi Farmasi Klinik
 Instalasi Farmasi Klinik 5. Dokter; dan
 Dokter. 6. pasien.
Apotek sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a hanya dapat menyerahkan Narkotika
dan/atau Psikotropika kepada:
1. Apotek lainnya
2. Puskesmas
3. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
4. Instalasi Farmasi Klinik
5. Dokter
6. Pasien
CON’T

Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah


Sakit, dan Instalasi Farmasi Klinik hanya dapat
menyerahkan Narkotika dan/atau Psikotropika
kepada pasien berdasarkan resep dokter
Penyerahan
Prekursor Farmasi

 Penyerahan prekusor obat keras dilakukan


oleh seorang apoteker dengan resep dokter
 Penyerahan prekusor bebas terbatas Apotek
kepada Toko Obat, hanya dapat dilakukan
1. Apotek berdasarkan surat permintaan tertulis yang
ditandatangani oleh Tenaga Teknis
2. Puskesmas
Kefarmasian
3. Instalasi Farmasi
Rumah Sakit
4. Instalasi Farmasi
Klinik
5. Dokter
6. Toko Obat
PENYIMPANAN

 Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan


Prekursor Farmasi dapat berupa gudang, ruangan, atau
lemari khusus
 Tempat penyimpanan Narkotika dilarang digunakan
untuk menyimpan barang selain Narkotika.
 Tempat penyimpanan Psikotropika dilarang digunakan
untuk menyimpan barang selain Psikotropika
 Tempat penyimpanan Prekursor Farmasi dalam bentuk
bahan baku dilarang digunakan untuk menyimpan
barang selain Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan
baku.
Narkotika dan
Psikotropika
Gudang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

 dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai pintu yang


dilengkapi dengan pintu jeruji besi dengan 2 (dua) buah kunci
yang berbeda
 langit-langit dapat terbuat dari tembok beton atau jeruji besi
 jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan
jeruji besi
 gudang tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin
Apoteker penanggung jawab
 kunci gudang dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab dan
pegawai lain yang dikuasakan
Ruang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Dinding dan langit-langit terbuat dari bahan yang kuat
2. Jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji
besi
3. Mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda
4. Kunci ruang khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung
jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan
5. Tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker
penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk.
Lemari khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Terbuat dari bahan yang kuat
2. Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2
(dua) buah kunci yang berbeda
3. Harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut
gudang, untuk Instalasi Farmasi Pemerintah
4. Diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat
oleh umum, untuk Apotek, Instalasi Farmasi
Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi
Klinik, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan
5. Kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker
penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk dan
pegawai lain yang dikuasakan
Penyimpanan
Prekursor Farmasi

Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi


Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, dan Lembaga
Ilmu Pengetahuan harus menyimpan Prekursor
Farmasi dalam bentuk obat jadi di tempat
penyimpanan obat yang aman berdasarkan analisis
risiko
PEMUSNAHAN

Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor


Farmasi hanya dilakukan dalam hal:

a. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan


persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat
diolah kembali
b. Telah kadaluarsa
c. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada
pelayanan kesehatan dan/atau untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa
penggunaan
d. Dibatalkan izin edarnya
e. Berhubungan dengan tindak pidana
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi harus dilakukan dengan:
• Tidak mencemari lingkungan
• Tidak membahayakan kesehatan masyarakat

Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas


distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter
praktik perorangan yang melaksanakan pemusnahan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus membuat Berita Acara
Pemusnahan
Berita Acara Pemusnahan, paling sedikit memuat:
1. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan
2. Tempat pemusnahan
3. Nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas
distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan
lembaga/dokter praktik perorangan
4. Nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain
badan/sarana tersebut
5. Nama dan jumlah Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi yang dimusnahkan
6. Cara pemusnahan
7. Tanda tangan penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas
distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan
lembaga/ dokter praktik perorangan dan saksi.
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Industri Farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah,


Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi
Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau dokter praktik
perorangan yang melakukan produksi, Penyaluran, atau Penyerahan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib membuat
pencatatan mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
Seluruh dokumen pencatatan, dokumen penerimaan,
dokumen penyaluran, dan/atau dokumen penyerahan termasuk surat
pesanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib
disimpan secara terpisah paling singkat 3 (tiga) tahun

Pencatatan paling sedikit terdiri atas:


1. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi
2. Jumlah persediaan
3. Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan
4. Jumlah yang diterima
5. Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran/penyerahan
6. Jumlah yang disalurkan/diserahkan
7. Nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau
penyaluran/penyerahan; dan
8. Paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.

Anda mungkin juga menyukai