Anda di halaman 1dari 58

MUNTAH PADA ANAK

Setia Budi S.

Subdivisi Gastroenterologi BIKA FK UNHAS /


UPF Anak RSU dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar
Vomiting

Gastroesophageal reflux

Regurgitation
Vomiting

 Forceful expulsion of gastrointestinal contents


through the mouth
Gastroesophageal reflux

 theinvoluntary passage of gastric contents


into the esophagus

Regurgitation

 reflux
dribles effortlessly into or out of the
mouth
DEFECTIVE LES-
MOTILITY
ABNORMAL NEURAL
T.L.E.S.R. (+++) CONTROL LES(P) by C.N.S.
defective basal LES tone (vago-vagal)

pepsin, acid, bile salts

GER Gastric distention


Hiatal Hernia mechanoreceptors in gastric
wall
near cardia
Esophageal clearance :
- motor activity - pH neutralization
- gravity (saliva)
increased intragastric
Esophageal mucosal resistance ? pressure
- individual variance delayed gastric emptying
- prostaglandin
Impuls

endogen exogen
afferen N. Vagus

Chemo-receptor
Vomiting center
Trigger Zone

Gastrointestinal tract, … vomiting

Impuls
Vomiting
 Most common in children (> infant)
 Confusing the parents
 Life-threatening causes of vomiting

 Three distinct phases


(1) nausea, (2) retching, (3) emesis

 Not preceded in raised intracranial pressure or


mechanical obstruction
Approach

 Age: neonates, infant, child

 Gastrointestinal tract
 obstruction
 non obstruction

 Extra-gastrointestinal tract
Etiology
 Neonates
 Atresia esophagus, pylorus stenosis, spitting up
 GER, NEC, chalasia, Infection (UTI, OMA, sepsis)

 Infants
 pylorus stenosis, intususeption, hernia
 RGE, gastroenteritis, infection, drugs, aerophagia

 Children
 Intusuception, stricture, gastritis, apendisitis
Infection, drugs
Therapy

 ~ etiology
 treat acid and base inbalanced
 Drugs
 Domperidone
 Metoclopramide
 Cisapride
KALASIA
ESOFAGUS
PENDAHULUAN

Kalasia esofagus → sfinkter esofagus bagian bawah (SEB) tidak menutup


sempurna, letaknya menjadi longgar terhadap diafragma → masuknya
kembali isi lambung yang asam dan mengandung pepsin ke dalam esofagus
tanpa paksaan, setelah makan dan minum → penyakit refluks
gastroesofagus (PRGE) = Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) →
kelainan patologik.
• Refluks gastroesofagus fisiologik (RGE) → regurgitasi → bayi-bayi yang
kelihatan sehat, tumbuh kembang normal, terjadi beberapa saat setelah
minum.
• Gejala dapat dikurangi → susu dipadatkan dan diberikan sedikit-sedikit.
Pada waktu minum bayi dalam posisi tegak, tidak mengisap udara dari
dalam botol, kadang - kadang dipergunakan juga prokinetik.
• Dengan cara ini biasanya gejala - gejala menghilang setelah bayi berumur
6 – 9 bulan.
Refluks Gastroesofagus
Patologik
 SEB mempunyai panjang 4 cm, 2 cm sebelah proksimal → hiatus esophagus → di
fiksasi oleh diafragma dan 2 cm sebelah distal berhubungan dengan kardia lambung.
 Bilamana fiksasi tidak baik (longgar) → sfinkter tidak menutup rapat →
pengeluaran kembali isi lambung → penyakit refluks gastroesofagus (PRGE).
 Fiksasi yang kurang baik → stenosis intestine → perlambatan pasase usus.
 Isi lambung bertambah → penekanan pada SEB, fiksasi diafragma menjadi longgar.
 Diketemukan juga pada penderita hiatus hernia: segmen lambung yang masuk ke
dalam rongga torak mendorong SEB dari tempatnya.
 D/ X – ray kontras atau dengan mempergunakan endoskop.
Isi lambung yang asam memberikan beberapa
komplikasi, antara lain :

 Esofagitis : iritabilitas, anoreksia, hematemesis &


melena, nyeri bagian dada (anak besar).

 Gejala saluran napas : batuk berulang dan


mengik, apnea, cyanotic spells, stridor dan
hoarsness.
Perawatan penderita dilakukan dengan
memberikan terapi simptomatik, yaitu :

 Antasida (Maalox atau Mylanta) →


netralisasi asam lambung.
 Prokinetik (Metoclopramide) →
memperkuat sfinkter & mempercepat
pengosongan lambung.
 Antagonis H2 Reseptor (H2 Blocker) :
Cimetidine dan Ranitidine.
 Proton Pump Inhibitor (PPI) : Omeprazole.
Terapi bedah yang diberikan
adalah :
 Memperbaiki penyebab perlambatan
pasase usus.

 Fundoplikasi :
 Bagian atas lambung diikatkan sekeliling
SEB → memperkuat sfingkter & mencegah
refluks asam.
 Pada hiatus hernia : fundoplikasi dikerjakan
sekalian untuk reposisi hernia.
 Hari ke-2 pasca bedah : penderita
dipulangkan & setelah istirahat 3 minggu
sudah dapat melakukan aktivitas seperti
biasa.
Akalasia Esofagus
PENDAHULUAN
 Kelainan bawaan → gangguan pasase parsial esofagus bagian
distal dan kardia lambung.

 Diperkenalkan oleh Sir Thomas Willis (1672) → Von Mikulics


(1881) “Cardio Spasm” → spasme esofagus dan kardia
lambung.

 Hurt dan Rake (1929) → “achalasia” → kegagalan relaksasi


pada sfingter esofagus bagian bawah.

 Achalasia ~ esophageal achalasia atau cardia spasm.


• Insidens :

• 0,5-1,0 / 100.000 populasi


• < 14 tahun (2%)
• Jarang <12 bulan
• Dpt ditemukan pd neonatus (3-4 hari)
• Vaughan dan Williams (1973) → 2 ♂ bersaudara (2 tahun
dan 8 tahun) di dalam satu keluarga yang mempunyai 8 orang
anak : akalasia esofagus.
PATOLOGI
 Kel. pd bgn. distal esofagus → ↑ tekanan & hambatan
relaksasi pada sfinkter esofagus bagian bawah →
berkontraksi terus-menerus → krn ggn. persarafan
 Biopsi otot → ↓ jumlah ganglion pleksus myenterik
Auerbach atau mengalami degenerasi & terjadi
fibrosis pada otot esofagus → gerakan kontraksi
esofagus & relaksasi sfinkter gastroesofageal (-) pada
waktu menelan.
GAMBARAN KLINIK
- < umur 15 tahun (< 5%), dlm bulan I kelahiran (5,3%) &
selama tahun pertama kelahiran (20%)
- utama : muntah & dysphagia → penurunan berat badan.
- Bayi dan anak kecil : seringkali muntah susu yang belum
dicerna setiap kali minum, saat bangun tidur → bantal
menjadi basah
- Muntah → batuk-batuk → pneumonia aspirasi,
Kadang-kadang terdapat hematemesis → robekan pembuluh
darah pd esofagus.
DIAGNOSIS
 X – ray → ↓ jumlah udara di dalam lambung atau terlihat
permukaan cairan udara di esofagus.

 Zat kontras → aktivitas esofagus (-), kontraksi (-) & relaksasi


pada sfinkter esofagus bagian bawah (-). Esofagus bagian
proksimal → dilatasi & menjadi sempit ke bagian distal →
paruh burung (bird beak like appereance) dan menembus
diafragma dan masuk ke lambung (gastroesophageal junction).

Sebelum penyempitan kadang-kadang kelihatan spasme


esofagus → lengkungan sigmoid atau berbentuk skrup.
 Manometri → tekanan pada sfinkter esofagus bgn. atas N, pada
batang esofagus → peristaltik (-) & pada sfinkter esofagus
bagian bawah → tekanan ↑ sampai 2x lipat.
 Endoskopis → esofagus bagian distal menjadi sempit & tidak
berkembang pada pemompaan udara.
 Gagal tumbuh, pneumoni aspirasi dan hematemesis
 Beratnya penyakit → Ø dilatasi dan lengkungan (tortusitas)
esofagus pada foto kontras.
Gradasi Diameter dilatasi Lengkungan esofagus

Tingkat I kurang 4 cm tidak tampak


lengkungan
Tingkat II 4 – 6 cm tidak tampak
lengkungan
Tingkat III lebih 6 cm tidak tampak
lengkungan
Tingkat IV lebih 6 cm tampak lengkungan
sigmoid
PERAWATAN
- Perbaikan gizi penderita : nutrisi enteral melalui kateter atau
dengan nutrisi parenteral.
- Isosorbide dinitrat → ↓ tekanan pada sfinkter esofagus
bagian bawah.
- Dilatasi esofagus → bouginasi → dilator merkuri (ukuran 52-
62 Fr) atau dengan balon yang diberi tekanan 300 mmHg.
Dilatasi merkuri dan tekanan balon → perforasi.
- Terapi bedah (Ernst Heller, 1914) :
Ekstra mukosa esofagomiotomi pada daerah sfinkter
esofagus bagian bawah sepanjang 8 cm mulai pada
permukaan dilatasi sampai proksimal kardia lambung.
Bedah abdomen atau torakotomi melalui gastroesophageal
junction dilanjutkan 1 cm ke distal.
ATRESIA ESOFAGUS
ATRESIA ESOFAGUS
 Atresia esofagus → kel. bawaan (1 : 3000 – 5000 kelahiran
hidup)
 Ggn. kontinuitas lumen : bgn proksimal terputus hubungannya
dengan bagian distal → cairan sekretnya mengalir ke saluran
nafas.
 Dilahirkan oleh ibu hamil (polihidramnion) (Ingalls dan Prindle,
1949).
 Data lain → 60% ibu hamil dengan polihidramnion → bayi BBLR yang
menderita atresia esofagus.
 Normal : cairan amnion yang tertelan oleh foetus diabsorpsi
kembali melalui plasenta ke dalam sirkulasi ibu.
 Atresia esofagus : cairan amnion tidak tertelan → saluran cerna
foetus menjadi buntu →polihidramnion pada ibu hamil.
PATOLOGI

• Foregut (masa embrional) → esofagus pd bgn. posterior &


trakea pada bgn. anterior (mgg ke-4 - ke-6 masa gestasi)
• Hambatan pertumbuhan ggn vaskularisasi → bayi lahir dgn
atresia esofagus
• Gross (1953) :
• Klasifikasi atresia esofagus :
• Atresia esofagus proksimal dgn fistel trakeosofageal
distal (85% kasus)
• Atresia esofagus proksimal dan distal (10%)
• Fistel trakeosofageal (3% kasus)
Jarak antara atresia proksimal dan distal : 1 – 2 cm.
GAMBARAN KLINIK
 Lahir dari ibu dgn polihidramnion → pernafasan berbuih &
mengeluarkan air liur yg banyak
 Sering kali disertai batuk dan sianosis, terutama pada
pemberian minum → pneumoni aspirasi
 Biasanya disertai juga dengan kel. bawaan yang lain : defek
vertebra, anus imperfecta, fistel trakeoesofageal, displasia
radial dan renal yang disebut sindrom VATER.
DIAGNOSIS

 Diperiksa dengan kateter melalui hidung ke lambung → kateter


berhenti di pertengahan esofagus ±10 cm dari lubang hidung,
setinggi ujung buntu esofagus bagian proksimal.
 Bilamana kateter diteruskan paksa ke distal menuju lambung →
ujungnya akan berputar kembali ke proksimal dan keluar pada
lubang hidung yang satunya.
 X – ray pada atresia esofagus dengan fistel ke trakea → pneumoni
aspirasi pada paru kanan dan akumulasi udara pada lambung.
 Bila diberi cairan kontras → zat kontras jelas kelihatan berhenti ±
6,25 – 10 cm pada bagian esofagus yang buntu.
PERAWATAN
 Bayi BBLR : inkubator. Penderita dengan fistula : ditidurkan
dengan kepala lebih tinggi, sedang bayi tanpa fistula : letak
kepala lebih rendah terhadap perutnya.
 Pada bayi dengan atresia esofagus → kateter ke esofagus
untuk mengisap air liur terus-menerus. Bila tersedia kateter
dengan 2 lumen, pada lumen pertama dialirkan NaCl untuk
mencairkan liur dan dapat dihisap melalui lumen yang lain.
 Atresia esofagus yang disertai dengan fistula → emergency
gastrostomy → mencegah perforasi lambung. Gastrotomy
→memberikan nutrisi sebelum pembedahan.
 Toraktomi → memisahkan trakea dan esofagus. Esofagus
bafian proksimal biasanya lebih besar dibandingkan dengan
bagian distal, sehingga untuk menyambung kembali dapat
mempergunakan cara end-to-end atau end-to-side.
PROGNOSIS

Menurut penilaian Waterston, prognosis atresia


esofagus ditentukan oleh berat badan lahir, beratnya
pneumoni aspiras dan kelainan bawaan yang lain.
 Waterston A
Prognosis baik, bila berat lahir lebih dari 2500 gm dan
terdapat pneumoni ringan.
 Waterston B
Pronosis sedang, bila berat lahir lebih 2500 gm dan
terdapat pneumoni sedang atau berat lahir 1800 – 2500
gm dan terdapat pneumoni ringan.
 Waterston C
Prognosis buruk, bila berat lahir kurang 1800 gm dan
terdapat pneumoni berat atau terdapat kelainan bawaan
lain.
Hezekiah Beardsley (1788):
Lumen pylorus menjadi sempit karena otot
sirkuler mengalami penebalan.
Cockayne & Penrose  menduga kelainan
genetik, gen resesif berperan terhadap
terjadinya penyakit.
Hirschprung (1888)  ibu dengan
penyakit ini kemungkinan anaknya 4 kali
lebih banyak menderita penyakit yang
sama  stenosis pylorus hipertropik
kongenital.
Dodge (1970)  suntikan hormon gastrin
pada hewan hamil dapat melahirkan bayi
yang menderita penyakit tersebut.
Cooper (2002) pemberian eritromisin
pada neonatus usia 3 – 13 hari dapat
menyebabkan terjadinya penyakit
tersebut.
Kenyataan bahwa pada manifestasi klinik
penyakit ini baru tampak pada bayi umur
3 minggu  stenosis pylorus hipertropik
infantil.
Gangguan kordinasi antara kontraksi
antrum dan relaksasi pylorus, duodenum
degenerasi atau immaturitas sel-sel
ganglion sejak trimester ke-3 kehamilan 
kontraksi berulang-ulang  hipertropi otot
& dilatasi lambung.
 Neonatus usia 3 minggu: muntah tiap
kali minum.
 Sebelum muntah kelihatan gelombang
peristaltik dibawah rusuk kiri menuju
kanan perlahan-lahan melalui
pertengahan garis umbilikus dan
epigastrium
 Setelah muntah, selera minumnya tetap
baik → terjadi berulang-ulang →
dehidrasi
 Gambaran gej. klinik a golf ball moving
under the abdominal wall.
 X-ray : distensi & obst. dgn gelembung
udara pada daerah fundus
 Kontras barium dgn posisi posterior &
lateral : dilatasi lambung, adanya
perlambatan aliran barium → umbrella
like appearance → bila lumen sdh terisi
penuh → string sign
 USG : tebal dinding pylorus 4,8±0,6 mm,
Memerlukan tindakan bedah.
Terapi awal: mengatasi dehidrasi dan
gangguan elektrolit karena muntah.
Selanjutnya beri nutrisi parenteral.
Tindakan bedah: phyloromyotomy.
Obstruksi Duodenum
OBSTRUKSI DODENUM
Insidens :
 1 : 10.000 kelahiran → trauma tumpul
abdomen → hematom & penekanan
intestinal
 ♂ : ♀ = 2 : 1, 50% lahir prematur
 40% gangg. Intrinsik :
1. atresia duodenum
2. stenosis duodeum
 33% gangg. Ekstrinsik :
1. cincin pankreas
2. pita duodenum
1. Atresia Duodenum

 Lahir dari ibu polihidramnion


 Disertai Down Syndrome atau PJB
 Gejala sdh terlihat sejak lahir
 Patogenesis : rekanalisasi duodenum tdk
sempurna → STENOSIS, tdk terbentuk →
ATRESIA → kontinuitas lumen, bgn. proksimal
bwh & bgn distal buntu
 Atresia :
 Proksimal ampula vateri 15-30% kasus
 Distal ampula vateri 75-85% kasus
2. Cincin Pankreas

 Patogenesis :
Kegagalan fiksasi bgn dorsal dan ventral
pankreas → pankreas mengelilingi
sebagian atau seluruh duodenum →
obstruksi parsial/menyeluruh
3. Pita Peritoneum

 Patogenesis :
- pita tidak difiksasi pada tempatnya.
- pita mengikat sekum dan duodenum
- pita mengikat kolon asendens dan
duodenum
- pita mengikat sekum dan kolon bgn
kanan melintasi duodenum obstruksi
 Dpt terbentuk volvulus gangren dan
perforasi (6-24 jam)
Diagnosis

 Muntah segera stlh lahir 75% dgn


cairan empedu
 Dilatasi lambung 50% distensi perut
bgn atas
 X ray : -double bubbleappereance (obst.
duodenum proksimal)
-tiga gelembung gas (obst. Duodenum
distal)
 D/ prenatal : USG & amniocentesis
Perawatan

 Terapi bedah
 Perforasi : laparatomi
 Konvensional → isap cairan lambung & infus
DEFINISI
 Nama lain: invaginasi
 Terjadi karena segmen usus proksimal masuk ke dalam
usus bagian distal.
 Segmen usus yang masuk  intususeptum
 Segmen usus yang menerima  intususipiens
 Segmen ileum proksimal msk ke dlm bgn ileum distal 
intususepsi ileoilealis
 Segmen kolon proksimal masuk ke dlm kolon distal 
intususepsi kolokolika
 Ileum sebelah proksimal msk ke dlm kolon disebelah
distal  intususepsi ileokolika
 Segmen usus distal masuk ke proksimal  intususepsi
retrograde, intususepsi ascendens atau intususepsi agonal
EPIDEMIOLOGI
 Peny. obstruksi  umur 3 bulan – 2 tahun, >
usia 5 – 9 bulan, jrg pd dewasa
 Bayi dgn gizi baik, dgn pertumbuhan yg optimal
 Tjd pd 1-4 bayi / seribu kelahiran hidup
 Dpt tjd dlm kandungan
 ~ ggn. peristaltik usus pada pemberian makanan
padat I & pada penyakit diare
 Analisa tinja: infeksi rota virus & adenovirus.
 Ditemukan bersama-sama dgn divertikel meckel,
kista polip, hemangioma, limfosarcoma, fekalit
atau benda asing
PATOFISIOLOGI
Intususeptum bersama mesenterium 
masuk ke intususipien  melipat secara
tajam  bentuk huruf U  suplai darah
sepanjang lapisan luar terganggu 
gangguan sirkulasi & drainase pembuluh
limfe  oedema  iskemia jaringan 
gangren  current jelly stools & tarry
stools
GAMBARAN KLINIK
 Nyeri kolik → usia 3-9 bulan yg sebelumnya
tampak sehat
 Muntah & terjadi pengeluaran darah & lendir per
anum
 Massa tumor berbentuk sosis → sepanjang kolon
→ rektum → portio (pseudoportio)
 Pd anak besar → tdk bergejala → D/ & R/
terlambat
 Anak dpt menyesuaikan diri → intususepsi kronik
DIAGNOSIS
• Gmbrn klinik spesifik → menegakkan D/
• Jika gejala tidak ditemukan → pem.
penunjang
• USG: doughnut sign & target sign
• Foto polos perut & barium enema:
cekungan piala pada puncak intususepsi.
PERAWATAN
 Perawatan bedah
 SirJonathan Hutchinson (1871): usus difiksasi
sehingga tidak terjadi relaps
 Ravitch & McCune (1930): reposisi dgn enema
barium.

Anda mungkin juga menyukai